Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman hortikultura merupakan komoditas yang memiliki prospektif yang

sangat baik untuk dikembangkan, karena memiliki nilai ekonomis yang sangat

tinggi khususnya bagi para petani. Tanaman hortikultura diantaranya buah-

buahan, obat-obatan, tanaman hias serta sayur-sayuran seperti pakcoy. Tanaman

hortikultura sangat baik untuk dikembangkan karena mempunyai peranan penting

dan strategis untuk pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Tanaman pakcoy di Indonesia sudah banyak dibudidaya dan diusahakan

oleh petani, khususnya di daerah Cipanas, Jawa Barat dengan pertumbuhan

tanaman sangat baik. Ciri-ciri tanaman ini mempunyai tubuh tegak dan daun

kompak, tangkai daun berwarna putih dan daun berwarna hijau segar, serta

tangkai daun lebar dan kokoh (Rukmana, 1994).

Jaman yang serba modern ini bertanam tidak lagi harus menggunakan tanah.

Berbagai metode bercocok tanam bisa digunakan bagi yang ingin menekuninya.

Salah satunya adalah bertanam secara hidroponik. Hidroponik sendiri adalah suatu

cara bertanam tanpa media tanah. Ketika dihadapkan pada masalah yang dihadapi

di dunia berkaitan dengan produksi pangan, berkebun dengan sistem hidroponik

menawarkan solusi yang menjanjikan.

Nutrisi sangat penting untuk keberhasilan dalam menanam secara

hidroponik, karena tanpa nutrisi tentu saja tidak bisa menanam secara hidroponik.

Nutrisi merupakan hara makro dan mikro yang harus ada untuk pertumbuhan

1
tanaman. Setiap jenis nutrisi memiliki komposisi yang berbeda-beda (Perwitasari

et al., 2012). Makanan atau nutrisi yang diperlukan dilarutkan dalam air, sehingga

dapat diperhitungkan dan diatur konsentrasi pupuk yang digunakan dengan cermat

sebanyak yang diperlukan saja (Hirawan, 2003).

Menurut puspitasari (2011) menyatakan bahwa sayuran daun membutuhkan

nutrisi pada tingkat kepekatan larutan dengan daya hantar listrik (DHL) sekitar

1,5-2,5 mS/cm. Jika kepekatan larutan nutrisi dengan DHL terlalu tinggi, maka

tanaman sudah tidak sanggup menyerap hara lagi karena telah jenuh. Aliran hara

hanya lewat, tanpa diserap akar. Batasan jenuh dari kepekatan larutan nutrisi

untuk sayuran daun adalah dengan DHL 4,2 mS/cm.

Karakter morfologi merupakan penanda yang mudah diamati dan

merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Karakterisasi

dilakukan untuk mendapatkan karakter-karakter yang memiliki korelasi dengan

tingkat pertumbuhan tanaman pakcoy. Berdasarkan karakterisasi ini, diharapkan

diperoleh penciri morfologi untuk tanaman pakcoy yang dapat tumbuh dengan

baik pada tiga nilai daya hantar listrik (DHL) yang berbeda pada teknik

hidroponik rakit apung.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui korelasi antar karakter morfologi tanaman pakcoy dengan sistem

hiroponik rakit apung.

2
2. Mengetahui nilai Daya Hantar Listrik (DHL) terbaik untuk pertumbuhan

tanaman pakcoy.

3. Mengetahui varietas tanaman pakcoy terbaik pada masing-masing nilai Daya

Hantar Listrik (DHL).

C. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai teknik hidroponik rakit

apung yang merupakan metode tanam yang hanya membutuhkan lahan sempit

akan tetapi masih bisa memproduksi kebutuhan masyarakat.

2. Memberikan informasi ilmiah tentang nilai Daya Hantar Listrik (DHL) terbaik

untuk pertumbuhan tanaman pakcoy.

3. Memberikan informasi ilmiah tentang nilai korelasi antar karakter morfologi

tanaman pakcoy dengan menggunakan teknik hidroponik rakit apung.

3
II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. DESKRIPSI TANAMAN PAKCOY

Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang

termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah

dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China selatan dan China pusat

serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih

sefamili dengan Chinese vegetable. Saat ini pakcoy dikembangkan secara luas di

Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand (Setiawan, 2014).

Adapun klasifikasi tanaman pakcoy adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales V

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica rapa L

(Setiawan, 2014).

Daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan mengkilat,

tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun

dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun, berwarna

putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging, tanaman mencapai tinggi 15-30 cm.

Pakcoy mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanah di Indonesia

4
sehingga bagus untuk dikembangkan. Tanaman pakcoy (Brassica rapa L.)

termasuk dalam jenis sayur sawi yang mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat

ini pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai masakan. Hal ini cukup

meningkatkan kebutuhan masyarakat akan tanaman pakcoy. Tanaman pakcoy

cukup mudah untuk dibudidayakan. Perawatannya juga tidak terlalu sulit

dibandingkan dengan budidaya tanaman yang lainnya. Budidaya tanaman pakcoy

dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan menggunakan media tanam

dalam polibag. Media tanam dapat dibuat dari campuran tanah dan kompos dari

sisa limbah (Prasasti, 2014).

Menurut Sutirman (2011) daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari

ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun

biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter

sampai 500 meter dpl. Tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang

berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran

rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang

diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Tanaman pakcoy tahan terhadap air hujan,

sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu

diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.

Tanaman pakcoy cocok ditanam pada tipe tanah lempung, lempung berpasir,

gembur dan mengandung bahan organik. Pakcoy tumbuh optimum pada tanah

yang memiliki pH 6,0-6,8. Lokasi yang diperlukan merupakan lokasi terbuka dan

drainase air lancar (Wahyudi, 2010). Pakcoy ditanam dengan benih langsung atau

dipindah tanam dengan kerapatan tinggi yaitu sekitar 20-25 tanaman/m2 , dan bagi

5
kultivar kerdil ditanam dua kali lebih rapat. Kultivar genjah dipanen umur 40-50

hari, dan kultivar lain memerlukan waktu hingga 80 hari setelah tanam. Pakcoy

memiliki umur pasca panen singkat, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan

selama 10 hari, pada suhu 00C. Media tanam adalah tanah yang cocok untuk

ditanami pakcoy adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta

pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk

pertumbuhannya adalah antara pH 5 sampai pH 7 (Setiawan, 2014).

B. HIDROPONIK RAKIT APUNG

Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa

menggunakan tanah sebagai media tumbuhnya. Tanaman dapat di tanam di dalam

pot atau wadah lainnya dengan menggunakan air dan bahan-bahan lainnya seperti

kerikil, pecahan genting, pasir, pecahan batu ambang, dan media lain sebagai

media tanam. Hidroponik merupakan cara bercocok tanam yang praktis dan dapat

diterapkan di daerah lahan sempit dan daerah tandus atau tidak subur karena tidak

menggunakan tanah.

Ditinjau dari segi bahasa, kata “hidroponik” berasal dari bahasa Yunani,

yaitu hydro (bermakna air) dan ponos (berarti daya, kerja). Dengan demikian,

hidroponik adalah air yang bekerja atau berdaya. Kemudian, kata “bekerja atau

berdaya” ini berubah menjadi budi daya. Jadi, hidroponik dapat diartikan sebagai

suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman

menggunakan unsur hara mineral yang dibutuhkan dari nutrisi yang dilarutkan

dalam air (Hendra et al., 2014).

6
Hidroponik merupakan salah satu sistem pertanian masa depan karena dapat

diusahakan diberbagai tempat, baik di desa, di kota, di lahan terbuka, atau di atas

apartemen sekalipun. Luas tanah yang sempit, kondisi tanah kritis, hama dan

penyakit yang tak terkendali, keterbatasan jumlah air irigasi, musim yang tidak

menentu, dan mutu yang tidak seragam bisa ditanggulangi dengan sistem

hidroponik. Hidroponik dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa mengenal

musim. Oleh karena itu, harga jual panennya tidak khawatir akan jatuh.

Pemeliharaan tanaman hidroponik lebih mudah karena tempat budidayanya relatif

bersih, media tanamnya steril, tanaman terlindung dari terpaan hujan, serangan

hama dan penyakit relatif kecil, serta tanaman lebih sehat dan produktivitas lebih

tinggi (Hartus, 2008).

Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang

lebih terkontrol. Dengan pengembangan teknologi, kombinasi sistem hidroponik

dengan membran mampu mendayagunakan air, nutrisi, pestisida secara nyata

lebih efisien (minimalis system) dibandingkan dengan kultur tanah (terutama

untuk tanaman berumur pendek). Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal

musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah

untuk menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Lonardy, 2006).

Sistem hidroponik dikelompokkan menjadi dua, yaitu kultur media dan

kultur larutan nutrisi (Suhardiyanto, 2009). Kultur media tidak menggunakan air

sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat

menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti

halnya fungsi tanah (Lingga, 2002). Sebaliknya pada kultur larutan nutrisi,

7
penanaman tidak dilakukan menggunakan media tanam atau media tumbuh,

sehingga akar tanaman tumbuh di dalam larutan nutrisi atau di udara. Hidroponik

rakit apung termasuk kedalam kelompok hidroponik larutan diam. Hal ini

dikarenakan larutan nutrisi dibiarkan tergenang didalam wadah tanpa sirkulasi,

sehingga akar terapung dan terendam larutan nutrisi.

Hidroponik rakit apung merupakan budidaya tanaman dengan cara

menanamkan atau menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang

mengapung diatas permukaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampungan atau

kolam sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi.

Styrofoam diambangkan pada kolam larutan nutrisi sedalam kurang lebih 30 cm.

Styrofoam diberi lubang tanam dan bibit ditancapkan dengan bantuan busa atau

rockwool. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Jensen di Arizo dan

Massantini di Italia (Sudarmojo, 2008).

Hidroponik rakit apung ialah menanam suatu rakit berupa panel tanam yang

dapat mengapung diatas permukaan larutan nutrisi dengan akar menjuntai

kedalam kolam dengan larutan unsur hara. Styrofoam kemudian dilubangi untuk

lubang tanam dan lubang diisi dengan sedikit busa supaya anak semai dapat

berdiri dan tidak jatuh ke dalam air. Hidroponik rakit apung lebih sederhana

dibandingkan dengan sistem lain. Budidaya sistem rakit apung relatif aman jika

listrik padam dan juga dengan tidak adanya resirkulasi nutrisi dapat menurukan

biaya investasi (Duryatmo, 2000).

Larutan nutrisi pada sistem rakit apung tidak disirkulasikan, namun

dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol

8
kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena

dalam jangka yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk

cair dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini

mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan perakaran

yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan

untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang

dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik (Falah, 2006).

C. DAYA HANTAR LISTRIK (DHL)

Pada sistem hidroponik, air dan nutrisi diberikan secara terkontrol dan dalam

jumlah yang tepat. Hal ini dilakukan dengan cara mensirkulasikan nutrisi yang

terlarut dalam air. Pada tanaman, 80 - 90% bagian tanaman tersebut terdiri atas

air. Sehingga ketersediaan air yang berkualitas sangat penting untuk pertumbuhan

tanaman. Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan masalah toksisitas,

penyakit, masalah pH, dan lain-lain.

Larutan nutrisi sebagai pasokan air dan mineral yang penting bagi

pertumbuhan tanaman, sehingga harus tepat dalam penakaran jumlah, komposisi

nutrisi, dan suhu. Pada umumnya kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan

mengukur EC larutan tersebut. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi

arus listrik yang dihantarkan. Electrical Conductivity (EC) atau daya hantar listrik

(DHL) adalah kemampuan untuk menghantarkan ion-ion listrik yang terkandung

di dalam larutan nutrisi ke akar tanaman. EC merupakan parameter yang

menunjukkan konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam larutan nutrisi. Jika ion

9
yang terlarut semakin banyak, maka semakin tinggi EC larutan nutrisi tersebut.

Tinggi rendahnya EC dalam larutan nutrisi mempengaruhi metabolisme tanaman,

yaitu kecepatan fotosintesis tanaman, aktivitas enzim dan potensi penyerapan ion-

ion larutan oleh akar tanaman (Sutiyoso, 2004).

Nilai EC didapat dengan cara mengukur nilai kepekatan pada larutan nutrisi.

Tidak hanya kelangsungan sirkulasi larutan yang memegang peranan penting

tetapi juga konsentrasi larutan dapat diketahui dengan mengukur nilai EC

menggunakan alat yaitu, EC meter. Setiap tanaman membutuhkan EC yang

berbeda-beda sesuai fase pertumbuhan. Menurut penelitian Laelasari (2004)

dalam Rahma dkk (2015), nilai EC larutan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan

sayuran yaitu sebesar 1,5-2,0 mS/cm, dan nilai tolerannya sebesar 2,5 mS/cm.

Selain itu, penggunaan EC pada tanaman dipengaruhi agroklimat lokasi budidaya

seperti intensitas cahaya matahari, angin, dan kelembaban. Dalam pemberian

larutan nutrisi untuk tanaman hidroponik dianjurkan untuk mengambil angka EC

yang tinggi, meskipun biaya pupuknya akan meningkat, namun dampaknya

tanaman akan mencapai ukuran yang layak panen dalam waktu yang lebih

singkat. Selain itu, bobotnya juga akan meningkat, penampilan semakin menarik,

meningkatkan kadar gula, dan kesegaran lebih terasa. EC juga berpengaruh pada

daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit. Secara umum nilai EC 4,6

mS/cm adalah ambang batas EC larutan, nilai EC yang melebihi ambang batas

justru akan merusak tanaman (Suryani, 2015).

10
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan ± bulan September-Desember 2018 di screen

house Pondok Pesantren Darul Qur’an Al Karim Karangtengah, Kabupaten

Banyumas.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy varietas

Nauli F1, Green, White, Flamingo dan Emone 26, Styrofoam ukuran 1 x 2 meter,

pupuk AB mix, rockwool, netpot dan air. Alat yang digunakan nampan plastik,

sprayer, EC meter, pH meter, instalasi hidroponik rakit apung, kamera, kertas

label, dan alat tulis.

C. Rancangan yang Digunakan

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca (screenhouse) menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari dua faktor yaitu macam tiga nilai

daya hantar listrik yaitu 1,5 , 2,5 , dan 3,5 mS/cm dan varietas pakcoy yang terdiri

atas 5 varietas yaitu Nauli F1, Green, White, Flamingo dan Emone 26.

11
D. Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini meliputi :

1. pH larutan

Pengukuran pH dilakukan pada nutrisi sekitar tanaman dengan pH

meter. Pengukuran pH dilakukan dengan cara menyelupkan pH meter pada

nutrisi.

2. EC larutan (mS/cm)

Pengukuran EC larutan nutrisi dengan menggunakan EC meter.

Pengukuran EC meter dilakukan dengan cara menyelupkan EC meter pada

nutrisi.

3. Konsentrasi zat terlarut dan pelarut (PPM)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter dengan

cara menyelupkan TDS meter pada nutrisi.

4. Evapotranspirasi

Pengukuran evapotranspirasi tanaman dilakukan dengan cara mengukur

penurunan tinggi muka air yang tertera pada mistar.

5. Suhu dan Kelembaban

Pengamatan suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari pada pagi, siang

dan sore. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban yaitu

thermometer.

12
6. Tinggi tanaman (cm)

Parameter tinggi tanaman diukur dengan mistar. Pengukuran dilakukan

dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman.

7. Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun diukur dengan cara menghitung daun yang

sudah membuka sempurna.

8. Luas daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan setelah panen. Metode yang digunakan

untuk mengukur luas daun dengan metode panjang kali lebar. Perhitungan

luas daun dilakukan pada daun atas, tengah dan bawah, kemudian dicari luas

daun rata-ratanya.

9. Klorofil daun

Pengukuran klorofil daun menggunakan alat Soil Plant Analysis

Development (SPAD). Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sampel

daun pada slot kepala klorofil meter kemudian tekan ke bawah, saat kepala

ditutup di atas daun maka meteran akan berbunyi dan hasil pengukuran akan

muncul di layar. Tanaman sample dilakukan tiga kali pengukuran klorofil

yaitu pada daun atas, tengah dan bawah.

10. Panjang akar (cm)

Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang akar primer

menggunakan mistar yang dimulai dari leher akar sampai ujung akar primer

dengan satuan cm.

13
11. Volume Akar (ml)

Pengamatan dilakukan dengan cara memasukkan akar ke dalam gelas ukur

yang telah terisi air. Selisih volume air setelah akar dimasukan merupakan

volume akar dengan satuan ml.

12. Bobot basah akar (g)

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang akar yaitu bagian leher akar

hingga ujung akar yang masih segar dengan satuan g.

13. Bobot basah tajuk (g)

Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang bagian tajuk hingga leher

akar yang masih segar dengan satuan g.

E. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan uji homogenitas lalu dilanjutkan

dengan uji Bartlett. Untuk mengetahui hubungan antar karakter dilakukan analisis

korelasi dan sidik lintas.

F. Garis Besar Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan meliputi pembuatan screenhouse kemudian membuat

instalasi hidroponik rakit apung yaitu bak untuk larutan nutrisi dan melubangi

styrofoam dengan diameter 5 cm. Penyemaian benih pakcoy juga termasuk tahap

persiapan sebelum tanaman dipindah pada hidroponik rakit apung.

14
2. Tahap Pelaksanaan

Setelah tanaman pakcoy disemai hingga muncul 3 hingga 4 daun

kemudian dipindahkan pada instalasi hidroponik rakit apung yang sudah diberi

larutan nutrisi. Tanaman dibungkus rockwool bagian batang hingga akar supaya

tanaman dapat berada pada lubang-lubang styrofoam. Kemudian semua variabel

pengamatan diamati dan diukur serta dicatat dan didokumentasikan.

3. Analisis Data

Setelah semua data diperoleh selanjutnya yaitu data dianalisis untuk

mencari nilai korelasinya dan mendapatkan nilai EC terbaik untuk pertumbuhan

tanaman pakcoy.

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan antara bulan September-

Desember 2018 dengan pembagian kerja seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Jadwal Penelitian


Bulan 2018
No Jenis Kegiatan
Agst Sept Okt Nov Des
1 Tahap persiapan
penelitian
b. Penyusunan dan
pengajuan judul

c. Pengajuan proposal

d. Perijinan penelitian
2 Tahap pelaksanaan
a. Pengumpulan data
b. Analisis data

15
3 Tahap penyusunan
laporan

16
DAFTAR PUSTAKA

Duryatmo, S, 2000. Hidroponik Rakit Apung. Trtlbus XXXIII (386) : 37-38.

Hartus, T. 2008. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Edisi IX. Jakarta: Penerbit
Penebar Swadaya.

Hendra ,H.A., dan Agus Handoko. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Pak Tani
Hydrofarm. Jakarta: Agro Media, 2014.

Hirawan A., 2003. Hidroponik (Bercocok Tanam Tanpa Media Tanah). Bandung :
M2S Bandung.

Lingga, Pinus. 2002. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar


Swadaya. Depok.

Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)


Terhadap Suplai Senyawa Nitrogen dari Sumber Berbeda pada Sistem
Hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako, Palu.

Perwitasari, B., Mustika T., Catur W. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Nutrisi
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica chinensis)
Dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Agrovigor : 5 (1) : 14-25.

Prasasti.2014. Budidaya Tanaman Sawi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahma, P.P., Subandi, M., dan Mustari, E. 2015. Pengaruh Tingkat Ec (Electrical
Conductivity) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.)
Pada Sistem Instalasi Aeroponik Vertikal. Jurusan Agroteknologi Fakultas
Sains dan Teknologi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Jurnal Agro Vol.2
No. 1 : 50-55.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Selada. Kanisius, Yogyakarta.

Setiawan, A. 2014. Budidaya Tanaman pakcoy. IPB.Bogor.

Suhardiyanto, Herry. 2009. Teknologi Hidroponik untuk Budidaya Tanaman.


Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Suryani, R. 2015. Hidroponik Budidaya Tanaman Tanpa Tanah. Arcitra.


Yogyakarta.

Sutirman. 2011. Budidaya Tanaman Sayuran Sawi di Dataran Rendah.


Kabupaten Serang Provinsi Banten.

17
Sutiyoso, Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayur. Agro Media. Jakarta.

18
LAMPIRAN

1. Denah Percobaan

KETERANGAN
ULANGAN 1
ULANGAN 2
ULANGAN 3

V4 V4 V4 V5 V5 V5 V3 V3 V3
V4 V4 V4 V5 V5 V5 V3 V3 V3
V4 V4 V4 V5 V5 V5 V3 V3 V3
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V4 V4 V4
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V4 V4 V4
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V4 V4 V4
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V5 V5 V5
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V5 V5 V5
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V5 V5 V5
EC1

V5 V5 V5 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V5 V5 V5 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V5 V5 V5 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V3 V3 V3 V3 V3 V3 V2 V2 V2
V3 V3 V3 V3 V3 V3 V2 V2 V2
V3 V3 V3 V3 V3 V3 V2 V2 V2

19
V3 V3 V3 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V3 V3 V3 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V3 V3 V3 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V2 V2 V2 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V5 V5 V5 V3 V3 V3 V5 V5 V5
V5 V5 V5 V3 V3 V3 V5 V5 V5
V5 V5 V5 V3 V3 V3 V5 V5 V5
EC2

V4 V4 V4 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V4 V4 V4 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V4 V4 V4 V4 V4 V4 V1 V1 V1
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V2 V2 V2
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V2 V2 V2
V1 V1 V1 V2 V2 V2 V2 V2 V2

V3 V3 V3 V2 V2 V2 V1 V1 V1
V3 V3 V3 V2 V2 V2 V1 V1 V1
V3 V3 V3 V2 V2 V2 V1 V1 V1
V1 V1 V1 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V1 V1 V1 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V1 V1 V1 V1 V1 V1 V3 V3 V3
V2 V2 V2 V3 V3 V3 V5 V5 V5
V2 V2 V2 V3 V3 V3 V5 V5 V5
V2 V2 V2 V3 V3 V3 V5 V5 V5
EC3

V5 V5 V5 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V5 V5 V5 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V5 V5 V5 V5 V5 V5 V4 V4 V4
V4 V4 V4 V4 V4 V4 V2 V2 V2
V4 V4 V4 V4 V4 V4 V2 V2 V2
V4 V4 V4 V4 V4 V4 V2 V2 V2

20

Anda mungkin juga menyukai