Anda di halaman 1dari 16

Eksistensi Pangan Singkong Melalui Pemberdayaan Serba Singkong Di

Kampung Adat Cireundeu, Cimahi Jawabarat

Oleh

Alvina Damayanti ; Belinda Alinska ; Fataya Shoba ; Octaviany Putri Hartanti ; Rusydah
Afifi

Ealvina.d@gmail.com ; Belindaalinska.24@gmail.com ; Fatayashoba09@gmail.com ;


Octavianyptrh@gmail.com ; Rusydahafifi@gmail.com

Abstrak

Studi ini menjelaskan bagaimana keberlimpahan sumber daya alam singkong yang
terdapat di Kampung Adat Cireundeu, Cimahi Jawabarat yang belum termanfaatkan secara
maksimal akhirnya bisa termanfaatkan secara maksimal melalui pemberdayaan masyarakat
yang terjadi di kampung ini. Pemberdayaan yang dilakukan melalui serba singkong ini
memiliki eksistensi tersendiri terhadap pangan singkong. Banyak sekali dampak yang
dirasakan setelah terjadinya pemberdayaan tersebut, baik dampak sosial maupun dampak
ekonomi. Ditengah eksistensinya pangan singkong dan juga dampak positif yang terjadi di
Desa ini, masyarakat setempat tetap terus menjaga kearifan lokal guna menjaga kelestarian
wilayah setempat dan menjaga ketersediaan singkong yang ada.

Kata kunci : Ekonomi, Kearifan Lokal, Pemberdayaan Masyarakat, Sosial

PENDAHULUAN

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuliatatif
dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif sendiri merupakan metode penelitian
yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah
tanpa ada manipulasi didalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-
metode yang alamiah berdasarkan fenomena yang diamati (hlm 23 buku metode kualitatif).
Metode ini dipilih karena dianggap mampu untuk menjelaskan bagaimana pemberdayaan
serba singkong terlaksana di Kampung Cireundeu. Pendekatan yang dipakai adalah
pendekatan studi kasus karena hal ini merupakan serangkaian kegiatan ilmiah yang
dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam tentang program, peristiwa, dan juga
aktivitas individu/kelompok. Lokasi penelitian ini berada di Kampung Cireundeu
Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, Jawabarat. Peneltian
dilaksanakan pada tanggal 21-24 April 2017. Sumber data yang digunakan didapat dari data
primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi.
Data sekunder diperoleh dari jurnal, dan buku-buku lainnya.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Mengenal Kampung Adat Cireundeu

Kota Cimahi kini telah dianggap sebagai salah satu daerah yang unik, karena
masyarakat yang hidup di daerah ini sangat majemuk. Keberagaman suku bangsa yang
ada di Kota Cimahi menyebabkan munculnya kebudayaan dan kesenian yang beragam
pula. Kota Cimahi terdapat berbagai benda cagar budaya serta kampung adat yang dapat
menjadi saksi sejarah pertumbuhan dan perkembangan Kota Cimahi. Adapun kampung
adat yang hingga kini masih dipertahankan keberadaanya disebut dengan Kampung
Adat Cireundeu, bahkan saat ini Kampung Adat Cireundeu sudah mulai dijaga dan
dilestarikan karena memiliki banyak keunikan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri khas
Kota Cimahi.

Gambar 1.1
Gerbang Masuk Kampung Adat Cireundeu

Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017

Mengenal asal-usulnya Menurut penuturan Kang Yana salah satu masyarakat


Kampung Adat Cireundeu
Cireundeu berasal dari kata ci (cai) yang berarti air dan reundeu yaitu nama
pohon reundeu, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi
pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri ialah pohon yang digunakan untuk
bahan obat herbal atau biasa dikonsumsi sebagai lalaban, maka dari itu
kampung ini disebut Kampung Cireundeu.
Pengertian lain dari asal nama Cireundeu ini adalah berasal dari kata Reundeu
(Sauyunan) yang berarti Hidup Bersamaan atau Gotong Royong, karena secara filosofi
dalam kesehariannya masyarakat Cireundeu selalu melakukan aktivitasnya secara
bergotong royong.
Kampung Cireundeu sendiri terletak di perbatasan Kota Cimahi dengan
Kabupaten Bandung Barat tepatnya dengan Kecamatan Batujajar. Jarak Kampung
Cireundeu ke Kelurahan Leuwigajah sekitar 3 Km dan 4 Km ke Kecamatan serta 6 Km
ke kota atau Pemerintah Kota Cimahi. Dengan keadaan tipografi datar, bergelombang
sampai berbukit, Kampung Cireundeu dikelilingi oleh Gunung Gajah Langu dan
Gunung Jambul disebelah Utara, dan Gunung Puncak Salam disebelah Timur, Gunung
Cimenteng disebelah Selatan serta Gunung Kunci disebelah Barat. Dari ketinggian
Gunung Gajah Langu 800 meter dpl tersebut, selayang pandang terlihat jelas panorama
kota Cimahi, Kota Madya Bandung dan Kabupaten Bandung yang berada pada
cekungan dan hamparan telaga. Secara adminitratif Kampung Cireundeu terletak di
Kelurahan Leuwigajah, Kecamaan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
Dalam sejarahnya, Cireundeu berasal dari Cigugur di Kuningan. Sejak zaman
nenek moyang (karuhun) dan mulai tercatat pada tahun 1918, Masyarakat Kampung
Cireundeu merupakan suatu komunitas adat Kesundaan yang mampu memelihara,
melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari
luar. Masyarakat disana terbuka dan selalu hormat kepada siapa pun yang datang tanpa
melihat perbedaan. Mereka memiliki prinsip Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman.
Teu Katalikung Ku Kabuhunan Jaman artinya dalam melakukan kehidupannya mereka
tetap mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai warisan budaya
leluhur yang telah diturunkan secara turun temurun.
Secara fisik, Kampung Cireundeu tak berbeda dengan kampung kebanyakan,
terutama bentuk fisik bangunan rumahnya, akan tetapi Cireundeu memiliki banyak
keunikan. Salah satunya di setiap Rumah di Masyarakat adat Cireundeu mereka
menggantungkan padi dan smacam keris kecil, yang mengandung arti bahwa sebagai
bentuk penghormatan kepada Dewi Sri (Dewi Padi), karena bagi Masyarakat Adat
Cireundeu walaupun mereka tidak makan nasi tapi ini di maksudkan untuk
mengingatkan mereka untuk tetap menghargai dan menjaga Sumber daya alam yang
ada.
Gambar 1.2
Padi yang digantung di dinding atas rumah Mayarakat
Kampung Adat Cireundeu
Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017
Masyarakat Kampung Adat Cireundeu juga ketika akan pergi ke sawah yang
letaknya dilereng Gunung Langu, masyarakatnya itu tidak menggunakan alas kaki. Ini
dimaksudkan supaya masyarakat disini tetap menjaga alam dan tidak merusak tatanan
yang ada. Sawah atau perkebunan ini adalah sebagai pembatas yang memisahkan
pemukiman masyarakat Cireunde dengan kawasan Hutan Terlarang. Dan Hutan
larangan, inilah yang menjadi area pembatas petani dalam bertani dan tidak sembarang
orang bisa ke hutan larangan di Kampung Cireundeu.

Gambar 1.3 Gambar 1.4


Pembatas area lokasi Hutan Larangan Panorama Di Gunung Langu

Sumber : Dokumentasi Peneliti,April 2017 Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017

Selain itu, yang paling unik adalah mayoritas masyarakat Cireundeu masih
menjalankan ajaran Pangeran Madrais dari Cigugur di Kuningan serta masih menggelar
upacara Saka 1 Sura secara rutin atau biasa disebut dengan tradisi karuhun.
Kepercayaan masyarakat kampung Cireundeu berawal dari ajaran Madrais yang di bawa
oleh Pangeran Madrais pada tahun 1918 ke Kampung Cireundeu yang mengajarkan
falsafah dan ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam kehidupan. Saat ini
masyarakat adat Cireudeu masih teguh memeluk ajaran tersebut meskipun telah
berpuluh-puluh tahun, mereka salalu taat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari.

Masyarat Kampung Adat Cireundeu sebenarnya seperti masyarakat kebanyakan


dimana, dalam masyarakat adat Kampung Cireundeu ada tokoh yang di sepuhkan dan
itu dengan sebutan Abah.saat ini yang menjadi sesepuh yaitu Abah Emen dan Abah
Widhi. Tokoh ini adalah sebagai tokoh sesepuh adat. Selain itu untuk pemuda yang
sudah mulai dewasa ataupun dari kalangan yang sudah menikah itu mereka dipanggil
dengan sebutang Kang. Misalnya saja masyrakat Kampung Adat di Cireundeu ini
memiliki Ketua Rukun Tangga (RT) yaitu Kang Djajat.Tokoh tokoh inilah yang
berhubungan dengan pemerintahan daerah dari lurah sampai dengan jajaran Pemirintah
kota Bandung. Biasanya parah tokoh ini mengadakan pertemukan dengan warga
masyarakat adat Cireundeu yaitu di balai pertemuan yang disebut degan Paseban.

Gambar 1.4 Gambar 1.5


Halaman Paseban Bangunan Paseban

Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017 Sumber : Dokumentasi Peneliti, April 2017

Berdasarkan keuinikan dan daya Tarik yang dimiliki oeh Kampung Adat
Cireundeu maka tidak heran apabila adanya kegiatan kegitan baru yang berlangsung
sebagi upaya dari pemberdayaan masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Dengan catatan
masayarakat Adat Cireundeu ini akan tetap menjaga kearifan lokal (lokal wisdem), yaitu
dengan tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai dan perilaku dalam tatanan
kehidupan masyarakat dalam proses yang tidak singkat dan keberlangsungannya
dimediakan secara turun temurun. Disinilah yang menjadi keunikan dari Mayarakat Adat
Cireundeu.

2. Pemberdayaan Masyarakat Cireundeu Melalui Serba Singkong

Berbicara mengenai singkong, yang terfikirkan adalah sebuah makanan tradisional


yang sering dijumpai dipedesaan dan dijuliki dengan makanan kampung oleh banyak
masyarakat yang kini mengkonsumsi makanan cepat saji. Di era yang seperti ini, sulit sekali
menemui orang yang masih mengkonsumsi pangan singkong atau bahkan sampai
mengolahnya sendiri. Namun, hal demikian tidaklah terjadi pada masyarakat adat di
Kampung Cireundeu, Cimahi Jawabarat. Masyarakat adat Cirendeu justru sangat menjaga
eksistensi sumber daya alam singkong ini karena didalam kehidupan kesehariannya mereka
menjadikan singkong ini sebagai makanan pokok. Didalam filosofi kehidupan mereka,
masyarakat adat Cireundeu berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut, dimana
didalam pedoman tersebut, mereka bermaksudkan agar manusia tidak tergantung pada satu
makanan pokok saja yaitu beras, tetapi bisa ada alternatif lain yakni singkong, seperti yang
disampaikan oleh sesepuh adat Kampung Cireundeu, Abah Widi.

Masyarakat adat dari usia kecil sampai yang sudah tua meyakini sebuah prinsip dimana Teu
nyawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu
asal bisa dahar, teu dahar asal kuat yang maksudnya adalah tidak punya sawah asal punya
beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan
asal kuat.Makanya masyarakat adat selalu makan singkong hingga saat ini

Berangkat dari keyakinan prinsip hidup yang mereka anutlah, singkong dijadikan
sebagai makanan pokok dan mereka terus menjaga eksistensi dari singkong itu sendiri .
Kekayaan sumber daya alam pada Kampung Cirendeu ini pun memang terisi penuh oleh
keberadaan singkong yang tersedia, singkong sangatlah tumbuh subur di kampung ini.
Sehingga didalam pemenuhan makanan pokok sangatlah tercukupi. Kekayaan sumber daya
alam singkong yang ada di Kampung Cireundeu ini dahulu hanyalah untuk pemenuhan
makanan pokok saja yang diolah menjadi rasi. Masyarakat adat Cireundeu tidak tau
mengelola singkong selain dibuatkan rasi, maka dari itu pada saat dahulu keberlimpahan
singkong di kampung ini malah agak terbuang begitu saja karna sudah tercukupi kebutuhan
pokoknya. "Singkong disini sangat banyak sekali, masyarakat gak tau harus diapakan singkong itu
selain dibuat rasi, akhirnya banyak singkong yang malah kebuang sia-sia karna untuk rasi di kampung
ini sendiri aja udah cukup banget.

Ketidaktahuan masyarakat adat Cireundeu atas pengelolaan singkong yang lebih


bervarian pun terhenti. Pada tahun 2005 terjadi longsor sampah di kampung ini, musibah
yang terjadi ini lalu terekspose oleh media yang datang dan juga masyarakat luar kampung.
Kedatangan media dan juga masyarakat luar kampung yang tadinya ingin melihat longsor
sampah ini pun mendapat sebuah perhatian lain dari musibah tersebut. Dimana ketika
berada dilokasi, orang-orang baru menyadari kekayaan sumber daya alam singkong yang
luar biasa banyaknya di kampung tersebut. Tahun 2005 disini terjadi longsor sampah, gara-gara
longsor sampah ini orang-orang dateng kesini buat liat longsor itu. Gara-gara media ngeliput, eh orang-
orang jadi pada tau kalo ternyata disini singkongnya banyak . Dari hal itulah akhirnya orang-
orang luar selain masyarakat adat Cireundeu mengetahui potensi berlebih yang dimiliki
kampung tersebut.

Pada tahun 2009 Universitas Padjajaran yang diwakili oleh Bu Marlin datang ke
Kampung Cireundeu untuk mengadakan sosialisasi teknologi pangan, kedatangannya kesini
pun karena Bu Marlin tau dari info yang beredar kalau di kampung ini memiliki sumber
daya alam singkong yang berlimpah namun masyarakat setempat belum dapat
memaksimalkan keberadaan singkong tersebut. Tahun 2009 ada yang dateng dari Unpad
kesini, namanya Bu Marlin. Bu Marlin bilang mau mensosialisasikan teknologi pangan, kita mau
diajarin cara ngelola singkong biar singkongnya bisa dijadiin hal lain selain rasi. Kedatangannya pun
diterima baik oleh oleh masyarakat adat Cireundeu baik dari para sesepuh dan juga
masyarakat lainnya.

Hal yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran yang diwakilin oleh Bu Marlin
terhadap masyarakat adat Cireundeu termasuk dalam pemberdayaan masyarakat. Dikatakan
pemberdayaan masyarakat karena definisi pemberdayaan masyarakat sendiri ialah, upaya
menjadikan masyarakat berdaya dan mandiri, mampu berdiri diatas kakinya sendiri. (Buku
anwas hlm 3 ) Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya guna meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (hlm 133 buku gunawan) .Didalam
pemberdayaan haruslah terdapat aktor pemberdaya dan juga yang diberdayakan.
Pemberdayaan masyarakat yang terjadi pun guna mewujudkan peran aktif masyarakat.

Pemberdayaan sendiri memiliki tiga proses tahapan, pertama, tahap penyadaran,


didalam tahap ini target sasaran adalah masyarakat yang kurang mampu yang harus
diberikan pencerahan dan juga motivasi. Kedua, tahap pengkapasitasan, tahap ini terdiri dari
tiga jenis pengkapasitasan yaitu pengkapasitasan manusia, organisasi, dan sistem nilai.
Pengkapasitasan manusia dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pengetahuan untuk
meningkatan keterampilan. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dengan melakukan
restrukturisasi organisasi sehingga adanya perubahan. Pengakapasitasan sistem nilai dibuat
melalui aturan yang ada didalam organisasi tersebut yang dipatuhi oleh seluruh anggota.
Ketiga, tahap penyadaran, ditahap terakhir ini yang diberdayakan diberikan kekuatan dan juga
kekuasaan sehingga terdapat sebuah perubahan yang signifikan nantinya (jurnal
pemberdayaan petani).

Pemberdayaan yang terjadi pada masyarakat Kampung Cireundeu ini akibat dari
ketidakoptimalan pengelolaan dalam ketersediaan singkong yang ada. Proses pemberdayaan
yang dilakukan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat setempat, meningkatkan
kesejahtetraan, dan juga transimis pengetahuan akan pengelolaan singkong. Pemberdayaan
yang terjadi pada masyarakat Cireundeu dapat dilihat dengan tiga tahap. Pertama, tahap
penyadaran. Pada tahap ini masyarakat Cireundeu diberikan penyadaran melalui sosialisasi
yang dilakukan oleh Bu Marlin dan rekan-rekannya dari Univeristas Padjajaran, merekalah
yang menjadi aktor pemberdaya, sedangkan masyarakat cirendeu merupakan aktor yang
diberdayakan . Penyadaran yang dilakukan ini guna menyadarkan masyarakat jika
keberlimpahan singkong yang dimiliki bisa dibuat lebih bervarian selain rasi. Kedua, tahap
pengkapasitasan. Pada tahap ini masyarakat Cirendeu diberikan keterampilan dan juga
pengetahuan mengenai cara mengelola singkong dan juga cara memasarkan setelah
pengelolaan singkong telah berhasil. Pelatihan ini diberikan kepada Ibu-ibu setempat,
mereka diajari cara mebuat kue melalui singkong dan bagaimana agar hasil dari apa yang
mereka buat bisa menjadi sebuah keuntungan. Pada tahap ini juga dibentuk sebuah
kepengurusan guna mengatur kelanjutan dari pemberdayaan yang sudah dilakukan. Ketiga,
tahap penyadaran. Pada tahap ini masyarakat cireundeu diberikan kekuasaan untuk
mengelola usaha yang dijalankan secara mandiri, kini ibu-ibu masyarakat cirendeu pun
sudah mampu untuk memproduksi kue sendiri dan juga sudah mampu memasarkan hasil
olahan mereka.

Pada tahun 2010 pemberdayaan singkong pun mulai eksis dan juga mulai aktif
dijalankan. Pemberdayaan ini diberi nama Serba Singkong. Anggota pemberdayaan yang
awalnya hanya 5 pun kini bertambah keanggotaannya. Dari anggota yang berisikan hanya 5
orang seiring berjalannya waktu pun terus bertambah hingga kini pada tahun 2017
mencapai 14 orang.

Awalnya kita hanya berlima saja, kita berlima itu orang awal yang mengikuti kegiatan
sosialisasi pemberdaya dari Universitas Padjajaran. Kemudian kami belajar-belajar membuat
kue dan kemudian diproduksikan. Ternyata setelah warga tau kita memiliki kegiatan
pembuatan kue ini. Terdapat beberapa warga yang tertarik kemudian seiring berjalannya waktu
anggota kami terus bertambah hingga sekarang berjumlah 14 orang

Sosialisasi pelatihan serba singkong ini dilakukan dari mulut ke mulut oleh
masyarakat cireundeu dan ada juga dari hubungan keluarga yang sebelumnya sudah
mengikuti pelatihan serba singkong, hal tersebutlah yang membuat keanggotaanya terus
bertambah banyak dari waktu ke waktu.

Kebanyakan yang mengikuti pelatihan disini tau dari mulut ke mulut sama dari hubungan
keluarga. Maka dari itu, yang bekerja disini sudah seperti saudara sendiri. Jadi gak jauh-jauh
pasti pada kenal satu sama lain. Disamping itu juga karena bekerja disini itu setiap hari
kecuali sabtu dan minggu. Untuk itu, selalu menghabiskan waktu disini hingga larut malam.

Masyarakat Cireundeu merupakan aktor yang diberdayakan oleh para akademisi-


akademisi yang memberikan pelatihan. Lalu, didalam pelatihan serba singkong tersebut
terdapat struktur kepengurusan yang terdiri dari masyarakat cireundeu itu sendiri, yang
terdiri dari Penanggung Jawab, Ketua, Sekretaris dan Bendahara.

Skema 1

Struktur Kepengurusan Serba Singkong

Penanggung Jawab

Kang Yana

Ketua

Ibu Eulis

Sekretaris Bendahara

Teh Rita Teh Eneng


Nama Jabatan Tugas
Abah Widi Ais Pangampih tokoh yang menampung,
merangkul, dan mengayomi
masyarakat serta menerima
laporan masalah melalui
laporan paniten.

Kang Jajat Ketua RT Tokoh yang membantu para


sesepuh adat, ais
pangampih, ataupun dalam
hal perizinan masyarakat
lain yang ingin berkunjung
ke Kampung Cireundeu ini.
Dia juga yang memberikan
informasi tentang sejarah
atau kegiatan yang ada di
Kampung Cireundeu.
Kang Yana Pembina Serba Pembina dan kontroling
dalam usaha serba singkong
Singkong
ini. Membantu dalam hal
perizinan label, penyeleksi
lembaga atau masyarakat
yang ingin melakukan
pemberdayaan terlebih dahulu
dilihat oleh kang Yana. Kang
Yana ini bisa dikatakan
sebagai Humas atau tangan
panjangnya Abah Widi,
karena segala kegiatan yang
berhubungan dengan
Kampung adat, Kang Yana
ini yang membantu.

Teh Eulis Ketua Serba Memberikan arahan kepada


ibu-ibu dalam membuat kue.
Singkong
Dia juga berkordinasi dengan
Kang Yana dalam hal
kendala-kendala yang terjadi
sewaktu-waktu pada serba
singkong ini. Teh Eulis
bersama ibu-ibu yang lain
saling membantu dalam
membuat pembaharuan kue-
kue agar bervariasi dibuat
dengan bahan baku singkong
sendiri. Teh Eulis juga yang
merekrut anggota-anggota
untuk ikut dalam Serba
Singkong ini.

Teh Neneng Bendahara Serba Mengatur pemasukan ataupun


pengeluaran. Segala perincian
Singkong
modal ataupun keuntungan
diatur oleh teh neneng. Dia
bersama ibu-ibu yang lainnya
pun mengatur jalannya serba
singkong ini.
Teh Rita Sekretaris Serba Mengatur keluar masuknya
barang atau pun bahan
Singkong
baku. Dia juga mencatat
segala keperluan yang
diperlukan. Teh rita
bersama dengan ibu-ibu
yang lain saling membantu
untuk keberhasilan serba
singkong ini.

Adanya struktur kepengurusan tersebut untuk membantu dalam mengelola serba


singkong agar terorganisir dengan baik. Struktur kepengurusan ini juga saling bekerja sama
agar serba singkong ini terus berkembang dan berjalan dengan lancar. Adanya struktur
kepengurusan ini juga membantu dalam membangun keberhasilan serba singkong di
Kampung Cireundeu.

3. Program dan Sarana Prasarana Pemberdayaan


Pada pemberdayaan pangan Serba Singkong tentunya memiliki kegiatan
untuk membuat olahan pangan berbahan dasar singkong. Kegiatan pemberdayaan
ini dimulai dari pukul 1 siang sampai dengan pukul 7 malam, tetapi jika
mendapatkan banyak pesanan mereka dapat selesai sampai pukul 8-9 malam.
Kegiatan ini diikuti oleh sebagian besar yang berstatus sebagai ibu rumah tangga
dan sudah memiliki keluarga. Hal ini yang mendorong kegiatan tersebut dimulai
pada pukul 1 siang.
Kami memulai kegiatannya pada pukul 1 siang sampai 7 malam, kami semua
sepakat karena pada waktu pagi hari itu kami masih memiliki kewajiban untuk
mengurus anak dan suami, jadi idealnya kegiatan ini dimulai pada pukul 1siang saat
pekerjaan rumah sudah selesai. Tapi kalau kami banyak orderan, bisa selesai sampai
pukul 8-9 malam1
Gambar 1
Kegiatan yang dilakukan Serba Singkong

1
Hasil Wawancara dengan Teh Eneng, 22 April 2017
NTAR

Sumber: Dokumentasi Peneliti (2017)

Dari berlangsungnya kegiatan tersebut tentunya banyak produk yang


dihasilkan, seperti eggroll, dendeng kulit singkong, cheseestik singkong, pastel
kering, keripik cireng, lidah kucing dan masih banyak lagi aneka kue yang
dihasilkan. Aneka kue yang dihasilkan memiliki kisaran harga yang beragam. Jika
ingin membeli produk kue yang dihasilkan tidak perlu merogoh kocek yang dalam
karena harga dari kue-kue tersebut dimulai dari 10.000 Rupiah sampai dengan
45.000 Rupiah tentunya harga tersebut masih terjangkau.
Dibalik produk yang dapat dihasilkan oleh kegiatan Serba Singkong
tentunya terdapat sarana dan prasarana yang mengambil andil dalam
keberlangsungan proses tersebut. Dalam hal ini, sarana prasarana yang ada sudah
cukup mendukung dalam keberlangsungan kegiatan ini. Sarana dan Prasarananya
memadai, bukan menjadi hambatan justru sebagai pendukung. Dalam segi tempat pun layak
melihat jumlah anggota hanya 14 orang dan alat-alat yang kami gunakan pun layak dan masih
berfungsi dengan baik 2.
Sarana dan prasarana yang dimiliki tentunya didapat juga dari bantuan
berbagai pihak. Aktor pemberdaya dari Universitas Padjajaran (Ibu Marlin) pun
memiliki andil dalam menyumbangkan alat-alat pembuat kue. Ibu Marlin dari
Universitas Padjajaran juga menyumbangkan oven untuk kegiatan kita. Awalnya Ibu Marlin
menawarkan oven yang modern yang harganya mahal. Tetapi, kami tidak mau kami ingin
menggunakan oven yang biasa saja yang penting bisa digunakan 3. Selain dari Universitas
Padjajaran, Serba Singkong pun mendapatkan bantuan oleh Inna Cookies yang
awalnya datang melakukan kunjungan dan berakhir pada pemberian alat-alat untuk
pembuat kue. Selain dari sumbangsih dari berbagai pihak, sarana dan prasarana

2
Hasil Wawancara dengan Teh Eneng, 22 April 2017
3
Hasil Wawancara dengan Teh Rita, 22 April 2017
yang dimiliki pun didapat dari hasil penjualan produk Serba Singkong yang
kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan Serba Singkong.
4. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PEMBERDAYAAN

Dalam setiap kegiatan yang berlangsung tidak selalu berjalan sempurna, akan ada
kendala-kendala yang dijumpai yang dapat menghambat berjalannya suatu kegiatan. Pada
kegiatan pemberdayaan di Serba Singkong (SS) ini pun memiliki faktor penghambat terkait
dengan tempat (bangunan) yang dipakai. Menurut salah satu informan yaitu Teh Neneng
sebagai berikut.

Iya, kalau disini penghambatnya ya paling kapasitas bangunan yang tidak memadai untuk
anggota SS, karena kan kalau semakin banyak anggota di SS maka nanti akan sempit juga
kalau kapasitas ruangan tidak cukup dan saat kerja pun akan kesulitan atau tidak
konsentrasi4

Kemudian selain adanya faktor yang dapat menghambat keberlangsungan kegiatan


di Serba Singkong (SS), ada pula faktor yang justru mendukung keberlangsungan kegiatan.
Faktor pendukung tersebut adalah tersedia nya sarana dan prasarana seperti alat-alat masak,
mesin-mesin, dan dana untuk modal produksi. Adanya ketersediaan potensi singkong yang
melimpah, karena singkong sebagai bahan baku produksi di Serba Singkong, ini membuat
semakin optimisnya masyarakat dalam membangun kemajuan Serba Singkong. Faktor yang
terakhir yaitu adanya antusiasme positif dan responsif pada masyarakat Cireundeu ketika
menerima tawaran baru mengenai latihan pemberdayaan di SS ini. Seperti yang dikatakan
oleh ketua pengurus SS yaitu The Eulis.

Iya, ibu-ibu disini pas diajak untuk pelatihan sama UNPAD waktu itu langsung sok-sok
(ayo-ayo) aja. Waktu yang pelatihan buat macaroni juga dari UPI antusias juga5

Ketiga faktor tersebut menjadi penentu dalam kemajuan kegiatan pemberdayaan


Serba Singkong. Namun, sejauh ini masyarakat yang terlibat dalam Serba Singkong berhasil
menjalankan kegiatan di Serba Singkong dengan menyeimbangkan faktor pendukung dan
penghambat tersebut.

Tabel 1

Faktor Penghambat dan Pendukung Kegiatan di Serba Singkong

Faktor Penghambat Faktor Pendukung


- Tempat produksi di SS masih belum - Sarana dan prasarana yang
memadai mendukung (alat/mesin, modal)
- Potensi sumber daya singkong yang
melimpah

4
Hasil wawancara Teh Neneng (Bendahara SS) pada tanggal 22 April 2017 pukul 14.35
5
Hasil wawancara The Eulis (Ketua Pengurus SS) pada tanggal 22 April 2017 pukul 14.50
- Antusiasme dan respon yang sangat
baik

DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI KEGIATAN PEMBERDAYAAN

Setelah mengetahui kegiatan di Serba Singkong (SS) dan juga beberapa faktor yang
menghambat maupun mendukung kegiatan tersebut, lalu ada beberapa dampak yang
ditimbulkan dari berjalannya proses pemberdayaan Serba Singkong. Dampak ini penulis
bagi menjadi dampak sosial dan dampak ekonomi baik secara positif maupun negatif.
Pertama, terjalinnya hubungan masyarakat yang erat (solidaritas mekanik) karena didukung
dengan intensitas interaksi tatap muka (langsung), intensitas ini terjadi karena ada jadwal
kegiatan rutin yang berjalan dalam Serba Singkong. Selain kegiatan produksi di Serba
Singkong, ada pula kegiatan non produksi seperti kumpul-kumpul (sharing informasi) dan
kegiatan arisan. Kedua, eksistensi Desa Cireundeu yang dikenal sebagai desa penghasil
pangan singkong, sebagaimana mereka memegang teguh warisan tradisi makan singkong
dari nenek moyangnya, singkong ini menjadi icon bagi eksistensi Desa Cireundeu. Ketiga,
minat dan bakat tersembunyi yang dimiliki masyarakat di Desa Cireundeu dapat tersalurkan
melalui wadah pemberdayaan Serba Singkong ini.

Keempat, meningkatkan daya kreatif sumber daya manusia di Desa Cireundeu


melalui berbagai produksi oleh-oleh di Serba Singkong. Kelima, sumber daya singkong
termanfaatkan dengan baik melalui Serba Singkong. Dahulu singkong melimpah namun
pengelolaan singkong masih bersifat homogen, sekarang pengelolaan singkong bersifat
heterogen yaitu bermacam-macam produk singkong yang dihasilkan dari Serba Singkong
ini.

Keenam, meningkatkan penghasilan ekonomi masyarakat Desa Cireundeu karena


adanya penjualan produk-produk yang dihasilkan dari Serba Singkong ini, namun disisi lain
masyarakat Desa Cireundeu tetap mempertahankan nilai tradisi mereka untuk tidak
berorientasi pada ranah duniawi seperti mengejar penghasilan (uang). Ketujuh, adanya
kemajuan sarana dan prasarana di Desa Cireundeu, maksudnya disini adalah adanya
sumbangan dana dari kas Serba Singkong yang disalurkan untuk perbaikan atau
pengembangan sarana dan prasarana yang ada di Desa Cireundeu.

Tabel 2

Dampak Sosial dan Ekonomi Kegiatan Pemberdayaan Serba Singkong

Dampak Sosial Dampak Ekonomi


Terjadinya hubungan masyarakat yang Menambah kreativitas dalam mengelola
semakin erat (ada intensitas interaksi (produksi) singkong
langsung)
Eksistensi Desa Cireundeu menjadi Singkong termanfaatkan dengan baik
penghasil pangan singkong melalui Serba Singkong
Tersalurkan minat dan bakat masyarakat Penghasilan ekonomi masyarakat semakin
dalam produksi di Serba Singkong bertambah dengan adanya Serba Singkong
Adanya kemajuan sarana dan prasarana
Desa Cireundeu melalui penyaluran dana kas
yang masuk dari Serba Singkong

Dari paparan dampak sosial dan ekonomi yang telah dijabarkan di atas, bahwasanya
kegiatan pemberdayaan Serba Singkong menghasilkan berbagai dampak sosial dan
ekonomi, namun tetap mempertahankan keseimbangan tradisi Kampung Cireundeu dan
juga menjaga kearifan lokal. Walaupun berbagai informasi IPTEK masuk serta pengaruh
dari lingkungan sekitar mereka tetap dapat menjaga tradisi warisan budaya dengan
mengembangkan kreativitas mereka tanpa mengubah makna dari tradisi leluhurnya,
sehingga banyak yang menyebut warga Kampung Adat Desa Cireundeu memiliki ketahanan
pangan yang sangat baik.6

6
Lungguh Refilia Mozaika. 2014. Tradisi dan Perubahan Sosial Warga Kampung Adat Cireundeu. Portal
Jurnal UPI. Vol.2

Anda mungkin juga menyukai