Oleh
Alvina Damayanti ; Belinda Alinska ; Fataya Shoba ; Octaviany Putri Hartanti ; Rusydah
Afifi
Abstrak
Studi ini menjelaskan bagaimana keberlimpahan sumber daya alam singkong yang
terdapat di Kampung Adat Cireundeu, Cimahi Jawabarat yang belum termanfaatkan secara
maksimal akhirnya bisa termanfaatkan secara maksimal melalui pemberdayaan masyarakat
yang terjadi di kampung ini. Pemberdayaan yang dilakukan melalui serba singkong ini
memiliki eksistensi tersendiri terhadap pangan singkong. Banyak sekali dampak yang
dirasakan setelah terjadinya pemberdayaan tersebut, baik dampak sosial maupun dampak
ekonomi. Ditengah eksistensinya pangan singkong dan juga dampak positif yang terjadi di
Desa ini, masyarakat setempat tetap terus menjaga kearifan lokal guna menjaga kelestarian
wilayah setempat dan menjaga ketersediaan singkong yang ada.
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuliatatif
dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif sendiri merupakan metode penelitian
yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah
tanpa ada manipulasi didalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-
metode yang alamiah berdasarkan fenomena yang diamati (hlm 23 buku metode kualitatif).
Metode ini dipilih karena dianggap mampu untuk menjelaskan bagaimana pemberdayaan
serba singkong terlaksana di Kampung Cireundeu. Pendekatan yang dipakai adalah
pendekatan studi kasus karena hal ini merupakan serangkaian kegiatan ilmiah yang
dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam tentang program, peristiwa, dan juga
aktivitas individu/kelompok. Lokasi penelitian ini berada di Kampung Cireundeu
Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, Jawabarat. Peneltian
dilaksanakan pada tanggal 21-24 April 2017. Sumber data yang digunakan didapat dari data
primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi.
Data sekunder diperoleh dari jurnal, dan buku-buku lainnya.
Kota Cimahi kini telah dianggap sebagai salah satu daerah yang unik, karena
masyarakat yang hidup di daerah ini sangat majemuk. Keberagaman suku bangsa yang
ada di Kota Cimahi menyebabkan munculnya kebudayaan dan kesenian yang beragam
pula. Kota Cimahi terdapat berbagai benda cagar budaya serta kampung adat yang dapat
menjadi saksi sejarah pertumbuhan dan perkembangan Kota Cimahi. Adapun kampung
adat yang hingga kini masih dipertahankan keberadaanya disebut dengan Kampung
Adat Cireundeu, bahkan saat ini Kampung Adat Cireundeu sudah mulai dijaga dan
dilestarikan karena memiliki banyak keunikan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri khas
Kota Cimahi.
Gambar 1.1
Gerbang Masuk Kampung Adat Cireundeu
Selain itu, yang paling unik adalah mayoritas masyarakat Cireundeu masih
menjalankan ajaran Pangeran Madrais dari Cigugur di Kuningan serta masih menggelar
upacara Saka 1 Sura secara rutin atau biasa disebut dengan tradisi karuhun.
Kepercayaan masyarakat kampung Cireundeu berawal dari ajaran Madrais yang di bawa
oleh Pangeran Madrais pada tahun 1918 ke Kampung Cireundeu yang mengajarkan
falsafah dan ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam kehidupan. Saat ini
masyarakat adat Cireudeu masih teguh memeluk ajaran tersebut meskipun telah
berpuluh-puluh tahun, mereka salalu taat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017 Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017
Berdasarkan keuinikan dan daya Tarik yang dimiliki oeh Kampung Adat
Cireundeu maka tidak heran apabila adanya kegiatan kegitan baru yang berlangsung
sebagi upaya dari pemberdayaan masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Dengan catatan
masayarakat Adat Cireundeu ini akan tetap menjaga kearifan lokal (lokal wisdem), yaitu
dengan tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai dan perilaku dalam tatanan
kehidupan masyarakat dalam proses yang tidak singkat dan keberlangsungannya
dimediakan secara turun temurun. Disinilah yang menjadi keunikan dari Mayarakat Adat
Cireundeu.
Masyarakat adat dari usia kecil sampai yang sudah tua meyakini sebuah prinsip dimana Teu
nyawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu
asal bisa dahar, teu dahar asal kuat yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal punya
beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan
asal kuat.Makanya masyarakat adat selalu makan singkong hingga saat ini
Berangkat dari keyakinan prinsip hidup yang mereka anutlah, singkong dijadikan
sebagai makanan pokok dan mereka terus menjaga eksistensi dari singkong itu sendiri .
Kekayaan sumber daya alam pada Kampung Cirendeu ini pun memang terisi penuh oleh
keberadaan singkong yang tersedia, singkong sangatlah tumbuh subur di kampung ini.
Sehingga didalam pemenuhan makanan pokok sangatlah tercukupi. Kekayaan sumber daya
alam singkong yang ada di Kampung Cireundeu ini dahulu hanyalah untuk pemenuhan
makanan pokok saja yang diolah menjadi rasi. Masyarakat adat Cireundeu tidak tau
mengelola singkong selain dibuatkan rasi, maka dari itu pada saat dahulu keberlimpahan
singkong di kampung ini malah agak terbuang begitu saja karna sudah tercukupi kebutuhan
pokoknya. "Singkong disini sangat banyak sekali, masyarakat gak tau harus diapakan singkong itu
selain dibuat rasi, akhirnya banyak singkong yang malah kebuang sia-sia karna untuk rasi di kampung
ini sendiri aja udah cukup banget.
Pada tahun 2009 Universitas Padjajaran yang diwakili oleh Bu Marlin datang ke
Kampung Cireundeu untuk mengadakan sosialisasi teknologi pangan, kedatangannya kesini
pun karena Bu Marlin tau dari info yang beredar kalau di kampung ini memiliki sumber
daya alam singkong yang berlimpah namun masyarakat setempat belum dapat
memaksimalkan keberadaan singkong tersebut. Tahun 2009 ada yang dateng dari Unpad
kesini, namanya Bu Marlin. Bu Marlin bilang mau mensosialisasikan teknologi pangan, kita mau
diajarin cara ngelola singkong biar singkongnya bisa dijadiin hal lain selain rasi. Kedatangannya pun
diterima baik oleh oleh masyarakat adat Cireundeu baik dari para sesepuh dan juga
masyarakat lainnya.
Hal yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran yang diwakilin oleh Bu Marlin
terhadap masyarakat adat Cireundeu termasuk dalam pemberdayaan masyarakat. Dikatakan
pemberdayaan masyarakat karena definisi pemberdayaan masyarakat sendiri ialah, upaya
menjadikan masyarakat berdaya dan mandiri, mampu berdiri diatas kakinya sendiri. (Buku
anwas hlm 3 ) Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya guna meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (hlm 133 buku gunawan) .Didalam
pemberdayaan haruslah terdapat aktor pemberdaya dan juga yang diberdayakan.
Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pun guna mewujudkan peran aktif masyarakat.
Pemberdayaan yang terjadi pada masyarakat Kampung Cireundeu ini akibat dari
ketidakoptimalan pengelolaan dalam ketersediaan singkong yang ada. Proses pemberdayaan
yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat setempat, meningkatkan
kesejahtetraan, dan juga transimis pengetahuan akan pengelolaan singkong. Pemberdayaan
yang terjadi pada masyarakat Cireundeu dapat dilihat dengan tiga tahap. Pertama, tahap
penyadaran. Pada tahap ini masyarakat Cireundeu diberikan penyadaran melalui sosialisasi
yang dilakukan oleh Bu Marlin dan rekan-rekannya dari Univeristas Padjajaran, merekalah
yang menjadi aktor pemberdaya, sedangkan masyarakat cirendeu merupakan aktor yang
diberdayakan . Penyadaran yang dilakukan ini guna menyadarkan masyarakat jika
keberlimpahan singkong yang dimiliki bisa dibuat lebih bervarian selain rasi. Kedua, tahap
pengkapasitasan. Pada tahap ini masyarakat Cirendeu diberikan keterampilan dan juga
pengetahuan mengenai cara mengelola singkong dan juga cara memasarkan setelah
pengelolaan singkong telah berhasil. Pelatihan ini diberikan kepada Ibu-ibu setempat,
mereka diajari cara mebuat kue melalui singkong dan bagaimana agar hasil dari apa yang
mereka buat bisa menjadi sebuah keuntungan. Pada tahap ini juga dibentuk sebuah
kepengurusan guna mengatur kelanjutan dari pemberdayaan yang sudah dilakukan. Ketiga,
tahap penyadaran. Pada tahap ini masyarakat cireundeu diberikan kekuasaan untuk
mengelola usaha yang dijalankan secara mandiri, kini ibu-ibu masyarakat cirendeu pun
sudah mampu untuk memproduksi kue sendiri dan juga sudah mampu memasarkan hasil
olahan mereka.
Pada tahun 2010 pemberdayaan singkong pun mulai eksis dan juga mulai aktif
dijalankan. Pemberdayaan ini diberi nama Serba Singkong. Anggota pemberdayaan yang
awalnya hanya 5 pun kini bertambah keanggotaannya. Dari anggota yang berisikan hanya 5
orang seiring berjalannya waktu pun terus bertambah hingga kini pada tahun 2017
mencapai 14 orang.
Awalnya kita hanya berlima saja, kita berlima itu orang awal yang mengikuti kegiatan
sosialisasi pemberdaya dari Universitas Padjajaran. Kemudian kami belajar-belajar membuat
kue dan kemudian diproduksikan. Ternyata setelah warga tau kita memiliki kegiatan
pembuatan kue ini. Terdapat beberapa warga yang tertarik kemudian seiring berjalannya waktu
anggota kami terus bertambah hingga sekarang berjumlah 14 orang
Sosialisasi pelatihan serba singkong ini dilakukan dari mulut ke mulut oleh
masyarakat cireundeu dan ada juga dari hubungan keluarga yang sebelumnya sudah
mengikuti pelatihan serba singkong, hal tersebutlah yang membuat keanggotaanya terus
bertambah banyak dari waktu ke waktu.
Kebanyakan yang mengikuti pelatihan disini tau dari mulut ke mulut sama dari hubungan
keluarga. Maka dari itu, yang bekerja disini sudah seperti saudara sendiri. Jadi gak jauh-jauh
pasti pada kenal satu sama lain. Disamping itu juga karena bekerja disini itu setiap hari
kecuali sabtu dan minggu. Untuk itu, selalu menghabiskan waktu disini hingga larut malam.
Skema 1
Penanggung Jawab
Kang Yana
Ketua
Ibu Eulis
Sekretaris Bendahara
1
Hasil Wawancara dengan Teh Eneng, 22 April 2017
NTAR
2
Hasil Wawancara dengan Teh Eneng, 22 April 2017
3
Hasil Wawancara dengan Teh Rita, 22 April 2017
yang dimiliki pun didapat dari hasil penjualan produk Serba Singkong yang
kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan Serba Singkong.
4. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PEMBERDAYAAN
Dalam setiap kegiatan yang berlangsung tidak selalu berjalan sempurna, akan ada
kendala-kendala yang dijumpai yang dapat menghambat berjalannya suatu kegiatan. Pada
kegiatan pemberdayaan di Serba Singkong (SS) ini pun memiliki faktor penghambat terkait
dengan tempat (bangunan) yang dipakai. Menurut salah satu informan yaitu Teh Neneng
sebagai berikut.
Iya, kalau disini penghambatnya ya paling kapasitas bangunan yang tidak memadai untuk
anggota SS, karena kan kalau semakin banyak anggota di SS maka nanti akan sempit juga
kalau kapasitas ruangan tidak cukup dan saat kerja pun akan kesulitan atau tidak
konsentrasi4
Iya, ibu-ibu disini pas diajak untuk pelatihan sama UNPAD waktu itu langsung sok-sok
(ayo-ayo) aja. Waktu yang pelatihan buat macaroni juga dari UPI antusias juga5
Tabel 1
4
Hasil wawancara Teh Neneng (Bendahara SS) pada tanggal 22 April 2017 pukul 14.35
5
Hasil wawancara The Eulis (Ketua Pengurus SS) pada tanggal 22 April 2017 pukul 14.50
- Antusiasme dan respon yang sangat
baik
Setelah mengetahui kegiatan di Serba Singkong (SS) dan juga beberapa faktor yang
menghambat maupun mendukung kegiatan tersebut, lalu ada beberapa dampak yang
ditimbulkan dari berjalannya proses pemberdayaan Serba Singkong. Dampak ini penulis
bagi menjadi dampak sosial dan dampak ekonomi baik secara positif maupun negatif.
Pertama, terjalinnya hubungan masyarakat yang erat (solidaritas mekanik) karena didukung
dengan intensitas interaksi tatap muka (langsung), intensitas ini terjadi karena ada jadwal
kegiatan rutin yang berjalan dalam Serba Singkong. Selain kegiatan produksi di Serba
Singkong, ada pula kegiatan non produksi seperti kumpul-kumpul (sharing informasi) dan
kegiatan arisan. Kedua, eksistensi Desa Cireundeu yang dikenal sebagai desa penghasil
pangan singkong, sebagaimana mereka memegang teguh warisan tradisi makan singkong
dari nenek moyangnya, singkong ini menjadi icon bagi eksistensi Desa Cireundeu. Ketiga,
minat dan bakat tersembunyi yang dimiliki masyarakat di Desa Cireundeu dapat tersalurkan
melalui wadah pemberdayaan Serba Singkong ini.
Tabel 2
Dari paparan dampak sosial dan ekonomi yang telah dijabarkan di atas, bahwasanya
kegiatan pemberdayaan Serba Singkong menghasilkan berbagai dampak sosial dan
ekonomi, namun tetap mempertahankan keseimbangan tradisi Kampung Cireundeu dan
juga menjaga kearifan lokal. Walaupun berbagai informasi IPTEK masuk serta pengaruh
dari lingkungan sekitar mereka tetap dapat menjaga tradisi warisan budaya dengan
mengembangkan kreativitas mereka tanpa mengubah makna dari tradisi leluhurnya,
sehingga banyak yang menyebut warga Kampung Adat Desa Cireundeu memiliki ketahanan
pangan yang sangat baik.6
6
Lungguh Refilia Mozaika. 2014. Tradisi dan Perubahan Sosial Warga Kampung Adat Cireundeu. Portal
Jurnal UPI. Vol.2