Anda di halaman 1dari 14

WORKING PAPER

Pengembangan Wisata dan Penjualan Karbon Sebagai Upaya


Peningkatan Kesejahteraan Masyarkat

Ihsan Maulana Muhammad


5019212002
2023

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini
merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan original penulis.
Pengembangan wisata dan Penjualan Karbon Sebagai Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

Brivo Rafanki

Abstrak

Pengembangan wisata desa yang berkelanjutan dan penjualan karbon merupakan


upaya penting dalam pemberdayaan masyarakat setempat dan pelestarian lingkungan. Studi
ini fokus pada pengembangan wisata desa yang berkelanjutan di Kalimireng, Gresik, Jawa
Timur. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi strategi yang efektif dalam
pengembangan wisata desa yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek
lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam konteks ini, kolaborasi antara pemerintah daerah,
masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan terlibat dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengembangan wisata desa. Penelitian ini berusaha memberikan panduan bagi
pengelola wisata desa untuk mencapai keberlanjutan dalam pengelolaan destinasi wisata
mereka. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi
masyarakat setempat, lingkungan, dan kelestarian budaya. Kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa pengembangan wisata desa yang berkelanjutan membutuhkan faktor
internal dan eksternal yang saling mendukung. Faktor internal melibatkan pemanfaatan
sumber daya lokal, partisipasi masyarakat, perencanaan yang matang, kelembagaan desa
yang kuat, dan pengembangan sumber daya manusia. Sementara itu, faktor eksternal
melibatkan pelibatan berbagai pihak terkait, dukungan kebijakan pemerintah, dan pendanaan
eksternal. Melalui kolaborasi yang baik antara faktor internal dan eksternal, pengembangan
wisata desa yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang merata
bagi masyarakat desa, sambil tetap memperhatikan pelestarian lingkungan dan kearifan lokal.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengambilan keputusan dalam
merencanakan dan mengelola wisata desa secara berkelanjutan, serta menginspirasi desa-desa
lain dengan potensi serupa untuk mengembangkan keberlanjutan dalam pengelolaan destinasi
wisata mereka.

Kata Kunci: Strategi Pengembangan Desa, Pelestarian Alam, Partisipasi Warga Sekitar
I. PENDAHULUAN
Kalimireng, Gresik, Jawa Timur adalah salah satu tempat rehabilitasi mangrove
dimana perairan sungai menuju muara di Kalimireng adalah air asin sehingga mangrove
dapat bertumbuh dan berkembang biak dengan baik karena kebutuhan nutrisi yang akan
diserap oleh mangrove, salah satunya kandungan mineral dalam air tawar. Kalimireng
mempunyai akses lokasi yang mudah dan strategis untuk dilakukan riset sehingga
memunculnya ketertarikan riset terhadap mangrove ataupun ekowisata didaerah perairan
tersebut. Dengan tumbuh kembangnya mangrove yang cocok disini, sehingga banyak
riset yang memanfaatkan bagaimana mangrove dapat tumbuh di sungai dengan kadar air
asin yang sedikit dan juga perkawinan silang antar jenis mangrove, begitupun dengan
ekowisata menjadi salah satu ketertarikan pebisnis.

Gambar 1.1 Lokasi wisata


Bagaimana pertumbuhan wisata di Kalimireng yang dapat bermanfaat bagi desa
hingga lingkungan khususnya untuk pemberdayaan mangrove? Hingga saat ini,
Kabupaten Gresik telah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam hal destinasi wisata.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gresik pada tahun 2021,
terdapat 42 tempat tujuan wisata di daerah tersebut salah satunya Mangrove Kalimireng
dengan rating penilaian lokasi menurut google maps adalah 4,7 bintang oleh 90 orang.
Bagaimana ketertarikan masyarakat terhadap wisata mangrove? Dari pengalaman penulis,
ketertarikan ini muncul karena adanya pendamping saat berkeliling di sekitar rehabilitas
mangrove di Kalimireng dan juga pengembang biakan secara langsung. Dengan adanya
pertumbuhan wisata, banyak orang yang akan mengetahui tentang mangrove secara
spesifik hingga manfaat mangrove yang tidak banyak orang ketahui dimana akan
menumbuhkan usaha baru. Namun, belum ada pemetaan yang jelas mengenai jenis wisata
desa yang dikelola secara individu maupun oleh perusahaan, serta tempat wisata yang
dikelola oleh Pemerintah Daerah atau Desa. Apakah pengembangan yang berkelanjutan
dapat mendasarkan pada Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dapat didasarkan pada Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
Peraturan ini mengadopsi standar internasional dari GSTC (Global Sustainable Tourism
Council) yang memberikan panduan mengenai tiga poin penting, yaitu lingkungan, sosial,
dan ekonomi, baik untuk saat ini maupun masa depan. Adopsi ini juga harus melibatkan
prinsip-prinsip triple bottom line (3P), yaitu People (pemberdayaan masyarakat), Planet
(kelestarian alam), dan Prosperity (peningkatan kesejahteraan). Dengan demikian,
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan dampaknya terhadap
lingkungan, masyarakat setempat, dan ekonomi, serta mempromosikan keseimbangan
antara ketiga aspek tersebut.
Pengembangan wisata desa yang berkelanjutan akan memberikan dampak
signifikan dalam beberapa aspek. Pertama, secara ekonomi, hal ini dapat menciptakan
lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa serta pendapatan
yang diterima oleh pemerintah desa. Kedua, dari segi sosial, pengembangan wisata desa
yang berkelanjutan dapat meningkatkan kompetensi dan keahlian masyarakat setempat,
membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Ketiga, dari segi lingkungan,
pengembangan wisata desa yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat bagi kualitas
dan kuantitas lingkungan bagi masyarakat desa. Dalam konteks ini, pasca pandemi
COVID-19, baik pemerintah pusat maupun daerah perlu secara optimal meningkatkan
pengembangan wisata desa. Diperlukan dukungan dari semua pihak yang terlibat untuk
bekerja secara kolaboratif dalam upaya mencapai tujuan program pemerintah tersebut.
Pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah, perlu membuat peraturan dan
standar pengelolaan destinasi, meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, serta
meningkatkan kapasitas pelaksanaannya untuk mendukung pengembangan wisata desa
yang berkelanjutan.
Perdagangan karbon (carbon trading) merupakan kegiatan jual beli kredit karbon
(carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang
ditetapkan. Kredit karbon (carbon credit) adalah representasi dari ‘hak’ bagi sebuah
perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya
dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton
karbon dioksida (CO2). Kredit karbon yang dijual umumnya berasal dari proyek-proyek
hijau. Lembaga verifikasi seperti Verra, akan menghitung kemampuan penyerapan karbon
oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan menerbitkan kredit karbon yang berbentuk
sertifikat. Kredit karbon juga dapat berasal dari perusahaan yang menghasilkan emisi di
bawah ambang batas yang ditetapkan pada industrinya.
Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan akan ditemukan model-model
strategi yang dapat diadopsi oleh pengelola wisata desa untuk mencapai keberlanjutan
dalam pengembangan wisata mereka. Penelitian ini akan memberikan landasan yang kuat
bagi pengambilan keputusan dalam merencanakan dan mengelola wisata desa secara
berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat,
lingkungan, dan kelestarian budaya.
II. STUDI LITERATUR
A. Wisata Desa
Pertumbuhan pariwisata desa saat ini mengalami peningkatan yang signifikan dan
diperkirakan akan terus berlanjut. Oleh karena itu, bagi para pengelola wisata, penting
untuk mengembangkan wisata desa yang melibatkan modal sosial masyarakat dan
menonjolkan kekhasan lokal. Penelitian tentang pengembangan desa wisata yang
berkelanjutan akan memberikan pemahaman yang komprehensif kepada pengelola
mengenai cara mengembangkan destinasi wisata desa secara berkelanjutan. Dalam
mengelola wisata desa yang berkelanjutan, pengelola harus menyadari pentingnya
memanfaatkan sumber daya lokal dan membangun modal sosial masyarakat. Hal ini
menjadi dasar yang kuat untuk melibatkan masyarakat dan menciptakan rasa memiliki
terhadap wisata desa tersebut. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, seperti produk
lokal, keahlian tradisional, dan kekayaan budaya, pengelola dapat memberikan
pengalaman yang unik kepada wisatawan sambil mendukung perekonomian lokal.
Pengelola juga perlu membangun modal sosial melalui kolaborasi dan partisipasi aktif
masyarakat setempat. Hal ini melibatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan
keputusan, pelibatan mereka dalam kegiatan wisata desa, serta pemanfaatan pengetahuan
dan kearifan lokal untuk membangun produk wisata yang autentik dan berkelanjutan.
Dengan mengimplementasikan pendekatan ini, pengelola wisata desa dapat menciptakan
pengalaman wisata yang berkesan dan berkelanjutan, sambil mempromosikan kekhasan
lokal dan memperkuat ikatan sosial dengan masyarakat setempat.
Menurut Aref dan Gill (2009), yang mengutip dari Organisasi Pariwisata Dunia
(WTO), pariwisata pedesaan dapat didefinisikan sebagai produk pariwisata yang
memberikan nilai tambah kepada pengunjung melalui kontak yang dipersonalisasi,
pelayanan lingkungan dan masyarakat desa, serta memberikan kesempatan kepada
pengunjung untuk terlibat dalam aktivitas dan kegiatan tersebut.
B. Pengembangan Wisata Desa Berkelanjutan
Menurut Farhan dan Anwar, (2016), Isu-isu penting dalam mengembangkan
pariwisata yang sustainable dapat diuraikan dan ditafsirkan sebagai berikut:
a. Keberlanjutan pemangku kepentingan melalui peningkatan tanggung jawab
pemangku kepentingan corporate
b. Keberlanjutan bentuk kepariwisataan yang berkesesuaian
c. Keberlanjutan sumber daya sosial dan budaya
d. Keberlanjutan lingkungan alam
e. Keberlanjutan atas kebutuhan rencana yang benar dalam perencanaan tempat
tujuan wisata
f. Keberlanjutan melalui peningkatan carrying capacities dan indikator – indikator
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan
g. Keberlanjutan dengan menghindari dan mengurangi konflik
h. Keberlanjutan akan keterlibatan masyarakat masyarakat,
i. Keberlanjutan tentang arah masa depan
Mengembangkan wisata desa atau desa wisata ini sejalan dengan ekonomi digerakkan
mulai dari desa. Pengembangan Keberlanjutan wisata desa atau desa wisata dapat diawali
dengan keinginan kuat untuk mengembangkan desa sambil memanfaatkan sumber daya
lokal baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
C. Perdagangan Karbon
Dari sisi pemerintah dan regulasi, perdagangan karbon lebih memungkinkan
dan lebih mudah untuk diimplementasikan daripada regulasi yang langsung
membatasi dan mengenakan pajak pada emisi karbon. Regulasi langsung akan lebih
mahal dari segi anggaran dan membatasi ruang gerak pertumbuhan ekonomi yang
didorong oleh industri. Melalui perdagangan karbon, pemerintah juga dapat
memantau jumlah emisi karbon yang dihasilkan di negaranya dengan lebih
terorganisasi. Sebab, jumlah emisi dan potensi penyerapan terukur dengan standar
yang telah ditetapkan. Jumlah kredit karbon yang beredar di pasar karbon tentunya
akan membantu dalam mengontrol besarnya emisi karbon yang dilepas ke atmosfer.
Selain itu, perdagangan karbon juga akan membuka peluang ekonomi baru bagi
negara-negara yang berpartisipasi. Sebagai salah satu paru-paru dunia, Indonesia
diperkirakan menyumbang 75-80% kredit karbon dunia. Sehingga, perdagangan
karbon ini dapat memberikan kontribusi hingga lebih dari USD150 miliar bagi
perekonomian Indonesia.
III. KERANGKA TEORITIS DAN STRATEGI EMPIRIS
A. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Kerangka teoritis didasarkan pada konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan
dan dimensi kunci yang terkait, termasuk aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Kerangka teoritis ini mengacu pada prinsip keterlibatan pemangku kepentingan,
pemanfaatan sumber daya lokal, dan keterlibatan masyarakat dalam proses
pengembangan.

 Hipotesis 1: Pengembangan wisata desa yang berkelanjutan di Kalimireng,


Gresik, Jawa Timur, dapat memberikan dampak positif bagi desa dan lingkungan
sekitar.
 Hipotesis 2: Pemberdayaan mangrove sebagai bagian dari pengembangan wisata
desa di Kalimireng dapat meningkatkan kualitas lingkungan, meningkatkan
pendapatan masyarakat, dan melestarikan budaya lokal.
 Hipotesis 3: Penerapan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 dan
pedoman pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat menjadi dasar yang
efektif dalam pengembangan wisata desa di Kalimireng.
 Hipotesis 4: Pengembangan wisata desa yang berkelanjutan di Kalimireng dapat
memberikan dampak positif dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang
berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian alam.

B. Strategi Empiris dan Deskripsi Data


1. Strategi Empiris:
 Pengumpulan Data
Kumpulkan data melalui survei, wawancara, dan observasi lapangan untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan pariwisata desa dan
pemberdayaan mangrove di Kalimireng, Gresik, Jawa Timur. Data tersebut harus
mencakup berbagai aspek, seperti dampak ekonomi, implikasi sosial, kondisi
lingkungan, dan pelestarian budaya.
 Analisis Kuantitatif
Lakukan analisis kuantitatif pada data yang terkumpul untuk memeriksa hubungan
antara perkembangan pariwisata desa dan pemberdayaan mangrove. Analisis ini
dapat melibatkan metode statistik, seperti analisis korelasi, analisis regresi, atau
pengujian hipotesis, tergantung pada pertanyaan penelitian tertentu dan data yang
tersedia.
 Analisis Kualitatif
Lakukan analisis kualitatif dengan menganalisis narasi dan wawasan yang
diperoleh dari wawancara dan observasi lapangan. Analisis ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek-aspek sosial dan budaya yang
terkait dengan pariwisata desa dan pemberdayaan mangrove, menangkap
perspektif dan pengalaman komunitas lokal dan pemangku kepentingan.
 Perbandingan dan Evaluasi
Bandingkan temuan dari analisis kuantitatif dan kualitatif untuk mengidentifikasi
pola, tren, dan hubungan sebab-akibat potensial. Evaluasi dampak perkembangan
pariwisata desa pada masyarakat, lingkungan, dan pelestarian budaya, dengan
mempertimbangkan aspek positif dan negatif.

2. Deskripsi Data:
 Data Sosioekonomi
Kumpulkan data tentang karakteristik sosioekonomi masyarakat setempat,
seperti tingkat pendapatan, peluang kerja, dan pencapaian pendidikan. Data ini
akan membantu menilai dampak ekonomi dari perkembangan pariwisata desa.
 Data Lingkungan
Kumpulkan informasi tentang kondisi lingkungan ekosistem mangrove di
Kalimireng, termasuk kualitas air, keanekaragaman hayati, dan indikator
ekologi. Data ini akan berkontribusi pada pemahaman manfaat lingkungan dan
tantangan yang terkait dengan pemberdayaan mangrove.
 Data Wisatawan
Dapatkan data tentang kunjungan wisatawan, termasuk jumlah pengunjung,
demografi mereka, dan kegiatan mereka di area pariwisata desa. Data ini akan
memberikan wawasan tentang popularitas dan daya tarik situs pariwisata
mangrove.
 Wawancara Pemangku Kepentingan
Lakukan wawancara dengan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat
dalam perkembangan pariwisata desa, seperti anggota masyarakat setempat,
pejabat pemerintah, operator pariwisata, dan ahli lingkungan. Wawancara ini
akan menangkap berbagai perspektif dan pengalaman terkait pemberdayaan
mangrove dan dampak pariwisata pada masyarakat.
 Observasi Lapangan
Lakukan observasi langsung di lokasi untuk mengumpulkan data kualitatif
tentang kondisi fisik ekosistem mangrove, fasilitas yang disediakan untuk
wisatawan, dan interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat.
Observasi ini akan memberikan wawasan berharga tentang implementasi dan
dampak nyata dari pariwisata desa.
 Data Historis
Telusuri data historis, laporan, dan studi yang ada terkait perkembangan
pariwisata desa dan upaya rehabilitasi mangrove di Kalimireng. Data ini dapat
membantu menciptakan konteks dan melacak perubahan dari waktu ke waktu,
memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi.

IV. HASIL ANALISIS


A. Data Wisata Kabupaten Gresik
Berdasarkan hasil studi lapangan dan pengumpulan data sekunder dari Dinas
Pariwisata Kebudayaan Kabupaten Gresik tahun 2021, terdapat 131 objek destinasi
tujuan wisata (ODTW) di Kabupaten Gresik. ODTW tersebut terdiri dari berbagai
kategori, di antaranya:

 Wisata religi: 17 objek


 Wisata sejarah: 18 objek
 Wisata bahari: 18 objek
 Wisata alam: 32 objek
 Wisata cagar alam: 9 objek
 Wisata pertanian: 1 objek
 Wisata pendidikan: 7 objek
 Wisata buatan: 9 objek
 Wisata mancing spot alam: 5 objek
 Wisata kuliner: 9 objek
 Wisata belanja: 6 objek
Selain itu, terdapat beberapa desa wisata yang aktif dan berkembang di Kabupaten
Gresik. Beberapa di antaranya adalah:
 Desa Dalegan Panceng: Wisata Alam Pantai Pasir Putih Dalegan, Wisata
Edukasi Budidaya Kerang Hijau, homestay, dan usaha kuliner.
 Desa Doudo Panceng: Doudo Agro Edu Green Village dengan Telaga RENA,
kampung tematik seperti kampung SICANTIK CERDAS, kampung SAYUR,
kampung TOGA, kampung 3R, kampung E-Link, dan kampung Aloevera.
 Desa Sekapuk Ujungpangkah: Wisata Selo Tirto Giri (SETIGI) yang
menggabungkan potensi alam seperti goa dan tebing pasca tambang, dengan
potensi buatan seperti danau, kolam renang, candi, patung, dan wahana
lainnya, serta potensi agrowisata.
 Desa Gosari Ujungpangkah: Wisata Alam Gosari dengan wahana outbond,
spot selfie, Caffe Goa, taman bunga, Prasasti Goa Butulan, dan Sendang
Bidadari.
 Desa Hendrosari Menganti: Eduwisata Lontar Sewu, Kebun Lontar, Batik
Lontar, kuliner, dan kerajinan tangan.
 Desa Sidokumpul Gresik: Kampung Kreasi yang berfokus pada kerajinan dan
edukasi, seperti pembelajaran Urban Farming dan pemanfaatan sampah daur
ulang menjadi berbagai kerajinan bernilai ekonomis, serta bank sampah.
 Desa Giri Kebomas: Wisata Religi Makam Sunan Giri, Malam Selawe, Giri
Expo, Pasar Wisata, UMKM kuliner, dan souvenir.
 Desa Manyar Sidomukti Manyar: Ekowisata Mangrove Kalimireng, perahu
susur sungai, edukasi berkuda dan panahan, seni budaya batik bernuansa
mangrove, dan usaha kuliner lokal, tempat pemancingan, serta bumi
perkemahan.
 Desa Kemangi Bungah: Wisata Twin Lake (Telaga Kembar), wisata edukasi
kelompok kampung ternak, budidaya ikan air tawar, kerajinan pengol ahan
limbah daur ulang, UMKM produk unggulan, dan seni budaya ISHARI.
 Desa Surowiti Panceng: Wisata Bukit Surowiti, Petilasan Sunan Kalijaga, Goa
Langsih, outbond, wall climbing, bumi perkemahan, tradisi dan budaya seperti
Sedekah Bumi, Haul Sunan Kalijaga, Suroan, naskah kuno manuskrip Babat
Surowiti, manuskrip Mushaf Alquran, dan Malam Jumat Legian.
 Desa Pangkahwetan Ujungpangkah: Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)
Mangrove, Wisata Muara Bengawan Solo (MBS), suaka burung, susur sungai
Bengawan Solo, budidaya ikan air tawar dan air laut, usaha kuliner, UMKM,
homestay, dan agrowisata.
 Desa Pangkahkulon Ujungpangkah: Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)
Mangrove, suaka burung, Lewean Mangrove Forest, kuliner seafood, wisata
religi, dan wisata budaya.
 Desa Banyuurip Ujungpangkah: Kawasan Ekosistem Esensial (KEE)
Mangrove, Banyuurip Mangrove Centre (BMC), budidaya kerang hijau,
pembibitan mangrove, tracking mangrove, Cafe Mangrove, serta susur sungai.

B. Data Wisata Kabupaten Gresik


Salah satu faktor penentu kesuksesan dalam pengelolaan dan pengembangan
pariwisata adalah keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah
daerah, desa, tokoh agama, dan masyarakat. Pariwisata dapat memberikan dampak positif
dan negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu peran
pemerintah sangat penting dalam memberikan legalitas melalui Peraturan Desa
(PERDES) tentang Wisata. Tokoh agama juga memiliki peran penting dalam menjaga
nilai-nilai moralitas di objek wisata, sementara masyarakat juga berperan baik secara
langsung maupun sebagai pendukung dalam pengembangan wisata desa. Meskipun
pentingnya peran pemangku kepentingan, pada praktiknya ada pemangku kepentingan
yang tidak mendukung pengembangan wisata desa.
POKDARWIS Kabupaten Gresik juga mengungkapkan bahwa 80% pemangku
kepentingan terlibat dalam pengembangan wisata desa. Keterlibatan pemangku
kepentingan tersebut meliputi berbagai aspek seperti gotong royong, dukungan dan
kerjasama, pendampingan dalam pengelolaan wisata desa, pembinaan fasilitas wisata,
serta promosi wisata desa, termasuk objek "wisata mangrove Kalimireng, Gresik". Wisata
mangrove Kalimireng merupakan salah satu destinasi wisata yang penting dalam
pengembangan wisata desa di Kabupaten Gresik.
Perkembangan bisnis pariwisata yang pesat dan kompetitif ini juga dipengaruhi oleh
kemampuan mengelola tekanan dan beradaptasi dengan perubahan. POKDARWIS dan
pengelola wisata desa menghadapinya dengan pendekatan kreatif, inovatif, kolaboratif,
diskusi, musyawarah, kerjasama, dan perbaikan terus menerus. Pengelolaan keberlanjutan
ini melibatkan aspek-aspek seperti (1) keberlanjutan sosial ekonomi, (2) keberlanjutan
budaya, (3) keberlanjutan lingkungan, termasuk keberlanjutan objek wisata mangrove
Kalimireng.
C. Data Wisata Kabupaten Gresik
1. Keberlanjutan Sosial Ekonomi
Berdasarkan data yang terkumpul, ditemukan bahwa kondisi desa wisata di
Kabupaten Gresik terbagi menjadi dua kategori, yaitu 60% desa wisata yang sudah
aktif dan 40% desa wisata yang belum aktif. Data ini mengindikasikan bahwa manfaat
ekonomi bagi masyarakat desa (termasuk kontribusi Pendapatan Asli Desa/PAD)
masih belum maksimal, mengingat hanya 60% desa wisata yang telah
mengembangkan aktivitasnya.
Manfaat ekonomi bagi masyarakat desa meliputi beberapa aspek, antara lain:
a. Penurunan tingkat pengangguran: Keberadaan desa wisata mampu mengurangi
tingkat pengangguran karena dibutuhkan tenaga kerja dalam pengelolaan objek
wisata tersebut.
b. Peningkatan Pendapatan Asli Desa (PAD): Melalui objek wisata yang ada, secara
langsung telah memberikan kontribusi pada PAD desa melalui pendapatan dari
penjualan tiket masuk, penyewaan stand untuk kuliner, dan lain sebagainya.
c. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar objek
wisata: Keberadaan objek wisata secara tidak langsung berdampak pada
perkembangan UMKM di desa, sehingga membantu meningkatkan perekonomian
lokal.
d. Realisasi Rencana Pembangunan Desa, baik secara fisik maupun pengembangan
sumber daya manusia (SDM): Manfaat ekonomi dari desa wisata juga dapat
digunakan untuk merealisasikan rencana pembangunan desa, baik melalui
peningkatan infrastruktur fisik maupun pengembangan SDM.
Selain manfaat-manfaat di atas, ekowisata mangrove Kalimireng juga dapat
ditambahkan sebagai salah satu objek wisata yang berpotensi memberikan manfaat
ekonomi bagi masyarakat. Keberadaan ekowisata mangrove Kalimireng dapat
memberikan dampak positif melalui peningkatan kunjungan wisatawan,
pemberdayaan masyarakat sekitar mangrove, dan kontribusi terhadap PAD desa.
2. Keberlanjutan Budaya
Sebagai salah satu kota Santri di Indonesia yang kaya akan budaya dan adat
istiadatnya, Gresik memiliki potensi besar dalam menarik minat wisatawan yang
tertarik untuk mengenal dan mengalami keunikan budaya lokal. Upaya menjaga dan
melestarikan warisan budaya menjadi tanggung jawab bersama masyarakat. Salah
satu cara yang dilakukan adalah dengan memperkenalkan dan mempromosikan
budaya lokal kepada generasi muda agar dapat terus hidup dan dilestarikan, meskipun
adanya pengaruh budaya asing yang kuat yang dapat mengancam budaya lokal.
Di Gresik, terdapat banyak kekayaan budaya lokal yang dapat ditemui, seperti
tarian tradisional Gresik seperti Tari Damar Kurung, Tari Rancangkapti, Tari Pencak
Macan, Tari Tayung Raci, dan Tari Zaven Mdanilingan. Makanan khas Gresik seperti
Pudak, Nasi Krawu, Otak-Otak Bdaneng, Jubung, Bongko Kopyor, dan lain-lain juga
merupakan bagian dari kekayaan budaya lokal. Selain itu, berbagai event seperti Pasar
Bdaneng, Rabo Wekasan, Malem Selawe, dan lain-lain juga turut memperkaya
budaya lokal. Gresik juga memiliki situs dan makam para waliyullah seperti Makam
Syaikh Maulana Malik Ibrohim, Sunan Giri, Fatimah Binti Maimun, Sunan Perapen,
dan lain-lain yang menjadi tempat penting dalam budaya lokal. Selain itu, masih
terdapat potensi lain dari kearifan lokal yang belum dioptimalkan di kabupaten
Gresik.
Dalam mengembangkan pariwisata, keberadaan budaya lokal menjadi salah satu
daya tarik yang dapat dimanfaatkan. Gresik telah memiliki lebih dari tujuh destinasi
wisata dengan tema budaya, dan kolaborasi dengan pelaku budaya dapat menjadi
langkah efektif dalam pengembangan objek wisata. Upaya yang dilakukan oleh
pelaku wisata dalam melindungi warisan budaya antara lain dengan melakukan
sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap budaya desa, merawat
situs-situs cagar budaya, melibatkan pemuda dan remaja dalam kegiatan budaya,
mengadakan event-event musiman, menampilkan atraksi budaya bagi pengunjung,
melakukan penelitian dan pendokumentasian sejarah dan budaya desa wisata,
berkolaborasi dengan pelaku budaya, mendirikan paguyuban budaya desa,
mengembangkan wisata kuliner khusus dengan makanan daerah Gresik, dan
menekankan pentingnya wisata di kota santri. Selain upaya tersebut, penambahan
ekowisata mangrove Kalimireng dapat menjadi bagian dari inisiatif ini untuk
memperkaya lagi penawaran wisata budaya di Gresik.
3. Keberlanjutan Lingkungan
Lingkungan adalah tempat tinggal bagi semua makhluk hidup, dan sebagai
manusia, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestariannya. Perkembangan
modernisasi, industrialisasi, dan pertumbuhan populasi telah menyebabkan berbagai
permasalahan lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak
pada kelestarian alam. Beberapa isu lingkungan yang muncul meliputi polusi udara,
sampah plastik, sampah rumah tangga, perubahan iklim, kepadatan penduduk,
penurunan sumber daya alam, pengelolaan limbah, kepunahan keanekaragaman
hayati, alih fungsi hutan dan deforestasi, abrasi, dan sebagainya.
Sebagai sebuah kota industri dan dengan urbanisasi yang tinggi, Gresik
menghadapi tantangan serius dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Namun,
perkembangan pariwisata telah memberikan kontribusi positif dalam upaya menjaga
dan melestarikan lingkungan hidup. Kabupaten Gresik memiliki lebih dari sepuluh
objek wisata yang menerapkan konsep wisata alam dan buatan, serta mengutamakan
kelestarian lingkungan hidup.
Penelitian telah mengidentifikasi beberapa strategi dalam menjaga konservasi
warisan alam, di antaranya adalah melakukan perawatan dan pengembangan untuk
mempercantik warisan alam, memiliki tim kebersihan yang bekerja 24 jam,
penanaman mangrove secara berkelanjutan di bantaran sungai, kerjasama dengan
dinas terkait dan perusahaan dalam pelestarian alam, melibatkan masyarakat dalam
konservasi alam melalui gotong royong, menerapkan konsep wisata urban farming
dan kampung ramah lingkungan, menjaga kebersihan dan keasrian alam warisan,
mengembangkan objek wisata sebagai destinasi pariwisata, dan membuat peraturan
desa yang mengedepankan kelestarian lingkungan dalam konteks pariwisata.
Salah satu destinasi wisata yang dapat ditambahkan adalah Wisata Mangrove
Kalimireng. Wisata mangrove Kalimireng merupakan salah satu objek wisata yang
penting dalam menjaga kelestarian lingkungan di Gresik. Mangrove, sebagai salah
satu pemasok oksigen terbesar, berperan penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem. Dengan mengunjungi Wisata Mangrove Kalimireng, wisatawan dapat
memahami pentingnya keberadaan mangrove dan berkontribusi dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
Dalam mengelola sumber daya dan menjaga keunikan objek wisata, pengelola
wisata juga menerapkan beberapa strategi, seperti menyediakan sarana yang memadai
untuk kegiatan "outbound", konsisten dalam meningkatkan daya tarik dan keunikan
wisata, mengembangkan potensi wisata sesuai dengan tren terkini, membentuk tim
khusus pemeliharaan objek wisata, menjaga hubungan dan berkoordinasi dengan
masyarakat setempat, melakukan konservasi, menjaga kerjasama yang baik, dan
memberdayakan sumber daya manusia agar kreatif dan inovatif.
Salah satu masalah yang timbul seiring dengan perkembangan pariwisata adalah
masalah limbah atau emisi yang dihasilkan oleh wisatawan. Meskipun demikian,
pengelola wisata di Kabupaten Gresik telah siap menghadapi masalah sampah
tersebut. Beberapa strategi yang diterapkan oleh pengelola wisata antara lain
menyediakan tempat sampah di tempat wisata dan melakukan edukasi kepada
wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pengembangan dan peningkatan desa wisata yang berkelanjutan di era new normal
memerlukan faktor internal dan eksternal yang saling mendukung. Faktor internal
meliputi pemanfaatan sumber daya lokal dan kearifan lokal, partisipasi dan dukungan
masyarakat, perencanaan yang matang, pendanaan internal, kelembagaan desa yang kuat,
program desa yang terarah, rencana pemasaran yang efektif, pengembangan sumber daya
manusia, dan upaya pengembangan berkelanjutan. Faktor eksternal melibatkan pelibatan
berbagai pihak terkait, konektivitas wisata yang baik, pengelolaan pengunjung yang baik,
dukungan kebijakan pemerintah, dan pendanaan eksternal.
Dalam mengembangkan model keberlanjutan wisata desa di era new normal,
diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan taraf hidup
masyarakat serta pemanfaatan sumber daya lokal yang berkelanjutan. Hal ini juga
diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendapatan penduduk desa secara merata, dengan
fokus pada keterlibatan masyarakat desa dalam pengelolaan wisata.
Pengembangan desa wisata yang berkelanjutan memerlukan kolaborasi antara faktor
internal dan eksternal, melalui pemanfaatan sumber daya lokal, partisipasi masyarakat,
perencanaan yang baik, dan dukungan kebijakan pemerintah. Dengan demikian, desa
wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan dan mampu memberikan
manfaat ekonomi serta sosial bagi masyarakat desa, sambil tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dan kearifan lokal.
Bibliography
Aliman, N. K., Hashim, S. M., Wahid, S. D. M., dan Harudin, S. (2016). Tourists Satisfaction
with a Destination: An Investigation on Visitors to Langkawi Isldan. International
Journal of Marketing Studies
Aref, F., dan Gill, S. S. (2009). Rural tourism development through rural cooperatives.
Nature dan Science
Data BPS: Indonesia Miliki 1.734 Desa Wisata, https://www.merdeka.com/, Senin, 10
Desember 2018 13:53, retrieved 21 Juni 2023.
Sukaris, Kurniawan, A., dan Kurniawan, M.D. (2023). Strategi Pengembangan Wisata Desa
Yang Berkelanjutan. Creative Commons Attribution
Miles, M. B., dan Huberman, A. M. (1992). Analisis data kualitatif. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai