Anda di halaman 1dari 11

Pariwisata dan Budaya...

(Beta Desi Pratiwi)

Pariwisata dan Budaya


(Studi Peran Serta Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Pariwisata
di Kampung Pitu, Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul)
Oleh:

Beta Desi Pratiwi dan V Indah Sri Pinasti, M.Si


E-mail: betadesi44@gmail.com
Pendidikan Sosiologi – Fakultas Ilmu Sosial – Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di desa wisata Kampung Pitu, Nglanggeran, Patuk, Gunung
Kidul, Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini meliputi: (1) mengetahui peran serta
masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata di daerahnya, serta (2) mendeskripsikan
dampak kegiatan pariwisata terhadap aspek budaya masyarakat setempat. Penelitian
yang dilakukan berbentuk kualitatif dengan analisis secara deskriptif. Pengumpulan
data primer maupun sekunder dilakukan dengan cara observasi, wawancara, serta
dokumentasi. Sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) seluruh elemen masyarakat lokal berperan
serta dalam pengelolaan wisata, mulai dari ketua RT, karang taruna, pokdarwis, serta
masyarakat lokal secara umum, (2) dampak kegiatan pariwisata dapat dilihat dari
perubahan pada beberapa unsur budaya yang ada, diantaranya berkembangnya
sistem pengetahuan masyarakat lokal, munculnya mata pencaharian baru, mengenal
keragaman bahasa, kemajuan teknologi, pembentukan organisasi sosial, munculnya
komersialisasi keramahtamahan, pergeseran nilai solidaritas di bidang pertanian,
serta munculnya konflik horizontal antar masyarakat lokal. Strategi pengelolaan
wisata di Kampung Pitu masih mengarah pada tipe solidaritas mekanis, sedangkan
pola hubungan masyarakatnya sesuai dengan karakteristik masyarakat gemeinschaft
by blood, by place, dan by mind, ditandai dengan kuatnya budaya gotong-royong,
adanya konsensus dalam pengambilan keputusan, serta kehidupan masih bernuansa
tradisional pedesaan.

Kata kunci: Pariwisata, Budaya, Peran Masyarakat Lokal, Dampak.

JurnalPendidikanSosiologi/1
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

Tourism and Culture


(Study The Role of Local Communities in Tourism Management in
Kampung Pitu, Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul)
By:
Beta Desi Pratiwi and V Indah Sri Pinasti, M.Si
E-mail: betadesi4470@gmail.com
Sociology Education – Social Science Faculty –Yogyakarta State University

ABSTRACT

This research was conducted in tourist village Kampung Pitu, Nglanggeran, Patuk,
Gunung Kidul, Yogyakarta. The aim of this research include: (1) to knowing the role
local communities in tourism management activities, and (2) described the impact of
tourism activities on the cultural aspects of local communities. Research conducted
in the form of qualitative with descriptive analysis. Primary and secondary data
collection was done with observation, interview, and documentation. Sample taking
was done with purposive sampling. The result of research show that (1) every
element of local communities participated in tourism management activities, starting
from the neighborhood chairman, youth organizazion, tourism conscious group, and
local communities in general, (2) the impact of tourism activities was seen from the
changed of some existing cultural elements, for example development of local
communities knowledge, knowing diversity of language, technological advances,
forming social organization, commercialization the hospitality of local communities,
shifting in the value of social solidarity in agriculture, and appearanced of
horizontal conflict in the tourism managemenet activities. Strategy of the tourism
management in Kampung Pitu still leads to mechanical social solidarity, while the
pattern of public relationship accordance with characteristics of gemeinschaft
society by blood, by place, and by mind, was knowing with the strength of gotong-
royong culture, existing consensus in the decision making, and the nuance of life still
rural traditional.

Key words: Tourism, Culture, The Role of Local Communities, Impact.

JurnalPendidikanSosiologi/2
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

A. PENDAHULUAN Kabupaten Gunung Kidul. Strategi tersebut

Simbol dan penanda (sign) disadari dinilai tepat sasaran mengingat data statistik
sangat penting dalam menentukan sebuah dari Dinas Pariwisata Yogyakarta tahun 2016
tempat sebagai destinasi wisata. Simbol ini yang memaparkan bahwa selama lima tahun
terkait dengan citra sebuah tempat dibenak terakhir kunjungan wisatawan di Kabupaten
para pelancong seperti misalnya slogan- Gunung Kidul meningkat secara signifikan
slogan pariwisata The Exotic Bali, The sehingga berpengaruh besar terhadap
Romantic Paris, dan The Virgin Pacific perkembangan jumlah PAD (Pendapatan Asli
(Pitana dan Gayatri, 2005: 48). Daerah) Kabupaten Gunung Kidul. Ada tiga

Bergantinya slogan ”Jogja macam daya tarik wisata yang paling


lama
Berhati Nyaman” menjadi “Jogja Istimewa”, mendominasi di kabupaten yang memiliki
diharapkan mampu mengangkat keunikan di slogan Handayani tersebut, diantaranya
setiap sudut kota serta berupa wisata bahari, wisata budaya, serta
Yogyakarta
meningkatkan pengelolaan dalam berbagai desa wisata.
sektor, terutama komitmen sektor pariwisata Setiap daerah wisata mempunyai citra
dalam menghasilkan destinasi wisata yang (image) tertentu, yaitu mental maps
berkualitas untuk mendukung visi DIY tahun seseorang terhadap suatu destinasi yang di
2016 yaitu sebagai Kota Pariwisata Berbasis dalamnya mengandung keyakinan, kesan, dan
Budaya. persepsi (Pitana dan Gayatri, 2005: 64).
Menurut pemaparan Yusuf yang Kampung Pitu merupakan salah satu
dikutip dalam Tahwin (2003) pemerintah icon desa wisata di Gunung Kidul yang saat
dalam hal ini para stakeholder kepariwisataan ini sedang gencar dipromosikan oleh Dinas
diharapkan mampu menyadari
besarnya Pariwisata setempat. Kondisi topografi yang
potensi kepariwisataan di daerahnya dan berupa pegunungan menyebabkan
berupaya untuk menggali, mengembangkan, terbatasnya aksesibilitas untuk menjangkau
serta membangun objek wisata tersebut yang rumah masyarakat di Kampung Pitu. Akan
merupakan modal awal untuk bangkitnya tetapi, isolasi geografis tidak menghalangi
kesejahteraan masyarakat lokal. Komitmen tekad masyarakat lokal untuk tetap
tersebut harus ditindaklanjuti. mempertahankan pemukimannya di puncak
Salah satu strategi
efektif Gunung Api Purba Nglanggeran tersebut.
pengembangan ecotourism berbasis budaya Minimnya interaksi dengan masyarakat luar
di Yogyakarta, yaitu melalui pengelolaan menjadi faktor utama tertanamnya keyakinan
desa wisata di berbagai daerah, termasuk di mendalam (vested interest) pada nurani

JurnalPendidikanSosiologi/3
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

masyarakat Kampung Pitu untuk tetap ketergantungan masyarakat kepada nilai-nilai


melestarikan setiap kearifan lokal yang telah yang lebih dalam, seperti agama, seni, dan
diwariskan Empu Pitu dari generasi ke sastra. Demikian juga dari perspektif lokal,
generasi. ketika dunia semakin tumbuh homogeny
Memang benar bahwa esensi dari maka kita semakin menghargai tradisi yang
pariwisata berbasis budaya berupa suguhan bersemi dari dalam. Nilai lokal disamping
keasrian alam serta keunikan seni tradisi mampu menginspirasi tumbuhnya kearifan
masyarakat lokal sebagai daya tarik utama lokal (local genius), di satu sisi tumbuh
para wisatawan. Akan tetapi, kunjungan menjadi nilai-nilai kehidupan yang memberi
wisatawan tersebut dikhawatirkan berdampak makna pada kehidupan dan interaksi sesama
pada aspek kultural masyarakat lokal, yaitu mereka. Nilai strategis budaya lokal telah
munculnya pergeseran idealisme kultural menginspirasi berbagai daerah untuk
yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya mengembangkan potensi lokalitas dalam
sebagai way of life menjadi idealisme pasar pengembangan pariwisata. Oleh karena itu,
yang didasarkan pada motif memperoleh perlu digagas pengembangan pariwisata yang
keuntungan (profit and loss). sejalan dengan pengembangan budaya dan
Untuk mengetahuinya, dilaksanakan semangat manusia beserta cipta, rasa, dan
penelitian ini dengan tujuan untuk mengkaji karsanya.
secara mendalam bagaimana peran serta 2. Peran Serta Masyarakat Lokal dalam
masyarakat lokal dalam mewujudkan desa Pengelolaan Pariwisata
wisata Kampung Pitu menjadi destinasi Menurut Rosida dalam karyanya
wisata berbasis budaya serta untuk (2017) menyatakan bahwa masyarakat
mempelajari dampak kegiatan pengelolaan merupakan salah satu potensi yang perlu
pariwisata terhadap kebudayaan masyarakat dipertimbangkan karena masyarakat
setempat mengingat beragamnya budaya merupakan subyek dan obyek dari
global yang mulai menyentuh berbagai sisi pengembangan suatu kawasan. Tingkat
kehidupan di Kampung Pitu. perkembangan dan pertumbuhan masyarakat
B. KAJIAN PUSTAKA akan berpengaruh, baik langsung maupun
1. Pariwisata Berbasis Budaya tidak langsung terhadap arah pengembangan
Menurut Gidden dalam Sutarso (2012) suatu daerah atau kawasan.
globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan Masyarakat lokal adalah kelompok
kembali identitas budaya lokal di berbagai masyarakat yang menjalankan tata kehidupan
belahan dunia. Semakin homogen gaya hidup sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah
masyarakat akibat globalisasi, semakin kokoh diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku
JurnalPendidikanSosiologi/4
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung menimbulkan lima kerugian sekaligus.


pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Pertama, sektor pertanian jadi
Kecil tertentu (Pasal 1 Angka 34 UU Nomor terbengkalai, petani beralih profesi
27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah menjadi penjual jasa wisata. Kedua, terjadi
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). urbanisasi yang dapat menimbulkan
Masyarakat lokal memainkan peranan pengangguran. Ketiga, terjadi spekulasi
yang cukup penting dalam pengembangan tanah sehingga harga tanah semakin mahal
pariwisata sebagai subjek pembangunan dan tidak jarang menimbulkan konflik
daerah. Oleh karena itu, globalisasi menuntut sengketa lahan. Keempat, terjadi
masyarakat di daerah tujuan wisata untuk pengikisan kehidupan beragama. Kelima,
mengembangkan keterampilan yang dimiliki terjadi komersialisasi seni budaya, yang
tanpa meninggalkan nilai-nilai kultural yang menjurus pada terjadinya penurunan
sudah ada. Keterlibatan masyarakat lokal kualitas hasil kebudayaan itu sendiri.
secara aktif dalam pengelolaan wisata pada 4. Teori Solidaritas Sosial Emile
umumnya berupa penyediaan layanan jasa, Durkheim
misalnya menjadi tour guide bagi para Durkheim mengacu pada dua tipe
wisatawan. solidaritas sosial, mekanis dan organik. Suatu
3. Pengaruh Pariwisata terhadap Budaya masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas
Masyarakat Lokal mekanis bersatu karena semua orang adalah
Menurut Yoeti (2016) seharusnya generalis. Ikatan diantara orang-orang itu
pengembangan pariwisata dapat ialah karena mereka semua terlibat di dalam
memberikan suatu kenikmatan bagi para kegiatan-kegiatan yang mirip dan mempunyai
wisatawan dan kesejahteraan penduduk di tanggungjawab-tanggungjawab yang mirip.
daerah tujuan wisata. Akan tetapi, Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan
belakangan ini bermunculan tantangan- oleh solidaritas organik dipersatukan oleh
tantangan yang mulai mengkhawatirkan, perbedaan-perbedaan diantara orang-orang,
seperti adanya perusakan lingkungan, oleh fakta bahwa semuanya mempunyai tugas
corat-coret fasilitas maupun objek dan tanggung jawab yang berbeda (Ritzer,
pariwisata, pencemaran alam dan seni 2012: 145).
budaya, komersialisasi keramahtamahan Bagi Durkheim, indikator yang paling
dan hilangnya kepribadian penduduk di jelas untuk solidaritas mekanis adalah ruang
daerah tujuan wisata. lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang
Apabila pengembangan pariwisata bersifat represif (menekan). Anggota
tidak terkendali, akibatnya dapat masyarakat ini memiliki kesamaan satu sama
JurnalPendidikanSosiologi/5
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

lain dan mereka cenderung sangat percaya 2. Waktu Penelitian


pada moralitas bersama, apapun pelanggaran Penelitian ini diaksanakan pada bulan
terhadap sistem nilai bersama tidak akan Februari hingga Maret 2017.
dinilai main-main oleh setiap individu. 3. Jenis Penelitian
(Ritzer, 2011: 93). Pendekatan penelitian yang digunakan
5. Teori Gemeinschaft Ferdinant Tonnies yaitu metode kualitatif. Adapun yang
Teori gemeinschaft hasil pemikiran dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu
Ferdinant Tonnies ini terbagi menjadi tiga penelitian yang bermaksud untuk memahami
bagian, yaitu gemeinschaft by blood, by fenomena tentang apa yang dialami oleh
place, dan by mind. Gemeinschaft by blood subjek penelitian secara holistik, dan dengan
yaitu ikatan-ikatan kekerabatan, gemeinschaft cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
by place yaitu ikatan berlandasakan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
kedekatan letak tempat tinggal serta tempat alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
kerja yang mendorong orang untuk metode ilmiah (Moleong, 2007: 6).
berhubungan secara intim satu sama lain dan Model pendekatan kulitatatif ini
mengacu pada kehidupan bersama di daerah digunakan untuk mendeskripsikan peran serta
pedesaan. Sedangkan gemeinschaft by mind masyarakat lokal dalam mengelola wisata di
yaitu hubungan persahabatan yang daerahnya serta pengaruhnya terhadap
disebabkan karena persamaan keahlian atau kebudayaan masyarakat Kampung Pitu
pekerjaan serta pandangan yang mendorong setelah adanya revitalisasi dari desa adat
untuk saling berhuhungan secara teratur menjadi desa wisata secara menyeluruh
(Rusdianta, 2009: 44). dalam bentuk deskripsi narasi.
C. METODE PENELITIAN 4. Sumber Data Penelitian
1. Lokasi Penelitian a. Sumber Data Primer
Peneliti memilih lokasi berupa desa Sumber data primer dalam penelitian
wisata Kampung Pitu yang terletak di puncak ini diperoleh melalui interview dengan
gunung api purba Nglanggeran, Kecamatan masyarakat lokal di Kampung Pitu, Desa
Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten
Istimewa Yogyakarta. Pemberian nama Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
“Kampung Pitu” memiliki makna tersendiri. Yogyakarta.
Hampir selama dua abad lamanya, b. Sumber Data Sekunder
masyarakat yang bermukim di desa wisata Sumber data sekunder diperoleh dari
tersebut selalu terdiri dari 7 KK (Kepala instansi pemerintah di balai desa
Keluarga. Nglanggeran, yaitu buku site plan
JurnalPendidikanSosiologi/6
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

Nglanggeran yang di dalamnya tercantum c. Dokumentasi


profil desa wisata Kampung Pitu. Menurut Sugiyono (2008: 240)
5. Teknik Pengumpulan Data dalam bukunya, berpendapat bahwa
a. Observasi dokumen merupakan catatan peristiwa
Menurut Marshall (Sugiyono, yang sudah berlalu. Dokumen bisa
2008: 226) menjelaskan bahwa melalui berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
observasi, peneliti belajar tentang perilaku karya monumental dari seseorang.
dan makna dari perilaku tersebut. Dokumentasi dilakukan selama
kegiatan penelitian berlangsung, meliputi
Dalam hal ini, peneliti melakukan
pengambilan gambar/foto beragam
observasi partisipan di desa wisata
aktivitas masyarakat lokal yang berkaitan
Kampung Pitu pada tanggal 18 Oktober
dengan pelaksanaan kearifan lokal,
2016 untuk memperoleh gambaran umum
partisipasi masyarakat lokal sebagai
mengenai kondisi alam, sosial, dan budaya
pelaku pariwisata, serta dampak kegiatan
desa wisata Kampung Pitu serta untuk
pariwisata terhadap aspek budaya di
mengetahui detail permasalahan yang ada
Kampung Pitu.
di desa wisata Kampug Pitu
6. Teknik Pengumpulan Sampel
b. Wawancara
Peneliti menggunakan teknik
Wawancara adalah percakapan
purposive sampling yaitu teknik pengambilan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu
sampel sumber data dengan kriteria tertentu.
dilakukan oleh dua pihak, yaitu
Subjek penelitian dalam pengambilan sampel
pewawancara (interviewer) yang
diantaranya yaitu ketua pengelola kegiatan
mengajukan pertanyaan dan terwawancara
pariwisata, ketua RT, ketua dan anggota
(interview) yang memberikan jawaban
karang taruna, serta beberapa masyarakat
atas pertanyaan peneliti (Moleong, 2007:
lokal di Kampung Pitu secara umum
186).
7. Teknik Analisis Data
Selama lima hari pengambilan data
Penelitian ini menggunakan analisis
berlangsung di lapangan, wawancara
interaktif Miles dan Huberman, yang terdiri
dilakukan pada tanggal 26, 27, dan 28
dari pengumpulan data, reduksi data,
Februari 2017 sedangkan dua hari lainnya
penyajian data, dan verifikasi atau penarikan
dimanfaatkan peneliti untuk berpartisipasi
kesimpulan. Pada penelitian yang dilakukan,
secara langsung dalam aktivitas keseharian
pengumpulan data dilakukan mulai dari
masyarakat lokal Kampung Pitu.
kegiatan observasi sampai penelitian. Setelah
semua data terkumpul, barulah dilakukan
JurnalPendidikanSosiologi/7
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

transkip wawancara kemudian dilakukan minat utama wisman (wisatawan


reduksi dengan cara koding (pemberian mancanegara) untuk berkunjung ke
kode). Tahapan selanjutnya yaitu menyajikan Kampung Pitu. Hal ini dibuktikan
data secara deskriptif, didukung dengan dengan ramainya kunjungan wisman ke
penyajian bagan atau tabel. Tahapan terakhir Kampung Pitu pada saat pelaksaan
yaitu penarikan kesimpulan secara umum tradisi kirab grebeg maulid setelah Idul
berdasarkan temuan hasil penelitian yang ada Adha (sasi Besar dalam hitungan
D. PEMBAHASAN kalender Jawa). Sedangkan potensi alam
1. Peran Masyarakat Lokal dalam lebih diminati oleh wisnus (wisatawan
Kegiatan Pengelolaan Pariwisata di nusantara).
Kampung Pitu 2. Kegiatan pengelolaan pariwisata di desa
Berdasarkan analisis hasil penelitian wisata Kampung Pitu mengadopsi sistem
bertema Pariwisata dan Budaya dengan kekerabatan dengan melibatkan peran
subtema Studi Peran Serta Masyarakat Lokal serta seluruh komponen masyarakat
dalam Pengelolaan Pariwisata di Kampung lokal, yang meliputi:
Pitu, Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul, a. Ketua pengelola pariwisata sebagai
Daerah Istimewa Yogyakarta, diperoleh perintis munculnya Kampung Pitu
pokok-pokok temuan sebagai berikut. sebagai desa wisata serta pelaku
1. Kampung Pitu merupakan desa wisata promosi wisata..
dengan dua potensi utama, yaitu potensi b. Ketua RT sebagai penyumbang dana
alam dan potensi budaya. Potensi alam maupun tenaga dalam pembangunan
berupa suguhan keindahan panorama di fasilitas serta aksesibilitas.
puncak Gunung Api Purba Nglanggeran c. Karang taruna sebagai pemandu
sisi timur. Wisatawan dapat menikmati wisata dan manajemen desa wisata.
paket sunrise, sunset, outbond, tracking d. Pokdarwis sebagai pelaksana
maupun camping yang ditawarkan oleh pengembangan desa wisata
pihak pengelola wisata di Kampung Pitu. berwawasan lingkungan dan
Potensi budaya berupa keunikan seni berbasis masyarakat
tradisi masyarakat lokal Kampung Pitu e. Masyarakat umum sebagai
yang masih dipertahankan sampai saat penyambut tamu, penyedia wisata
ini, seperti tingalan, tayub (ledhek), kuliner, serta pendukung akomodasi
rasulan, kenduri (ngabekten), mong- Menurut Rosida dalam penelitiannya
mong, dan wiwitan. Beragam (2017) menyatakan adanya beberapa faktor
kebudayaan lokal inilah yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelibatan
JurnalPendidikanSosiologi/8
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

masyarakat setempat dalam menjalankan penghambat masyarakat lokal dalam


pengelolaan pariwisata di Kampung Pitu. mengelola desa wisata Kampung Pitu
Faktor pendukungnya seperti semangat meliputi isolasi geografis yang
gotong-royong masyarakat untuk menyebabkan sulitnya aksesibilitas, serta
memberikan good service kepada wisatawan kurangnya wawasan dan pengetahuan
serta tersedianya forum pertemuan untuk masyarakat lokal.
berdiskusi dan menyalurkan aspirasi. Adapun 4. Apabila ditinjau dari dampak kegiatan
faktor yang menghambat pengelolaan pariwisata terhadap aspek budaya
pariwisata di Kampung Pitu yaitu letaknya masyarakat setempat, telah terjadi
yang terisolasi secara geografis serta beberapa perubahan pada unsur-unsur di
aksesibilitas yang belum sepenuhnya dalamnya. Fenomena tersebut dinilai
sempurna dan juga rendahnya tingkat wajar, mengingat kondisi masyarakat
pendidikan masyarakat lokal. yang dinamis. Perubahan yang ada
3. Solidaritas sosial yang terbentuk dalam disebabkan oleh berbagai macam faktor
pengelolaan wisata masih mengarah pada internal maupun eksternal. Salah satu
tipe solidaritas mekanis yang ditandai faktor internal yang menjadi alasan
dengan pembagian kerja pada utama terjadinya perubahan budaya
masyarakat masih rendah, kesadaran secara cepat di Kampung Pitu, yaitu
kolektif tinggi, hukum represif adanya inovasi berupa gagasan yang
cenderung dominan, individualitas berasal dari masyarakat lokal untuk
rendah, konsensus terhadap pola-pola merintis munculnya desa wisata di
normatif dianggap penting, komunitas tempat tinggalnya. Sedangkan faktor
terlibat dalam menghukum orang yang eksternal yang mendominasi perubahan
menyimpang, ketergantungan antar aspek budaya lokal masyarakat
elemen masyarakat rendah, serta Kampung Pitu berupa kontak dengan
kehidupannya masih cenderung primitif kebudayaan asing, meliputi interaksi
dan bernuansa pedesaan. Sedangkan antara penduduk lokal dengan
faktor-faktor pendorong kegiatan wisatawan.
pengelolaan wisata di Kampung Pitu 5. Peran serta masyarakat lokal dalam
oleh masyarakat lokal diantaranya pengelolaan pariwisata berdampak pada
tingginya solidaritas sosial untuk beberapa aspek kultural kehidupan di
membangun daerahnya serta tersedianya Kampung Pitu. Dampak positif kegiatan
forum pertemuan sebagai sarana diskusi pengelolaan wisata terhadap aspek
dan penyalur aspirasi. Sementara faktor budaya di Kampung Pitu diantaranya
JurnalPendidikanSosiologi/9
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

berkembangnya sistem pengetahuan dalam tipe masyarakat gemeinschaft by


masyarakat lokal, munculnya mata blood, apabila ditinjau berdasar bentuk
pencaharian baru, mengenal keragaman pemukiman penduduk, termasuk ke dalam
bahasa, sistem peralatan hidup dan tipe hubungan masyarakat gemeinschaft by
teknologi mengalami kemajuan, serta place, serta dilihat dari mindset masyarakat
mulai menyadari pentingnya membentuk lokal yang masih tertanam vested interest
organisasi sosial. Sementara dampak dalam diri mereka, masyarakat lokal
negatif yang ditimbulkan berupa Kampung Pitu sesuai dengan karakteristik
pergeseran nilai budaya gotong-royong masyarakat gemeinschaft by mind.
di bidang pertanian, munculnya 2. Saran
komersialisasi keramahtamahan Berikut merupakan saran yang
penduduk lokal, munculnya konflik diajukan oleh peneliti bagi beberapa
dalam pengelolaan wisata, memudarnya komponen masyarakat yang secara aktif turut
nilai-nilai religi Empu Pitu, serta serta dalam kegiataan pengelolaan dan
hilangnya kesenian tayub. pengembangan pariwisata di Kampung Pitu.
E. KESIMPULAN DAN SARAN a. Pemerintah
1. Kesimpulan Dalam kegiatan pengelolaan
Ditinjau dari peran serta masyarakat pariwisata, pemerintah Kabupaten
lokal Kampung Pitu sebagai pelaku kegiatan Gunung Kidul seharusnya lebih
pariwisata, solidaritas sosial yang terbentuk berkoordinasi dengan masyarakat Desa
dalam pengelolaan wisata masih mengarah Nglanggeran sebagai pihak pengelola
pada tipe solidaritas mekanis. Kegiatan secara umum dan masyarakat lokal
pengelolaan pariwisata memang berimbas Kampung Pitu secara khusus, sehingga
pada perubahan beberapa unsur kebudayaan. mengetahui kendala-kendala yang
Akan tetapi, tidak seluruh unsur kultural dihadapi selama proses pengelolaan dan
terkena dampaknya, sebagai contoh pengembangan potensi wisata di
hubungan sosial masyarakat. Sampai saat ini, daerahnya. Selain itu, sebaiknya
pola hubungan antar masyarakat lokal di pemerintah mengadakan kunjungan
Kampung Pitu masih berorientasi pada pola secara berkala untuk menyampaikan
hubungan masyarakat gemeinschaft, dimana tentang pentingnya melestarikan budaya
kolektivitas terbentuk berdasarkan kebutuhan lokal masyarakat di daerah tujuan wisata.
naluriah, bukan berdasarkan kepentingan b. Masyarakat
semata. Dilihat dari silsilah kekerabatan, Masyarakat sebagai pelaku utama
penduduk Kampung Pitu masih tergolong ke kegiatan pengelolaan pariwisata
JurnalPendidikanSosiologi/10
Pariwisata dan Budaya... (Beta Desi Pratiwi)

seharusnya lebih
meningkatkan Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
kompetensi maupun keterampilan yang
dimiliki dalam rangka mewujudkan Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi (Dari
Teori Sosiologi Klasik Sampai
terciptanya good service demi
Perbandingan Mutakhir Teori Sosial
kenyamanan wisatawan tanpa harus Postmodern). Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
meninggalkan nilai-nilai sosial budaya
_____________. 2012. Teori Sosiologi.
yang sudah ada. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusdianta, Syahrial, Syahbani. 2009. Dasar-
DAFTAR PUSTAKA
dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Ilmu.
Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
Joko Sutarso. 2012. Menggagas Pariwisata dan Pulau-Pulau Kecil. (Diakses pada
Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal. tanggal 17 Juli 2017 pukul 22.45 WIB)
Menggagas Pencitraan Berbasis
Kearifan Lokal. Victoria dkk. 2015. Buku Panduan
Pengembangan Desa Wisata Hijau.
.Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Jakarta: Asisten Deputi Urusan
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Ketenagalistrikan dan Aneka Usaha.
Remaja Rosda Karya. (Diakses pada tanggal 13 Juli 2017,
pukul 13.30 WIB).
Muhammad Tahwin. 2003. Pengembangan
Obyek Wisata sebagai Sebuah Industri. Yoeti, Oka A. dkk. 2016. Pariwisata Budaya:
Jurnal Gamawisata: Studi Kasus Masalah dan Solusinya. Jakarta: Balai
Kabupaten Rembang. Jurnal Pustaka.
Gemawisata. 1 (3) 236-249.

Pitana, I Gde dan Putu G Gayatri. 2005.


Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Offset.

Riyanta, Aris dkk. 2016. Statistik


Kepariwisataan 2015. Yogyakarta:
Dinas Pariwisata DIY.

Rosida, Idah. Partisipasi Pemuda dalam


Pengembangan Kawasan Ekowisata
dan Implikasinya Terhadap Ketahanan
Masyarakat Desa (Studi di Kawasan
Ekowisata Gunung Api Purba
Nglanggeran, Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istomewa Yogyakarta). Universitas
Gadjah Mada.

JurnalPendidikanSosiologi/11

Anda mungkin juga menyukai