Michael Jo Septian
230221014
Universitas Widyatama
ABSTRAK
Desa adat Kampung Cireundeu berada di lembah Gunung Kunci, Gunung Cimenteng,
dan Gunung Gajahlangu. Namun, secara hukum berada di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan
Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Kampung Cireundeu masih mempertahankan tradisi kuno yang
diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Orang-orang di kampung ini tidak biasa makan nasi, seperti orang lain di sekitarnya.
Selain itu, mereka memiliki konsep tata ruang, konsep pengelolaan lingkungan, dan aturan
adat yang cukup kuat. Ini terutama berlaku untuk pembangunan wilayah, diversifikasi
pangan, makanan pokok, dan aktivitas lainnya yang ditaati secara ketat secara turun temurun.
Rasi, atau beras singkong, adalah makanan pokok orang-orang ini. Nilai kearifan lokal yang
membudaya di Kampung Adat Cireundeu memungkinkan kewirausahaan sosial dan
pariwisata.
Fokus penelitian ini adalah potensi wisata dan kearifan lokal Kampung Adat Cireundeu. Data
dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan dokumentasi. Wawancara dengan tokoh
adat, masyarakat lokal, dan survei awal melalui observasi digunakan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kearifan budaya lokal dan potensi wilayah Kampung Adat Cireundeu
memengaruhi potensi pariwisata Kampung Adat Cireundeu. Internal kampung mendukung
tata ruang ini, tetapi tidak ada dukungan dari kebijakan tata ruang regional.
Kata kunci: Potensi Wilayah dan Kearifan lokal Kampung Adat Cireundeu.
ABSTRACT
The habits of the people in this village are unique, because their staple food is not rice
like other communities in the vicinity. They also have strong environmental management
procedures, spatial concepts, and customary rules, especially in area development, food
diversification patterns, staple foods, and other activities that have been strictly adhered to for
generations. The staple food of this community is rasi (cassava rice). Cireundeu Traditional
Village has the potential for social entrepreneurship and tourism based on the value of local
wisdom that is cultured in the village.
This research was conducted by observing the tourism potential and local wisdom of
Cireundeu Traditional Village. Data collection using interviews and documentation studies.
The method used was primary survey with observation, interviews with traditional leaders,
and interviews with local communities. The results showed that the regional potential and
local cultural wisdom of Cireundeu Traditional Village have contributed to the tourism
potential of Cireundeu Traditional Village. The spatial planning of this village has been
strengthened internally, but is threatened due to lack of support from regional spatial policies.
Desa wisata berbasis budaya, juga dikenal sebagai "kampung adat", adalah salah satu
atraksi pariwisata unik yang sedang berkembang di Indonesia. Kampung adat adalah
kelompok masyarakat yang mempertahankan tradisi budaya asli mereka (Fajar,2019).
Kampung adat biasanya memiliki aturan dan kebiasaan yang harus diikuti oleh penduduknya.
Wisata budaya Kampung adat Cireundeu dapat menarik wisatawan lokal dan luar Indonesia
karena kearifan lokalnya.
Kampung Cireundeu adalah kampung adat di Cimahi, tidak jauh dari Bandung, ibu
kota Jawa Barat. Pengelolaan ruang wilayah dan konsep ketahanan pangan masih menjadi
kebiasaan masyarakat kampung. Kampung Cireundeu terletak di atas bukit kecil dan dihuni
oleh lebih dari delapan puluh kepala keluarga atau empat ratus orang. Masyarakatnya
memiliki adat istiadat yang berbeda dari masyarakat kampung lain di sekitarnya.
Kampung Cirendeu memiliki karakteristik unik karena di sana ada komunitas adat
kesundaan yang dapat mempertahankan tradisi mereka secara turun temurun tanpa
terpengaruh oleh budaya lain. Sebagian besar orang di kampung adat Cirendeu ini hidup dari
menanam ketela. Kampung Adat Cireundeu memiliki luas 64 hektar, dengan 60 hektar
digunakan untuk pertanian dan 4 hektar lagi digunakan untuk pemukiman. Sebagian besar
penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini.
Mereka terus menjaga budaya dan adat istiadat yang telah diwariskan dari nenek moyang
mereka sambil tetap konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan.
Masyarakat adat kesundaan ini menjaga dan melestarikan kebiasaan turun temurun
mereka dan berbeda dengan budaya masyarakat sekitarnya. Sejak ratusan tahun silam (sejak
tahun 1918), sebagian penduduk Cireundeu makan beras dan nasi. Hingga saat ini, makanan
pokoknya adalah berbagai makanan yang terbuat dari beras singkong atau rasi.
Selain itu, jika masyarakat lokal dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan
potensi wilayah dan kearifan lokal melalui sektor pariwisata, industri, dan kewirausahaan, ini
dapat dianggap sebagai upaya untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Masyarakat pasti akan mendapatkan keuntungan material dan nonmaterial jika potensi
wilayah dikelola dengan baik dan efektif. Akibatnya, agar kampung ini menjadi lebih
dikenal oleh masyarakat umum, masyarakat Cireundeu harus mengelola dengan baik baik
dalam hal manajemen maupun pemasaran.
Jika kita melihat Kampung Adat Cirendeu ini, ada banyak hal yang dapat
memperbaiki kehidupan orang-orang di sekitarnya. dimulai dengan bisnis, pariwisata, sumber
daya alam, dan budaya.Seperti yang terlihat dari potensi wilayah dan kearifan lokalnya, desa
ini dapat menjadi mandiri jika sektor tersebut dapat dioptimalkan dan dikembangkan dengan
baik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif dalam bidang
sosilogi dan geografi, khususnya mengenai perkembangan potensi wilayah dan kearifan lokal
yang ada di Kampung Adat Cireundeu. Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat desa
Cireundeu mengoptimalkan potensi tersebut. Selain itu, menjadi pertimbangan pemerintah
saat mempertimbangkan desa-desa potensial Republik Indonesia.
METODE PENELITIAN
Peneliti kualitatif, alat kunci dalam penelitian kualitatif, percaya bahwa kebenaran
adalah dinamis dan hanya dapat ditemukan melalui penelaahan orang-orang melalui interaksi
penulis dengan situasi sosial. Peneliti harus memiliki pengetahuan teori dan wawasan yang
luas agar mereka dapat bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi topik penelitian si
penulis. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa informasi dapat diperoleh melalui
penelaahan melalui interaksi dengan narasumber (Trianto, 2010).
Nama "Cireundeu" berasal dari pohon reundeu, karena di kampung ini dulu banyak
pohon reundeu. Pohon reundeu adalah pohon yang digunakan sebagai bahan obat herbal.
Masyarakat Kampung Cireundeu masih mengikuti adat istiadat nenek moyang mereka di
bawah pengawasan ketua adat, itulah sebabnya kampung ini disebut Kampung Cireundeu.
Bahan makanan pokok dan tradisi Satu Sura masih dipertahankan oleh warga adat Kampung
Cireundeu.
Kampung Adat Cirendeu ini berdiri sejak 1918. Kampung Adat Cirendeu memiliki
struktur kelembagaan adat yang membantu menerapkan aturan dan perjanjian adat. tentang
struktur lembaga adat Cireundeu. Seseorang yang memiliki peran penting dalam sejarah
kampung adat Cireundeu dikenal sebagai sesepuh. Ais Pangampih, yaitu representasi dari
sesepuh atau seseorang yang memberikan informasi tentang bahasa, simbol-simbol adat Ais
Panitren, seseorang yang bertanggung jawab atas hubungan masyarakat.
Wisata Budaya Kampung Cireundeu: Secara umum, penduduk adat kampung ini
sering mengadakan upacara adat untuk peristiwa seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian.
Masyarakat adat merayakan upacara tahunan, yang disebut Syura-an, atau tahun baru Saka
Sunda, secara besar-besaran sebagai cara untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka
kepada yang Mahakuasa. Setiap tahun, berbagai lembaga pemerintah, perwakilan dari
kampung adat, komunitas, kepala keluarga warga Kampung Cirendeu, dan masyarakat sekitar
berpartisipasi dalam acara adat tersebut.
Struktur acara Syura-an terdiri dari beberapa bagian. Melakukan beberapa persiapan
sebelum pelaksanaan upacara Suraan. Pendirian Komite Komite ini dibentuk dalam waktu
kurang lebih tiga minggu. Di bale saresehan, Sesepuh adat berbicara tentang pembentukan
panitia. Masyarakat adat Cireundeu sendiri memberikan dana untuk pelaksanaan perayaan
Suraan ini. Masyarakat tidak pernah meminta bantuan dari pemerintah.
Tempat dan peralatan yang dipilih untuk pelaksanaan 1 Sura biasanya dilakukan di
bale saresehan saresehan, tetapi ngajayak atau hiburannya dilakukan di panggung yang
terletak di dekat bale saresehan saresehan. Latihan ngamumul, jenis latihan ini melibatkan
berbicara diiringi musik tradisional, seperti kecapi. Merangkai sesajen, masyarakat
mengumpulkan hasil pertanian, seperti buah-buahan, dan menyimpannya di bale saresehan,
tempat masyarakat adat berkumpul. Memasak Singkong Olahan, acara Satu Sura dimulai
sebelum makan pagi. Para ibu-ibu adat memasak untuk warga adat, tamu, dan orang-orang di
sekitar mereka.
Acara 1 Sura, Ngamumule dan Nasehat Sesepuh. Sesepuh memberikan nasehat agar
warga adat Cireundeu dapat mempertahankan warisan leluhur mereka. Sungkeman, semua
warga adat melakukan sungkeman dengan memutar semua warga adat yang ada. Makan
bersama, tidak hanya warga adat yang dapat makan bersama, tetapi juga tamu diundang.
Sesajen yang telah dirangkai dibuka pada acara ini dan diambil oleh anak-anak. Nyekar—
berziarah ke makam leluhur—dilakukan setelah mulung sesajen selesai.
Sesepuh dan ketua panitia tidak setuju tentang tanggal penyelenggaraan Ngajayak
Ngajayak, yang diadakan pada tanggal 20-an. Namun, acara ini biasanya diadakan lebih dari
20 dan berlangsung selama dua hari dua malam."Ngajayak" adalah kata yang berarti
"mengelilingi kampung". Selama perjalanan dari gerbang ke balai desa, rombongan disambut
dengan musik angklung buncis dan gending. Acara ini mencakup pencak silat, jaipong,
karinding, calung, marawis, kidung bumi segandu, dan, pada akhirnya, wayang golek.
Bahasa Sunda adalah bahasa yang digunakan setiap orang dalam kehidupan sehari-
hari. Kampung adat Cireundeu menggunakan pengetahuan pertanian, seni, dan cara
mengolah beras singkong yang diajarkan secara turun temurun.
Dalam struktur sosial Kampung Cireundeu, ada kelompok tani, kelompok ternak
domba, dan kelompok ibu adat yang mengolah singkong. Kampung adat Cireundeu sudah
melihat kemajuan dalam teknologi dan peralatan hidup. Misalnya, meskipun mereka masih
menanam singkong dengan cangkul, mereka sekarang menggunakan mesin pemarut alat
sealer, plastik, dan kemasan untuk mengolah beras singkong.
Orang-orang Cireundeu biasanya bekerja sebagai petani dan peternak domba. Mereka
menanam singkong dan tanaman lain seperti kacang-kacangan di lahan garapan mereka
sendiri. Pupuk alami yang dibuat dari kotoran domba digunakan oleh masyarakat adat
Cireundeu.
Wayang adalah salah satu komponen dari rangkaian kesenian masyarakat adat
Cireundeu. Biasanya ditampilkan selama acara Suraan.Orang Cirendeu masih hidup bersama
dan membantu satu sama lain. Masyarakat Kampung adat Cireundeu telah mengalami
transformasi sosial ekonomi terlepas dari statusnya sebagai masyarakat adat. Kehadiran
elemen modernisasi menyebabkan perubahan ini.
SIMPULAN
Pemerintah dan dinas terkait hanya memberikan perhatian singkat pada Desa
Cireundeu. Masyarakat Desa Cireundeu menghadapi banyak masalah, salah satunya adalah
kurangnya perhatian dari pemerintah dan dinas terkait terhadap pemberdayaan dan
pendanaan. Karena kekayaan alam dan kebudayaan yang melimpah, Desa Cireundeu
seharusnya dikategorikan sebagai desa mandiri berdasarkan SDA (Sumber Daya Alam) dan
kearifan lokal. Selain itu, Desa Cireundeu dianggap seperti desa pada umumnya karena
kurangnya partisipasi pemerintah, baik dari pemerintah kota maupun pusat, serta dinas-dinas
terkait. Namun, desa ini memiliki banyak potensi jika dilihat dari kearifan lokal dan
wilayahnya.
SARAN
Djam’an Satori dan Aan Komariah. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta, h.93
Adi, R. (2004). Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit. h.57
Creswell, J., W., 2012, Research design Pendekatan kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet.2 h. 4
Lexy J., Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung : Remaja
Rosda karya. h.11
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
h.235
Priyanto, P. (2016). Pengembangan potensi desa wisata berbasis budaya tinjauan terhadap
desa wisata di jawa tengah. Jurnal Vokasi Indonesia, 4(1).
Triwardani, R., & Rochayanti, C. (2014). Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam
Upaya Pelestarian Budaya Lokal. REFORMASI.
Salsa Nuritsa. (2015). Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cirendeu Kelurahan Leuwigajah
Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi
Saraswati dan Reiza Permanda Gulfa. (2017). Kearifan Budaya Lokal Kampung Adat
Cirendeu dan Konsep Swasembada Pangan
Kwisata. (2016). Wisata Kampung Adat Cirendeu Cimahi. Kanal Wisata Indonesia