MASYARAKAT/KELOMPOK MARGINAL
Dian Aji Pangestu
19105040031
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN DESA WISATA
(Studi Kasus Desa Karangasem, Kec. Bulu Kab. Sukoharjo)
BAB I
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 yang
menjelaskan tenang otonomi daerah dan Undang-undang Nomor 6 tahun
2014 tentang desa sebagai solusi dalam mengatasi kesenjangan
pembangunan di setiap daerah yang memiliki kesempatan untuk
mengembangkan potensi dari segala bidang. Banyak contohnya, seperti
kuliner khas daerah, kerajinan khas daerah, bahkan wisata daerah bisa
dijadikan tombak utama untuk menjunjung ekonomi. Wisata merupakan
salah satu sektor pembangunan yang sedang gencar-gencarnya
dikemmbangkan oleh pemerintah karena berperan penting dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Selainn itu, wisata juga salah
satu penyumbang devisa terbesar untuk pendapatan suatu daerah dan
negara.
Sumber daya alam atau sering disebut SDA, dapat mmenjadi daya
tarik wisata yang dapat dinikmati oleh para wisatawan. Bahkan sumber
daya budaya dapat menjadi pesona bagi kebanyakan wisatawan yang ingin
mempelajari atau memahami budaya dari suatu masyarakat di destinasi
wisata. Budaya dan alam merupakan perpaduan yang ciamik sehingga
memiliki potensi untuk dikunjungi oleh para wisatawan dari berbagai
daerah. Sehingga potensi ini ada baiknya dikelola semaksimal mungkin,
salah satunya melalui kegiatan pariwisata. Tujuan dari pengelolaan
tersebut tidak lain adalah untuk memberikan manfaat yang besar bagi
kesejahteraan masyarakatnya. Ketika potensi wisata ada di suatu pedesaan,
maka potensi tersebut baiknya dikelola oleh masyarakat yang mendiami
desa tersebut. ini menjadi salah satu bentuk implementasi pariwisata
berbasis masyarakat, pendekatan yang menjadikan masyarakat desa
sebagai pengelola atau pelaksana kegiatan pariwisata.1
Potensi desa perlu dikelola semaksimal mungkin melalui peran
pemerintah daerah dan juga lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang
dibentuk oleh masyarakat sendiri. Dengan pengelolaan yang baik dan
berjalannya fungsi pemerintah daerah dan organisasi masyarakat
memungkinkan pengembangan desa wisata bisa berjalan dengan baik dan
terus berkembang sampai bisa dinikmati oleh generasi berikutnya. Dewasa
ini salah satu daerah di Kabupaten Sukoharjo juga turut meramaikan
pembangunan pariwisata, tepatnya berada di Desa Karangasem, Kecamatan
1
Junaid, Ilham dan Muh. Arifin M. Salim. 2019. Peran Organisasi Tata Kelola Dalam Pengelolaan Desa Wisata
Nglanggeran, yogyakarta: PUSAKA: Journal of Tourism, Hospitality, Traveland Business Event, 1(2)
Bulu, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Desa Karangasem ini memiliki
potensi wisata alam tersembunyi yang terkenal dengan nama Gunung
Pegat. Wisata ini mulai digarap pada tahun 2018 dan sampai sekarang
masih terus dilakukan pengembangan guna menarik perhatian para
wisatawan baru. Dalam proses pembangunan dan pengelolaan desa wisata
sendiri tidal lepas dari adanya pemerintah daerah yang dibantu oleh
organisasi masyarakat dan masyarakat sekitar. Walaupun masih tergolong
baru, pengunjung wisata Gunung Pegat sudah bisa dibilang ramai
pengunjung. Para pengunjung biasanya ramai berkunjung pada hari
minggu atau hari libur nasional. Yang menjual dari wisata Gunung Pegat ini
adalah pemandangan sekitar yang membuat mata menjadi segar setelah
penat melalui hiruk pikuk dunia. Para pengunjung juga bisa menikmati
sunrise dan sunset dari atas Gunung Pegat. Banyaknya pengunjung yang
berdatangan juga karena harga tiket yang relatif murah.
Salah satu tujuan pemerintah daerah membuat wisata tersebut selain
tuntutan untuk menggali potensi desa dari segala bidang, tujuan lain dari
pembangunan wisata ini adalah untuk memberdayakan masyarakat sekitar
yang memiliki keahlian di bidang tertentu namun belum bisa atau kurang
akses untuk memasarkan dan menjual keahlian mereka ke masyarakat
luas. Pemberdayaan masyarakat sendiri bertujuan agar seluruh potensi
yang ada di desa Karangasem dan tentunya wisata Gunung Pegat bisa
dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya wisata ini jelas sangat membantu masyarakat sekitar
khususnya masyarakat desa Karangasem, hal tersebut disebabkan karena
semua pengelola wisata tersebut hanya boleh diisi oleh warga lokal saja,
khusunya yang tidak memiliki pekerjaan. di dalam wisata juga disediakan
beberapa spot yang menjual seperti pasar kuliner, wahana permainan anak,
kolam refleksi ikan dan lain sebagainya. Semua spot tersebut hanya boleh
dikelola atau diisi oleh warga lokal saja, sehingga semakin ke sini ekonomi
warga lokal semakin membaik dari pada sebelumnya.
Tahapan pertama yang dilakukan untuk memulai rencana ini adalah
dengan melakukan koordinasi antara lurah desa Karangasem dengan
berbagai stakeholder, pihak BUMDES, maupun masyarakat untuk
mengumpulkan informasi, meminta pendapat dalam rangkan memulai
pembangunan tempat wisata Gunung Pegat yang pada akhirnya akan
menjadi tempat untuk pemberdayaan masyarakat desa Karangasem. Semua
rencana tersebut tentulah memiliki tujuan, salah satunya adalah dengan
terlaksananya pembangunan tempat wisata Gunung Pegat maka harapan
selanjutnya rencana pemberdayaan masyarakat dapat tersusun dan
tentunya tepat sasaran agar dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki
masyarakat desa Karangasem.
BAB II
2
Andiyani, Anak Agung Istri, Edhi Martono, Muhammad. (2017). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Pengembangan Desa Wisata dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Sosial Budaya Wilayah (Studi di Desa
Wisata Panglipur Bali). Jurnal Ketahanan Nasional. 23(1).
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemberdayaan masyarakat
melalui pengelolaan program Desa Wisata Oleh Pokdarwis Krebet Binangun,
mendeskripsikan faktor pendukunng dalam pemberdayaan masyarakat
melalui pengelolaan program Desa Wisata oleh Pokdarwis Krebet Binangun.
Penelitian ini bersifat kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah
deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.
hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan masyarakat oleh
Pokdarwis Krebet Binangun diterapkan dengan menyelenggarakan kegiatan
sosialsasi atau penyuluhan, diskusi, kompetisi, percontohan dan
perintisan.3
Dari penelitian Novie Istoria Hidayah (2017) yang berjudul
“Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Jatimulyo,
Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Menjelaskan bahwa
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan
untuk memberdayakan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata
Jatimulyo serta mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tersebut. Desain penelitian ini
menggunakan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis pemberdayan masyarakat dalam
pengembangan Desa Wisata Jatimulyo. Dalam penelitian ini menggunakan
sumber data primer dan sekunder. Data primer didapat melalui proses
wawancara dan observasi dengan narasumber. Sedangkan data sekunder
didapat dari dokumen-dokumen resmi seperti artikel mengenai profil Desa
Wisata Jatimulyo. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata Jatimulyo
melalui tiga tahap yaitu tahap penyadaran dan pembentukan perilaku,
tahap transformasi kemampuan berupa wawasan (pengetahuan,
kecakapan, ketrampilan), dan yang terakhir tahap peningkatan
kemampuan intelektual.4
Dari penelitian Tyas Arma Rindi (2019) yang berjudul “Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus Desa
Wonokarto, Kec. Sekampung Kab. Lampung timur)”. Menjelaskan bahwa
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pemberdayaan
masyarakat dan untuk mengetahui langkah-langkah pengembangan dari
potensi pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini berjenis kualitatif dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan
dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan
yang ada di desa Wonokarto yang bergerak pada sektor pariwisata
unggulan. Dengan destinasi yang ada di desa Wonokarto yaitu kerajinan
bambu yang dibuat oleh sekelompok paguyuban guyub rukun. Selain itu
juga ditemukan kreasi unik dan ide menarik dengan adanya desa wisata
menambah peluang penghasilan bagi masyarakat dan mengurangi
3
Desiati, Rosita. (2013). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Program Desa Wisata”. Diklus: Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah. 17(1).
4
Hidayah, Novia Istoria. (2017). “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Jatimulyo,
Girimulyo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam skripsi jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
pengangguran bahkan melatih anak muda membuat kreasi terbaru dan
bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri.5
Dari penelitian Sabtimarlia (2015) yang berjudul “Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengelolaan Desa Wisata Sambi di Dusun Sambi,
Pakembinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”.
Menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
tentang pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan desa
wiisata sambi, hasil pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan desa
wisata sambi, dan faktor pendukung dan faktor penghambat pemberdayaan
masyarakat melalui pengelolaan desa wisata sambi. Penelitian ini berjenis
kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan
bahwa pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan desawisata sambi
dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap penyadaran, tahap
transformasi kemampuan, dan tahap peningkatan kemampuan intelektual.
selain itu hasil dari pemberdayaan masyarakat tersebut adalah peningkatan
ketrampilan dan kemandirian masyarakat. Lalu faktor yang mendukung
yaiitu semangat dan kerjasama yang apik antara pengurus dan masyarakat.
sedangkan faktor penghambatnya adalah kecemburuan sosial di
masyarakat.6
Dari penelitian Erich Fitriawan (2012) yang berjudul “Pemberdayaan
Obyek Wisata Goa Jati Jajar Melalui Partisipasi Masyarakat di Desa
Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen”. Penelitian ini berjenis
kualitatif deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini
singkatnya ada 3 yaitu mengembangkan Pokdarwis atau kelompok sadar
wisata. Adanya kerjasama yang baik antara dinas wisata dengan
masyarakat, khususnya dalam menjaga keamanan dan kelestarian obyek
wisata goa jati jajar. Yang terakhir, meningkatkan perekonomian
masyarakat.7
Dari penelitian Abdur Rohim (2017) yang berjudul “Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata”. Penelitian ini berjenis
kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah strategi yang terbagi
menjadi 8 yaitu pengkoordinasian antara pengelola desa wisata dengan
masyarakat, fasilitas pemerintah memberikan pendanaan untuk mengelola
desa wisata, mengembangkan atraksi wisata, mempromosikan desa wisata,
5
Rindi, Tyas Arma. (2019). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus Desa
Wonokarto, Kec. Sekampung Kab. Lampung Timur)”. Dalam skripsi Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis IAIN Metro Lampung.
6
Sabtimarlia. (2015). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Desa Wisata Sambi di Dusun Sambi,
Pakembinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam skripksi jurusan Pendidikan Luar
Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
7
Fitriawan, Erich. (2012). “Pemberdayaan Obyek Wisata Goa Jatijajar Melalui Partisipasi Masyarakat di Desa
Jatijajar Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen”. Dalam skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
penyediaan akomodasi, analisis program kelembagaan, pengelolaan
souvenir, pengadaan fasilitas umum. 8
Dari penelitan Okta Sucianti (2009) yang berjudul “Pemberdayaan
Kelompok Industri Rumah Tangga Emping Garut di Desa Kunti, Kecamatan
Andong, Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini berjenis kualitatif dengan
menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, dokumentasi, dan
obsevasi. Hasil dari penelitian ini yaitu strategi pemberdayaan yang
dilakukan oleh pihak pemberdayaa yang ditambah dengan adanya
pemberdayaan indikator pemberdayaan kelompok pada akhirnya mampu
mengubah wawasan dan pendapatan kelompok sehingga dinamika
perekonomian mereka bisa berkelanjutan.9
Dari penelitian Lediana Apriyani (2019) yang berjudul “Pemberdayaan
Masyarakat Berbasis Potensi Lokal di Desa Wisata Kunjir Kecamatan
Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana proses pemberdayaan masyarakat berbasis potensi
lokal di desa Kunjir. Penelitian ini berjenis kualitatif yang bersifat deskriptif
dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Hasil dari penelitian ini yaitu menunjukan bahwa proses
pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal melalui tiga tahapan yaitu
tahap penyadaran atau upaya yang dilakukan untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat. pengkapasitasan yaitu proses pemberian
kapasitas kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang berkualitas.
Lalu yang terakhir tahap pendayaan yaitu pemberian kuasa kepada
masyarakat, yang mana masyarakat diberikan peluang untuk mengelola
segala kegiatan yang ada dengan memanfaatkan segala potensi yang
dimiliki.10
Dari penelitian Fransisca Sherly Maharani Cahya Putri (2021) yang
berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
Blue Lagoon Kabupaten Sleman”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana cara masyarakat dalam mengelola dan
mengembangkan objek wisata Blue Lagoon serta mengetahui apa saja
dampak ke masyarakat sekitar. Penelitian ini berjenis kualitatif yang
bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data
wawancara secara langsung dengan narasumber. Hasil dari peneliian ini
menunjukan bahwa pengembangan Desa Wisata Blue Lagoon memberikan
dampak positif bagi warga sekitar. Beberapa diantaranya adalah adanya
peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kesejahteraan
masyarakat, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dalam proses
8
Rohim, Abdur. (2013). “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata (Studi di Desa
Wisata Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, DIY)”. Dalam skripsi Program Studi
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
9
Sucianti, Okta. (2009). “Pemberdayaan Kelompok Industri Rumah Tangga Emping Garut (Studi Deskriptif
Kualitatif menegnai Pemberdayaan Kelompok Industri Rumah Tangga Emping Garut di Desa Kunti, Kecamatan
Andong, Kabupaten Boyolali)”. Dalam skripsi Program Studi Sosiologi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10
Apriyana, Lediana. (2019). “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Lokal di Desa Wisata Kunjir
Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan”. Dalam skripsi Program Studi Pengembangan Masyarakat
Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung.
pengembangan desa wisata warga masyarakat sekitar terlebih pengelola
berperan dalam merencanakan, melaksanakan, serta melaporkan.11
Pada penyusunan rencana aksi pemberdayaan masyarakat kali ini
dapat menggunakan setidaknya salah satu dari teori-teori di bawah ini:
1. Community Development
Community Development bisa diartikan sebagai kegiatan
pengembangan masyarakat yang ditujukan untuk memperbesar akses
masyarakat untuk mencapai kondisi seperti ekonomi, sosial, dan budaya
yang lebih bagus kedepannya apabila dibandingkan dengan sebelumnya.
Singkatnya community development adalah proses di mana upaya
masyarakat disatukan dengan otoritas pemerintah untuk meningkatkan
kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat untuk mengintergrasikan
komunitas-komunitas ini ke dalam kehidupan berbangsa dan untuk
memungkinkan mereka berkontribusi penuh bagi kemajuan sebuah
bangsa. 12 Dalam community development tentu saja memiliki tujuan, di
antaranya adalah:
- Untuk membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraan dengan
cepat.
- Membuka ruang untuk masyarakat agar dapat berkontribusi dalam
memberdayakan dan meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi.
Karena masyarakat sendirilah yang dapat menciptakan pertumbuhan
dan perkembangan itu sendiri.
- Sebagai cara kontributif dan ilmiah untuk mengurangi masalah
sosial, busaya, dan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Karena
fondasi dari pengembangan masyarakat adalah pelaksanaan berbagai
tahapan, mulai dari penelitian, implementasi hingga evaluasi.13
2. Empowerment
Empowerment adalah pemberian tanggung jawab terhadap pekerja
untuk mengambil sebuah keputusan. Selain itu, dapat juga diartikan
sebuah hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membangun
kepercayaan antara karyawan dan manajemen.14 Pemberdayaan juga dapat
diartikan sebuah cara untuk membangun kepercayaan karyawan dan
manajemen. Paling tidak ada dua karakteristik pemberdayaan, bahwa
karyawan didorong untuk menggunakan inisiatif mereka sendiri, selain itu
karyawan juga diberi sumber daya untuk melakukan keputusan yang
mereka ambil. Dengan kata lain, pemberdayaan mengandung pengertian
perlunya keleluasaan kepada individu untuk bertindak dan sekaligus
11
Putri, Fransisca Sherly Maharani Cahya. (2021). “Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Desa
Wisata Blue Lagoon Kabupaten Sleman”. Dalam Skripsi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
12
Catatan perkulliahan yang disampaikan oleh cak Abd. Aziz Faiz, M. Hum.
13
“Community Development (Pengertian, Aspek, tujuannya)”. Olahkarsa.
https://blog.olahkarsa.com/community-development-pengertian-aspek-dan-tujuannya/
14
Budi W. Soetjipto, et.al. (2002). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogjakarta: Amara
Book. Hlm. 123.
bertangung jawab atas tindakan yang sesuai dengan apa yang menjadi
tugas mereka.15 Selain itu, pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
untuk memberikan sebuah daya kepada masyarakat. pemberdayaan
masyarakat bisa dikatakan sebagai kemampuan individu yang bisa
menyatu dengan masyarakat dalam membangun sebuah keberdayaan
masyarakat sehingga bisa menemukan cara-cara baru dalam pembangunan
masyarakat (Mardikanto, 2014). Menurut Khan dalam Fernando Stefanus
Lodjo, ada beberapa tahapan dalam empowerment, di antaranya adalah
sebagai berikut:
- Memberikan pemahaman tentang program empowerment secara
menyeluruh.
- Membuat daftar kesempatan atau kegiatan yang bisa mendukung
sebuah pemberdayaan.
- Menyeleksi kegiatan yang sifatnya bermacam-macam sehingga bisa
memiliki kesempatan yang lebih signifikan.
- Memberi pemahaman kepada supaya bisa memahami harapan dari
sebuah pekerjaan.
- Menetapkan prosedur follow-up untuk saling bertukar pengertian
tentang kemajuan kepada setiap karyawan baik secara individu
maupun kelompok.
- menciptakan sikap rasa saling percaya satu sama lain.
- Menilai peningkatan atau kemajuan yang didapat dari program
pemberdayaan.16
3. Community Engagement
Community engagement pada umumnya dilatar belakangi oleh nilai-
nilai dan cita-cita keadilan sosial. Community engagement dapat berupa
sukarelawan di bak makanan, tempat penampungan tunawisma, program
bantuan darurat, dan program pembersihan lingkungan. Hal ini juga
didefinisikan sebagai proses relasional dinamis yang memfasilitasi
komunikasi, interaksi, keterlibatan, dan pertukaran antara organisasi dan
komunitas untuk berbagai hasil sosial dan organisasi. Sebagai sebuah
konsep, keterlibatan ini menampilkan atribut koneksi, interaksi, partisipasi,
dan keterlibatan yang dirancang untuk mencapai atau memperoleh hasil di
tingkat individu, organisasi, atau sosial.17
Community engagement menawarkan pendekatan etis, refleksi, dan
responsif terhadap kebutuhan, pandangan, dan harapan komunitas.
Community engagement sangat penting, terutama untuk penelitian seputar
masalah kesehatan dan kebugaran populasi. Sangat penting bahwa para
peneliti menggunakan pendekatan yang melibatkan masyarakat di mana
anggota masyarakat dan organisasi saling bahu-membahu untuk
15
Fernando Stefanus Lodjo. (2014). “Pengaruh Pelatihan, Pemberdayaan dan Efikasi Diri Terhadap Kepuasan
Kerja”. Jurnal Emba. 1(3). Hlm.. 749.
16
Budi W. Soetjipto, et.al. (2002). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogjakarta: Amara
Book. Hlm. 131-132.
17
Marie Weil, Michael S. Reisch, Marry L. Ohmer. (2012). The Handbook of Community Practice. USA: SAGE
Publications. Hlm. 169
mengidentifikasi masalah, mengembangkan solusi bersama dan
merekomendasikan perubahan kebijakan. Community engagement
memungkinkan pemahaman yang lebih kontekstual tentang persepsi
anggota masyarakat, juga tentang topik dan konteks, memfasilitasi
hubungan yang lebih kuat di antara anggota masyarakat. Hasil dari
community engagement pada akhirnya adalah modal sosial dan jaringan
relasional yang lebih kuat. Sementara pengorganisasian komunitas
melibatkan proses membangun gerakan akar rumput yang melibatkan
komunitas, pelibatan komunitas terutama berkaitan dengan praktik
menggerakkan komunitas menuju perubahan. 18
Community engagement merupakan kerjasama dengan anggota
masyarakat untuk mencapai suatu tujuan. Ada tiga indikator community
engagement bisa dikatakan sukses yaitu terciptanya suatu hubungan
dengan anggota masyarakat yang mejadi sasaran, terciptanya kepercayaan,
dan yang terakhir terciptanya isu bersama dan adanya aksi koektif.
Community engagement menjadi penting sebab untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan, haruslah ada hubungan yang seimbang
antara kehidupan sosial, lingkungan, dan ekonomi yang mungkin bisa
berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain di mana suatu
masyarakat itu tinggal.19
4. Teori Sistem
Talcott Parsons (1991) melahirkan teori fungsional tentang
perubahan. Seperti para pendahulunya, beliau menganalogikan perubahan
sosial yang terjadi pada masyarakat. Beliau berasumsi bahwa setiap
masyarakat tersusun dari kumpulan sistem yang berbeda berdasarkan
strukturnya maupun berdasarkan definisi fungsionalnya untuk masyarakat
yang lebih luas. Pada saat masyarakat berubah, seringnya masyarakat
tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk
memperbaiki permasalahan hidupnya. Bisa dikatakan Talcott Parsons
termasuk dalam golongan yang melihat dengan optimis sebuah proses
perubahan.20 Menurut Talcott Parsons, supaya terjadi keseimbangan dan
kelestarian pada suatu sistem sosial, maka di dalam sebuah organisasi atau
di dalam sebuah masyarakat haruslah memiliki fungsi-fungsi yang meliputi
empat aspek fungsi yaitu:
- Adaptasi
- Pencapaian
18
Cathryn Crosby, Frederick Brockmeier. (2016). Student Experiences and Educational Outcomes in Community
Engagement for the 21st Century. USA: IGI Global. Hlm. 45.
19
Sunyoto Usman. (2008). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
20
Parsons,Talcott. (1986). Esei-Esei Sosiologi (Terjemahan S. Aji) Jilid I dan II. Jakarta: Aksara Persada Press.
Suatu perkumpulan bisa bercerai-berai apabila tujuan sudah
tercapai. Maka dari itu, supaya suatu organisasi tetap berjalan baik maka
harus senantiasa dirumuskan tujuan-tujuan yang baru, setelah tujuan
yang lama sudah tercapai.
- Pemeliharaan pola
BAB III
Karangasem merupakan desa di kecamatan Bulu, Sukoharjo, Jawa
Tengah, Indonesia. Desa ini terdiri dari beberapa dusun yaitu: Terok, Klile,
Cuwono, dan Karangasem. Selain empat dusun, desa ini juga terdiri dari
beberapa dukuh yaitu: Bendan, Cuwono, Jajar, Jowongan, Juwono,
Karangasem, Klile, Malon, Mojorejo, Sumberagung, Terok, Tlogo, dan
Kawenan. Desa ini dibatasi oleh; sebelah selatan merupakan Desa Tiyaran,
Sebelah Utara merupakan Bengawan Solo dan Kecamatan Nguter, Sebelah
Barat merupakan Desa Ngasinan, dan sebelah Timur berbatasan langsung
dengan wilayah Kabupaten Wonogiri.
Desa Karangasem sendiri memiliki beberapa lembaga yang terdiri
dari:
- BPD
- LPM
- RT/RW
- Karang Taruna
- BUMDES
BUMDES sendiri singkatan dari Badan Usaha Milik Desa. BUMDES ini dikelola
oleh pemerintah desa dan juga masyarakat. Peran utama dari BUMDES ini adalah untuk
mendorong perekonomian desa yang lebih baik lagi serta mendorong peningkatan desa
berdasarkan potensinya. Seperti contohnya adalah Wisata Gunung Pegat ini yang juga
dikelola oleh BUMDES.
BAB IV
- Analisa Potensi
- Musyawarah Mufakat
Dalam hal ini merupakan lanjutan dari analisa potensi kondisi desa
yaitu menyepakati sesuatu terkait apa yang menjadi kekuatan desa untuk
siap dipromosikan kepada pihak luar sebagai keunggulan desa tersebut.
- Evaluasi Kegiatan
22
Very Yudha. (2019, Oktober 22). “Participatory Rural Appraisal Dalam Praktik Desa Wisata”. desabisa.com.
https://www.desabisa.com/participatory-rural-appraisal-dalam-praktik-desa-wisata/ diakses pada 31 Mei 2022
masyarakat secara keseluruhan. Harapannya, ada masukan dan saran dari
evaluasi kegiatan.23
BAB V
23
Very Yudha. (2019, Oktober 22). “Participatory Rural Appraisal Dalam Praktik Desa Wisata”. desabisa.com.
https://www.desabisa.com/participatory-rural-appraisal-dalam-praktik-desa-wisata/ diakses pada 31 Mei 2022
Seperti biasa, karena ini lahan kosong yang sebelunya tidak
berpenghuni dan masih sangat rapat dengan pepohonan dan bebatuan.
Maka dari itu hal yang pertama kali dilakukan adalah membuka untk akses
jalan ke lokasi yang akan dijadikan wisata terlebih dahulu. Setelah akses
sudah terbuka, barulah dimulai pembangunan wisata di wilayah tersebut.
Dari awal pembangunan di tahun 2018 sampai dengan sekarang
pembangunan wisata di gunung pegat belum bisa dibilang selesai, masih
ada beberapa sektor yang akan terus dikembangkan seperti membuat spot-
spot selfie alami, membuat gazebo supaya para pengunjung bisa bersantai
dan masih banyak lagi.
Selain itu, yang menjadi daya tarik dari pengunjung ada spot-spot
selfie berlattar belakang bentangan alam yang indah. Di pagi atau sore hari,
para pengunjung juga bisa mengabadikan momen dengan matahari terbit
atau tenggelam. Khusus anak-anak, pihak pengelola juga menyediakan
beberapa permainan untuk anak-anak seperti trampolin, mandi bola, mini
coaster dan lain sebagainya. Biaya untuk setiap spot selfie dan setiap
permainan anak sebesar Rp. 5000 saja. Wisata Gunung Pegat tidak hanya
ada di waktu pagi sampai sore saja, bahkan di malam hari juga di buka
untuk wiatawan biasa atau wisatawan yang mau berkemah. Khusus malam
hari biayanya berbeda karena kalau berkunjung malam hari itu sudah
dianggap akan berkemah di wilayah Gunung Pegat maka dari itu akan
dikenakan tarif camp sebesar Rp. 15.000.
Dengan adanya wisata di suatu wilayah, tentu saja akan mengangkat
sumber pendapatan desa bahkan sumber pendapatan masyarakat
setempat. Seperti halnya pada Wisata Gunung Pegat yang meningkatkan
sumber pendapat desa dan sumber pendapatan masyarakat. Maka dari
pihak pengelola mengkususkan, hanya warga desa Karangasem saja yang
boleh berjualan di pasar kulinernya. Tidak hanya itu, mulai dari para
pengelola, penjaga tiket, tukang parkir, tukang bersih-bersih, produksi
souvenir, pembuatan gazebo semuanya dari warga lokal. Belum lagi jika
ada event-event yang membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.
Gb. Penulis wawancara dengan Bapak Sigit Gb. Penulis mengunjungi wisata
(Kaur Pembangunan)
Gb. Penambilan Gazebo Gb. Tiket masuk dan parkir
(Sekretaris BUMDES)
BAB VI
Daftar Pustaka
Junaid, Ilham dan Muh. Arifin M. Salim. 2019. Peran Organisasi Tata Kelola
Dalam Pengelolaan Desa Wisata Nglanggeran, yogyakarta: PUSAKA:
Journal of Tourism, Hospitality, Traveland Business Event.
Catatan perkulliahan yang disampaikan oleh cak Abd. Aziz Faiz, M. Hum.
“Community Development (Pengertian, Aspek, tujuannya)”. Olahkarsa.
https://blog.olahkarsa.com/community-development-pengertian-
aspek-dan-tujuannya/
Lampiran
Keterangan:
T: Tanya
J: Jawab
T: “Sampai saat ini, sektor mana saja yang masih perlu diperbaiki?”
J: “Kalau gunung pegat ini terus bebenah, baik itu meningkatkan
kenyamanan pengunjung kita buat spot-spot selfie, membuat gazebo,
membuat spot-spot alami buat foto.”
T: “Spot mana yang menjadi daya tarik utama dari gunung pegat?”
J: “Yang kita unggulkan itu kan di pemandangannya, baik itu
pemandangan di pagi atau sore bahkan malam hari. Kalau yang rame
itukan di sore hari dan malam hari, kalau pagi itu yang paling rame hari
ahad karena ada pasar kulinernya. Ya itu, kita terus mengembangkan atau
menggali spot-spot alami yang memungkinkan untuk kita bangun untuk
menambah daya tarik. Ya masih ada beberapa hal yang masih perlu kita
benahi, termasuk peraturan-peraturan dan larangan-larangannya, seperti
dilarang berbuat mesum, dilarang membawa sajam, dilarang berburu
hewan di sana. Kita juga sudah memasang papan informasi yang slaah
satunya berisi sanksi bagi pelanggar peraturan, misalnya kalau ada yang
berbuat mesum itu kita sanksi untuk membayar denda lima juta.”
T: “Yang boleh dagang di pasar kuliner itu harus dari warga sekitar atau
bebas?”
J: “Pasar kuliner itu khusus untuk penduduk lokal atau penduduk desa
karangasem. Jadi untuk pemberdayaan masyarakat di karangasem begitu
mas.”
J: “Kalau pagi itu sebelum jam enam sudah buka sampai malam itu jam
sembilan. Kalau lebih jam sembilan kita kenakan tarif camp.”
J: “Dilihat dari penjualan tiket pas hari minggu itu tidak kurang dari seribu
pengunjung. Kalau hari biasa ya dua ratusan lah mas.”
J: “Ya seperti yang sudah saya jelaskan di awal tadi, contohnya seperti
menggali potensi desa, memperjelas status tanah yang akan dijadikan
wisata nanti, mengakomodasi pengembangan wisata setelah semua sudah
berjalan lancar pemerintah desa juga membentuk BUMDES.”
T: “Kalau dari organisasi masyarakat yang lain seperti Ibu-ibu PKK apakah
ada perannya juga?”
J: Mungkin lebih condong ke PRA mas, karena sampai saat ini hanya
dikelola oleh pemerintah desa, terus dari BUMDES, masyarakat desa, dan
dari dana pensiun.
T: Maaf mas, maksud dari dana pensiun itu bagaimana ya? Apakah dari
mantan pegawai yang pernah kerja di kelurahan?
J: Iya mas benar, jadi untuk mendukung adanya wisata gunung pegat ini
para mantan pegawai kelurahan desa Karangasem membantu dengan
menyumbang uang dari dana pensiun mereka. Walaupun nanti juga bakal
kami ganti mas. Selain itu, Pak Bambang selaku lurah juga sangat sibuk
cari dana ke kabupaten. Bahkan, jika dananya masih kurang, beliau sendiri
yang nambahin.