Anda di halaman 1dari 48

PENGEMBANGAN PARIWISATA PERKAMPUNGAN ADAT

SIJUNJUNG KABUPATEN SIJUNJUNG SUMATERA BARAT

PROPOSAL

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

DOSEN PEMBIMBING

1. Dr. Syafril., M.Si

2. Pramono, S.S., M.Si., Ph.D

OLEH
NURMISHBAH, S.Pd.
NIM:2120742001

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA


PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era yang semakin canggih ini, pariwisata adalah salah satu industri

andalan dalam menghasilkan pendapatan bagi suatu daerah. Sektor pariwisata

merupakan aset yang sangat penting dalam meningkatkan pembangunan.

Industri pariwisata dapat menambah pemasukan bagi suatu negara. Terutama

dari banyaknya kunjungan wisatawan yang datang ke negara tersebut. Selain

menguntungkan, pariwisata juga memberikan keuntungan bagi sarana

penunjang pariwisata itu sendiri seperti rumah makan, transportasi, sarana

rekreasi dan lain-lain. Pembangunan pariwisata tentunya tidak bisa hanya

dilaksanakan oleh pemerintah saja, tetapi perlu bantuan dari stakeholder

terkait. Pembangunan pariwisata dilakukan secara terpadu dan terencana

dengan adanya koordinasi antar lintas sektoral di bidang pariwisata agar

mencapai keberhasilan yang maksimal.

Di dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 menyatakan

bahwa pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan

rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan

keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam serta manusianya

untuk berwisata sehingga pemerintah memulai pembangunan pariwisata

dengan perencanaan yang matang. Prayogo (2018) mengatakan bahwa

pariwisata merupakan perjalanan seseorang/sekelompok orang dari satu

tempat ke tempat lain membuat rencana dalam jangka waktu tertentu, untuk

2
tujuan rekreasi dan mendapatkan hiburan sehingga keinginannya terpenuhi.

Dari beberapa defenisi pariwisata tersebut dapat penulis simpulkan bahwa

pariwisata merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang ke suatu tempat dalam jangka waktu tertentu dengan

memanfaatkan fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan tujuan untuk

memenuhi keinginannya.

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang juga

memiliki potensi wisata yang diminati. Sumatera Barat memiliki keindahan

pada wisata alam, wisata budaya dan wisata kulinernya. Salah satu kabupaten

yang memiliki potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi yaitu

Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu daerah

tujuan yang mempunyai keindahan, kesejukan dan kenyamanan sehingga

menjadi daya tarik wisatawan yang datang. Salah satu objek wisata yang ada

di Kabupaten Sijunjung adalah Desa Wisata Perkampungan Adat Nagari

Sijunjung. Pariwisata Perkampungan Adat Nagari Sijunjung merupakan

wisata budaya yang terletak di Jorong Tanah Bato dan Jorong Koto Padang.

Wisata perkampungan adat memberikan suguhan wisata dengan menyajikan

suatu bentuk perkampungan dengan hamparan rumah adat (rumah gadang) di

sepanjang jalan atau sepanjang kampung.

Refleksi kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu dapat

dilihat di kawasan perkampungan adat Nagari Sijunjung ini. Perkampungan

adat tidak hanya menyuguhkan berbagai macam adat, tradisi dan budaya yang

masih dijaga dan dipertahankan hingga saat ini. Masyarakat di perkampungan

3
adat kaya dengan adat dan budaya yang masih dipertahankan dalam

kehidupan sehari-hari. Setiap aktivitas adat dan budaya mereka, memiliki

simbol-simbol tertentu, termasuk segala aktivitas adat dan budaya masyarakat

Sijunjung mulai dari proses kelahiran hingga upacara kematian.

Perkampungan adat Sijunjung juga merupakan bagian dari kawasan Geopark

Silokek dimana saat ini keduanya merupakan fokus Pemerintah Sijunjung

dalam bidang Pariwisata.

Sesuai dengan informasi yang penulis dapatkan dari survei awal

perkampungan adat Nagari Sijunjung, kampung adat tersebut mulanya

merupakan suatu perkampungan biasa yang terdiri dari beberapa rumah

gadang yang tersusun rapi di sepanjang jalan perkampungan adat Nagari

Sijunjung. Kemudian Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengusulkan

kawasan perkampungan adat ini sebagai salah satu warisan budaya UNESCO

sehingga pembangunan dan perbaikan terus dilakukan oleh pemerintah

daerah dan pihak swasta yang tertarik dengan perkampungan adat ini.

Namun, proses untuk menjadikan perkampungan adat Nagari Sijunjung

sebagai warisan budaya UNESCO belum berhasil, disebabkan syarat untuk

menjadi warisan budaya UNESCO tersebut harus menjadi warisan budaya

Nasional terlebih dahulu. Sehingga pada tanggal 17 April 2014

perkampungan adat Nagari Sijunjung telah diresmikan oleh keputusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu cagar budaya

Nasional Rumah Gadang di perkampungan adat Nagari Sijunjung berjumlah

76 unit yang terdiri dari sembilan suku.

4
Untuk mengembangkan pariwisata perkampungan adat Nagari

Sijunjung sejak diresmikannya kawasan ini menjadi cagar budaya Nasional

pada tahun 2014 Pemerintah terus berupaya membangun dan melengkapi

fasilitas-fasilitas di kawasan perkampungan adat Nagari Sijunjung hingga

sampai saat ini. Seperti pembuatan gapura, memperbaiki jalan, membuat

trotoar di sepanjang jalan di perkampungan adat, pembuatan patung Bundo

Kanduang, membangun balai-balai, merenovasi bangunan rumah gadang, dan

membangun tempat berkumpul. Selain itu, beberapa pelatihan-pelatihan juga

dilakukan kepada masyarakat dalam upaya mengembangkan pariwisata di

perkampungan adat seperti pelatihan tenun, pelatihan menjahit, dan pemandu

wisata. Upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam mengembangkan

pariwisata diperkampungan adat hingga saat sekarang yaitu menjaga tradisi

dan budaya mereka dengan terus merawat dan menghuni rumah gadang yang

ada di perkampungan adat Nagari Sijunjung. Usaha yang dilakukan dengan

menjadikan Rumah Gadang sebagai tempat tinggal, merawat dan

memperbaikinya, tidak merubah bentuknya, dan tidak mendirikan bangunan

lain di depan atau sejajar dengan rumah gadang. Masyarakat di

perkampungan adat mampu mempertahankan eksistensi dari rumah gadang di

Minangkabau.

Setelah berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah daerah

Sijunjung maupun masyarakat di kawasan perkampungan adat ternyata

perkampungan adat Nagari Sijunjung masih banyak kekurangan. Saat ini

perkampungan adat masih membutuhkan fasilitas-fasilitas yang mampu

meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar perkampungan adat,

5
seperti belum adanya kios souvenir untuk menjual hasil tenun, makanan, dan

kerajinan khas Sijunjung lainnya. Belum adanya aturan yang mengatur

bagaimana pengelolaan di perkampungan adat seperti aturan tentang

pembagian keuntungan antara pemilik rumah dengan pemerintah ataupun

pengelola, aturan tentang biaya masuk kawasan pariwisata, aturan tentang

kawasan parkir dan aturan-aturan lainnya.

Hal lain yang menjadi masalah adalah mengenai pihak swasta yang

telah memberikan bantuan berupa pembangunan toilet di 15 buah rumah

gadang. Hal ini membuat keresahan di hati para pemangku adat, karena

seyogianya Rumah Gadang tidak memiliki toilet di dalamnya. Permasalahan

berikutnya yaitu pembongkaran pagar bambu dan tanaman puring yang

tumbuh di sepanjang jalan diganti dengan pagar batu yang merupakan

bantuan dari pihak swasta untuk pembangunan kawasan perkampungan adat.

Dari penelusuran penulis dan tanya jawab dengan sekretaris Bappeda

kabupaten Sijunjung mengenai pembongkaran itu, pergantian dengan pagar

batu adalah pemanfaatan bantuan dana dari pihak BCA dan rugi jika

dilewatkan begitu saja.

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan upaya yang lebih untuk

mengembangkan pariwisata di perkampungan adat Nagari Sijunjung oleh

pemerintah daerah dan masyarakat di kawasan pariwisata perkampungan

adat. Sisi lain yang menambah daya tarik penelitian ini yaitu pada saat

sekarang tidak banyak daerah Minangkabau yang mampu merawat dan

menjaga rumah gadang. Berbeda halnya dengan perkampungan adat Nagari

Sijunjung, masyarakat di perkampungan adat Nagari Sijunjung berhasil

6
menjadikan suatu kawasan yang awalnya adalah sebuah desa biasa, yang

terdiri dari deretan rumah gadang dan masih terjaga keasliannya, serta

keindahan dari rumah gadang tersebut menjadi suatu kawasan cagar budaya.

Kemudian masyarakat di perkampungan adat Nagari Sijunjung masih

melestarikan adat dan tradisi matrilenial masyarakat minangkabau, khususnya

tradisi dan budaya masyarakat Kabupaten Sijunjung.

Alasan penulis untuk meneliti pengembangan pariwisata perkampungan

adat ini dikarenakan tidak banyak lagi rumah gadang yang masih dilestarikan

oleh masyarakat di Minangkabau. Selain itu fenomena ini menarik bagi

penulis untuk diteliti, karena tidak banyak pariwisata yang masih

melestarikan adat, tradisi, dan budaya terutama untuk dijadikan sebagai

kawasan wisata budaya. Pengembangan pariwisata pada saat ini lebih banyak

ke arah yang lebih modern dengan mengutamakan objek-objek untuk tempat

berfoto (selfie), dan bermain. Oleh sebab itu, penulis ingin mengkaji lebih

mendalam tentang pengembangan pariwisata perkampungan adat Nagari

Sijunjung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pengembangan pariwisata di perkampungan adat

Sijunjung.?

2. Apa dampak positif dan negatif pengembangan pariwisata

perkampungan adat Kabupaten Sijunjung.?

7
3. Apa makna pengembangan pariwisata perkampungan adat Kabupaten

Sijunjung?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mempromosikan pengelolaan pariwisata perkampungan adat

Nagari Sijunjung, kepada masyarakat umum dan Pemerintah Daerah.

b. Menganalisis pengembangan pariwisata perkampungan adat Nagari

Sijunjung dan diharapkan adanya usaha untuk kemajuan destinasi

wisata Perkampungan adat Sijunjung..

2. Tujuan Khusus

a. Adanya perubahan dan perbaikan dalam pengembangan destinasi

wisata Perkampungan adat Nagari Sijunjung.

b. Mengetahui langkah yang diambil Pemerintah dalam pengembangan

destinasi wisata Perkampungan adat Nagari Sijunjung.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan Ilmu Budaya, terkhusus

untuk pengembangan pariwisata perkampungan adat Sijunjung Kabupaten

Sijunjung dan diharapkan dapat menjadi bahan studi komperatif dan

referensi atau rujukan bagi insan Akademik.

8
2. Praktis

Sebagai bahan informasi dan pedoman bagi pemerintah, khususnya Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten

Sijunjung, serta semua stakeholder terkait dengan pengembangan

pariwisata perkampungan Adat Sijunjung. Berbagai permasalahan yang

muncul dalam penelitian ini juga bisa menjadi bahan evaluasi serta diskusi

terkait pengembangan di masa yang akan datang. Penelitian ini juga bisa

menjadi bahan masukan bagi peneliti lain khususnya pihak-pihak yang

tertarik untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

a. Artikel Delmira Syafrini yang berjudul “Partisipasi Masyarakat

dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Perkampungan Adat

Nagari Sijunjung Sumatera Barat”. Secara umum penelitian ini

menjelaskan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan

pariwisata budaya di perkampungan adat Nagari Sijunjung Jorong

Padang Ranah dan Tanah Bato, Kabupaten Sijunjung. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat lokal

merupakan salah satu faktor pendorong keberhasilan

pengembangan pariwisata budaya di perkampungan adat.

Keterlibatan masyarakat dapat dilihat dalam beberapa tahap

partisipasi, diantaranya: pertama, Tahap perencanan. Pada tahap ini

masyarakat dilibatkan, terutama tokoh masyarakat dalam rencana

pengembangan pariwisata budaya. Kedua, Tahap pelaksanaan.

Pada tahap ini masyarakat ikut terlibat dalam pelaksanaan berbagai

event budaya, sebagai pemandu wisata, pemeliharaan kawasan

perkampungan adat, serta keterlibatan dalam promosi wisata.

Ketiga, Tahap pemanfaatan hasil. Sebagai penyedia oleh-oleh

makanan khas Sijunjung, serta penyedia jasa akomodasi yang

menjadikan rumah gadang mereka sebagai homestay. Keempat,

10
Tahap evaluasi. Pada tahap ini partisipasi masyarakat dapat terlihat

dari keterlibatan mereka dalam membuat peraturan nagari sebagai

kontrol sosial dalam menertibkan aktivitas pariwisata.

b. Skripsi Rodli Alfarizi yang berjudul “Upaya dan Kendala Dalam

Pengembangan Pariwisata di Perkampungan Adat Nagari

Sijunjung”. Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa

upaya dalam pengembangan pariwisata perkampungan adat Nagari

Sijunjung adalah pertama, meningkatkan partisipasi dan kesadaran

terhadap pengembangan pariwisata perkampungan adat (menjaga

adat, tradisi dan budaya, menjadikan rumah gadang sebagai

homestay, menyerahkan pengelolaan pendapatan pariwisata

perkampungan adat Nagari Sijunjung kepada Masyarakat,

mengadakan pelatihan-pelatihan, dan membentuk kelompok-

kelompok masyarakat). Kedua, mengadakan Kerjasama dengan

Berbagai Pihak (melengkapi fasilitas-fasilitas di perkampungan

adat, mengadakan acara tahunan perkampungan adat, adanya

kerjasama pariwisata dengan Geopark Silokek, dan menjadikan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai Bapak Angkat dari

Rumah Gadang. Adapun kendala yang dihadapi yaitu kurangnya

partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam pengembangan

pariwisata perkampungan adat, belum ada aturan yang mengatur

mengenai pariwisata perkampungan adat, keterbatasan dana untuk

menjadikan seluruh rumah gadang menjadi homestay.

11
c. Artikel dari Anggit Ganang Pratikto yang berjudul “Evaluasi

Program Pengembangan Pariwisata Geopark Silokek (Studi pada

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sijunjung

Sumatera Barat)”. Secara umum penelitian ini membahas

mengenai DISPARPORA Kabupaten Sijunjung dengan

stakeholder dalam merancang dan merealisasikan program

pengembangan pariwisata memiliki faktor pendorong dalam

program pengembangan pariwisata di Geopark Silokek yang

dilakukan oleh DISPARPORA dengan stakeholder karena sumber

daya alam yang ada di Kab Sijunjung sangat luar biasa mulai dari

keindahan alamnya, kemudian dari potensi budaya nya kemudian

dari keunikan flora dan faunanya sangat luar biasa itulah salah satu

nilai tambah dari geopark.

d. Artikel Rani Pratama Putri yang berjudul “Pengembangan Potensi

Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Nagari Kandang Baru

Kabupaten Sijunjung Propinsi Sumatera Barat”. Penelitian ini

memperlihatkan hasil dari kegiatan yang dirangkum dalam

bentuk fisik dan nonfisik. Secara fisik mahasiswa KKN

berhasil menginisiasi pembangunan gapura kawasan wisata

geopark Bukit Capang Tigo (BCT) dan telah berdiri indah di

kawasan tersebut, mengadakan taman baca bagi siswa SD dengan

memanfaatkan perpustakaan nagari serta program lainnya.

Secara non fisik, pembangunan karakter yang dilakukan

melalui bimbingan belajar, pembinaan camp tahfidz, serta

12
pengembangan pariwisata secara nonfisik berupa promosi

wisata geopark BCT melalui social media instagram

@KandangBaruTravelling, mahasiswa telah berhasil untuk

berkontribusi bagi Kandang Baru sebagai bentuk pengabdian

kepada masyarakat.

e. Skripsi Muhammad Hafiz yang berjudul “Konsep Kampung Adat

Padang Ranah Dan Tanah Bato Kabupaten Sijunjung Sebagai

Bentuk Pelestarian Adat Tradisi Minangkabau”. Penelitian ini

menganalisis fungsi sebuah pemukiman masyarakat jorong Padang

Ranah dan Tanah Bato yang mempunyai tanggung jawab

melestarikan nilai-nilai budaya karena sudah ditetapkan sebagai

kampung adat dan dalam proses pengajuan warisan budaya dunia

ke UNESCO oleh pemerintah daerah melalui Balai Pelestarian

Cagar Budaya Sumatera Barat.

2.2 Kerangka Konsep

Konsep merupakan definisi atau abstraksi suatu kejadian atau suatu

obyek. Cooper dan Emory (1996) yang dikutip Ratna (2010) mengungkapkan

konsep adalah abstraksi berbagai gejala melalui karakteristik yang sama.

Konsep “ala-talat tulis” mengacu pada berbagai bentuk peralatan untuk

menulis, seperti : pensil, pulpen, bolpoin, dan sebagainya. Lebih lanjut Ratna

(2010:108) menyampaikan tiap-tiap kata merupakan konsep, dimana setiap

tanda mempunyai makna tersendiri atau disebut dengan konsep. Meskipun

demikian, apabila jenis kata tersebut memiliki muatan tertentu, maka kata-

kata yang dimaksudkan juga termasuk konsep. Konsep yang digunakan

13
penulis di sini untuk membantu dalam menggambarkan persoalan yang

penulis angkat dengan konsep utama yaitu konsep pengembangan.

2.2.1 Konsep Pariwisata

Banyak ahli yang berpendapat mengenai pengertian pariwisata.

Menurut Murphy (1985) dalam Pitana, (2005:45-47), pariwisata adalah

keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, perjalanan, industri, dan

lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan

wisata, sepanjang perjalanan tersebut tidak permanen. Menurut John Urry

(1990) dalam (Pitana, 2005:45-47), pariwisata adalah aktivitas bersantai atau

aktifitas waktu luang. Perjalanan wisata bukanlah suatu ‘kewajiban’, dan

umumnya dilakukan, yaitu pada saat mereka cuti atau libur. Dalam

perkembangan selanjutnya, berwisata diidentikkan dengan berlibur di daerah

lain. Sedangkan The World Tourism Organitation (WTO) memberi batasan-

batasan mengenai pariwisata sebagai berikut:

1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih

lokasi.

2. Visitor, orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan

merupakan Tempat tinnggalnya, kurang dari 12 bulan dan tujuan

perjalanannya bukanlah untuk terlibat kedalam kegiantan untuk

mencari nafkah, pendapatan, penghidupan di tempat tujuan.

3. Tourist, yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling

tidak

satu malam (24 jam) di daerah dikunjungan (Pitana, 2005:45-47).

14
Menurut seorang ilmuwan pariwisata yang terkenal, Prof Hunziker dan

Prof. Kraph dalam (Yoety, 1983:103), mendefinisikan pariwisata sebagai

sejumlah hubungan- hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari

tinggalnya orang-orang asing diluar tempat tinggal dalam waktu tidak lama

(sementara) selama mereka tidak melakukan kegiatan ekonomis atau bekerja.

Sedangkan, Sunardi Joyosuharto mengatakan bahwa pariwisata adalah

perpindahan sementara yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan

tujuan untuk melakukan kegiatan yang ditujukan bagi pemenuhan

kebutuhanya. Menurut Undang-Undang No 10/2009 tentang kepariwisataan,

yang di maksud dengan wisata, dan pariwisata yaitu:

1. Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

kelompok

orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik wisata yang

dikunjunginya dalam jangka waktu sementara.

2. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan kegiatan wisata dan

didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Dari

beberapa pengertian pariwisata yang telah dijelaskan oleh beberapa

ahli diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa pariwisata adalah suatu

kegiatan wisata yang didukung dengan fasilitas-faslitas dan layanan

yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah

untuk memenuhi kebutuhan dari wisatawan (orang yang berwisata),

15
yang datang ke suatu tempat (objek wisata) dalam waktu yang tidak

lama (sementara).

2.2.2 Pengembangan

Pariwisata dalam KBBI diartikan sebagai usaha, ikhtiar untuk mencapai

maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya.

Sedangkan pengembangan pariwisata menurut Swarbrooke (dalam Rulyati

Susi Wardhani 2016:278) adalah suatu rangkaian upaya untuk mewujudkan

keterpaduan dalam pengunaan berbagai sumber daya pariwisata

mengintegrasikan segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan

secara lansung maupun tidak lansung akan kelangsungan pengembangan

pariwisata. Terdapat beberapa jenis pengembangan yaitu:

1. Keseluruhan dengan tujuan baru membangun atraksi disitus yang

tadinya digunakan sebagai atraksi.

2. Tujuan baru, membangun atraksi pada situs yang sebelumnya telah

digunakan sebagai atraksi.

3. Pengembangan baru secara keseluruhan pada keberadaan atraksi yang

dibangun untuk menarik pengunjung lebih banyak, dan membuat

atraksi tersebut dapat mencapai pasar yang lebih luas dengan meraih

pangsa pasar yang baru.

4. Pengembangan baru pada keberadaan atraksi yang bertujuan untuk

meningkatkan fasilitas pengunjung atau mengantisipasi meningkatnya

pengeluaran sekunder oleh pengunjung.

16
5. Penciptaan kegiatan-kegiatan baru atau tahapan kegiatan yang

berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dimana kegiatan tersebut

memerlukan modifikasi bangunan dan struktur.

2.2.3 Pengembangan Desa Wisata

Pengembangan pariwisata pedesaan didorong oleh tiga faktor: pertama,

wilayah pedesaan memiliki potensi alam dan budaya yang relatif lebih otentik

daripada wilayah perkotaan, masyarakat pedesaan masih menjalankan tradisi

dan ritual-ritual budaya dan topografi yang cukup serasi. Kedua, wilayah

pedesaan memiliki lingkungan fisik yang relatif masih asli atau belum banyak

tercemar oleh ragam jenis polusi dibandingankan dengan kawasan perkotaan.

Ketiga, dalam tingkat tertentu daerah pedesaan menghadapi perkembangan

ekonomi yang relatif lambat, sehingga pemanfaatan potensi ekonomi, sosial

dan budaya masyarakat lokal secara optimal merupakan alasan rasional dalam

pengembangan pariwisata pedesaan (Muhamad, 2017: 2). Pariwisata berbasis

masyarakat atau yang sering disebut sebagai Community Based Tourism

(CBT) merupakan bentuk pariwisata yang dikelola oleh masyarakat lokal

dengan menitikberatkan pada prinsip keberlanjutan lingkungan, sosial, dan

budaya untuk membantu wisatawan agar dapat memahami dan mempelajari

tata cara hidup masyarakat lokal. Pendirian desa wisata merupakan salah satu

bentuk penerapan CBT. Melalui pengembangan desa wisata diharapkan

terjadi pemerataan kesejahteraan, dimana hal tersebut sesuai dengan konsep

pembangunan pariwisata yang berkesinambungan (Ninik Wahyuning, 2018:

17
76). Beberapa keunggulan desa wisata atau kampung wisata adalah sebagai

berikut:

a. Adanya sumber daya lokal yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat

lokal. Sumber daya lokal tersebut tidak hanya sebatas dari masyarakat

saja, namun juga meliputi lingkungan alam, infrastruktur, serta

kebudayaan setempat.

b. Adanya tanggung jawab lokal, artinya pengelolaan yang dilakukan oleh

masyarakat setempat sehingga masyarakat dapat lebih bertanggung

jawab.

c. Adanya pelibatan masyarakat untuk dapat melindungi dan menjaga

lingkungan alam dan juga kebudayaan setempat.

d. Memungkinkan adanya sistem pengelolaan wisata yang berbeda antar

daerah.

Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat, sehingga masyarakat dapat menjaga dan mengelola aset yang

dimilikinya sesuai dengan kearifan lokal. Dalam hubungannya dengan

pembangunan ekonomi wilayah, pengembangan desa wisata disinyalir dapat

mengatasi urbanisasi dan mendorong perekonomian pedesaan. Di samping itu

pariwisata pedesaan berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat

pedesaan. Sebagai salah-satu bentuk pariwisata alternatif, desa wisata dapat

menjadi alat yang potensial untuk menunjang pembangunan lingkungan yang

berkesinambungan (Oppermann, Crotts dan Holland) dalam I Nyoman (2017:

3). Selain menimbulkan dampak positif, pengembangan desa wisata yang

kurang terkontrol juga bisa memunculkan dampak negatif terhadap

18
lingkungan pedesaan. Dampak tersebut antara lain adalah meningkatnya

tekanan terhadap lingkungan akibat pembangunan infrastruktur dan

pengadaan fasilitas untuk menunjang kegiatan desa wisata (Page and Gertz)

dalam I Nyoman (2017: 4-5), kriteria dasar pengembangan desa wisata antara

lain: a. Keberadaan obyek dan daya tarik: desa memiliki obyek daerah tujuan

wisata, paling sedikit berdekatan dengan suatu obyek daerah tujuan wisata

yang sudah terkenal, sehingga dapat dikaitkan dengan paket perjalanan yang

sudah ada b. Memiliki akses fisik dan akses pasar 17 c. Memiliki potensi

kemitraan d. Adanya motivasi dan antusiasme masyarakat e. Tersedianya

fasilitas umum minimal. Konsep pengembangan desa wisata, Pearce yang

dikutip oleh Made Hendri (2013: 131) mengartikan pengembangan desa

wisata sebagai suatu proses yang menekankan cara untuk mengembangkan

atau memajukan desa wisata. Secara lebih spesifik, pengembangan desa

wisata diartikan sebagai usaha-usaha untuk melengkapi dan meningkatkan

fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Keberhasilan

pengembangan desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan

dukungan masyarakat lokal, masyarakat lokal berperan sebagai tuan rumah

dan menjadi pelaku penting dalam pengembangan desa wisata dalam

keseluruhan tahapan mulai tahap perencanaan, pengawasan, dan

implementasi. Ilustrasi yang dikemukakan Wearing yang dikutip Made

Hendri (2013: 132) tersebut menegaskan bahwa masyarakat lokal

berkedudukan sama penting dengan pemerintah dan swasta sebagai salah satu

pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata.

19
Gambar 1.1 Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Pariwisata

Sumber : adaptasi dari Wearing yang dikutip Made Henri (2013) 18

Pengembangan desa wisata dapat diartikan sebagai proses menjadikan desa

sebagai objek wisata (Dian Hendriayana, 2019: 70-71), dimana desa meliputi

sumber daya alam, masyarakat, budaya dan segalah potensi yang ada

didalamnya yang barkaitan satu dengan lainnya. Sehingga perkembangan

desa desa wisata secara partisipatif merupakan hal yang mutlak untuk

dilakukan, mengingat elemen yang ada di desa banyak dan semua itu saling

terkait satu sama lainnya. Adapun alasan lain mengapa desa wisata perlu

dikembangakan dengan pendekatan partisipatif, yaitu:

a. Masyarakat merupakan sasaran utama dari pembangunan desa, sehingga

segala aktivitas yang terdapat didalamnya harus diorientasikan dan

ditunjukan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

b. Masyarakat merupakan bagian integral dari desa itu sendiri, sehingga

tidak memungkinkan adanya kebijakan pembangunan desa, termasuk

didalamnya pengembangan pariwisata tanpa partisipasi masyarakat.

20
c. Masyarakat memiliki kepemilikan sejarah desa, sehingga masyarakat

jauh mengetahui kelemahan dan potensi yang dimiliki desa dibandinkan

dengan pihak luar, sehingga dalam proses pengembangan pariwisata

desa krotribusi pengalaman dan pengetahuan masyarakat dalam

pengembangan pariwisata sangat dibutuhkan.

Pengembangan desa wisata dapat dilakukan jika kapasitas atau

kompensi individu atau kelompok baik, Tingkatan kompetensi atau kapasitas

individu bisa diukur melalui beberapa indikator (Yumanraya Noho, 2014: 10-

11) yaitu :

a. Knowledge, yang meliputi pengetahuan umum, pengetahuan teknis,

pengetahuan kerja, dan kesadaran diri. 19

b. Ability, meliputi perencanaan, organisasi, pelaksanaan, evaluasi, kerja

sama, mengatasi konflik, pemikiran intuitif, komunikasi, dan

pengambilan keputusan.

c. Interest, yang meliputi orientasi sikap, percaya diri, tanggung jawab,

norma dan etika. Indikator-indikator diatas meliputi kesadaran dalam

merintis pengembangan potensi wisata, pengetahuan tentang konsep

desa wisata, keterampilan melayani wisatawan, keterampilan mengolah

souvenir atau cinderamata, dan kemampuan mengelola atraksi wisata.

Sedangkan untuk organisasi secara lebih spesifik ada yang

menyebutkan tiga elemen kapasitas organisasional yaitu: a. Policy capacity,

yaitu kemampuan untuk membangun proses pengambilan keputusan,

mengkoordinasikan antar lembaga, dan memberikan analisis terhadap

keputusan. b. Implementation authority, yaitu kemampuan untuk menjalankan

21
dan menegakkan kebijakan baik terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat

secara luas. c. Operational efficiency, yaitu kemampuan untuk memberikan

pelayanan umum secara efektif/ efisien, serta dengan tingkat kualitas yang

memadai. Dalam pengembangan desa witasa kita perlu mengetahui jenis-jenis

atau tipologi desa tersebut sehingga mampu mengambangkan potensi yang

dimiliki. Desa wisata memiliki tipologi berdasarakan karekter dan potensi

pengembangan pariwisata masingmasing, setidaknya di Indonesia terdapat

tiga bentuk desa wisata yaitu (Dian Herdiana, 2019): 20

a. Desa wisata adat atau budaya yang mana dasar potensi dan

pengembangan pariwisata

berupa budaya atau adat istiadat. Bentuk adat atau budaya yang

dikembangkan bisa berupa sistem kepercayaan (religi), sistem kesenian,

sistem sosial, arsitektur tradisional maupun lainnya yang memiliki

hubungan dengan budaya dan adat istiadat.

b. Desa wisata alam/konservasi alam yang mana dasar potensi dan

pengembangan pariwisata berupa keindahan alam seperti alam

pegunungan, air terjun dan lain sebagainya. Kawasan konservasi dibagi ke

dalam dua jenis, yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam, maka pengembangan dengan klasifikasi konservasi alam

didasarkan kepada kedua jenis lingkungan konservasi tersebut.

c. Desa wisata ekonomi kreatif yang mana dasar potensi dan pengembangan

pariwisata berupa pengembangan ekonomi berbasis kreatifitas masyarakat

lokal. Masyarakat memproduksi berbagai produk yang menjadi minat

22
wisatawan seperti kerajinan tangan dengan ciri atau khas lokal desa yang

bersangkutan.

2.2.4 Konsep Perkampungan Adat dan Rumah gadang

Perkampungan adat adalah lokasi khusus yang masih mengisahkan

sejarah masa lalu dengan mempertahankan tradisi yang ada (Tiarasari,

2015:36). Perkampungan adat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

perkampungan adat Nagari Sijunjung. Perkampungan adat Nagari Sijunjung

terdiri dari 76 unit rumah gadang yang berdiri sejajar di sepanjang jalan di

Perkampungan Adat baik sebelah kiri maupun kanan jalan. Yang menjadi ciri

khas dari perkampungan adat itu adalah rumah gadang yang masih terjaga

dan dirawat bahkan menjadi tempat tinggal hunian sehari-hari oleh

masyarakat di Perkampungan Adat. Rumah gadang di Minangkabau

merupakan tugu hasil kebudayaan suatu suku bangsa yang hidup di daerah

bukit barisan yang berjejer di sepanjang pantai barat pulau Sumatera bagian

tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah khatulistiwa yang dibangun

diatas tiang. Rumah gadang mempunyai kolong yang tinggi, atapnya yang

lancip merupakan arsitektur yang khas serta membedakanya dengan

bangunan yang lain di edaran garis khatulistiwa itu (Navis, 1984:171).

Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau yang mempunyai

ukuran yang besar dan punya banyak fungsi. Menurut Navis (1984:176-177)

dalam kehidupan sehari-hari rumah gadang memiliki kegunaan sebagai

berikut:

23
1. Sebagai tempat tinggal Rumah gadang dijadikan sebagai tempat

tinggal bersama yang mempunyai ketentuan-ketentuan sendiri.

2. Sebagai tempat bermufakat Rumah gadang dijadikan pusat dari

seluruh anggota kaum dalam membicarakan masalah mereka

bersama

3. Sebagai tempat pelaksanaan upacara Rumah gadang menjadi

penting dalam meletakkan tingkat martabat mereka pada tempat

yang semestinya, di sanalah dilakukan penobatan penghulu, tempat

pusat penjamuan penting untuk berbagai keperluan dalam

menghadapi orang lain dan tempat penghulu menanti tamu-tamu

yang mereka hormati.

4. Sebagai merawat keluarga Rumah gadang juga berperan sebagai

rumah sakit setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka.

Seorang laki-laki yang diperkirakan ajalnya akan sampai, dibawa

ke rumah gadang atau ke rumah tempat ia dilahirkan. Dari rumah

itulah seseorang dilepas ke pandam pekuburan saat meninggal.

Hal ini menjadi sangat berfaedah, apabila laki-laki mempunyai istri

lebih dari seorang, sehingga terhindar dari persengketaan antara istri-istrinya.

Rumah gadang di Minangkabau memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi,

hal ini dinamakan adat di rumah gadang. Menurut (Sanggoeno, 2009:349)

mengatakan bahwa:

1. Adat duduk di rumah gadang Orang di rumah gadang duduk di

lantai dengan bersila (laki-laki) atau bersimpuh (perempuan).

Mamak duduk membelakangi dinding depan dan menghadap

24
keruang tengah/bilik dan sumando duduk membelakangi bilik dan

menghadap ke pintu luar atau halaman.

2. Adat berbicara di rumah gadang Berbicara di rumah gadang

memerlukan rasa tenggang rasa yang tinggi. Raso jo pareso

menjadi patokan. Berbicara harus diiringi dengan sopan santun

yang telah diatur sedemikian rupa.

3. Adat berbuat dan bertindak Setiap perbuatan dan tindakan ada

aturanya. Aturan ini diungkapkan dengan kato- kato, misalnya:

Malabihi ancak-ancak Mangurangi sio-sio Maksudnya, bertindak

dalam kehidupan sehari-hari janganlah berlebihan

2.2.5 Konsep Kabupaten Sijunjung

Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu dari 19 (sembilan belas)

kabupaten/kota di bagian Selatan Propinsi Sumatera Barat, terletak diantara

0°18’43” LS – 1°41’46” LS dan 101°30’52” BT – 100°37’40” BT dengan

ketinggian dari permukaan laut antara 100 – 1.250 meter. Kabupaten

Sijunjung berada di bagian Timur Provinsi Sumatera Barat, pada jalur utama

yang menghubungkan Provinsi Riau dan Propinsi Jambi. Karena terletak di

lokasi persimpangan jalur utama yang cukup strategis ini, mengakibatkan

Kabupaten Sijunjung memiliki potensi dan prospek yang cerah dalam

pengembangan pembangunan bidang ekonomi dan bidang sosial budaya

khususnya untuk pengembangan sektor pariwisata.

25
Secara administratif wilayah Kabupaten Sijunjung dengan luas 313.080 Ha

meliputi 8 Kecamatan, 61 Nagari dan 1 desa dengan  299 Jorong, yang

wilayahnya berbatasan dengan:

– Sebelah Utara                 : Kabupaten Tanah Datar

– Sebelah Selatan              : Kabupaten Dharmasraya

– Sebelah Barat                 : Kabupaten Solok dan Kota Sawahlunto

– Sebelah Timar                : Kabupaten Kuantan Singingi, Prop Riau

(Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sijunjung)

TABEL PEMBAGIAN KECAMATAN DI KABUPATEN

SIJUNJUNG TAHUN 2015

No Kecamatan Luas % Jumlah Jumlah Jumlah

Wilayah Penduduk Nagari Jorong

(km2) (ribu)

1. Kamang Baru 837.80 26.76 47.17 11 61

2. Tanjung 459.79 14.69 24.43 9 41

Gadang

3. Sijunjung 748.00 23.89 44.65 9 56

4. Lubuk Tarok 187.60 5.99 14.93 6 24

5. IV Nagari 96.30 3.08 16.14 5 17

6. Kupitan 82.01 2.62 13.60 3+1 desa 9+5 dusun

7. Koto VII 143.90 4.60 36.54 7 36

26
8. Sumpur 575.40 18.38 25.05 11 55

Kudus

 Total 3 130.80 100.00 222.51 61+1 299+ 5

desa dusun

Sumber: Kabupaten Sijunjung Dalam Angka 2016

Sebelum terjadi pemekaran dengan Kabupaten Dharmasraya,Kabupaten

Sijunjung merupakan sebuah kabupaten terluas ketiga di Propinsi

Sumatera Barat. Saat ini Kabupaten Sijunjung memiliki luas wilayah ±

3.130,80 Km2 atau sekitar 7.41 persen dari luas Sumatera Barat.

Kondisi dan topografi Kabupaten Sijunjung bervariasi pada setiap

wilayah antara bukit, bergelombang dan dataran. Beberapa kecamatan berada

pada lahan curam dan sangat curam (daerah berbukit), yaitu di Kecamatan

Tanjung Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kecamatan Sumpur Kudus, dan

Kecamatan Lubuak Tarok dengan kemiringan antara 15 – 40 % dan lebih

besar dan 40%. Hanya sebagian kecil wilayah Kabupaten Sijunjung yang

dikategorikan sebagai dataran.

Secara Topografi Kabupaten Sijunjung merupakan rangkaian   bukit  

barisan   yang memanjang dan arah barat laut – tenggara. Morpologi daerah

dibagi menjadi 3 (tiga) bagian,yaitu terjal pada bagian barat dan timur,

dataran dibagian tengah dan perbukitan landai yang terletak diantaranya.

Ditinjau   dari  ketinggian,  dominasi wilayah Kabupaten Sijunjung

berada pada ketinggian terendah antara 120 – 130 m diatas permukaan laut

dan tertinggi antara 550 – 930 m. Kabupaten Sijunjung secara keseluruhan

27
berada pada ketinggian terendah dan tertinggi sekitar 100 meter sampai 1500

meter dari permukaan

Kondisi iklim di Kabupaten Sijunjung tergolong pada tipe tropis basah

dengan musim hujan dan kemarau yang silih berganti sepanjang tahun.

Keadaan iklimnya adalah temperatur dengan suhu minimum 21°C dan suhu

maksimurn 37°C. Rata-rata curah hujan berdasarkan 6 titik tempat

pemantauan 13,61 mm/hari untuk tiap bulannya.

Topologi dan Morfologi

Kondisi dan topografi Kabupaten Sijunjung bervariasi pada setiap

wilayah antara bukit, bergelombang dan dataran. Beberapa kecamatan berada

pada lahan curam dan sangat curam (daerah berbukit), yaitu di Kecamatan

Tanjung Gadang, Kecamatan Sijunjung, Kecamatan Sumpur Kudus, dan

Kecamatan Lubuak Tarok dengan kemiringan antara 15 – 40 % dan lebih

besar dan 40%. Hanya sebagian kecil wilayah Kabupaten Sijunjung yang

dikategorikan sebagai dataran.

Secara Topografi Kabupaten Sijunjung merupakan rangkaian bukit

barisan yang memanjang dan arah barat laut – tenggara. Morpologi daerah

dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu terjal pada bagian barat dan timur,

dataran dibagian tengah dan perbukitan landai yang terletak diantaranya.

Ditinjau dari ketinggian, dominasi wilayah Kabupaten Sijunjung berada pada

ketinggian terendah antara 120 – 130 m diatas permukaan laut dan tertinggi

antara 550 – 930 m. Kabupaten Sijunjung secara keseluruhan berada pada

28
ketinggian terendah dan tertinggi sekitar 100 meter sampai 1500 meter dari

permukaan laut.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Dekonstruksi

Dalam penelitian ini teori yang sesuai untuk digunakan teori

dekonstruksi Derrida dalam Christopher Norris (2020) mengatakan

dekonstruksi diartikan sebagai cara atau metode yang digunakan dalam

membaca teks dan kebenaran transenden yang terpisah dari dimensi

ruang dan waktuArtinya mencoba mengkritik secara radikal membongkar

berbagai asumsi dasar yang mendukung pemikiran dan keyakinan kita

sendiri. Dengan kata lain dekonstruksi membaca dan melihat sesuatu

yang sudah ada dan merefleksikan menjadi sesuatu yang baru. Artinya

kita tidak hanya menerima apa yang sudah ada dihadapan kita sendiri

melainkan mencoba untuk menjadikan kepada hal yang baru. Model

analitis yang mengacu pada “pembongkaran” struktur, paradigma,

struktur yang berbeda (bahasa, kekuasaan, dan institusi objek sosial)

tanpa harus menghancurkan elemen yang ada, sehingga struktur baru

tersusun dalam tatanan dan level, objek yang jauh lebih bermakna. dan

Aspek dianalisis sehingga dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

Dalam perspektif ilmu sosial Dekonstruksi terjadi karena kemajuan

pola pikir manusia yang berorientasi pada sesuatu yang ada menjadi hal

baru yang menguntungkan seperti pengolalaan destinasi wisata.

Pemerintah melakukan dan memanfaat apa yang sudah tersedia dan

menjadikan hal tersebut menjadi sebuah inovasi yang bisa mendatangkan

29
sebuah keuntungan, hal ini tidak terlepas dari pemerintah selaku pemilik

kebijakan yang diterima oleh masyarakat termasuk menjadikan

perkampungan adat sebagai proyek pariwisata yang nantinya

memberikan pendapatan bagi daerah. Dengan melihat secara mendalam

teori dan konsep Dekonstruksi ,nantinya teori tersebut dijadikan sebagai

alat atau mengkaji dan membandingkan kenyataan dengan fenomena

yang terjadi dilapangan.

2.3.2 Teori Komodifikasi

Komodifikasi adalah sebuah proses menjadikan sesuatu yang

sebelumnya bukan komoditas sehingga kini menjadi komoditas.Barker

mendefinisikan komodifikasi sebagai proses asosiasi terhadap

kapitalisme, yaitu objek, kualitas dan tanda dijadikan sebagai komoditas

(Zebrina Pradjnaparamita, 2012:16). Komoditas adalah sesuatu yang

tujuan utamanya adalah untuk dijual ke pasar. Suatu produk ataupun

benda yang dijadikan objek yang memiliki nilai untuk dijual kepada

masyarakat luas, perubahan objek dilakukan dengan cara memodifikasi

kedalam bentuk yang menarik sehingga membuat para konsumen merasa

tertarik terhadap objek atau benda yang di pasarkan.

Komodifikasi sangat berpengaruh terhadap perubahan kehidupan

masyarakat karena komodifikasi bisa membuat tatanan kehidupan secara

sosial bergeser ke arah yang nilai jual sebuah produk sebagai tujuan

utama, hal ini tidak terlepas dari kapitalis dan proses matrealisasi seperti

menjadikan perkampungan adat sebagai destinasi wisata. Perkampungan

30
adat telah mengalami penambahan fungsi sebagai tujuan wisata.

Komodifikasi tidak terlepas dari kosumen sebagai pengguna komoditas.

Komodifikasi tidak hanya menjual seni budaya sebagai komoditas

semata, disisi lain jika seni budaya yang di komodifikasi kan itu tidak

merubah makna maupun nilai luhur dari budaya itu sendiri serta di

pertunjukan secara baik, indah, dan dapat diterima wisatawan

secara tidak langsung komodifikasi menjadi alat dalam pelestarian,

mempertahankan, me-melihara dan mengembangkan identitas kultu-ral

bangsa (Yoeti, 2013:30).

2.3.3 Teori Pengembangan Pariwisata

Menurut Barreto dan Giantari (2015:34) Pengembangan pariwisata

adalah suatu usaha untuk mengembangkan atau memajukan objek wisata

agar, objek wisata tersebut lebih baik dan lebih menarik ditinjau dari segi

tempat maupun benda-benda yang ada di dalamnya untuk dapat menarik

minat wisatawan untuk mengunjunginya. Alasan utama dalam

pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, baik secara

lokal maupun regional atau ruang lingkup nasional pada suatu negara

sangat erat kaitannya dengan pembangunan perekonomian daerah atau

negara tersebut. Pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah tujuan

wisata akan selalu diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi

masyarakat banyak. Sehingga dapat disingkat bahwa Pengembangan

pariwisata merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan dengan

tujuan mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber

31
daya pariwisata dalam mengintregasikan segala bentuk aspek di luar

pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung guna

kelangsungan pengembangan pariwisata yaitu memajukan, memperbaiki,

dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik

wisata sehingga mampu menjadi mapan dan ramai untuk dikunjungi oleh

wisatawan serta mampu memberikan suatu manfaat baik bagi masyarakat

di sekitar objek dan daya tarik dan lebih lanjut akan menjadi sumber

pemasukan.

Menurut Sastrayuda (2010:6-7) dalam perencanaan pengembangan

meliputi:

1. Pendekatan Participatory Planning, di mana seluruh unsur yang

terlibat dalam perencanaan dan pengembangan kawasan objek wisata

diikutsertakan baik secara teoretis maupun praktis.

2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk

budaya yangdapat mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan objek

wisata.

3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan kemampuannya

agar tercapai kemampuan baik yang bersifat pribadi maupun kelompok.

4. Pendekatan kewilayahan, faktor keterkaitan antar wilayah

merupakan kegiatan penting yang dapat memberikan potensinya sebagai

bagian yang harus dimiliki dan diseimbangkan secara berencana.

32
5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi

yang ada disuatu desa seperti perkembangan potensi kebudayaan masih

jarang disentuh atau digunakan sebagai bagian dari indikator

keberhasilanPengembangan.

Berdasarkan potensi dan peluang yang ada, maka pengembangan

pariwisata perlu dilakukan secara berkelanjutan guna kepentingan masa

yang akan datang untuk melindungi sumber daya dari efek-efek

pengembangan yang mungkin menyebabkan gangguan kultural dan

sosial karena tujuan dari pengembangan adalah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dengan pemberdayaan sumber daya yang telah

ada.

Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses

yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment

yang terus menerus antara sisi supply dan demand kepariwisataan

yang tersedia untuk mencapai misi yang telah ditentukan (Nuryanti,

1994) dalam Yoeti (2005:34).

Sedangkan pengembangan potensi pariwisata mengandung

makna upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang

dimiliki oleh suatu objek wisata dengan cara melakukan

pembangunan unsur-unsur fisik maupun non-fisik dari sistem

pariwisata sehingga mening-katkan produktivitas. pengembangan

pariwisata perlu memperhatikan beberapa aspek yang perlu

diperhatikan yaitu: Wisatawan (Tourist), Transportasi, Atraksi/obyek

33
wisata, Fasilitas pelayanan, Informasi dan promosi, Merumuskan

kebijakan tentang pengembangan kepariwisataan berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan secara teratur dan berencana.

2.4 Model Penelitian

Perkampungan
Pemerintah Masyarakat
Adat Sijunjung

BAB III
Pengembangan Wisata

Bentuk Dampak Makna


Pengembangan Pengembangan Pengembangan

Perkampungan Adat Nagari Sijunjung merupakan salah satu

wilayah di Sumatera Barat yang telah resmi menjadi Cagar Budaya

Nasionaldari Kemdikbud RI (2017), dan fokus untuk mengembangkan

pariwisata budaya. Pengembangan pariwisata budaya di perkampungan

adat ini mulai dikembangkan pada tahun 2017 untuk dijadikan sebagai

destinasi wisata.Terdapat beberapa aspek budaya masyarakat lokalyang

dijadikan bagian dari destinasi wisata diantaranya adalah acara

bakaua adatyang merupakan acara tahunan yang dilakukan oleh

masyarakat ketika panen padi sebagai bentuk rasa syukur, festival

budaya matrilineal yaitu suatu pertunjukan yang menampilkan kesenian

34
dari berbagai daerah yang memiliki garis keturunan matrilineal yang

dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tradisi mambantai adatmerupakan

sebuah tradisi masyarakat Sijunjung yang biasanya dilaksanankan

menjelang masuknya bulan ramadhan, dan untuk melengkapi pengalaman

wisatawan untuk berbaur dan merasakan kehidupan masyarakat lokal,

maka di perkampungan adat ini juga menyediakan homestayyang

berasal dari rumah gadang yang menyediakan paket wisata untuk

merasakan kehidupan masyarakat lokal seperti makan bajamba, lalok

diateh padidan merasakan sensasi panen padi atau dalam istilah setempat

manyabik padi di sawah secara langsung.

Untuk mengembangkan pariwisata tidak terlepas dari aktor yang

berperan dalam menggerakkan sistem tersebut. Aktor tersebut adalah

insan-insan pariwisata yang ada pada berbagai aktor. Secara umum, insan

pariwisata dikelompokan dalam tiga pilar utama, yaitu: masyarakat,

pemerintah, dan swasta, yang termasuk masyarakat adalah masyarakat

umum yang ada pada destinasi, sebagai pemilik sah dari berbagai sumber

daya yang merupakan modal pariwisata, serta tokoh-tokoh masyarakat,

intelektual, LSM, dan media massa. Sedangkan dalam kelompok

pemerintah yaitu pada berbagai wilayah administrasi, mulai dari

pemerintah pusat, daerah, dan instansi-instansi yang ada dibawah dinas

kebudayaan dan pariwisata Selanjutnya dalam kelompok swasta yaitu

asosiasi usaha pariwisata dan para pengusaha (Pitana, 2005:96-97).

Untuk mengembangkan pariwisata perkampungan adat Nagari

Sijunjung semenjak diresmikannya kawasan ini menjadi cagar budaya

35
Nasional pada tahun 2014 pemerintah terus berupaya membangun dan

melengkapi fasilitas-fasilitas di kawasan perkampungan adat Nagari

Sijunjung hingga sampai saat ini. Seperti pembuatan gapura, memperbaiki

jalan, membuat trotoar di sepanjang jalan di perkampungan adat,

pembuatan patung bundo kanduang membangun balai-balai, merenovasi

bangunan rumah gadang, dan membangun tempat berkaul. Selain itu

beberapa pelatihan- pelatihan juga dilakukan kepada masyarakat dalam

upaya mengembangkan pariwisata di perkampungan adat seperti pelatihan

tenun, pelatihan menjahit, dan pemandu wisata.

Saat ini perkampungan adat masih minimnya fasilitas-fasilitas

yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar

perkampungan adat seperti belum adanya kios souvenir untuk menjual

hasil tenun, makanan, dan kerajinan khas Sijunjung lainya. Belum adanya

aturan yang mengatur bagaimana pengelolaan di perkampungan adat

seperti aturan tentang pembagian keuntungan antara pemilik rumah

dengan pemerintah ataupun pengelola, aturan tentang biaya masuk

kawasan pariwisata, aturan tentang kawasan parkir dan aturan-aturan

lainya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang lebih untuk

mengembangakan pariwisata di perkampungan adat Nagari Sijunjung oleh

pemerintah daerah dan masyarakat di kawasan pariwisata tersebut.

Sisi lain yang menambah daya Tarik penelitian ini yaitu pada saat

sekarang tidak banyak daerah di Minangkabau yang tidak lagi mampu

merawat dan menjaga rumah gadang. Berbeda halnya dengan

perkampungan adat Nagari Sijunjung, masyarakat di perkampungan adat

36
Nagari Sijunjung berhasil menjadikan suatu kawasan yang awalnya adalah

sebuah desa biasa, yang terdiri dari deretan rumah gadang dan masih

terjaga keaslianya, serta keindahan dari rumah gadang tersebut menjadi

suatu kawasan cagar budaya. Kemudian masyarakat di perkampungan

adat Nagari Sijunjung masih melestarikan adat dan tradisi matrilineal

masyarakat minangkabau, khususnya tradisi dan budaya masyarakat

Kabupaten Sijunjung. Selain dikarenakan saat ini tidak banyak lagi rumah

gadang yang masih dilestarikan oleh masyarakat di minangkabau.

Selain itu fenomena ini menarik untuk diteliti karena saat ini tidak

banyak pengembangan pariwisata yang masih melestarikan adat, tradisi,

dan budaya terutama untuk dijadikan sebagai kawasan wisata budaya.

Pengembangan pariwisata pada saat ini lebih banyak ke arah yang lebih

modern dengan mengutamakan objek-objek untuk tempat berfoto (selfie),

dan bermain.

37
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan bukan hanya sekedar tentang sudut tinjauan, tetapi juga

mengandung pengertian teknik-teknik, logika berpikir dan metode yang

digunakan dalam penelitian sesuai dengan objek penelitian. Pendekatan

penelitian biasanya mengacu pada mekanisme kerja suatu penelitian yaitu

bagaimana pendekatan suatu masalah dari aspek atau sudut mana persoalan

yang akan diteliti.

Penelitian ini adalah penelitian budaya dengan pendekatan kualitatif

deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis

data berupa kata-kata lisan maupun tulisan dan perbuatan manusia serta

peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif

yang diperoleh. Data yang dianalisis dalam penelitian kualitatif adalah kata-

kata dan perbuatan manusia (Afrizal, 2014:18). Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dipahami oleh subyek penelitian, misalnya, prilaku, motivasi, persepsi,

tindakan secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata

dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Maleong, 201:125).

Hal-hal yang melatarbelakangi penggunaan pendekatan kualitatif

adalah: (1) pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk dapat

memahami dan menganalisis fenomena serta realitas sosial masyarakat

38
Perkampungan Adat Sijunjung. (2) menghasilkan informasi yang lebih kaya

untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap pengembangan pariwisata

perkampungan adat Sijunjung.

Peneliti menggunakan data kualitatif sebagai data utama dalam

penelitian ini yang menekankan proses berpikir secara induktif dan deduktif

yang memiliki keterkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang

diteliti. Data diperoleh melalui studi lapangan dan kajian pustaka untuk

menguatkan proses penelitian ini dalam memahami fenomena atau

peristiwa mengenai pengembangan pariwisata Perkampungan Adat

Sijunjung.

Peneliti melakukan pengumpulan data informasi penelitian dengan

langsung ke lapangan sekaligus terlibat dalam objek penelitian. Dalam

penelitian ini, peneliti mendeskripsikan Perkembangan Perkampungan Adat

Sijunjung sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian ini terletak di

Jorong Padang Ranah Nagari Sijunjung Kecamatan Sijunjung Kabupaten

Sijunjung. Peneliti ingin mengungkap pengembangan pariwisata

perkampungan adat yang merupakan warisan budaya yang patut

dilestarikan, serta kurangnya karya ilmiah yang membahas tentang

pengembangan pariwisata Perkampungan Adat Sijunjung.

39
3.2 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Sumber  data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan

informasi mengenai data. Riduwan dan Sunarto (Dalam Mulyati, 2015:70)

data adalah sesuatu yang diolah yang dapat menghasilkan informasi atau

keterangan dalam penelitian. Data dalam penelitian kualitatif adalah kata-

kata serta tindakan. Dalam penelitian kualitatif terdapat dua sumber data

(Sugiyono, 2013:104) yaitu: 

1. Data Primer, merupakan sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data yang di dapat langsung dari seseorang

atau kelompok yang diteliti dalam penelitian ini. Sumber data ini di

dapat dari wawancara, observasi yang dilakukan pada informan yang

berdasarkan tujuan penelitian dan pengamatan langsung di lapangan.

Data diperoleh dengan wawancara dengan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Sijunjung, Dinas Pariwisata Pemuda dan

Olahraga, Pengelola Perkampungan Adat, Pokdarwis Kab Sijunjung,

Juru Pelihara Perkampungan Adat, dan Wali Nagari Sijunjung.

Peneliti mendapatkan data dan informan penting yang sesuai dengan

tujuan penelitian. 

2. Data sekunder, merupakan data yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain, atau dokumen dan

bisa juga melalui internet, thesis, skripsi, dan jurnal ilmiah. Data

sekunder bisa juga didapatkan dari dokumen Dinas Pariwisata, Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan, Pokdarwis, dan Wali Nagari Sijunjung.

40
Data sekunder dijadikan untuk membangun deskripsi mengenai lokasi

penelitian.

2. Sumber Data

Menurut Afrizal informan penelitian adalah orang yang

memberikan informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu

kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam

(Afrizal, 2014 :139). Disisi lain Basrowi dan Suwandi menyatakan

informan penelitian adalah orang dalam latar penelitian yang dapat

memberikan informasi tentang penelitian serta secara lengkap selama

penelitian (Basrowi, Suwandi 2008 :127). 

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa informan

penelitian adalah orang yang mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti, peneliti harus memahami latar belakang

permasalahan dalam penelitian untuk mencari informan yang tepat akurat

dan benar untuk mencari jawaban dari penelitian tersebut. Informan

merupakan orang yang memberikan informasi untuk penelitian, oleh karena

itu diharapkan informan adalah orang yang benar-benar paham dengan

segala situasi dan kondisi penelitian dan menguasai permasalahan

penelitian untuk mendapatkan data dan informasi mengenai permasalahan

yang akan akan diteliti. 

Menurut Afrizal, ada dua kategori informan pengamat dalam

sebuah penelitian yaitu:

41
1. Informan Pengamat, yaitu informan yang memberikan informasi

tentang orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada

peneliti. Informan pada kategori ini dapat orang yang tidak diteliti,

artinya adalah orang yang mengetahui orang yang akan kita teliti

atau mereka yg disebut saksi suatu kejadian atau pengamat lokal.

2. Informan pelaku memberikan keterangan tentang dirinya, tentang

perbuatannya, tentang pikirannya, interpretasinya (maknanya) atau

tentang pengetahuannya. Mereka merupakan subjek penelitian itu

sendiri. Pada penelitian ini informan pelakunya adalah Dinas

Pariwisata Pemuda dan Olah Raga, Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan, Wali Nagari. 

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik

purposive (disengaja). Afrizal mengartikan purposive (disengaja) adalah

sebelum melakukan penelitian, peneliti menentukan dan menetapkan

kriteria tertentu yang harus dipenuhi untuk dijadikan sumber informasi

(Afrizal, 2014, 140). Menurut Bungin purposive adalah salah satu strategi

menentukan informan yang paling umum dalam penelitian kualitatif, yaitu

dengan menentukan kelompok peserta yang akan menjadi informan sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan (Bungin, 2014: 107-108). 

Dalam penelitian ini kriteria yang dimaksud adalah pihak-pihak

yang terkait dengan pengembangan pariwisata Perkampungan Adat

Sijunjung. Pihak tersebut adalah : 1) Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan

Olahraga. 2) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan . 3) Pokdarwis. 4)

Pengelola Perkampungan Adat. 5) Wali nagari Sijunjung.

42
Jumlah informan sangat ditentukan oleh analisis data, karena setelah

membaca catatan lapangan yang berasal dari wawancara mendalam,

peneliti mungkin mempunyai berbagai pertanyaan yang hendak dijawab

dari berbagai informan atau konfirmasidari pihak-pihak lain.  Jadi jumlah

informan dalam penelitian kualitatif mengacu kepada sistem pengambilan

informan yaitu jumlah informan tidak ditentukan sejak awal dimulainya

penelitian, tetapi pada penelitian kualitatif dikumpulkan benar-benar

menggambarkan atau menunjukkan sesuatu yang ingin diketahui, dan

variasi informan yang diperkirakan tidak ada lagi di lapangan maka

wawancara akan dihentikan. 

3.3 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan strategi yang digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan,

keterangan, kenyataan-kenyataan dan informasi yang dapat dipercaya.

Teknik dan alat pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah wawancara mendalam dan observasi yang keduanya saling

mendukung serta melengkapi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam 

Wawancara mendalam adalah suatu wawancara tanpa alternatif

pilihan jawaban dan dilakukan untuk mendalami informasi dari seorang

informan (Afrizal, 2014:136). Wawancara mendalam merupakan sebuah

43
interaksi sosial informal yang terjadi antara peneliti dengan informannya

dengan tujuan untuk memperoleh informasi sesuai dengan permasalahan

dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan sistem terkontrol, terarah dan

sistematis (Afrizal, 2014:137). 

Alasan menggunakan wawancara mendalam dalam penelitian

karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan gambaran lengkap

tentang pengembangan Pariwisata Perkampungan Adat Sijunjung.

Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara dengan bentuk pertanyaan tidak terperinci dan terbuka sehingga

memungkinkan informan menjawab dengan kondisi mereka masing-

masing. Berdasarkan pertanyaan umum, kemudian di detailkan dan

dikembangkan saat melakukan wawancara mendalam. Alat yang digunakan

dalam wawancara mendalam adalah pena, kertas, dan alat bantu handphone

untuk merekam suara. Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian

maka peneliti menggunakan pedoman wawancara, dimana itu disesuaikan

dengan situasi di lapangan dengan tetap memperhatikan masalah penelitian

yang mengacu pada metode pemberdayaan masyarakat.

2. Observasi 

Observasi dalam penelitian kualitatif merupakan pengamatan

langsung untuk mengamati, 2010:267). yang dilakukan peneliti secara

langsung turun ke lapangan u perilaku dan aktivitas individu-individu di

lokasi penelitian (Creswel Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui sesuatu yang sedang diri, atau berlangsung dan dirasa perlu

untuk melihat sendiri, mendengarkan sen merasakan sendiri. 

44
Dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data

observasi terlibat dan setengah terlibat (Afrizal, 2014:21). Bentuk observasi

yang digunakan adalah participant as observer yaitu serta tujuannya kepada

kelompok peneliti memberitahukan kehadiran dan maksud melihat yang

hendak diteliti. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk melihat dan

mendapatkan informasi tentang pengembangan pariwisata Perkampungan

Adat Sijunjung. Alasan peneliti menggunakan teknik observasi karena

memungkinkan peneliti untuk dapat mengamati dan menyajikan gambaran

yang lebih realistik atas perilaku dan kejadian yang terjadi di lokasi

penelitian. 

3.4 Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah dalam mengolah data

yang sangat penting dalam penelitian. Analisis data adalah upaya yang

dilakukan secara bekerja dengan data, yaitu peneliti melakukan proses

pengorganisasian dan mengurutkan data, mensintesiskannya menjadi satuan

yang dapat dikelola agar peneliti dapat menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari serta menetapkan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain. Dalam penelitian ini, menggunakan teknik analisis menurut

Miles dan Huberman yaitu tahap-tahap analisis data dapat dikateogorikan

menjadi: reduksi data penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Data yang diperoleh baik melalui wawancara yang dicatat pada field

note dan rekaman suara kemudian dikumpulkan dan dipelajari sebagai

suatu kesatuan untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Maksud data

45
yang telah terkumpul kemudian dianalisis menurut kemampuan dan

interpretasi peneliti berdasarkan teori yang telah dipelajari. Sesuai dengan

penelitian ini, maka seluruh data yang dikumpulkan melalui wawancara

mendalam dan observasi disusun secara sistematis dan disajikan dalam

bentuk deskripsi-deskripsi serta dianalisis secara kualitatif untuk

mendeskripsikan pengembangan pariwisata Perkampungan Adat Sijunjung.

Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk

yang dapat dibaca dan diimplementasikan. 

3.5  Unit Analisis 

Dalam suatu penelitian unit analisis berguna untuk memfokuskan

kajian dalam penelitian yang dilakukan atau dengan pengertian lain obyek

yang diteliti ditentukan kriterianya sesuai dengan permasalahan dan tujuan

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisisnya adalah

pengembangan pariwisata yang ada diperkampungan Adat Sijunjung.

46
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, R. (2021). Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata


Bukit Botak pada Zona Pemanfaatan TNKS (Studi Kasus: Jorong
Pincuran Tujuah, Kenegarian Lubuk Gadang Selatan, Kecamatan
Sangir, Kabupaten SolokSelatan). Universitas Muhammadiyah
Sumatera Barat. Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.

Delita, Y. (2021). Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata


Budaya War Rebo Kabupaten Manggarai. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya.

Deviyanti, D. (2013). Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan


di Kelurahan Karangjati Kecamatan Balikpapan Tengah. E-Journal
Administrasi Negara, 1(2), 27.

Dewi, M. H., Fandeli, C., & Baiquni, M. (2013). Pengembangan Desa


Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata
Jatiluwih Tabanan Bali. Jurnal Kawistara, 3(2), 129–139.
https://doi.org/10.22146/kawistara.3976Giddens, A. (2010). Teori
Strukturasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Haryoko,

S., Bahartiar, & Arwadi, F. (2020). Analisis Data Penelitian Kualitatif


(Konsep,Teknik, & Prosedur Analisis). Makassar: Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar.

Hadinoto, Prof. Ir. Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi


Pariwisata. Jakarta. UI Press.

Hastanto, M. R. (2016). Potensi Wisata Budaya di Kampung Bandar Sebagai Ikon


Wisata Kota Pekanbaru. JOM Fisip, 3(2), 1–11.Surat Keputusan
Penetapan Cagar Budaya oleh Kementrian Pendidikan dan
KebudayaanTahun 2017.

Maryani, U. S., Muchsin, S., & Rahman, I. T. (2021). Strategi Pengembangan


Potensi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 17 Pulau Riung dalam

47
Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Riung Kabupaten Ngada
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Respon Publik, 15(5).

Nafila, O. (2013). Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata


Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang.Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota, 24(1), 65-80.

Prabowo, S. E., Hamid, D., & Prasetya, A. (2016). Analisis partisipasi


masyarakat dalam pengembangan desa wisata (studi pada Desa
Pujonkidul Kecamatan Pujon Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi
Bisnis, 33(2).

Rochmadi, N. (2012). Menjadikan Nilai Budaya Gotong-Royong Sebagai


Common Identity Dalam Kehidupan Bertetangga Negara-Negara
ASEAN. Universitas Negeri Malang.

Sari, I. (2021). Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Bukit


Mingging Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Universitas
Muhammadiyah

Ponorogo.Yatmaja, P. T. (2019). Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat OLeh


Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dalam Mengembangkan Pariwisata
Berkelanjutan. Administratio: Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan
Pembangunan,10(1),27–36.
https://doi.org/10.23960/administratio.v10i1.93

Yoety, Oka A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Penerbit


AngkasaBandung.

Yusuf, M. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian


Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.

48

Anda mungkin juga menyukai