Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia tergolong negara kepulauan dengan kekayaan alam berlimpah

yang miliki potensi sektor pariwisata tak ada habisnya. Oleh itulah alasan

mengapa pemerintah terus menata industri pariwisata dalam negeri lantaran

dapat menjadi sumber lumbung pendapatan negara yang besar dalam

menyumbang sisi devisa. Pengembangan pariwasata juga dilakukan sebagai

upaya untuk meningkatkan pendapatan sekaligus penggerak ekonomi daerah.

Melalui pariwisata pula maka ketimpangan ekonomi diharapkan makin

berkurang dan tiada lagi yang akan menjadi daerah tertinggal. Pemberdayaan

pariwisata juga harus melalui pemberdayaan masyarakat setempat sehubungan

sinergitas dengan potensi wisata yang dimilikinya sehingga hal ini dapat

meningkatkan pendapatan asli masyarakat setempat menjadi lebih sejahtera

dan berdaya dalam membangun daerahnya. Sektor pariwisata suatu daerah

dengan sendirinya akan maju bilamana daerah tersebut mampu

memberdayakan, menata, sekaligus mengembangkannya melalui sistem

manajemen pariwisata yang handal

Indonesia dengan keindahan alamnya juga dapat menjadi pemikat bagi

para pelancong domestik maupun mancanegara. Provinsi Sulawesi Tengah

sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga miliki latar wisata menarik yang

layak untuk dikunjungi wisatawan seperti halnya yang terdapat di Kabupaten

1
Banggai Kepulauan dengan jejeran pantai yang membentang panjang sehingga

layak dijadikan potensi wisata unggulan bagi daerah setempat.

Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai salah satu bagian kabupaten di

Provinsi Sulawesi Tengah tergolong menjadi salah satu kabupaten dengan

demografi besar dengan penduduk yang tersebar di 19 kecamatan, 6 kelurahan

dan 187 desa. Salah satu wisata yang belum banyak diketahui oleh masyarakat

luas terdapat di desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah. Pemerintah Desa

Patukuki dalam menggali potensi desanya kini sadar sehingga ikut

menggerakkan warga desa setempat untuk ikut serta dalam menyukseskan

program peduli wisata dari pemerintah desanya. Salah satu obyek wisata yang

dibidik dalam program pengembangan wisata setempat adalah tempat wisata

Lasa dengan panorama air terjun yang indah sehingga cocok digunakan

sebagai tempat camping. Sayangnya obyek wisata Lasa sendiri saat ini

diketahui masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas sehingga

pengunjung yang datang ke tempat tersebut belum begitu ramai. Padahal objek

wisata Lasa yang terdapat di Desa Patukuki baru-baru ini telah dimasukkan

sebagai salah satu dari dua puluh zona kawasan kreatif pariwisata oleh

Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan melalui Surat Keputusan Bupati

Nomor 105 Tahun 2021 Tentang Penetapan Zona Kawasan Kreatifitas di

Kabupaten Banggai Kepulauan.

Bilamana Pemerintahan Desa Patukuki serius mau mengembangkan

obyek wisata Lasa, tak pelak akan mendapat winfall efek determinan lanjutan

yang lebih besar dampaknya dari aspek pengelolaan dan pengembangan obyek

2
wisata tersebut secara berkelanjutan sehingga dapat menstimuli sisi

penambahan Pendapatan Asli Desa (PADes) bagi desa setempat lantaran pada

hakekatnya:

1) Pariwisata dapat berperan sebagai faktor pemicu bagi perkembangan

ekonomi nasional maupun internasional,

2) Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi,

akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya,

3) Perhatian khusus pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar benilai ekonomi,

4) Pemerataan kesejahteraan seiring adanya konsumsi wisatawan pada

sebuah destinasi,

5) Penghasil devisa,

6) Pemicu perdagangan internasional,

7) Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan profesi

pariwisata maupun lembaga yang khusus membentuk jiwa hospitaliti yang

handal dan santun,

8) Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka ragam produk dapat terus

berkembang (I Gusti Bagus Rai Utama, 2016:2).

Oleh itulah diperlukannya strategi komunikasi yang dapat mendukung

masyarakat desa Patukuki untuk mengenalkan sekaligus mensosialisasikan

tempat wisata Lasa ke masyarakat luas sehingga harapannya ke depan akan

makin banyak masyarakat berkunjung ke tempat wisata tersebut yang secara

tidak langsung dapat menggerakkan ekonomi warga sekitar sekaligus dapat

menyumbang Pendapatan Asli Desa (PADes). Kunci sukses utama dalam

3
memajukan sektor pariwisata desa secara berkelanjutan tak ada lain kecuali

harus fokus pada pengelolaan dan pemberdayaan ‘Pariwisata Berbasis

Komunitas’ atau Community Based Tourism (CBT).

Beberapa langkah strategi komunikasi yang telah diupayakan masyarakat

Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan

dalam mengelola obyek wisata Lasa di desanya melalui supervisi dari aparat

pemerintah desa setempat yakni pertama, dengan membangun kesadaran

sosial masyarakat setempat seoptimal mungkin dengan menjaga kelestarian

alam sekaligus mengelola obyek wisata Lasa sebaik mungkin sebagai upaya

untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan domestik yang berkunjung ke

lokasi wisata tersebut. Masyarakat sekitar dibantu oleh aparat Pemerintah Desa

Patukuki juga melakukan berbagai kegiatan sosialisasi seperti promosi di

semua piranti sosial media, bekerjasama dengan pihak instansi sekolah

maupun kantor daerah setempat untuk penyelenggaraan ecowisata baik bagi

pelajar, Kelompok Kerja Guru (KKG), Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah

(KKMI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), serta dengan

menggelar acara-acara rutin semisal untuk acara jambore pramuka, acara

gathering dengan komunitas pendaki gunung dan mahasiswa pecinta alam,

serta membuat pertunjukan seni kedaerahan dalam lingkup desa untuk target

utama edukasi bagi siswa sekolah agar lebih mengenal dengan alam

lingkungan sekitar.

Strategi komunikasi yang dilakukan masyarakat Desa Patukuki tentunya

bukan hanya agenda sementara saja, namun bersifat kontinyu demi menjaga

4
sustainabilitas dalam jangka panjang sehingga obyek wisata Lasa tersebut

dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas dan dengan sendirinya akan mampu

menambah jumlah retensi wisatawan yang akan berkunjung ke lokasi wisata

tersebut. Langkah strategis inipun takkan pernah bisa terlaksana baik bilamana

tak dibarengi dengan kesadaran masing-masing pihak baik masyarakat maupun

Pemdes setempat selaku stakeholder daerah wisata setempat.

Jenis media aktual yang dipakai oleh pemerintah desa setempat dalam hal

mempromosikan objek wisata Lasa di Desa Patukuki dilakukan melalui bauran

komunikasi (promotion mix) yang meliputi penggunaan media konvensional

seperti baliho, leaflet, promosi radio, dan iklan di media massa. Langkah

promosi objek wisata Lasa ke masyarakat umum juga dilakukan dengan

gunakan media komunikasi digital terkini dalam wujud kanal Youtube, ranah

media sosial seperti Facebook, TikTok dan Instagram, serta Web Blog untuk

website pariwisata dan forum blogger. Perpaduan kedua jenis media daring dan

luring tersebut dipilih lantaran miliki keunggulannya masing-masing, mampu

saling melengkapi satu sama lain, serta untuk mempercepat edukasi promosi ke

masyarakat secara luas dan cepat. Dengan begitu, objek wisata Lasa dapat

lebih dikenal oleh wisatawan domestik maupun luar daerah sehingga dapat

membawa peningkatan pendapatan bagi desa Patukuki dari waktu ke waktu.

Berdasarkan tinjauan uraian di atas, peneliti pun akhirnya tertarik untuk

mengadakan penelitian yang diberi judul ”Strategi Komunikasi Masyarakat

dalam Pengelolaan Wisata Lasa di Desa Patukuki Kecamatan Peling Tengah

Kabupaten Banggai Kepulauan”.


5
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian yang hendak diajukan peneliti yaitu

bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan masyarakat Desa Patukuki

dalam pengelolaan tempat Wisata Lasa di Desa Patukuki Kecamatan Peling

Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini sendiri untuk mengetahui strategi komunikasi yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Patukuki dalam pengelolaan tempat Wisata

Lasa di Desa Patukuki Kecamatan Peling Tengah Kabupaten Banggai

Kepulauan.

D. Manfaat Peneltian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan untuk studi

penelitian selanjutnya dan menambah referensi pengetahuan bagi

mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Luwuk

Banggai.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan sekaligus masukan bagi

Pemerintah Desa Patukuki juga Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan

dalam pengembangan tempat Wisata Lasa yang ada di Desa Patukuki.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

6
A. Tinjauan Pustaka

1. Strategi Komunikasi

a. Pengertian Strategi Komunikasi

Strategi adalah rencana umum yang dirancang untuk mencapai

tujuan tertentu atau serangkaian tujuan dalam konteks yang kompleks.

Strategi melibatkan pemilihan tindakan atau langkah-langkah yang akan

diambil untuk mencapai tujuan tersebut dan alokasi sumber daya yang

diperlukan. Secara umum, strategi merupakan pendekatan sistematis

yang melibatkan perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan

evaluasi keputusan-keputusan yang dibuat oleh individu atau organisasi.

Ditinjau secara etimologi, strategi adalah rencana yang disatukan,

menyeluruh dan terpadu, yang mengaitkan kekuatan yang dirancang

untuk memastikan bahwa tujuan utama suatu kegiatan dapat dicapai

melalui pelaksanaan yang tepat (Kennedy & Soemanegara, 2006:12).

Strategi menurut Yuswohady (2013) diartikan sebagai suatu

rencana terpadu dan komprehensif yang dirancang untuk mencapai

tujuan jangka panjang suatu organisasi dengan pelibatan aktif sumber

daya dan penggunaan kekuatan organisasi guna mengatasi tantangan

dan memanfaatkan peluang yang ada. Lebih lanjut dia menggariskan

bahwasannya strategi juga berfungsi sebagai panduan utama dalam

pengambilan putusan yang bertujuan untuk mencapai keunggulan

kompetitif dan mencapai visi perusahaan, sehingga diperlukan alokasi

7
sumber daya dan perencanaan langkah-langkah yang taktis dalam

mewujudkan tujuan organisasi tersebut. Strategi juga perlu

mempertimbangkan konteks eksternal dan internal perusahaan untuk

mengahdapi persaingan dan memanfaatkan peluang pasar.

Adapun pengertian komunikasi adalah proses pengiriman dan

penerimaan pesan atau informasi antara dua pihak atau lebih.

Komunikasi melibatkan penyampaian gagasan, pikiran, perasaan, atau

informasi melalui berbagai media, seperti lisan, tulisan atau nonverbal.

Tujuan komunikasi adalah untuk membangun pemahaman, mengirimkan

pesan, dan mempengaruhi perilaku penerima pesan. Komunikasi yang

efektif melibatkan penggunaan bahasa yang jelas, penyampaian yang

tepat, dan pemahaman yang akurat antara pihak-pihak yang terlibat.

Komunikasi merupakan proses sosial yang dilakukan oleh individu

dengan menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan

menginterpretasikan persamaan makna. Ketika komunikasi yang terjadi

belum miliki kesamaan makna secara dua arah, maka komunikasi yang

berjalan boleh dikatakan tidak efektif. Dengan kata lain, untuk

meningkatkan kehidupan bersama maka berkomunikasi dapat

menciptakan, memelihara hubungan baik melalui pertukaran informasi

untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya (Efrita, 2015).

Gazali mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses

peyampaian pesan dari si pengirim kepada si penerima pesan melalui

berbagai saluran media komunikasi baik lisan ataupun tertulis yang

8
bertujuan mengirimkan informasi, ide, gagasan ataupun emosi secara

eksplisit dan lugas (Gazali, 2011). Sementara Rakhmat (2005)

menjabakan pengertian komunikasi sebagai suatu langkah proses

interaksi simbolik yang melibatkan penyampaian dan penerimaan pesan

dari suatu individu atau kelompok melalui bauran kanal dan media

komunikasi guna memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian, berikut

respon yang diinginkan.

Sementara pengertian dari strategi komunikasi lebih merupakan

rencana yang meliputi metode, teknik, dan tata hubungan fungsional di

antara unsur-unsur serta faktor-faktor dari proses komunikasi yang akan

digunakan dalam kegiatan operasional sebagai upaya untuk mencapai

tujuan dan sasaran tertentu (Effendy, 2015:65).

Setangkat itu, berdasar tinjauan ilmu manajemen, strategi

komunikasi lebih dimaknai salah satu aspek penting yang memungkinkan

adanya proses akselerasi yang keberlanjutan suatu program

pembangunan khususnya segi pemasaran (Heris, 2016:1).

Strategi komunikasi sendiri juga merupakan suatu perencanaan

dalam penyampaian pesan melalui kombinasi berbagai unsur komunikasi

seperti frekuensi, formalitas, isi dan saluran komunikasi sehingga pesan

yang disampaikan mudah diterima dan dipahami serta dapat mengubah

sikap atau perilaku suatu individu atau kelompok orang sesuai dengan

tujuan komunikasi yang diharapkan. Strategi komunikasi merujuk pada

9
tata cara bagaimana komunikasi dalam paduan seluruh unsur dan faktor

yang terlibat guna mencapai tujuan tertentu (Effendy, 2015:65).

Berdasarkan uraian pendapat di atas, kiranya dapat disarikan

bahwa strategi komunikasi adalah suatu cara untuk mengatur

pelaksanaan sebuah proses komunikasi yang meliputi metode, teknik,

dan tata hubungan fungsional di antara unsur-unsur serta faktor-faktor

dari proses komunikasi yang akan digunakan dalam kegiatan operasional

sebagai upaya mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

b. Elemen Komunikasi

Unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi antara lain meliputi:

(Effendy, 2015:72)

1) Komunikator (Pengirim),

2) Message (Pesan),

3) Channel (Media), dan

4) Komunikan (Penerima).

Kurang lebih sama kaitan hal yang perlu diperhatikan dalam

membangun strategi komunikasi menurut Doembana dan Sisca (2022)

terletak pada aspek semiotika komunikasi dengan mengasumsikan

adanya lima indikator dalam komunikasi berupa: source, transmitter,

signal, channels, dan receiver.

Sementara itu, dari sisi komponen dan elemen pariwisata, peran

strategi komunikasi di sektor pariwisata sangat penting. Peran penting

10
komunikasi tidak hanya dalam pemasaran pariwisata, tetapi juga pada

semua komponen dan elemen pariwisata, termasuk komunikasi pribadi,

komunikasi massa, komunikasi persuasif dan aspek komunikasi lainnya.

Sebagai produk yang kompleks, dunia perjalanan perlu

mengkomunikasikan pemasaran pariwisata, destinasi dan sumber daya

kepada wisatawan dan semua pemangku kepentingan pariwisata,

termasuk pembentukan agen pariwisata (Bungin, 2015 dalam Wahyudi

dkk, 2022).

c. Tujuan dan Fungsi Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi sangat penting peranannya dalam pemasaran

pariwisata lantaran menjadi serangkaian aktivitas yang berkelanjutan dan

punyai sistematika hubungan, dilakukan secara taktis, memungkinkan

pemahaman terhadap khalayak sasaran, serta menentukan saluran

efektif dalam mengembangkannya. Fungsi dasar strategi komunikasi

bertujuan untuk menjaga dan mengembangkan citra suatu objek

pemasaran tertentu (Pratiwi, Dida dan Sjafirah, 2018).

Menurut Wayne, Brent, Peterson dan Dallas dalam buku

Techniques for Effective Communication (Uchjana, 2002:32), tujuan dari

strategi komunikasi:

1) To secure understanding

Strategi komunikasi bertujuan untuk memastikan terciptanya saling

pengertian dalam berkomunikasi dan untuk memberikan pengaruh

11
kepada komunikan melalui pesan-pesan yang disampaikan untuk

mencapai tujuan tertentu dari organisasi.

2) To establish acceptance

Strategi komunikasi disusun agar saling pengertian dan penerimaan

tersebut terus dibina dengan baik.

3) To motive action.

Strategi komunikasi memberikan dorongan, memotivasi perilaku.

Komunikasi selalu memberi pengertian yang diharapkan dapat

memengaruhi atau mengubah perilaku komunikan agar sesuai

dengan keinginan komunikator.

4) To reach the goals which the communicator sought to achieve.

Strategi komunikasi memberikan gambaran cara bagaimana

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pihak komunikator dari

proses komunikasi tersebut.

Adapun fungsi strategi komunikasi menurut Effendy (2015:78)

disebutkan miliki fungsi ganda berupa:

1) Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif,

persuasif dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk

memperoleh hasil yang optimal,

2) Menghubungkan organisasi atau masyarakat dengan faktor

lingkungan sekitar.

d. Langkah Membangun Strategi Komunikasi

12
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar

komunikator dapat menyampaikan isi pesan lalu komunikan mampu

berikan umpan balik yang konsisten dengan isi pesan tersebut.

Efektifitas komunikasi yang terjalin bertujuan untuk menyajikan sebuah

interpretasi atau pandangan mengenai komunikasi yang digunakan

dalam masyarakat (Selfi Arifin dan Ismawati Doembana, 2022).

Menurut Hermawan (2012:63), ada delapan langkah dalam

mengembangkan strategi komunikasi yang efektif di mana disebutkan

komunikator haruslah mampu:

1) Mengidentifikasi khalayak massa yang dituju,

2) Menentukan tujuan program komunikasi,

3) Merancang pesan yang efektif agar dapat menarik perhatian

(attention), mempertahankan daya tarik (interest), meningkatkan

keinginan (desire), dan menggerakan tindakan (action). Formulasi

pesan sendiri miliki empat masalah berupa:

a) Isi pesan: apa yang ingin dikatakan

b) Struktur pesan: bagaimana mengatakan secara logis

c) Format pesan: bagaimana mengatakan secara simbolis

d) Sumber pesan: siapa yang seharusya mengatakannya.

4) Memilih saluran komunikasi yang terdiri dari dua yaitu:

a) Saluran komunikasi personal secara langsung satu sama lain,

b) Saluran komunikasi non personal melalui media dan acara.

13
5) Menentukan total anggaran promosi melalui empat metode

berdasarkan kemampuan, metode presentase penjualan, metode

keseimbangan persaingan, metode tujuan dan tugas.

6) Membuat keputusan atas bauran promosi (promotion mix) seperti

iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas,

pemasaran langsung, dan event.

7) Mengukur hasil capaian

8) Mengelola dan mengoordinasikan proses komunikasi terintergrasi.

Perumusan langkah strategi komunikasi menurut Suprapto

(2009:8):

1) Mengenal khalayak disesuaikan dengan tingkat kebutuhan,

2) Menyusun pesan Unique Selling Proposition (USP)

Syarat utama mempengaruhi khalayak ialah mampu

membangkitkan perhatian. Hal ini sesuai dengan Attention to Action

Procedure (AA Procedure),

3) Menetapkan metode pencarian solusi praktis melalui cara

pelaksanaannya dan menurut bentuk isinya. Melalui cara

pelaksanaannya dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu

redundancy (repetition) dan canalizing. Sedang menurut bentuk

isinya melalui metode informatif, persuasif, deduktif dan kursif,

4) Seleksi penggunaan media,

5) Ukur hasil akhir atas hambatan dalam komunikasi.

14
2. Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat

Masyarakat secara etimologi dapat diartikan sebagai orang-orang

yang hidup bersama dab suatu wilayah tertentu demi membangun

peradaban yang menghasilkan kebudayaan (Selo Soemardjan, 2001:5).

Definisi masyarakat secara lengkap diungkapkan oleh Rusdiyanta

(2009:28) yang menjabarkan masyarakat sebagai kumpulan dari sekian

banyak individu kecil ataupun besar yang tersebar namun terikat oleh

satuan kebiasaan adat, tradisi ritus ataupun sikap hukum khas dalam

hidup bersama.

Masyarakat dalam arti luas berarti keseluruhan hubungan-

hubungan individu dalam hidup bersama yang tidak dibatasi oleh

lingkungan, bangsa dan sebagainya, atau dengan kata lain

kemajemukan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat.

Sementara masyarakat dalam arti sempit dapat diartikan sebagai

sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya

teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya (Soetomo, 2009:12).

Berangkat dari pendapat para tokoh di atas, kiranya dapat disarikan

bahwa pengertian masyarakat dapat dinyatakan sebagai suatu kelompok

15
individu yang mendiami suatu wilayah tertentu dan terikat oleh satuan

kebiasaan adat, tradisi ritus ataupun sikap hukum khas yang melingkupi

kehidupan komunal mereka di mana mereka terikat dengan norma-

norma kehidupan yang berlaku secara umum.

b. Ciri-Ciri Masyarakat

Ciri-ciri masyarakat menurut Selo Soemardjan (2001:8) disebutkan

sebagai berikut:

1) Adanya individu yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas

dua orang dalam lingkup keluarga;

2) Bergaul dan berinteraksi dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat

hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan

yang mengatur hubungan;

3) Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan;

4) Merupakan suatu sistem hidup bersama yang melahirkan kebudayaan

sebagai akibat interaksi normatif yang ada.

c. Fungsi Masyarakat

Setiap individu tentu miliki dan melibatkan perasaan, pikiran, serta

hasrat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hal inilah yang

kemudian menjadikan seorang manusia menjadi makhluk sosial yang

saling membutuhkan satu dengan lain. Adapun secara umum fungsi

masyarakat antara lain: (Soekanto, 2010:31)

1) Fungsi Integrasi

16
Fungsi interaksi ini meliputi koordinasi yang dibutuhkan oleh unit-unit

yang sudah menjadi bagian dari sebuah sistem sosial di mana sistem

sosial tersebut miliki keterkaitan dengan unit-unit yang berkontribusi

kepada organisasi dan fungsi-fungsinya secara keseluruhan.

2) Fungsi Adaptif

Fungsi ini menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem

sosial dengan sub sistem organisme perilaku berikut dengan dunia

fisiko organik. Hal ini secara umum menyangkut penyesuaian

masyarakat terhadap kondisi-kondisi tertentu dari lingkungan

hidupnya.

3) Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan mempunyai kaitan antara masyarakat dengan

subsistem kultural. Fungsi ini tetap mempertahankan prinsip-prinsip

tertinggi yang dimiliki oleh masyarakat sambil mempersiapkan dasar

dalam bertingkahlaku untuk menuju kenyataan yang lebih tinggi.

4) Fungsi Mencapai Tujuan

Fungsi untuk mencapai tujuan bersama berkenaan dengan mengatur

hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial melalui substansi

kepribadian yang mana fungsi tersebut tercermin ketika dalam

penyusunan suatu skala prioritas dari berbagai tujuan yang hendak

dicapai.

d. Klasifikasi Masyarakat

17
Klasifikasi golongan masyarakat terdiri atas dua hal berikut: (Jacob

dalam Soetrisno, 2000:185)

1) Masyarakat Modern

Masyarakat modern adalah masyarakat yang sudah tidak terikat

dengan adat istiadat lantaran dianggap dapat menghambat

kemajuan. Oleh itu, masyarakat modern lebih memilih mengadopsi

nilai-nilai baru yang lebih rasional dalam membawa kemajuan.

2) Masyarakat Tradisional

Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang masih terikat

dengan kebiasaan atau adat-istiadat turun temurun. Dengan kata

lain, kehidupan masyarakat tradisional belum dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya.

Salah satu yang membedakan masyarakat tradisional dengan

masyarakat modern adalah ketergantungan masyarakat tradisional

terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap

lingkungan alam.

3. Pengelolaan

a. Pengertian Pengeloaan

Pengertian Pengelolaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2010:567) didefenisikan sebagai berikut:

18
1) Proses, cara dan perbuatan;

2) Proses melakukan perbuatan tertentu dengan menggerakkan tenaga

orang lain;

3) Proses membantu merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi;

4) Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat

dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.

Terry (2009:16) menyebutkan pengelolaan (management) sebagai

suatu langkah proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-

sumber lainnya.

Senama dengan Suprapto (2009:28) yang juga mendefinisikan

pengelolaan atau manajemen sebagai suatu seni perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengontrolan

atas human and national resources (terutama human resources) untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.

Pengelolaan menurut Darsoprajitno (2002:34) justru lebih dimaknai

sebagai suatu usaha atau cara untuk memajukan serta mengembangkan

sesuatu yang sudah ada. Pada konteks pariwisata, maka pengelolaan

pariwisata dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan unsur-

unsur dan/atau elemen-elemen pariwisata menjadi lebih baik dari kondisi

sebelumnya dalam rangka memaksimalkan sisi manfaatnya. Alasan

19
mengelola pariwisata didasarkan pada kenyataan bahwa sektor

pariwisata adalah industri jasa terbesar di dunia saat ini menjadi isu

ekonomi, sosial, dan lingkungan yang menonjol dalam agenda kebijakan

berbagai negara.

Berdasarkan definisi arti pengelolaan dari para pakar di atas,

kiranya dapatlah disarikan bahwa pengelolaan atau manajemen dapat

dimaknai sebagai suatu langkah proses yang khas sehubungan seni

membuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, yang disertai

dengan pengawasan atas sumber daya manusia maupun sumber daya

alam yang dimiliki guna mencapai tujuan organisasi yang telah

ditentukan.

b. Fungsi Pengelolaan

Pengelolaan sendiri merupakan suatu proses kegiatan yang

meliputi keempat fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengawasan: (Terry, 2009:16)

1) Perencanaan (planning), adalah suatu pemeliharaan yang

berhubungan dengan waktu yang akan datang dalam

menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan

demi mencapai hasil yang dikehendaki.

2) Pengorganisasian (organizing), adalah penentuan, pengelompokan

dan pengaturan berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk

mencapai tujuan.

20
3) Pelaksanaan (actuating), adalah usaha agar setiap anggota

kelompok mengusahakan pencapaian tujuan dengan berpedoman

pada perencanaan dan usaha pengorganisasian.

4) Pengawasan (controlling), adalah proses penentuan apa yang

seharusnya diselesaikan melalui penilaian pelaksanaan bila perlu

melakukan tindakan korektif agar pelaksanaannya tetap sesuai

dengan rencana.

c. Prinsip Pengelolaan Pariwisata

Prinsip pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada pencapaian

tujuan-tujuan pembangunan secara berkelanjutan (Sustainable

Development Goals/SDGs) yang berorientasi pada tiga dimensi berikut:

Janusz dan Bajdor (2013:51)

1) Prinsip pembangunan ekonomi,

2) Prinsip pengembangan sosial masyarakat, dan

3) Prinsip pelestarian lingkungan.

21
Sumber: Janusz dan Bajdor (2013:51)

Sementara prinsip-prinsip ekonomi pembangunan pariwisata

sebagaimana dikemukakan Tegar dan Guring (2018:28) haruslah

mengacu pada aspek:

1) Efisiensi sumber daya alam,

2) Kelestarian alam,

3) Inklusifitas sosial dalam membangun banyak lapangan kerja dan

pengentasan kemiskinan,

4) Sistem siklus produksi yang berkelanjutan, seimbang dan berdaya,

5) Inovasi dan adaptasi ekologi terbuka (open ended).

4. Wisata

a. Pengertian Pariwisata

Pengertian pariwisata ditinjau secara etimologi berasal dari bahasa

Sansekerta “pari” yang berarti ‘seluruh atau semua’ dan “wisata” yang

berarti ‘perjalanan’. Pariwisata dengan demikian dapat dimaknai sebagai

perjalanan yang penuh atau lengkap, yaitu bepergian dari suatu tempat

22
tertentu ke satu atau beberapa tempat lain, singgah lalu tinggal beberapa

saat tanpa bermaksud untuk menetap, dan kemudian kembali lagi ke

tempat asal (Gamal, 2001:3; Soebagyo, 2010:70).

Sementara arti kata pariwisata dalam bahasa Inggris dibedakan

antara travel, tour, dan tourism. Kata travel artinya “perjalanan” yang

sepadan dengan kata wisata, sedang kata tour artinya “perjalanan

berkeliling” yang sepadan dengan kata pariwisata. Tambahan kata “ism”

di belakang kata “tour” merujuk pada faham atau fenomena yang

berkaitan dengan perjalanan yang dilakukan. Salah satu faham yang

dimaksudkan yaitu bahwa tujuan dari perjalanan adalah untuk kegiatan

rekreasi, dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk bekerja atau tinggal

menetap di tempat yang dituju (Soebagyo, 2010:71).

Coeper, et al. (1993:82) kemudian mendefinisikan pariwisata

sebagai “suatu rangkaian kegiatan berupa perjalanan sementara ke

tempat tujuan tertentu di luar rumah atau tempat kerja, tinggal sementara

di tempat tujuan dan menikmati fasilitas yang disediakan untuk

memenuhi kebutuhan wisatawan”.

Seiring adanya berbagai definisi pariwisata dengan berbagai

perspektif yang seringkali tumpang tindih sehingga menimbulkan

kerancuan makna yang membingungkan bagi upaya pengelolaannya.

Definisi operasional dalam hal ini sangat diperlukan agar pemaknaan

pariwisata dan kepariwisataan dapat diselenggarakan dan dikelola

dengan tepat sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya.

23
Sulit dibayangkan apabila pariwisata diselenggarakan dan dikelola

berdasarkan definisi yang berbeda-beda dan saling tumpang tindih. Di

era peradaban modern, definisi pariwisata ternyata telah berkembang

lebih luas dan progresif.

Pada praktiknya sendiri, akhirnya bermunculan jenis-jenis wisata

yang sebelumnya tidak dikenal secara umum atau pengertiannya masih

tumpang tindih seperti wisata bisnis, wisata medis, wisata sipiritual/religi,

wisata alam, ekowisata, wisata alam liar, wisata petualangan, wisata

alternatif, wisata halal, dan sebagainya.

Berkenaan dengan perkembangan itu, United Nation World Tourism

Organization (UNWTO) akhirnya merumuskan definisi pariwisata dengan

terjemahan bebas sebagai berikut (UNWTO, 2013):

“Pariwisata adalah aktifitas perjalanan dan tinggal seseorang atau

kelompok di luar tempat tinggal dan lingkungannya selama tidak lebih

dari satu tahun berurutan untuk berwisata, bisnis, atau tujuan lain dengan

tidak untuk bekerja di tempat yang dikunjunginya tersebut”.

Definisi operasional tentang pariwisata dan kepariwisataan yang

berlaku di Indonesia dapat ditinjau melalui definisi menurut Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan di mana

kepariwisataan didefinisikan sebagai berikut:

Pasal 1 ayat (1)

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

24
tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya

tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Pasal 1 ayat (2)

Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

Pasal 1 ayat (3)

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Pasal 1 ayat (4)

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara

wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

Pasal 1 ayat (7)

Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang

dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata.

Pasal 1 ayat (9)

Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling

terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

25
Pariwisata bagaimanapun nyatanya telah menjadi indutri terbesar

yang terus memperlihatkan pertumbuhan secara konsisten dari tahun ke

tahun. Pariwisata modern saat ini juga dipercepat oleh adanya proses

globalisasi dunia sehingga menyebabkan terjadinya interkoneksi antar

bidang, antar bangsa, dan antar individu yang hidup di dunia.

Perkembangan teknologi informasi juga mempercepat dinamika

globalisasi dunia, termasuk juga di dalam perkembangan dunia hiburan

rekreasi dan pariwisata (I Gusti Bagus Rai Utama, 2016:1).

Berdasarkan pelbagai definisi arti parisiwata di atas, kiranya dapat

peneliti simpulkan bahwasannya pariwisata dapat dimaknai sebagai

suatu aktifitas bepergian seseorang ataupun sekelompok orang ke luar

lingkungan tempat tinggalnya sementara waktu untuk tujuan berwisata,

bisnis, ataupun tujuan lainnya.

b. Tujuan Wisata

Menentukan tujuan adalah langkah awal dari suatu kegiatan

perencanaan agar sewaktu program kegiatan tersebut dilaksanakan bisa

berkesesuaian dengan yang diinginkan. Tujuan pariwisata menurut

Kesrul (2003:19) yaitu kegiatan yang sengaja dilakukan untuk tujuan:

1) Keinginan bersantai, bersuka ria, rileks (lepas dari rutinitas);

2) Keinginanan mencari suasana baru atau suasana lain;

3) Memenuhi rasa ingin tahu untuk menambah wawasan;

4) Keinginan berpetualang dan mencari pengalaman baru;

5) Mencari kepuasan dari yang sudah didapatkan.

26
Berangkat dari pendapat tersebut, dapatlah disimpulkan

bahwasanya tujuan dari pariwisata adalah untuk bersantai, mencari

suasana baru, memenuhi rasa ingin tahu, ingin berpetualang dan

mencari kepuasan.

c. Jenis-Jenis Wisata

Berikut ini adalah jenis-jenis wisata yang umum kita kenal, di

antaranya yaitu: (Smith dalam Kusumaningrum, 2009:16)

1) Wisata Argo Ragam, yaitu jenis pariwisata baru yang dikaitkan

dengan industri pertanian, misalnya wisata durian pada saat musim

durian atau wisata tani bernuansa pedesaan.

2) Wisata Belanja, yaitu jenis pariwisata yang dilatarbelakangi dengan

kekhasan produk unggulan barang yang ditawarkan seperti Bandung

dengan pusat oleh-oleh produk jins Cihampelas, Sidoarjo dengan

pusat Tas di Tanggulangin, dsb.

2) Wisata Budaya, yakni jenis wisata yang kental miliki keterkaitan

dengan ritual budaya yang sudah menjadi tradisi masyarakat

setempat yang seringnya digelar khusus saat ada pagelaran budaya

saat-saat tertentu seperti Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta,

Ngaben di Bali, Labuhan di Cilacap, pemakaman jenazah di Tanah

Toraja, dsb.

3) Wisata Iklim, yakni jenis wisata yang khusus dimiliki negara-negara

beriklim subtropik (empat musim) di mana pada saat musim-musim

tertentu suatu wilayah yang miliki kekhasan iklim biasanya akan

27
banyak dikunjungi oleh wisatawan seperti wisata sakura di Jepang

saat musim semi, wisata ski saat musim salju tiba di belahan Eropa,

dsb. Begitupun halnya dengan negara tropis seperti Indonesia yang

cocok untuk wisata dalam iklim cuaca yang hangat.

4) Wisata Karya, yaitu jenis wisata yang dilakukan dengan maksud

dinas ataupun tugas-tugas penting lainnya seperti

peninjauan/inspeksi daerah, pertemuan lembaga penting negara,dsb.

5) Wisata Kesehatan, yaitu jenis wisata yang berhubungan dengan

maksud berobat untuk penyembuhan suatu penyakit sehingga

memungkinkan pasien untuk tinggal cukup lama dalam suatu wilayah

negara tertentu.

6) Wisata Konvensi / Seminar, yakni jenis wisata yang dilakukan dalam

rangka menghadiri suatu perhelatan resmi secara khusus oleh suatu

negara penyelenggara seminar seperti Konferensi Tingkat Tinggi

ASEAN ataupun Konferensi Tingkat Tinggi G20.

7) Wisata Niaga, yaitu suatu agenda wisata untuk maksud melakukan

kegiatan perniagaan (usaha perdagangan). Wisatawan biasanya

datang karena ada urusan pemiagaan di tempat tersebut lantaran

adanya pusat belanja ataupun hub transportasi udara di sana.

8) Wisata Olahraga, yakni suatu agenda wisata yang memang sengaja

dilakukan untuk menghadiri perhelatan rangkaian pertandingan

olahraga resmi baik di tingkat lokal, regional maupun internasional

seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), pertandingan pertunjukan

28
kejuaraan individu, Asian/Sea Games, Olimpiade atau sekedar

pertandingan persahabatan.

9) Wisata Pelesir/Rekreasi, yakni suatu kegiatan wisata yang ditujukan

untuk berlibur, mencari suasana baru, menikmati keindahan alam,

melepaskan penat dai rutinitas harian (kesibukan kerja rutin).

10) Wisata Petualang, yakni suatu jenis wisata yang memang dijalankan

dalam rangka melatih fisik dan endurance demi menjaga kestabilan

tubuh.

11) Wisata Ziarah, yaitu jenis wisata yang dilakukan berkaitan dengan

tradisi agama ataupun budaya tertentu yang bersifat religi seperti

Waisak di kompleks Candi Borobudur Magelang, Menyepi di Pantai

Parangkusumo Yogyakarta, Ziarah makam Walisongo serta ziarah ke

makam pahlawan bangsa.

12) Perjalanan Darmawisata, yakni suatu kegiatan perjalanan beramai-

ramai untuk bersenang-senang, atau berkaitan dengan pelaksanaan

darma di luar ruangan atau melaksanakan pengabdian kepada

masyarakat di luar waktu kerja sehari-hari.

d. Efek Determinan Pengelolaan dan Pengembangan Wisata

Dunia pariwisata sudah semestinya menjadi prioritas utama dan

konsern serius bagi tiap pemerintah daerah untuk mengembangkannya

guna didapat stimulasi hasil sebagai berikut: (Pendit, 2006:105)

1) Pariwisata dapat berperan sebagai faktor pemicu bagi

perkembangan ekonomi nasional maupun internasional,

29
2) Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi,

transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya,

3) Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar

benilai ekonomi,

4) Pemerataan kesejahteraan yang diakibatkan adanya konsumsi

wisatawan pada sebuah destinasi,

5) Penghasil devisa,

6) Pemicu perdagangan internasional,

7) Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan

profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus membentuk jiwa

hospitaliti yang handal dan santun,

8) Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka ragam produk dapat

terus berkembang.

e. Keterkaitan Peraturan Desa dalam Pengelolaan Wisata

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui

pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan

memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan

alam serta kebutuhan manusia untuk berwisata.

Sebagai langkah teknis dalam menindaklanjuti amanah

pengimplementasian UU Keparwisataan tersebut, maka dikeluarkanlah

Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021

30
Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan sebagai regulasi

turunan dalam memberikan landasan hukum bagi penguatan tiap-tiap

pemerintah daerah hingga di tingkat pemerintahan desa untuk membuat

dan menentukan langkah strategi pengembangan dan pembangunan

objek wisata yang dimilikinya dengan berpedoman pada standarisasi

kepariwisataan sebagaimana yang telah dibuat oleh pemerintah pusat,

dalam hal ini oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

(Kemenparekraf) berupa Standarisasi Pariwisata 2.0 yang berlaku

seragam di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada tingkat pelaksanaan paling bawah di satuan terkecil unit desa,

aparatur pemerintahan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa seperti disebutkan pada Pasal 4 poin c dan d juga

diberikan legitimasi / keleluasaan secara otonom untuk mengatur rumah

tangganya sendiri dalam pengembangan potensi aset milik desa yang

mana salah satu cakupan pengelolaan aset milik desa tersebut

diwujudkan melalui pengembangan objek wisata lokal desa setempat

menurut nomenklatur yang telah diatur secara konkret dalam regulasi

yang mengaturnya. UU Desa inilah yang menjadi landasan hukum bagi

aparatur pemerintah tingkat desa untuk dapat mengupayakan

pengelolaan objek wisata milik desa secara mandiri.

Salah satu langkah krusial yang menjadi tantangan penting bagi

aparat pemerintah desa setempat adalah bagaimana tingkatan

kompetensi dan bentuk pendekatan mereka dalam mempromosikan

31
objek wisata desa setempat agar lebih dikenal oleh masyarakat secara

lebih luas. Terlebih menciptakan strategi komunikasi pariwisata melalui

promosi yang kuat secara konseptual dan operasional akan membuat

organisasi desa menjadi lebih siap menghadapi tantangan perubahan

(Falimu, dkk, 2022).

Desa yang telah mampu secara mandiri mengorganisasikan

pengembangan dan pembangunan objek wisata yang dimilikinya oleh

Sutaryono, dkk (2015) selanjutnya dapat disebut sebagai ‘Desa Wisata’

dengan terlebih dahulu harus memenuhi tiga syarat mutlak komponen

yang mesti dipenuhinya yakni: 1). Memiliki potensi wisata lokal, 2).

Adanya minat dan kesiapan masyarakat pada pengembangan destinasi

wisata lokal setempat, serta 3). Memiliki keunikan konsep desa wisata

(kekhasan kearifan lokal).

Sebagai upaya pemerintah dalam ikut memajukan pariwisata lokal

di tingkat desa, maka pemerintah juga mengupayakan program 5A yang

meliputi: Atraksi, Amenitas, Akomodasi, Aktivitas dan Aksesibilitas.

Dengan begitu, aset wisata milik desa dapat bertumbuh dan berkembang

ke arah sustainabilitas (berkelanjutan) sebagaimana yang diharapkan

(Bambang Sunaryo, 2013).

Pembangunan desa wisata tidak lagi sebatas bertujuan untuk

mendorong pertumbuhan jumlah kunjungan, namun kualitas kunjungan

menuju pembangunan pariwisata berkelanjutan dan kesejahteraan

32
masyarakat lokal. Adapun tujuan dari pemerintah menggalakkan program

‘Desa Wisata’ menurut Hadiwijoyo (2012) di antaranya untuk menjadikan

desa sebagai destinasi wisata yang dapat memadukan daya tarik wisata

alam dengan budaya lokal setempat, memperbanyak layanan fasilitas

umum pariwisata, serta aksesibilitas yang memadai dengan tata cara dan

tradisi kehidupan masyarakat desa. Output berikut outcome yang

dihasilkan nantinya maka desa wisata dengan sendirinya akan mampu

membangun kemandirian desa, meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan kesejahteraan bagi masyarakat desa, menghapus kemiskinan dan

mengatasi pengangguran, upaya pelestarian alam, lingkungan dan

sumber daya, serta dapat memajukan kebuadayaan hak intelektual

indogeneus desa.

Kemudian, sebagai langkah pemerintah untuk melakukan

pengembangan dan pengelolaan pariwisata di desa dalam hal ini

diupayakan melalui: 1). Mempercepat penyelesaian proyek infrastruktur

fisik dan non-fisik guna meningkatkan sisi akomodasi dan aksesibiitas

desa wisata, 2). Memperluas berbagai bentuk fasilitas dan

pengembangan atraksi wisata (event), 3). Menyusun standarisasi

prosedur manajemen pariwisata 2.0 sebagai pedoman teknis dalam

manajemen aktivitas pengelolaan objek wisata lokal desa, 4). Melakukan

tingkat koordinasi antar aparatur pemeritah dengan pihak swasta, serta

5). Pengaturan promosi dan mendorong investasi ke daerah wisata. Di

antara cara yang dapat ditempuh untuk mengaktualisasikan semua itu,

33
maka pemerintah mengupayakan lima langkah jitu antara lain: 1).

Perbaikan akses, infrastruktur dan fasilitas; 2). Menggandeng investor,

3). Pemilihan duta wisata, 4). Memanfaatkan promosi melalui internet,

serta 5). Membuat kanal saluran promosi khusus (Antara dan Arida,

2015).

B. Kerangka Berfikir

Efekifitas strategi komunikasi masyarakat desa memegang peranan

penting dan jadi faktor kunci pada tingkat keberhasilan aspek pengelolaan objek

wisata suatu daerah. Guna mencapai tujuan itu, maka perlu menyusun

formulasi strategi komunikasi masyarakat desa yang kompten dan handal

sehingga nantinya dapat membawa kemajuan sektor pariwisata setempat

menjadi lebih dikenal oleh khalayak umum.

Beberapa langkah penting dalam menyusun formulasi strategi komunikasi

masyarakat yang bermutu dalam pendapat Hermawan (2012:63) dan Suprapto

(2009:8) tentunya perlu diupayakan melalui jalan: 1). Disesuaikan dengan

tingkat kebutuhan masyarakat; 2). Menyusun pesan Unique Selling Proposition

(USP) sesuai AA Procedure; 3). Menetapkan metode pencarian solusi dalam

cara pelaksanaan maupun bentuk isinya; 4). Seleksi penggunaan media; 5).

Dilakukan pengukuran atas hasil capaian; serta 6). Perlunya mengelola dan

mengoordinasikan proses komunikasi yang terintergrasi (bauran komunikasi).

Efektifitas dalam membangun pola strategi komunikasi masyarakat yang

handal dalam praktiknya juga mesti mendukung pada tujuan akhir organisasi

dalam fungsi pegelolaan objek wisata agar lebih tepat guna, berhasil guna dan

34
membawa manfaat guna bagi pengembangan dan pembangunan objek wisata

lokal setempat tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) sehingga berdampak

pada peningkatan pendapatan asli desa yang mana hasilnya nanti dapat

dipergunakan untuk pembangunan desa demi tercapainya kesejahteraan

masyarakat desa di kemudian hari.

Berbicara mengenai cakupan aspek pengelolaan objek wisata lokal desa,

tentu tak bisa dilepaskan dari teori manajemen seperti dikemukakan oleh Terry

di dalam Fikhasari dan Aji (2019) yang mana untuk fungsi manajemen

pengelolaan suatu kegiatan organisasi setidaknya harus melalui urutan langkah

proses yang meliputi: 1. Planning (Perencanaan), 2. Organizing

(Pengorganisasian), 3. Actuating (Pelaksanaan), dan 4. Controlling

(Pengawasan). Bilamana keempat proses fungsi manajemen tersebut dapat

diaktualisasikan dan diakomodasi dengan baik oleh seluruh stakeholder (pihak

berkepentingan) organisasi, maka secara otomatis aspek pengelolaan suatu

kegiatan tersebut nantinya dapat berkembang dan berhasil dengan baik pula.

Pun begitu sebaliknya, bilamana dalam berjalannya proses fungsi manajemen

organisasi ternyata banyak temui hambatan (bottle neck) atas berbagai

permasalahan yang muncul, maka pihak terkait perlu segera mencarikan

solusinya secara tepat dan cepat agar dapat mendukung kelancaran aspek

pengeloaannya. Adapun infografis singkat kerangka berpikir penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:

35
Variabel X:
Strategi Komunikasi Masyarakat Desa Patukuki:
1. Analysis of Needs (Analisa Tingkat Kebutuhan)
2.
3. (Metode Pencarian Solusi)
4. Selection (Seleksi Media)
5. Measurement (Mengukur Hasil Performansi)
6. Communication Mix (Bauran Komunikasi)

(Hermawan 2012:63)

Variabel Y:
Pengelolaan Obyek Wisata Lasa Desa Patukuki:
1. Planning (Perencanaan Formulasi Strategi)
2. Organizing (Pengorganisasian Sumber Daya)
3. Actuating (Pelaksanaan Program)
4. Controlling (Pengawasan dan Reevaluasi)

(Terry 2019)

Desa Patukuki Kabupaten Banggai Kepulauan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat/objek diadakannya suatu

penelitian. Lokasi yang akan dilakukan penelitian bertempat di di Desa

Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan dalam durasi enam bulan dari Maret - Agustus

2023.

B. Metode Pengumpulan Data

Penulis gunakan tiga teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti

secara sadar dan sistematis dengan prosedur yang tepat.

Observasi menurut Arikunto (2013:133) diartikan sebagai suatu cara

pengumpulan data secara langsung di lapangan dengan melakukan

pemusatan perhatian suatu objek berbantukan seluruh alat indra. Observasi

37
juga dilaksanakan untuk mengetahui keadaan di lapangan yang sebenar-

benarnya berhubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

2. Kuesioner

Kuisioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan ataupun pernyataan tertulis

kepada sejumlah responden melalui angket berdasarkan indikator yang

telah disusun peneliti sebelumnya guna dijawab lalu dianalisa lebih lanjut

sebelum menjadi suatu narasi kesimpulan (Sugiyono, 2014:135).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden seperti yang

telah dilakukan oleh pakar psikologi dalam meneliti suatu perkembangan

objek melalui catatan pribadi.

Arikunto (2013:148) menjelaskan, dokumentasi merupakan metode

yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti

buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, serta catatan harian.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dokumen-dokumen

yang ada.

C. Jenis dan Sumber Data

Untuk mempermudah penelitian maka peneliti mengidentifikasi sumber

data penelitian menjadi dua bagian berikut:

1. Data primer

38
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung di lapangan dari sumber orang pertama atau bukan melalui media

perantara (Indiantoro dan Supomo, 2012:146). Data primer dalam penelitian

ini didapat dari hasil pengamatan langsung di tempat penelitian dan melalui

penyebaran angket.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh

peneliti secara tidak langsung baik yang didapat melalui media perantara

ataupun diperoleh dari catatan pihak lain (Indiantoro dan Supomo, 2012:147).

Penelitian ini mengambil data sekunder yang berasal dari buku, jurnal dan

berita daring di internet.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2014:40) menjelaskan populasi sebagai wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek/subjek yang punyai kuantitas serta

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lalu ditarik

menjadi kesimpulan. Populasi di sini bukan hanya meliputi orang, melainkan

juga termasuk benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan hanya

jumlah yang ada pada obyek/subyek, tetapi mencakup seluruh karakteristik

yang dimiliki subyek/obyek tersebut.

Moloeng (2014:120) menyatakan bahwa populasi merupakan totalitas

semua nilai menghitung ataupun mengukur kualitatif, dari karakteristik

mengenai sekelompok objek yang lengkap juga jelas yang ingin dipelajari

39
sifat-sifatnya. Arikunto (2013:108) juga mengatakan populasi merupakan

keseluruhan objek penelitian dalam wilayah sehingga disebut dengan

penelitian populatif. Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh

masyarakat desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai

Kepulauan, Sulawesi Tengah yang seluruhnya berjumlah kurang lebih 300

jiwa.

2. Sampel

Sugiyono (2014:73) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, adapun sampel yang

diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representative (mewakili).

Ukuran sampel merupakan banyaknya sampel yang akan diambil dari suatu

populasi.

Menurut Arikunto ( 2013:104 ), jika jumlah populasinya kurang dari 100

orang, maka jumlah sampelnya harus diambil seluruhnya, tetapi jika

populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil keterwakilan

sebanyak 10-15% atau 20-25% dari jumlah populasinya. Adapun rumus

yang digunakan untuk menentukan besaran jumlah sampel diambil dari

Slovin sebagai berikut:


2
N . e +1
N=
N
2
300.10
N=
300
2
300.0 , 1
N=
300

40
300.0 ,01
N=
300

300
N=
4

N = 75

Berdasarkan hasil penghitungan rumus Slovin dalam memperoleh

jumlah keterwakilan sampel, maka peneliti mengambil sejumlah 75

responden yang dipilih secara acak.

E. Metode Pembobotan

Proses metode pembobotan nilai angket dilakukan guna mengklarifikasi

data yang telah terkumpul secara lebih rinci, sistematis, dan menggunakan

teknik persentase yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2014:108), skala yang

digunakan untuk mengukur tiap indikator adalah dengan menggunakan skala

likert melalui pembobotan skor nilai pada tiap kategorinya. Setiap jawaban dari

responden ditetapkan nilai dan skornya berdasarkan hasil kuisioner yang masuk

dengan gunakan skala Likert sebagai berikut:

a. Jawaban Sangat Setuju = 5

b. Jawaban Setuju = 4

c. Jawaban Ragu – Ragu = 3

d. Jawaban Kurang Setuju = 2

e. Jawaban Sangat Tidak Setuju = 1

F. Teknik Analisis Data

41
Teknik analisis data gunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

penskoran sebagai berikut: (Arikunto dan Cepi, 2010:75)

P = f/N x 100%

Keterangan:

P : Presentase Skor

f : Jumlah skor yang diperoleh

N : Jumlah skor maksimum

Jumlah responden meliputi 75 warga desa Patukuki, Kecamatan Peling

Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah selaku pihak

pengelola obyek wisata Lasa dan yang melakukan strategi komunikasi dalam

mengenalkan obyek wisata tersebut kepada wisatawan melalui penilaian skala

pengukuran terbesar adalah 5, sedangkan skala pengukuran terkecil adalah 1

sehingga diperoleh jumlah kumulatif terbesar sejumlah 75×5 = 375, dan jumlah

kumulatif terkecil sebesar 75×1 = 75. Adapun nilai persentase terkecil adalah

(75:375)×100% = 20% dengan rentang nilai 100% - 20% = 80% yang mana jika

dibagi 5 kategori skor maka didapat nilai interval pesentase sebesar 16%.

Tabel 3.1 Kategori Interpretasi Skor

Persentase Kategori Skor

20% - 35,99% Sangat Tidak

36% - 51,99% Tidak


Baik Baik

52% - 67,99% Kurang Baik

68% - 83,99% Baik

84% - 100% Sangat Baik

42
G. Definisi Operasional

Arikunto (2013:94) menyebutkan, variabel sebagai suatu gejala yang

variatif di mana dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti yang

meliputi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) adalah

“Strategi Komunikasi Masyarakat Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah,

Kabupaten Banggai Kepulauan” dan variabel terikat (Y) yaitu “Pengelolaan

Obyek Wisata Lasa di Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten

Banggai Kepulauan”. Perihal indikator kedua variabel dijabarkan berikut:

1. Strategi Komunikasi Masyarakat (X)

Strategi komunikasi adalah suatu cara untuk mengatur pelaksanaan

sebuah proses komunikasi yang meliputi metode, teknik, dan tata hubungan

fungsional di antara unsur-unsur serta faktor-faktor dari proses komunikasi

yang akan digunakan dalam kegiatan operasional sebagai upaya mencapai

tujuan dan sasaran tertentu (Effendy, 2015:65).

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel X ‘Strategi Komunikasi Masyarakat’

Variabel Indikator Jumlah Nomor


Butir Item

Strategi Sesuai tingkat kebutuhan 2 9, 3


Komunikasi
Menyusun pesan Unique Selling
Masyarakat 2 12, 1
Proposition (USP) sesuai AA Procedure

Menetapkan metode pencarian solusi


dalam cara pelaksanaan maupun bentuk 2 11, 2
isinya

Seleksi penggunaan media 2 8, 4

43
Ukur hasil capaian akhir 2 7, 5

Mengelola dan mengoordinasikan proses


komunikasi terintergrasi (bauran 2 10, 6
komunikasi).

Total 12 12

Sumber: (Hermawan, 2012:63) dan (Suprapto, 2009:8).

2. Pengelolaan Obyek Wisata Lasa (Y)

Pengelolaan dapat dimaknai sebagai suatu langkah proses yang khas

sehubungan seni membuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

yang disertai dengan pengawasan atas sumber daya manusia maupun

sumber daya alam yang dimiliki guna mencapai tujuan organisasi yang

telah ditentukan (Suprapto, 2009:28).

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Y ‘Pengelolaan Obyek Wisata Lasa’

Jumlah
Variabel Indikator Nomor Item
Butir

Perencanaan 3 3, 7, 12

Pengelolaan Pengorganisasian 3 1, 4, 6
Obyek Wisata
Lasa Pelaksanaan 3 2, 8, 10

Pengawasan 3 5, 9, 11

Total 12 12

Sumber: (Terry, 2009:43).

H. Jadwal Penelitian dan Anggaran

44
Dalam setiap penelitian, dibutuhkan jadwal kegiatan penelitian sebagai

pedoman bagi peneliti untuk melaksanakan penelitiannya.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Deskripsi Singkat Objek Penelitian

Desa Patukuki dengan kode wilayah administrasi 72.07.16.2001 merupakan

salah satu dari sebelas desa sekaligus ibukota dari kecamatan Peling Tengah,

Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Kesebelas desa yang terdapat di

Kecamatan Peling Tengah memiliki cluster andalan di bidang perkebunan dengan

mayoritas penghasil utama cengkeh verietas si putih dan Zanzibar di Sulawesi

Tengah, demikian halnya dengan Desa Patukuki. Tak hanya cengkeh yang menjadi

komoditas andalan desa, sejumlah potensi objek wisata pun banyak di jumpai di

desa patukuki mulai dari objek Wisata Lasa, Leng Bola Patukuki,Teluk Pantai Kerikil

sejumlah pantai yang menghampar disisi tapal batas desa.

45
Objek Wisata Lasa merupakan salah satu objek wisata air terjun yang

sedang di kembangkan. Seiring berbagai keunggulan komparatif maupun kompetitif

akan sejumlah potensi objek wisata yang ada. Masyarakat desa pada akhirnya

bergerak cepat dalam menyusun formulasi strategi komunikasi dalam aspek

pengelolaan objek wisata desa. Yang nantinya Pemerintah dengan masyarakat

setempat bergerak secara menunggal dalam partisipasi maupun promosi objek

wisata Lasa kepada khalayak umum sehingga akan lebih di kenal luas oleh para

wisatawan.

1. Sejarah Singkat Desa Patukuki

Penamaan “Desa Patukuki” berasal dari nama dua orang suami istri,

yang bernama patuku dan tuki yang memberi makan dua ekor ayam (manuk)

jantan dan betina dari Raja banggai yang berarti Batukuki. Pada zaman

penjajahan belanda masuk seorang yang bernama Daguguh Sapiah, nama

aslinya adalah Salfiullah dan membentuk pemerintahannya dengan julukan

basalo yang berasal dari palabatu.

Asal terbentuknya Basalo Patukuki, setelah terbentuknya Basalo

Sangkap dari Banggai yakni Basalo Monsongan, Basalo Gonggong, Basalo

Dodung, Basalo Boneka, dan yang memegang Basalo pertama adalah

Sampanga yang tidak diketahui namanya. Dan kepemerintahan sampai akhir

hayatnya dilanjutkan oleh keturunannya setelah di pegang oleh Basalo

46
Ngokio.

2. Pemimpin Desa Patukuki

Adapun susunan Kepemerintahan Desa Patukuki dari tahun ke tahun,

mulai dari pemimpin pertama hingga sekarang adalah sebagai berikut :

No Nama Kepala Desa Masa Menjabat


.

1 Basalo Kokobe Yambata 1930

2 Basalo Badu 1930 - 1931

3 Basalo Hi. Husen Malingong 1933 - 1955

4 Basalo Kasim Samat 1955 - 1957

5 Basalo Hi. Husen Malingong 1957 - 1964

6 Basalo Usman Alabia 1964 - 1968

7 Basalo Hilal Sugala 1968 - 1972

8 Basalo Hasan Tamindong 1972 - 1974

9 Basalo A.G Yambata 1974 - 1995

47
10 Basalo Hasairin Amir Suluon 1995 - 2003

11 Basalo Hi. Marwanto Malingong 2003 - 2009

12 Hapit Yalibuka 2009 - 2016

13 Masrul Hi.R. Asuku 2016 sampai sekarang

3. Visi Misi Desa Patukuki

Mewujudkan Desa Patukuki yang bermartabat, maju, mandiri dan

sejahtera secara merata dengan dukungan sumber daya manusia yang

berkualitas berakhlak mulia dan berkarakter terpuji melalui

pembangunan dibidang Pemerintahan, Pembangunan Infrastruktuk

Pemberdayaan Masyarakat, serta Pendidikan, Agama, Kesehatan dan

Sosial Budaya.

4. Keadaan Geografis Desa Patukuki

 Ditinjau secara geografis, Desa Patukuki terbilang cukup strategis

serta mudah di jangkau aksebilitasnya meskipun jaraknya

lumayan cukup jauh (kurang lebih 30 km) kearah Tenggara dari

Kota Salakan. Untuk mencapai Desa Patukuki kita bias

mengendarai roda dua ataupun roda empat. Desa Patukuki

sendiri memiliki luas wilayah 140 km2. Secara topografi wilayah,

Desa Patukuki terbilang unik karena berbatasan langsung

dengan gunung dan lautan.

 Batas Wilayah :

48
a. Sebelah Utara : KoyoBunga

b. Sebelah Selatan : Tombos

c. Sebelah Timur : Alakasing

d. Sebelah Barat : Selat Peling

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

49
A. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk menelaah strategi komunikasi yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Patukuki dalam pengelolaan objek Wisata

Lasa di Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai

Kepulauan, Sulawesi Tengah.

Mengingat jumlah KK di Desa Patukuki seluruhnya berjumlah 300, maka

teknik pengambilan sampel penelitiannya dilakukan dengan menggunakan

rumus Slovin sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 75 responden di

mana nantinya oleh peneliti akan dijadikan sebagai subjek penelitian yang

meliputi semua kepala keluarga baik itu ayah ataupun ibu yang berdomisili di

Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan,

Sulawesi Tengah.

Teknik pengumpulan data yang utama dilakukan menggunakan

kuesioner sebelum hasilnya ditabulasikan dan disajikan secara deskriptif

sebagai hasil analisis penelitiannya. Instrumen dan bentuk kuesioner yang

dibagikan kepada sejumlah responden tersaji lengkap dalam halaman

lampiran dengan gambaran subjek penelitian sebagai berikut:

1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Merunut pada rekapitulasi responden berdasarkan klasifikasi gender,

didapat data sebanyak 32 responden berjenis kelamin laki-laki dengan

prosentase sebesar 42,7% dan sisanya 43 responden lagi berjenis kelamin

perempuan dengan prosentase sebesar 57,3% sekaligus yang paling

50
dominan di antara sampel yang ada.

Tabel 4.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis
Kelamin Jumlah %
Laki-Laki 32 42.7
Perempuan 43 57.3
Total 75 100

2. Deskripsi Responden Menurut Usia

Merujuk pada konfigurasi responden penelitian berkenaan dengan usia,

diketahui terdapat 36 responden atau 48% yang berusia antara 25-30 tahun,

17 responden atau 22,7% yang berusia antara 31-35 tahun, 11 responden

atau 14,7% yang berusia antara 36-40 tahun, 7 responden atau 9,3% yang

berusia antara 41-50 tahun serta hanya 4 responden saja atau 5,3% yang

berusia di kisaran 51 tahun ke atas.

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Menurut Usia

Usia Jumlah %
25 tahun - 30
tahun 36 48.0
31 tahun - 35
tahun 17 22.7
36 tahun - 40
tahun 11 14.7
41 tahun - 50
tahun 7 9.3
51 tahun ke atas 4 5.3
Total 75 100

51
Berdasarkan infotabel 4.2 di atas, dapat diketahui secara pasti

bahwasanya konfigurasi responden yang dijadikan sampel dalam penelitian

ini paling dominan diisi oleh kepala keluarga yang masih tergolong berusia

muda dengan kisaran umur antara 25-30 tahun. Data tersebut juga

mengindikasikan bahwasannya demografi penduduk di Desa Patukuki

sebagian besar didominasi oleh orang tua yang lahir di era milenial dengan

nisbah rasio yang begitu dominan dibanding generasi tuanya. Generasi

milenial berarti menandakan bahwa secara rerata usia penduduk yang ada di

desa tersebut masih didominasi kategori penduduk yang masuk usia

produktif. Ini tentu menjadi sinyalemen bagus untuk dijadikan sebagai faktor

prediksi akan pertumbuhan desa ke depan yang masih menjanjikan.

3. Deskripsi Responden Berdasarkan Golongan Pekerjaan

Rekapitulasi responden berdasarkan golongan pekerjaan dapat

ditelusuri sejumlah 10 responden yang berprofesi sebagai petani dengan

prosentase sebesar 13,3% dari seluruh sampel yang diteliti, 11 responden

lainnya berprofesi sebagai nelayan dengan prosentase sebesar 14,7%,

terdapat 35 responden yang berprofesi sebagai karyawan pabrik industri

pengolahan dengan prosentase sebesar 46,7% dan sekaligus yang paling

dominan di antara golongan pekerjaan yang lain, sementara 19 responden

sisanya bekerja sebagai pedagang atau UMKM dengan jumlah prosentase

sebesar 25,3%.

52
Tabel 4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Golongan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah %
Petani 10 13.3
Nelayan 11 14.7
Industri Pengolahan
(Pabrik) 35 46.7
Pedagang 19 25.3
Total 75 100

Berdasarkan infotabel 4.3 di atas, dapat dijelaskan bahwa responden

yang berprofesi sebagai karyawan pabrik di industri pengolahan merupakan

golongan pekerjaan responden yang paling dominan di antara seluruh

kategori responden yang terlibat dalam penelitian ini dengan tingkat

keterisian sampel sebanyak 35 responden. Data tersebut sekaligus

membuktikan kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Patukuki,

Kecamatan Peling Tengah mayoritas bekerja sebagai karyawan pabrik di

industri pengolahan setempat.

4. Sebaran Responden Tautan Pendidikan Terakhir (Tamatan)

Ditilik dari sebaran responden berdasarkan tautan riwayat pendidikan

terakhir yang telah ditempuh, maka terdapat 1 responden yang tidak

bersekolah, 9 responden atau 12% yang berkategori lulusan pendidikan

dasar, 8 responden atau 10,7% yang hanya lulus di bangku sekolah

53
menengah pertama, 28 responden di antaranya merupakan lulusan

pendidikan menengah atas atau yang sederajat dengan rasio 37,3% dan

merupakan yang terbesar angkanya, 17 responden atau 22,7% merupakan

lulusan diploma 1-4, 11 di antaranya merupakan lulusan sarjana (S1), serta

sisanya hanya 1 responden saja yang merupakan lulusan pasca sarjana

(S2).

Tabel 4.4 Sebaran Responden Tautan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Jumlah %

Tidak Sekolah 1 1.3

Pendidikan Dasar 9 12.0

Pendidikan Menengah
Pertama 8 10.7

Pendidikan Menengah Atas 28 37.3

Diploma (DIII/DIV) 17 22.7

Sarjana (S1) 11 14.7

Pasca Sarjana (S2) 1 1.3

Total 75 100

Berdasarkan infotabel 4.4 di atas, dapat diketahui secara pasti

bahwasanya sebaran responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini

paling dominan merupakan lulusan pendidikan menengah tingkat atas atau

yang sederajat dengan prosentase tingkat keterisian hingga mencapai 60%

dari seluruh sampel yang ada. Data tersebut sekaligus membuktikan bahwa

secara rerata angka IKM untuk tingkat lulusan pendidikan masyarakat di

54
Desa Patukuki didominasi masyarakat dengan tingkat pendidikan sedang

(pendidikan tingkat menengah atas) dan pendidikan tinggi menengah

(diploma dan sarjana).

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini gunakan dua variabel ‘Strategi Komunikasi Masyarakat

Desa’ dan ‘Pengelolaan Objek Wisata Lasa’ melalui teknik pengumpulan data

gunakan kuesioner untuk mengetahui ukuran/besaran data kuantitatif masing-

masing variabel yang dihasilkan oleh peneliti lalu data kuantitatif tersebut

dinarasikan secara deskriptif menurut hasil tabulasi data kuesioner yang

berhasil dihimpun dari para responden.

1. Data Kuantitatif Analisis Deskriptif

a. Deksripsi Data Strategi Komunikasi Masyarakat Desa

Berdasarkan hasil rekapitulasi tabulasi data kuesioner dengan

gunakan skala likert, hasil analisis data deskriptif statistik untuk jumlah

responden sebanyak 75 diketahui nilai rerata (mean) yang dihasilkan

adalah 46,56, nilai tengah (median) sebesar 49 dengan nilai paling banyak

muncul (modus) yaitu 50, standard deviasi sebesar 6,13638 serta jumlah

total nilai keseluruhan sebesar 3492. Adapun untuk nilai terendah

(minimal) adalah 28 dan nilai tertinggi (maksimal) adalah 57 sehingga

diketahui range (jarak) atau selisih antara nilai tertinggi dan terendahnya

yaitu 29 seperti yang tersaji berikut:

Tabel 4.5 Data Deskriptif Strategi Komunikasi Masyarakat Desa

55
Statistics
Strategi_Komunikasi_Masya
rakat
N Valid 75
Missing 0
Mean 46.5600
Median 49.0000
Mode 50.00a
Std. Deviation 6.13638
Range 29.00
Minimum 28.00
Maximum 57.00
Sum 3492.00
Sumber: Olahan Data2023

Tabel 4.6 Sebaran Data Rentang Nilai Strategi Komunikasi Masyarakat Desa

Rentang Nilai Frekuensi Persentase

01 – 12 0 0

13 – 24 0 0

25 – 36 6 8

37 – 48 29 38,67

49 – 60 40 53,33

Total 75 100

56
Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana ditunjukkan pada tabel

4.6 di atas, diketahui tidak ada responden yang mendapatkan nilai di

rentang nilai antara 01-12 dan 13-24. Adapun responden yang

mendapatkan rentang nilai antara 25-36 terdapat sebanyak 6 responden

atau 8% dari jumlah total sampel yang dilibatkan. Jumlah responden yang

miliki rentang nilai 37-48 terdapat sebanyak 29 responden atau 38,67%

dari seluruh responden yang diteliti. Sementara responden yang

mendapatkan rentang nilai antara 49-60 terdapat sebanyak 40 responden

atau 53,33% dari jumlah total sampel yang diteliti.

Data di atas menunjukkan bahwa secara rerata strategi komunikasi

masyarakat desa yang berlangsung di Desa Patukuki, Kecamatan Peling

Tengah dapat dikategorikan ‘Memadai’ lantaran perolehan nilai rerata

(mean) yang dihasilkan dari keseluruhan nilai responden adalah 46,56

yang berada pada rentang rerata nilai antara 37-48. Ini berarti strategi

komunikasi yang telah berjalan di masyarakat desa Patukuki selama ini

sudah tergolong dalam kategori baik sehingga perlu untuk terus

dipertahankan lebih-lebih ditingkatkan agar seluruh komponen masyarakat

di desa tersebut tetap memiliki kesadaran dan rasa memiliki (sense of

belonging) yang tinggi terhadap kelestarian dan pengembangan objek

wisata desa yang dimilikinya. Pola aktif komunikasi masyarakat desa yang

baik dalam pengembangan wisata lokal setempat secara langsung

maupun tidak langsung juga akan dapat semakin cepat memajukan

57
potensi wisata desa yang ada menjadi lebih cepat dikenal oleh khalayak

umum.

Tabel 4.7 Hasil Interpretasi Kategori Nilai Responden

Rerata
Kategori Keterangan
Nilai

01 – 12 Sangat Kurang perlu pembenahan/perbaikan


Memadai menyeluruh

13 – 24 Kurang Memadai perlu pembenahan secara


maksimal

25 – 36 Cukup Memadai perlu reevaluasi sumber kelemahan

37 – 48 Memadai (Baik) hanya perlu pembenahan yang


masih kurang

49 – 60 Sangat Memadai perlu terus dipertahankan


(Sangat Baik)

b. Deksripsi Data Tingkat Pengelolaan Objek Wisata Lasa

Berdasarkan hasil analisis data deskriptif statistik untuk jumlah

responden sebanyak 75 diketahui nilai rerata (mean) yang dihasilkan

adalah 48,4933, nilai tengah (median) sebesar 50 dengan nilai paling

banyak muncul (modus) yaitu 50, standard deviasi sebesar 6,07025 serta

jumlah total nilai keseluruhan sebesar 3637. Adapun untuk nilai terendah

(minimal) adalah 18 dan nilai tertinggi (maksimal) adalah 60 sehingga

diketahui range (jarak) atau selisih antara nilai tertinggi dan terendahnya

yaitu 42 seperti yang tersaji berikut:

58
Tabel 4.8 Data Deskriptif Tingkat Pengelolaan Objek Wisata Lasa

Statistics
Pengelolaan_Objek_Wisata
N Valid 75
Missing 0
Mean 48.4933
Median 50.0000
Mode 50.00
Std. Deviation 6.07025
Range 42.00
Minimum 18.00
Maximum 60.00
Sum 3637.00
Sumber: Olahan Data 2023

Tabel 4.9 Sebaran Data Rentang Nilai Pengelolaan Objek Wisata Lasa

Rentang Nilai Frekuensi Persentase

01 – 12 0 0

13 – 24 1 1,33

25 – 36 1 1,33

37 – 48 27 36

49 – 60 46 61,33

Total 75 100

Berdasarkan hasil tabulasi data sebagaimana ditunjukkan pada tabel

4.9 di atas, diketahui tidak ada responden yang mendapatkan nilai di

59
rentang nilai antara 01-12. Adapun responden yang mendapatkan rentang

nilai antara 13-24 dan 25-36 masing-masing terdapat sebanyak 1

responden atau 1,33% dari jumlah total sampel yang dilibatkan. Jumlah

responden yang miliki rentang nilai 37-48 terdapat sebanyak 27 responden

atau 36% dari seluruh responden yang diteliti. Sementara responden yang

miliki rentang nilai antara 49-60 terdapat sebanyak 46 responden atau

61,33%. Infografis sebaran data rentang nilai di atas dapat ditunjukkan

sebagai berikut:

Data di atas menunjukkan bahwa secara rerata tingkat pengelolaan

objek wisata Lasa yang telah diupayakan oleh aparat Pemerintah Desa

Patukuki bersama seluruh unsur masyarakat desa setempat secara umum

dikategorikan ‘Sangat Baik’ lantaran perolehan nilai rerata (mean) yang

dihasilkan dari keseluruhan nilai responden adalah 48,4933 atau sebesar

49 yang berada pada rentang rerata nilai antara 49-60. Ini berarti tingkat

pengelolaan objek wisata Lasa di Desa Patukuki yang berlangsung

selama ini sudah terhitung teramat baik sehingga bilamana hal ini dapat

terus dipertahankan dan ditingkatkan performanya, bukan tak mungkin

akan membawa kemajuan yang sangat berarti bagi perkembangan dan

kemajuan objek wisata Lasa di kemudian hari.

Aparat pemerintah desa setempat berdasarkan hasil temuan ini

diharapkan juga dapat terus melakukan berbagai langkah inovasi dalam

pengembangan dan pembangunan objek wisata Lasa agar variasi pesona

wisata yang disajikan kepada masyarakat luas dapat lebih variatif dan

60
beraneka ragam. Pengembangan juga dapat diupayakan lebih pada

penambahan unsur edukasi lingkungan bagi masyarakat sekitar sehingga

objek wisata tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai lingkungan

pembelajaran yang bermakna sepanjang hayat bagi pelajar ataupun bagi

masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan alam sebagai salah

satu aset penting milik desa. Bentuk pendekatan komunikasi yang tepat

yang disertai dengan pengaplikasian bauran media komunikasi terkini baik

daring maupun luring secara pasti akan mampu membangun kohesi serta

koherensi akan persepsi masyarakat luas untuk lebih peduli dalam

menjaga kelestarian lingkungan alamnya di samping sebagai sumber

pendapatan bagi desa yang bersangkutan.

Tabel 4.10 Hasil Interpretasi Kategori Nilai Responden


Rerata
Kategori Keterangan
Nilai

01 – 12 Sangat Kurang Memadai perlu pembenahan/perbaikan


menyeluruh

13 – 24 Kurang Memadai perlu pembenahan secara


maksimal

25 – 36 Cukup Memadai perlu reevaluasi sumber kelemahan

37 – 48 Memadai (Baik) hanya perlu pembenahan yang


masih kurang

49 – 60 Sangat Memadai perlu terus dipertahankan


(Sangat Baik)

61
2. Hasil Analisis Dimensi Variabel

Penelusuran data strategi komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat

Desa Patukuki dalam pengelolaan objek Wisata Lasa di Desa Patukuki,

Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi

Tengah, berdasarkan klasifikasi dimensi yang dibangun dalam instrumen

penelitian dapat ditelusuri melalui aspek-aspek berikut:

a. Strategi Komunikasi Masyarakat Desa

Distribusi data variabel strategi komunikasi masyarakat Desa

Patukuki pada penelitian ini dibangun melalui enam indikator berikut:

1) Tingkat Kebutuhan

Dimensi Tingkat Kebutuhan lebih mengarah pada

pengidentifikasian khalayak massa yang hendak dijadikan sebagai

target pemasaran beserta tujuan yang hendak dicapai sesuai visi misi

seperti tercantum dalam Renstra (Rencana Strategik) Desa Patukuki

dengan distribusi data sebagai berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Data Dimensi Tingkat Kebutuhan

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 10 50 13.3

2. Setuju 4 45 180 60.0

3. Ragu-Ragu 3 18 54 24.0

62
4. Tidak Setuju 2 2 4 2.7

5. Sangat Tidak 1
0.00
Setuju 0 0

Jumlah 75 288 100

Prosentase Jawaban 288 : 375 x 100 = 78,8

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Merunut pada hasil analisis data seperti ditunjukkan pada tabel

4.11 di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Tingkat Kebutuhan dari 75 responden

penelitian terdapat 10 atau (13,3%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 45 jawaban atau (60,0%) yang menyatakan Setuju, 18 jawaban

atau (24,0%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 2 jawaban (2,7%) yang

menyatakan Tidak Setuju, dan tak ada jawaban (0%) yang menyatakan

Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan atas hal itu, maka hasil analisis data secara

keseluruhan untuk dimensi Tingka Kebutuhan yang terdiri dari dua item

penilaian pernyataan didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar

78,8% yang menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Tingkat

Kebutuhan dinyatakan ‘Sudah Memadai (Baik)’.

2) Unique Selling Proposition (USP)

Dimensi Unique Selling Proposition di sini menunjukkan perihal

63
strategi merancang pesan komunikasi yang efektif agar dapat menarik

perhatian (attention), mempertahankan daya tarik (interest),

meningkatkan keinginan (desire), dan menggerakan tindakan (action).

Formulasi pesan ini meliputi empat hal berupa: isi, strukur, format, dan

sumber pesan dengan distribusi data sebagai berikut:

Tabel 4.12. Distribusi Data Dimensi Unique Selling Proposition

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 6 30 8.0

2. Setuju 4 46 184 61.3

3. Ragu-Ragu 3 10 30 13.3

4. Tidak Setuju 2 12 24 16.0

5. Sangat Tidak 1
1 1.3
Setuju 1

Jumlah 75 269 100

64
Prosentase Jawaban 269 : 375 x 100 =
71,73

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Berangkat dari hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.12

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Unique Selling Proposition dari 75 responden

penelitian terdapat 6 atau (8,0%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 46 jawaban atau (61,3%) yang menyatakan Setuju, 10 jawaban

atau (13,3%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 12 jawaban (16,0%) yang

nyatakan Tidak Setuju, dan 1 jawaban (1,3%) yang nyatakan Sangat

Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Unique Selling Proposition yang terdiri dari dua item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 71,73%

yang menurut tabel kriteria/kategori intensitas komunikasi orang tua

untuk dimensi Unique Selling Proposition dinyatakan ‘Sudah Memadai

(Baik)’.

3) Metode Pencarian Solusi

Dimensi Metode Pencarian Solusi berkait dengan sejumlah cara

dalam pencarian solusi praktis untuk cara pelaksanaan program

maupun menurut bentuk isinya. Melalui cara pelaksanaannya dapat

diwujudkan dalam dua bentuk yaitu redundancy (repetition) dan

65
canalizing. Sedang menurut bentuk isinya melalui metode informatif,

persuasif, deduktif dan kursif dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13. Distribusi Data Dimensi Metode Pencarian Solusi

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 23 155 30.7

2. Setuju 4 35 140 46.7

3. Ragu-Ragu 3 9 27 12.0

4. Tidak Setuju 2 8 16 10.7

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 338 100

Prosentase Jawaban 338 : 375 x 100 =


90,13

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Merujuk pada hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.13

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi metode pencarian solusi dari 75 responden

penelitian terdapat 23 atau (30,7%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 35 jawaban atau (46,7%) yang menyatakan Setuju, 9 jawaban

atau (12,0%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 8 jawaban (10,7%) yang

66
menyatakan Tidak Setuju, dan tidak ada jawaban (0,00%) yang

menjawab Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Metode Pencarian Solusi yang terdiri dari dua item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 90,13%

yang menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Metode Pencarian

Solusi dinyatakan ‘Sudah Memadai (Baik)’.

4) Seleksi Media

Dimensi Seleksi Media berkait dengan sejumlah cara dalam

membuat keputusan atas bauran promosi (promotion mix) yang akan

diambil meliputi iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat,

publisitas, pemasaran langsung, event dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.14. Distribusi Data Dimensi Seleksi Media

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 6 30 8.0

2. Setuju 4 52 208 69.3

3. Ragu-Ragu 3 16 48 21.3

4. Tidak Setuju 2 1 2 1.3

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 288 100

67
Prosentase Jawaban 288 : 375 x 100 = 76,8

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023


Merujuk pada hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.14

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Seleksi Media dari 75 responden penelitian

terdapat 6 atau (8,0%) jawaban yang menyatakan Sangat Setuju, 52

jawaban atau (69,3%) yang menyatakan Setuju, 16 jawaban atau

(21,3%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 1 jawaban (1,3%) yang

menyatakan Tidak Setuju, dan selebihnya tak ada yang menjawab

Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Seleksi Media yang terdiri dari dua item penilaian didapat

nilai prosentase jawaban agregat sebesar 76,8% yang menurut tabel

kriteria/kategori untuk dimensi Seleksi Media dinyatakan ‘Sudah

Memadai (Baik)’.

5) Pengukuran Hasil Capaian

Dimensi Pegukuran Hasil Capaian berkait dengan sejumlah cara

dalam mengukur hasil akhir berikut hambatan yang ditemui dalam

strategi komunikasi yang telah diprogramkan:

68
Tabel 4.15. Distribusi Data Dimensi Pengukuran Hasil Capaian

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 3 15 4.0

2. Setuju 4 54 216 72.0

3. Ragu-Ragu 3 14 42 18.7

4. Tidak Setuju 2 4 8 5.3

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 281 100

Prosentase Jawaban 281 : 375 x 100 =


74,93

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Merujuk pada hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.15

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Pengukuran Hasil Capaian dari 75 responden

penelitian terdapat 3 atau (4,0%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 54 jawaban atau (72,0%) yang menyatakan Setuju, 14 jawaban

69
atau (18,7%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 4 jawaban (5,3%) yang

menyatakan Tidak Setuju, dan selebihnya tak ada yang menjawab

Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Pengukuran Hasil Capaian yang terdiri dari dua item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 74,93%

yang menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Pengukuran Hasil

Capaian dinyatakan ‘Sudah Memadai (Baik)’.

6) Bauran Komunikasi

Dimensi Bauran Komunikasi berkaitan dengan sejumlah cara

dalam mengkombinasikan saluran komunikasi personal secara

langsung satu sama lain dan saluran komunikasi non personal melalui

media dan acara dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.16. Distribusi Data Dimensi Bauran Komunikasi

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 14 70 18.7

2. Setuju 4 47 188 62.7

3. Ragu-Ragu 3 11 33 14.7

4. Tidak Setuju 2 3 6 4.0

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

70
Jumlah 75 297 100

Prosentase Jawaban 297 : 375 x 100 = 79,2

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Merujuk pada hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.16

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Bauran Komunikasi dari 75 responden

penelitian terdapat 14 atau (18,7%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 47 jawaban atau (62,7%) yang menyatakan Setuju, 11 jawaban

atau (14,7%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 3 jawaban (4,0%) yang

menyatakan Tidak Setuju, dan selebihnya tak ada yang menjawab

Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Bauran Komunikasi yang terdiri dari dua item penilaian

didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 79,2% yang menurut

tabel kriteria/kategori untuk dimensi Bauran Komunikasi dinyatakan

‘Sudah Memadai (Baik)’.

Resume hasil nilai prosentase agregat dari keenam dimensi strategi

komunikasi masyarakat desa di Desa Patukuki diketahui nilai tertinggi

didapat oleh dimensi Metode Pencarian Solusi dengan nilai prosentase

sebesar 90,13%. Nilai terendahnya didapat oleh dimensi Unique Selling

71
Proposition yang peroleh nilai prosentase agregat sebesar 71,73%.

Dengan demikian, secara umum untuk pola strategi komunikasi

masyarakat yang berlangsung di Desa Patukuki saat ini tergolong miliki

pola strategi komunikasi yang ‘Sudah Memadai (Baik)’.

Tabel 4.17 Resume Data Dimensi Strategi Komunikasi Masyarakat

Prosentase Per
Dimensi Kriteria/Kategori
Dimensi

Tingkat Kebutuhan 78,8% Sudah Memadai

Unique Selling
71,73% Sudah Memadai
Proposition (USP)

MetodePencarian Solusi 90,13% Sudah Memadai

Seleksi Media 76,8% Sudah Memadai

Pengukuran Hasil
74,93% Sudah Memadai
Capaian

Bauran Komunikasi 79,2% Sudah Memadai

471,59 : 6 = 78,6% Sudah Memadai

b. Pengelolaan Objek Wisata Lasa

Pengukuran data variabel tingkat pengeloaan objek wisata Lasa di

desa Patukuki pada penelitian ini dibangun melalui empat dimensi:

1) Planning (Perencanaan)
72
Planning (Perencanaan) dapat dinyatakan sebagai tahapan proses

kegiatan merumuskan dan menyusun berbagai rancangan rencana

strategik pengelolaan obyek wisata Lasa di Desa Patukuki dengan hasil

sebagai berikut:

Tabel 4.18. Distribusi Data Dimensi Planning (Perencanaan)

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 10 50 13.3

2. Setuju 4 43 172 57.3

3. Ragu-Ragu 3 9 27 12.0

4. Tidak Setuju 2 13 26 17.3

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 275 100

Prosentase Jawaban 275 : 375 x 100 = 73,33

Kategori/Kriteria Sangat Memadai


(Sangat Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Berpijak pada hasil analisis data tabel 4.18 di atas, dapat diketahui

bahwa hasil pengukuran melalui tiga item pernyataan untuk dimensi

Planning (Perencanaan) dari 75 responden penelitian terdapat 10 atau

(13,3%) jawaban yang menyatakan Sangat Setuju, 43 jawaban atau

73
(57,3%) yang menyatakan Setuju, 9 jawaban atau (12,0%) yang

menyatakan Ragu-Ragu, 13 jawaban (17,3%) yang menyatakan Tidak

Setuju, dan selebihnya tidak ada yang menjawab Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi planning (perencanaan) yang terdiri dari tiga item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 73,33%

yang menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Planning

(Perencanaan) dinyatakan ‘Sangat Memadai (Sangat Baik)’.

2) Organizing (Pengorganisasian)

Aspek organizing (pengorganisasian) dalam pengukuran hasil

penelitian ini merujuk pada tahapan kegiatan pengaktualisasian

program pengelolaan obyek wisata Lasa yang meliputi

pemberdayaan masyarakat desa, optimalisasi manajemen organisasi,

desain penyusunan RAB, serta menunjuk personil pelaksana tugas

pembangunan dan pengembangan objek wisata Lasa dengan hasil

sebagai berikut:

74
Tabel 4.19 Distribusi data Dimensi Organizing (Pengorganisasian)

No Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


. Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 14 70 18.7

2. Setuju 4 44 176 58.7

3. Ragu-Ragu 3 15 45 20.0

4. Tidak Setuju 2 2 4 2.7

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 295 100

Prosentase Jawaban 295 : 375 x 100 = 78,67

Kategori/Kriteria Sangat Memadai


(Sangat Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Tertuju pada hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.19

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui tiga item

pernyataan untuk dimensi Organizing (Pengorganisasian) dari 75

responden penelitian terdapat 14 atau (18,7%) jawaban yang

menyatakan Sangat Setuju, 44 jawaban atau (58,7%) yang menyatakan

Setuju, 15 jawaban atau (20,0%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 2

jawaban (2,7%) yang menyatakan Tidak Setuju, dan tidak ada jawaban

75
yang nyatakan Sangat Tidak Setuju.

Dengan begitu, maka hasil analisis data secara keseluruhan untuk

dimensi Organizing (Pengorganisasian) yang terdiri dari tiga item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 78,67%

yang menurut tabel kategori untuk dimensi Organizing

(Pengorganisasian) dinyatakan ‘Sangat Memadai (Sangat Baik)’.

3) Actuating (Pelaksanaan)

Elemen actuating (pelaksanaan) pada pengukuran data dalam

penelitian ini dimaknai sebagai kegiatan eksekusi berbagai program

pengelolaan obyek wisata Lasa milik Desa Patukuki sesuai tugas dan

fungsi struktural lapangan.

Tabel 4.20 Distribusi Data Dimensi Actuating (Pelaksanaan)

No. Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 10 50 13.3

2. Setuju 4 53 212 70.7

3. Ragu-Ragu 3 11 33 14.7

4. Tidak Setuju 2 1 2 1.3

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 297 100

Prosentase Jawaban 297 : 375 x 100 = 79,2

Kategori/Kriteria Memadai (Baik)

76
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Sebagaimana hasil analisis data yang ditunjukkan pada tabel 4.20

di atas, dapat diketahui bahwa hasil pengukuran melalui dua item

pernyataan untuk dimensi Actuating (Pelaksanaan) dari 75 responden

penelitian terdapat 10 atau (13,3%) jawaban yang menyatakan Sangat

Setuju, 53 jawaban atau (70,7%) yang menyatakan Setuju, 11 jawaban

atau (14,7%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 1 atau (1,3%) responden

yang menjawab Tidak Setuju, dan selebihnya tidak ada yang menjawab

Sangat Tidak Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Actuating (Pelaksanaan) yang terdiri dari tiga item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 79,2% yang

menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Actuating (Pelaksanaan)

dinyatakan ‘Memadai (Baik)’.

4) Controlling (Pengawasan)

Parameter pengukuran dimensi controlling (pengawasan) pada

penelitian ini merujuk pada proses monitoring dan evaluasi yang

meliputi pengecekan lapangan, supervisi, validasi ahli dan

pendampingan dalam pelaksanaan program pembangunan Wisata

Lasa secara berkelanjutan.

77
Tabel 4.21 Distribusi Data Dimensi Controlling (Pengawasan)

No Alternatif Bobot Frekuensi fxb %


. Jawaban (b) (f)

1. Sangat Setuju 5 18 90 24.0

2. Setuju 4 46 184 61.3

3. Ragu-Ragu 3 10 30 13.3

4. Tidak Setuju 2 1 2 1.3

5. Sangat Tidak 1
0 0.00
Setuju 0

Jumlah 75 306 100

Prosentase Jawaban 306 : 375 x 100 = 81,6

Kategori/Kriteria Sangat Memadai


(Sangat Baik)

Sumber: Data Primer Hasil Penelitian 2023

Keterangan yang didapat melalui tabel 4.21 di atas, dapat

diketahui bahwa hasil pengukuran melalui tiga item pernyataan untuk

dimensi Controlling (Pengawasan) dari 75 responden penelitian

terdapat 18 atau (24,0%) jawaban yang menyatakan Sangat Setuju, 46

jawaban atau (61,3%) yang menyatakan Setuju, 10 jawaban atau

(13,3%) yang menyatakan Ragu-Ragu, 1 jawaban (1,3%) yang

menyatakan Tidak Setuju, dan tidak ada yang menjawab Sangat Tidak

78
Setuju.

Berdasarkan hal itu, maka hasil analisis data secara keseluruhan

untuk dimensi Controlling (Pengawasan) yang terdiri dari tiga item

penilaian didapat nilai prosentase jawaban agregat sebesar 81,6% yang

menurut tabel kriteria/kategori untuk dimensi Controlling (Pengawasan)

dinyatakan ‘Sangat Memadai (Sangat Baik)’.

Resume hasil nilai prosentase agregat dari keempat dimensi yang

digunakan untuk mengukur tingkat pengelolaan objek wisata Lasa di desa

Patukuki diketahui nilai tertinggi didapat oleh dimensi Controlling

(Pengawasan) dengan nilai prosentase sebesar 81,6%. Sementara nilai

terendahnya sendiri didapat oleh dimensi Planning (Perencanaan) yang

peroleh nilai prosentase agregat sebesar 73,33%. Dengan demikian,

secara umum tingkat pengelolaan objek wisata Lasa yang tengah

diupayakan oleh aparat pemerintah desa beserta seluruh masyarakat

desa Patukuki nyatanya telah berjalan dengan ‘Sangat Memadai (Sangat

Baik)’.

Tabel 4.22 Resume Data Dimensi Tingkat Pengelolaan Objek Wisata

% Per
Dimensi Kriteria/Kategori
Dimensi

Planning Sangat Memadai


73,33%
(Perencanaan) (Sangat Baik)

Organizing 78,67% Sangat Memadai

79
(Pengorganisasian) (Sangat Baik)

Actuating Sudah Memadai


79,2%
(Pelaksanaan) (Baik)

Controlling Sangat Memadai


81,6%
(Pengawasan) (Sangat Baik)

312,8 : 4 = Sangat Memadai


78,2% (Sangat Baik)

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dalam penilaian pola strategi komunikasi

masyarakat di Desa Patukuki secara umum dapat dikategorikan ‘Sudah

Memadai’ lantaran perolehan nilai rerata (mean) yang dihasilkan dari

keseluruhan nilai responden adalah 46,56 yang berada pada rentang rerata

nilai antara 37-48. Ini berarti strategi komunikasi yang telah berjalan di

masyarakat desa Patukuki selama ini sudah tergolong dalam kategori baik

sehingga perlu untuk terus dipertahankan lebih-lebih ditingkatkan agar seluruh

komponen masyarakat di desa tersebut tetap miliki kesadaran (awareness)

sekaligus punyai rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi terhadap

kelestarian dan pengembangan objek wisata desa yang dimilikinya. Pola aktif

komunikasi masyarakat desa yang baik dalam pengembangan wisata lokal

setempat secara langsung maupun tidak langsung juga akan dapat semakin

cepat memajukan potensi wisata desa yang ada menjadi lebih cepat dikenal

oleh khalayak umum.

80
Adapun untuk dimensi instrumen yang dipergunakan dalam

mengukur/menilai besaran efektifitas strategi komunikasi masyarakat yang

berlangsung di Desa Patukuki pada penelitian ini dibangun berdasarkan teori

manajemen komunikasi sebagaimana dikemukakan oleh Agus Hermawan.

(2012) dan Tommy Suprapto (2009) dengan menggunakan pendekatan enam

dimensi yang meliputi: 1. Tingkat kebutuhan, 2. Unique Selling Proposition

(USP), 3. Metode pencarian solusi, 4. Seleksi media, 5. Pengukuran hasil

capaian, serta 6. Bauran komunikasi.

Ditinjau dari resume hasil nilai prosentase agregat dari keenam dimensi

strategi komunikasi masyarakat desa di Desa Patukuki (X) diketahui untuk

nilai tertinggi didapat oleh dimensi Metode Pencarian Solusi dengan nilai

prosentase sebesar 90,13% dan nilai terendahnya didapat oleh dimensi

Unique Selling Proposition dengan prosentase agregat sebesar 71,73%.

Berangkat dari hal itu, maka secara umum untuk pola strategi komunikasi

masyarakat yang berlangsung di Desa Patukuki dalam pengembangan objek

wisata Lasa selama ini tergolong miliki pola strategi komunikasi yang ‘Sudah

Memadai (Baik)’.

Sebagaimana kita tahu, kunci sukses utama dalam memajukan sektor

pariwisata desa secara berkelanjutan tak ada lain kecuali harus fokus pada

pengelolaan dan pemberdayaan ‘Pariwisata Berbasis Komunitas’ atau

Community Based Tourism (CBT). Pelibatan aktif seluruh stakeholder

pariwisata desa antara aparat pemerintah desa, unsur masyarakat desa serta

pihak swasta, bilamana dapat disinkronisasikan dengan baik, maka akan

81
dapat membawa kemajuan dan keberhasilan program pengembangan dan

pembangunan objek wisata desa secara aksleratif dan lebih cepat. Terutama

pada kaitan tingkat minat dan partisipasi aktif warga masyarakat desa dalam

ikut menyukseskan kegiatan pengelolaan aset wisata milik desa.

Begitupun halnya yang terjadi dengan partisipasi aktif masyarakat dan

aparat pemerintah desa dalam membangun pola strategi komunikasi massa

untuk mengenalkan objek wisata Lasa di Desa Patukuki Kecamatan Peling

Tengah Kabupaten Bangai Kepulauan kepada khalayak umum dalam rangka

meningkatkan angka kunjungan wisata Lasa berikut kearifan budaya lokal desa

yang dimilikinya. Kepedulian warga masyarakat pada peran serta aktif mereka

bersama aparat pemerintah desa Patukuki dalam mengenalkan budaya lokal

setempat dan keunggulan SDA wisata alam yang dimilikinya diupayakan

melalui bauran media komunikasi baik luring (promosi wisata secara

konvensional) dan daring yang berbasis digital. Strategi komunikasi yang

dilakukan masyarakat desa tentunya perlu dilakukan secara kontinyu dan

berkesinambungan sehingga hal ini dapat mempercepat keterkenalan objek

wisata Lasa lebih cepat dikenal oleh masyarakat luas. Naiknya angka

kunjungan wisata Lasa tentu saja dengan sendirinya akan juga meningkatkan

taraf kesejahteraan ekonomi masyarakat Desa Patukuki selain juga dapat

meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes) secara signifikan.

Beberapa langkah strategi komunikasi yang telah diupayakan masyarakat

Desa Patukuki, Kecamatan Peling Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan

dalam mengelola obyek wisata Lasa di desanya melalui supervisi dari aparat

82
pemerintah desa setempat yakni pertama, dengan membangun kesadaran

sosial masyarakat setempat seoptimal mungkin dengan menjaga kelestarian

alam sekaligus mengelola obyek wisata Lasa sebaik mungkin sebagai upaya

untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan domestik yang berkunjung ke

lokasi wisata tersebut. Masyarakat sekitar dibantu oleh aparat Pemerintah Desa

Patukuki juga melakukan berbagai kegiatan sosialisasi seperti promosi di

semua piranti sosial media, bekerjasama dengan pihak instansi sekolah

maupun kantor daerah setempat untuk penyelenggaraan ecowisata baik bagi

pelajar, Kelompok Kerja Guru (KKG), Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah

(KKMI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), serta dengan

menggelar acara-acara rutin semisal untuk acara jambore pramuka, acara

gathering dengan komunitas pendaki gunung dan mahasiswa pecinta alam,

serta membuat pertunjukan seni kedaerahan dalam lingkup desa untuk target

utama edukasi bagi siswa sekolah agar lebih mengenal dengan alam

lingkungan sekitar.

Strategi komunikasi yang dilakukan masyarakat Desa Patukuki tentunya

bukan hanya agenda sementara saja, namun lebih bersifat kontinyu demi

menjaga sustainabilitas dalam jangka panjang sehingga dengan sendirinya

akan mampu menambah jumlah retensi wisatawan yang akan berkunjung ke

lokasi wisata tersebut. Langkah strategis inipun takkan pernah bisa terlaksana

baik bilamana tak dibarengi dengan kesadaran akan minat, sikap serta perilaku

masing-masing pihak baik masyarakat maupun Pemdes setempat selaku

stakeholder daerah wisata setempat.

83
Pengembangan strategi komunikasi masyarakat desa yang handal,

kompeten, dan efektif tersebut, secara langsung maupun tak langsung, tentu

akan ikut menentukan tingkat keberhasilan aspek pengelolaan objek wisata

Lasa pada akhirnya. Hal ini secara nyata telah dibuktikan melalui keberhasilan

aparat pemerintah Desa Patukuki dalam aspek pengelolaan objek wisata Lasa

kepada masyarakat luas di mana jika dilihat dari aspek pengelolaan objek

wisata Lasa (Y) berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan peneliti

menunjukkan bahwa secara rerata tingkat pengelolaan objek wisata Lasa yang

telah diupayakan oleh aparat Pemerintah Desa Patukuki bersama seluruh unsur

masyarakat desa setempat secara umum dikategorikan ‘Sangat Memadai atau

Sangat Baik’ lantaran perolehan nilai rerata (mean) yang dihasilkan dari

keseluruhan nilai responden adalah 48,4933 atau sebesar 49 yang berada pada

rentang nilai antara 49-60. Ini menunjukkan bahwa tingkat pengelolaan objek

wisata Lasa di Desa Patukuki yang berlangsung selama ini sudah terhitung

teramat baik sehingga bila hal ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan

performanya, secara otomatis akan membawa kemajuan yang sangat berarti

bagi perkembangan dan kemajuan objek wisata Lasa di kemudian hari.

Aparat pemerintah Desa Patukuki dalam hal ini perlu terus melakukan

berbagai langkah inovasi dalam pengembangan dan pembangunan objek

wisata Lasa agar variasi pesona wisata yang disajikan kepada masyarakat luas

dapat lebih variatif dan beraneka ragam. Pengembangan juga dapat

diupayakan lebih pada penambahan unsur edukasi lingkungan bagi masyarakat

sekitar sehingga objek wisata tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai

84
lingkungan pembelajaran yang bermakna sepanjang hayat bagi pelajar ataupun

bagi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan alam sebagai salah

satu aset penting milik desa. Bentuk pendekatan komunikasi yang tepat yang

disertai dengan pengaplikasian bauran media komunikasi terkini baik daring

maupun luring secara pasti akan mampu membangun kohesi serta koherensi

akan persepsi masyarakat luas untuk lebih peduli dalam menjaga kelestarian

lingkungan alamnya di samping sebagai sumber pemasukan untuk pendapatan

desa yang bersangkutan.

Adapun penilaian yang dipergunakan untuk mengukur besaran efektifitas

pola pengelolaan objek wisata Lasa (Y) yang berlangsung di Desa Patukuki

pada penelitian ini dibangun berdasarkan teori manajemen sebagaimana

dikemukakan oleh George R. Terry (2009) dengan menggunakan empat

dimensi yang meliputi: 1. Planning (Perencanaan), 2. Organizing

(Pengorganisasian), 3. Actuating (Pelaksanaan), dan 4. Controlling

(Pengawasan).

Ditinjau dari resume hasil nilai prosentase agregat dari keempat dimensi

yang digunakan tersebut, diketahui nilai tertinggi didapat oleh dimensi

Controlling (Pengawasan) dengan nilai prosentase sebesar 81,6% dan nilai

terendahnya sendiri didapat oleh dimensi Planning(Perencanaan) yang peroleh

nilai prosentase agregat sebesar 73,33%. Temuan ini selanjutnya dapat

dinyatakan bahwa secara umum tingkat tingkat pengelolaan objek wisata Lasa

yang tengah diupayakan oleh aparat pemerintah desa beserta seluruh

85
masyarakat desa Patukuki nyatanya telah berjalan dengan ‘Sangat Memadai

(Sangat Baik)’.

Berdasarkan tinjauan hasil analisis data menggunakan SPSS juga dapat

diketahui bahwa efektifitas penerapan strategi komunikasi masyarakat desa

yang dibangun secara kompeten nyatanya memang mampu miliki pengaruh

yang kuat terhadap keberhasilan aspek pengelolaan objek wisata lokal desa

setempat.

Simpulan akhir menunjukkan bahwa efektifitas strategi komunikasi yang

dibangun oleh masyarakat desa nyatanya memang miliki hubungan erat dan

besar pengaruhnya terhadap keberhasilan tingkat pengelolaan objek wisata

Lasa di Desa Patukuki baik untuk pengaruh langsung maupun tak langsung.

Tantangan besar berikutnya bagi aparat pemerintah Desa Patukuki dalam

program pengembangan dan pembangunan objek wisata Lasa untuk masa

mendatang adalah bagaimana menjadikan objek wisata Lasa tak hanya sebagai

aset andalan bagi pendapatan APDes semata, melainkan juga perlu untuk terus

meningkatkan kompetensi sekaligus performansi Desa Patukuki agar dapat

masuk sebagai ‘Desa Wisata’ bagi Kabupaten Banggai Kepulauan khususnya

dan Sulawesi Tengah pada umumnya.

Guna dapat mencapai sekaligus memperbesar faktor peluang

keberhasilan agenda besar tersebut menjadi terealisasi, maka Pemerintah Desa

Patukuki perlu sesegera mungkin mengupayakan teraktualisasinya program 5A

yang meliputi: Atraksi, Amenitas, Akomodasi, Aktivitas dan Aksesibilitas.

Dengan begitu, aset wisata milik desa dapat bertumbuh dan berkembang ke

86
arah sustainabilitas (berkelanjutan) sebagaimana yang diharapkan (Bambang

Sunaryo, 2013). Output yang dihasilkan nantinya maka desa wisata dengan

sendirinya akan mampu membangun kemandirian desa, meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat desa, menghapus

kemiskinan dan mengatasi pengangguran, upaya pelestarian alam, lingkungan

dan sumber daya, serta dapat memajukan kebuadayaan hak intelektual

indogeneus desa.

Lain daripada itu, Pemerintah Desa Patukuki juga harus sesegera

mungkin dapat: 1). Mempercepat penyelesaian proyek infrastruktur fisik dan

non-fisik guna meningkatkan sisi akomodasi dan aksesibiitas desa wisata, 2).

Memperluas berbagai bentuk fasilitas dan pengembangan atraksi wisata

(event), 3). Menyusun standarisasi prosedur manajemen pariwisata sebagai

pedoman teknis dalam manajemen aktivitas pengelolaan objek wisata lokal

desa, 4). Melakukan tingkat koordinasi antar aparatur pemeritah, masyarakat

dan pihak swasta, serta 5). Pengaturan promosi dan mendorong investasi ke

Desa Patukuki. Di antara cara yang dapat ditempuh untuk mengaktualisasikan

semua itu, maka pemerintah mengupayakan lima langkah jitu antara lain: 1).

Perbaikan akses, infrastruktur dan fasilitas; 2). Menggandeng investor, 3).

Pemilihan duta wisata, 4). Memanfaatkan promosi melalui internet, serta 5).

Membuat kanal saluran promosi khusus (Antara dan Arida, 2015).

BAB VI

PENUTUP

87
A. Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Penelitian yang dilakukan tentang Strategi Komunikasi

Masyarakat Pada Pengelolaan Wisata Lasa Di Desa Patukuki Kecamatan

Peling Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan, penulis menyimpulkan bahwa

Strategi Komunikasi yang digunakan sudah sangat baik dengan persentase

78,4%.

B. Saran

Berdasar pelbagai pemaparan hasil penelitian dan pembahasan di atas,

kiranya peneliti hendak sampaikan beberapa saran guna dapat dijadikan

sebagai bahan masukan dalam kemajuan pengelolaan objek wisata Lasa di

Desa Patukuki dengan berbagai saran sebagai berikut:

1. Bagi aparat Pemerintah Desa Patukuki

a. Aparat Pemerintah Desa Patukuki perlu menjalin kemitraan strategis (joint

partnership) dengan berbagai pihak secara komunal seperti swasta,

instansi-instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan ataupun

sekolah-sekolah dan perguruan tinggi setempat agar objek wisata Lasa

dapat lebih dikenal secara luas oleh khalayak umum;

b. Aparat pemerintah desa perlu terus menguatkan komunikasi di antara

para pihak baik itu pelaksana, masyarakat desa beserta pihak rekanan

dalam mencari solusi pengembangan dan pembangunan objek wisata

Lasa secara bersama-sama, terutama dalam hal koordinasi lapangan;

c. Para aparat desa diharapkan dapat terus mengupgrade diri mereka untuk

mampu membangun strategi komunikasi digital berbasis daring yang

88
lebih kompeten serta mampu menerapkan pola marketing yang handal

dalam upaya yang lebih adaptif guna mengikuti perkembangan teknologi

terkini.

2. Bagi Masyarakat Desa Patukuki

a. Masyarakat perlu terus mengawasi sekaligus berpartisipasi dalam

pengembangan dan pembangunan objek wisata Lasa di Desa Patukuki;

b. Perlunya peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan objek wisata

Lasa di desanya secara bergotong royong bersama aparat pemerintah

desa terkait.

3. Bagi peneliti lain

Peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan temuan hasil penelitian

yang telah didapat dengan bahasan tema lain yang relevan sehingga

cakupan pemahaman akan berbagai bentuk strategi komunikasi yang dapat

diterapkan pada masyarakat desa dalam pengelolaan objek wisata lokal

setempat dapat diobservasi secara lebih mendalam sehingga temuan

tersebut nantinya dapat diintegrasikan lebih lanjut pada suatu bentuk temuan

bersama yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, M., and I.N.S. Arida. Panduan Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Potensi
Lokal. Bali: Universitas Udayana, 2015.

Arifin, Selfi dan Ismawati Doembana. 2022. Efektivitas Komunikasi pada Etnis Suku
Bajo di Desa Limbo Kecamatan Taliabu Barat Kabupaten Pulau Taliabu. p. 49-
59.

89
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
------------------------------------. 2015. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
PT. Citra Aditia Bakti.

Cooper, Chris. 1993. Tourism: Principles & Practise. England: Longman Group
Limited.

Darsoprajitno, S. 2002. Ekologi Pariwisata Tata Laksana Pengelolaan Objek dan.


Daya Tarik Wisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

Doembana, Ismawati dan Siska Mahmud. 2022. “Analisis Semiotika Komunikasi


pada Film Imperfect Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Luwuk Kabupaten Banggai”. JPIn: Jurnal Pendidik Indonesia.

Falimu, dkk. 2022. Komunikasi Bisnis (Ed. Muhammad Asir). Bandung: Widina
Bhakti Persada.
Fikhasari, A., & Aji, G. G. (2019) Peran Media Sosial Dalam Manajemen Media
Online (Studi Kasus Tirto. Id). Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951-952.
Gamal, Suwantoro, 2001. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Gazali, E. (2011). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Hadiwijoyo. 2012. Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat


(Sebuah Pendekatan Konsep). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hermawan, Agus. 2012. Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

90
Indiantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

J. Moleong, Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Janusz, G. K., & Bajdor, P. (2013). “Towards to Sustainable Tourism–Framework,


Activities and Dimensions”. Procedia Economics and Finance, 6, pp. 523-529.

Kemenparekraf.go.id, “Siaran Pers: Kemenparekraf Perkuat Peran Masyarakat


dalam Pengembangan Potensi Desa Wisata”.
https://jadesta.kemenparekraf.go.id/berita/130632 Diakses 25 Juni 2023.

Kennedy, John. & E; R Dermawan Soemanagara. 2006. Marketing Communication.


Taktik dan Strategi. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.

Kesrul. M. 2003. Penyelenggaraan Operasi Perjalanan Wisata. Jakarta: PT.


Gramedia.

Kusumaningrum, Dian. (2009). “Persepsi Pengunjung Nusantara Terhadap Daya.


TarikWisata Di Kota Palembang”. Tesis. Magister Kajian Pariwisata.
Universitas Sriwijaya.

Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta:


Pradnya Paramita.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pedoman
Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

Poerwadarminta, W.J.S. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka

91
Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rusdiyanta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soebagyo, Ahmad. 2010. Marketing Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soemardjan, Selo. 2001. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press

Soerjono, Soekanto. 2010. Sosologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Soetomo. 2009. Pembangunan Masyarakat “Merangkai Sebuah Kerangka”.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto dan Cepi Safruddin. 2010. Evaluasi Program Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep

dan aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media

92
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta:

Media Presindo.

Susanto, Haris. 2016. Strategi Komunikasi Pemasaran Pusat Perbelanjaan dalam

Menghadapi Persaingan Bisnis Tahun 2015. thesis, Universitas Mercu Buana,

Jakarta-Menteng.

Sutaryono, dkk. 2015. Pengelolaan Aset Desa. Forum Pengembangan

Pembaharuan Desa. Sleman Yogyakarta: (FPPD).

Sutrisno, Hadi. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Tegar, Nanang, 2019. Manajemen SDM dan Karyawan (Strategi Pengelolaan SDM

dan Karyawan dengan Pendekatan Teoritis dan Praktis), Yogyakarta: Andi.

Terry, George R. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Utama, I Gusti Bagus Rai. 2016. Pengantar Industri Pariwisata (Tantangan dan

Peluang Bisnis Kreatif). Yogyakarta: Deepublish.

93
Wahyudi, Kisman Karinda, Falimu. 2022. Strategi Komunikasi Pariwisata Dalam

Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Desa Lauwon. TOBA (Journal of

Tourism, Hospitality and Destination) Vol. 1 No. 2 (Mei 2022), p. 59-63.

World Economic Forum, “The Travel and Tourism Competitiveness Report 2013:

Reducing Barriers to Economic Growth and Job Creation”. Geneva: World

Economic Forum.

Yoga Pratama, B. 2019. “Analisis Pengambangan Pariwisata Berbasis Komunitas

(Community Based Tourism/CBT) dengan Metode AHP (Analitycal Hierarchy

Process)”. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Yuswohady, H. M. (2013). Manajemen Strategik: Mengimplementasikan Strategi.

Jakarta: Salemba Empat.

94
95

Anda mungkin juga menyukai