Anda di halaman 1dari 19

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM SMART CITY DI KOTA YOGYAKARTA

BERDASARKAN INDIKATOR COHEN

Ardelia Shelomita Teena

1Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Esa Unggul, Jl. Arjuna Utara No. 9
Jakarta 11510
Email: ashelomitaa@gmail.com

ABSTRAK

Bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun serta terbatasnya sumber daya alam menjadikan
pengelolaan kota menjadi semakin kompleks. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk dapat
memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki serta meminimalisir kendala atau masalah yang
dihadapi. Konsep kota cerdas (smart city) yang menjadi isu besar di kota-kota besar di seluruh dunia
mendorong peran aktif dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kota sehingga terjadi interaksi
yang lebih dinamis dan erat antara warga dengan Pemerintah Daerah. Dalam RPJMD 2017-2022, Kota
Yogyakarta memiliki konsep smart city yang mengacu pada inovasi-inovasi dalam bidang teknologi
informasi agar bisa memberikan manfaat serta kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskrptif, dengan hasil
penelitian untuk melihat apakah smart city yang diterapakan di lokasi studi sudah memenuhi
indikator yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan mempelajari berbagai buku
literatur dan dokumen-dokumen terkait dengan smart city di Yogyakarta. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan dengan membandingkan indikator-indikator yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa smart city yang telah diimplementasikan di Kota Yogyakarta yaitu program
smart environment memenuhi 5 dari 8 indikator, program smart government memenuhi 4 dari 9
indikator, smart economy memenuhi 2 dari 4 indikator, dan untuk smart living memenuhi 5 dari 8
indikator. Untuk itu perlu upaya lebih lanjut lagi dari dari pemerintah Kota Yogyakarta untuk
meningkatkan program-program smart city yang telah ditetapkan, terutama yang masih belum
memenuhi semua indikator.
Kata Kunci: Evaluasi, Smart City, Yogyakarta, Indikator Cohen,
Pendahuluan

Bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun serta terbatasnya


sumber daya alam menjadikan pengelolaan kota menjadi semakin kompleks.
Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk dapat memaksimalkan potensi
sumber daya yang dimiliki serta meminimalisir kendala atau masalah yang
dihadapi. Konsep kota cerdas (smart city) yang menjadi isu besar di kota-kota
besar di seluruh dunia mendorong peran aktif dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan kota sehingga terjadi interaksi yang lebih dinamis dan erat antara
warga dengan Pemerintah Daerah.

Kondisi perencanaan pembangunan perkotaan saat ini lebih


memberi perhatian pada aspek lingkungan dan keberlanjutan dan isu-isu
kekinian yang berkaitan langsung dengan permasalahan perkotaan. Namun
demikian pembangunan berkelanjutan dihadapkan pada permasalahan global
antara lain seperti penurunan kualitas pelayanan publik, berkurangnya
ketersediaan lahan pemukiman, kemacetan di jalan raya, kesulitan mendapatkan
tempat parkir, membengkaknya tingkat konsumsi energi, penumpukan sampah,
peningkatan angka kriminal, dan masalah masalah sosial lainnya. Semua
permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cepat jika masih
menggunakan pola konvensional seperti yang digunakan saat ini. Untuk
menyelesaikan masalah dan mewujudkan kota yang aman dan nyaman bagi
penduduknya, diperlukan upaya dan solusi cerdas untuk penyelesaian masalah
dapat dilakukan dengan penerapan dan kolaborasi ekosistem kota yang masuk ke
dalam konsep Smart City yang saat ini banyak menjadi impian kota-kota besar di
Indonesia untuk diterapkan. Konsep ini dianggap sebagai solusi dalam mengatasi
berbagai persoalan.

Pada tahun 2018 Kota Yogyakarta terpilih sebagai salah satu Kota yang akan
melaksanakan program Gerakan Menuju 100 Smart City bersama 24 Kabupaten
atau Kota lainnya di Indonesia. Dalam RPJMD 2017-2022, Kota Yogyakarta
memiliki konsep smart city yang mengacu pada inovasi-inovasi dalam bidang
teknologi informasi agar bisa memberikan manfaat serta kemudahan dalam
pelayanan kepada masyarakat. Smart City Kota Yogyakarta disepakati dengan
istilah Jogja Smart Service. Terkait hal ini, Walikota telah menetapkan Dewan dan
Tim Pelaksana Smart City untuk menyusun dan melaksanakan Master Plan Smart
City Kota Yogyakarta serta menetapkan Dinas Komunikasi Informatika dan
Persandian Kota Yogyakarta sebagai leader dalam program kerja sesuai dengan
amanah RPJMD (Kominfo Kota Yogyakarta, 2018). Visi dari implementasi
teknologi informasi dan komunikasi di Pemerintah Kota Yogyakarta terdapat
dalam dokumen master plan e-government yang ditetapkan di dalam Peraturan
Walikota Yogyakarta Nomor 15 Tahun 2015 tentang e-Government yaitu
“Terwujudnya e-Government sebagai sarana sistem informasi pengelolaan Kota
Yogyakarta yang handal dalam mendukung pelayanan publik yang efektif, efisien,
transparan, akuntabel dan partisipatif sehingga menjadi Yogyakarta Smart City”.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskrptif, dengan hasil penelitian untuk melihat apakah smart city
yang diterapakan di lokasi studi sudah memenuhi indikator yang ditetapkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan
mempelajari berbagai buku literatur dan dokumen-dokumen terkait dengan
smart city di Yogyakarta.
Tinjauan Pustaka

1. Konsep Smart City

Konsep kota cerdas atau yang lebih dikenal dengan nama smart city sangat
populer dikembangkan sebagai salah satu konsep penataan kota-kota di dunia
beberapa tahun belakangan ini seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Konsep ini awalnya tumbuh semenjak tahun 1990an dimana koneksi internet
mulai mendunia sejak diperkenalkan pada tahun 1960an.

Menurut Allwinkle & Cruickshank (2007), perkembangan internet pada


periode tersebut-lah yang membuat pelayanan menjadi semakin mudah dengan
adanya informasi yang dapat diakses melalui situs yang disediakan pemerintah
kota. Meski masih terbatas berupa layanan satu arah dengan hanya informasi
yang bersifat statis dan terbatas tentang kebijakan perkotaan, guna lahan, dan
perencanaan, namun tidak dipungkiri lagi bahwa ini adalah awal munculnya
konsep smart city.

Menurut Suhono (2015), Smart City adalah pengembangan dan pengelolaan


kota dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
untuk menghubungkan, memonitor dan mengendalikan berbagai sumber
daya yang ada di dalam kota dengan lebih efektif dan efisien untuk
memaksimalkan pelayanan kepada warganya serta mendukung pembangunan
yang berkelanjutan atau dengan kata lain Kota yang mengetahui permasalahan
yang ada di dalamnya (sensing), memahami kondisi permasalahan
tersebut (understanding), dan dapat mengatur (controlling) berbagai sumber
daya yang ada untuk digunakan secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk
memaksimalkan pelayanan kepada warganya”

Secara lebih komprehensif, Nam dan Pardo (2011) melihat bahwa teknologi
bukan satu-satunya faktor dalam smart city. Masih ada 2 (dua) faktor lain yakni
faktor institusional dan faktor manusia sebagai pendukung tumbuh dan
berkembangnya konsep smart city. Tak pelak, pandangan Nam dan Pardo inilah
yang banyak dipakai oleh pemerintah kota, manajer kota dan pihak-pihak yang
terlibat dalam mengembangkan konsep smart city dan menerapkannya pada
kota-kota di dunia. Penerapan konsep smart city dalam perencanaan kota adalah
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan layanan
masyarakat dengan mengintegrasikan beberapa elemen yang ada di perkotaan
seperti pemerintahan, ekonomi, kualitas hidup, lingkungan, sumber daya
manusia, dan transportasi.

2. Dimensi Smart City

Griffinger dkk (2007:10-14) menjelaskan 6 (enam) dimensi dalam konsep


smart city sebagai dasar dari penerapan smart city yang kemudian digunakan
dalam menghitung indeks smart city 70 (tujuh puluh) kota di Eropa. Keenam
dimensi beserta indikatornya tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Dimensi Smart City (Griffinger 2007)

Indikator dari Griffinger tersebut dipakai sebagai proses penilaian terhadap


kota-kota yang telah menerapkan konsep smart city. European Smart Cities
meranking kota-kota medium size mana saja yang telah memenuhi 6 (enam)
kriteria smart city yakni smart economy, smart people, smart government, smart
mobility, smart environment dan smart living. Dari tujuh puluh kota-kota
tersebut, Luxembourg, Aarhus dan Turku menduduki 3 (tiga) besar kota dengan
peringkat smart city tertinggi. Dengan dimensi yang sama, indikator lain juga
dikembangkan oleh Cohen dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1. Indikator Smart City (Cohen 2014)

Dimension Working Area Indicator


Sustainability-certified Buildings
Smart Buildings
Smart homes
Energy
Carbon Footprint
Resources Management Air qualty
Smart Waste Generation
Environment Water consumption
Climate resilience planning
Sustainable Urban Density
Planning Green Space per capita
Efficient Transport Clean-energy Transport
Multi-modal Access Public Transport
Smart
Smart cards
Mobility Technology
Access to real-time information
Infrastructure
Online Procedures
Online services
Electronic Benefits Payments
WiFi Coverage
Broadband coverage
Infrastructure
Smart Sensor Coverage
Government Integrated health + safety operations
Open Data
Open Government Open Apps
Privacy
New startups
R+D
Entrepreneurship &
Employment levels
Innovation
Smart Innovation
Economy Productivity GRP per capita
Exports
Local and Global
International Events Hold
Conexion
Internet-connected Households
Inclusion Smart phone penetration
Civic engagement
Secondary Education
Education
Smart People University Graduates
Foreign-born immigrants
Creativity Urban Living Lab
Creative Industry Jobs
Life Conditions
Gini Index
Culture and Well-being
Quality of life ranking
Investment in Culture
Smart Living Crime
Safety
Smart Crime Prevention
Single health history
Health
Life Expectancy

Kedua indikator tersebut sudah sangat lengkap untuk melihat kondisi


sebuah kota terkait smart city, hanya perlu dielaborasi lebih lanjut dan
disesuaikan dengan kondisi dan konteks masing-masing kota. Hal ini seperti
dipaparkan Djunaedi (2014) dengan menambahkan satu dimensi lagi terkait
smart disaster management dengan pertimbangan Indonesia merupakan negara
dengan kerentanan bahaya yang tinggi. Untuk kasus Kota Yogyakarta secara lebih
spesifik, beberapa dimensi lain yang mungkin dapat ditambahkan adalah smart
culture dengan mempertimbangkan keistimewaan budaya yang dimilikinya serta
smart tourism dengan mempertimbangkan Yogyakarta sebagai destinasi wisata
nasional kedua setelah Bali.
Pembahasan

1. Kerangka Konsep Smart City Yogyakarta

Kota Yogyakarta memiliki visi menjadi “Kota Pendidikan-Berkualitas,


Berkarakter dan Inklusif, Pariwisata Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan
Jasa,yang Berwawasan Lingkungan dan Ekonomi Kerakyatan”. Visi tersebut
memiliki 4 (empat) kata kunci yakni pariwisata, pendidikan, budaya dan pusat
pelayanan jasa. Empat kata kunci inilah yang akan dikembangkan sebagai sebuah
tujuan pengembangan smart city di Kota Yogyakarta, dengan payung utama yaitu
smart culture. Apabila dijabarkan lebih lanjut, smart tourism; smart education;
dan smart culture merupakan 3 (tiga) tujuan utama smart city Kota Yogyakarta
yang dapat dicapai melalui penerapan 7 (tujuh) indikator smart city yaitu, smart
environment, smart mobility, smart government, smart economy, smart people,
smart living, dan smart disaster management.

Tujuan utama Smart City Yogyakarta dapat tercapai apabila indikator-


indikator capaian dari dimensi smart culture, smart tourism, dan smart education
terpenuhi. Smart culture memiliki indikator capaian utama yaitu tetap terjaganya
nilai budaya Yogyakarta. Sementara itu, smart tourism memiliki 3 (tiga) indikator
yang ingin dicapai yaitu jumlah wisatawan, lama tinggal (length of stay), dan
jumlah uang yang dihabiskan (spent money). Yang terakhir adalah smart
education dengan 3 (tiga) indikator capaian utama yaitu kualitas, akses, dan
sarana-prasarana terkait pendidikan. pembangunan dan pengembangan smart
city perlu memperhatikan infrastruktur aplikasi; sumberdaya manusia;
infrastruktur jaringan; infrastruktur informasi, integrasi jaringan, informasi dan
aplikasi; pendanaan; struktur organisasi, sistem manajemen dan proses kerja;
perawatan (maintenance); regulasi, tahapan pengembangan e-Government,
tahapan pengembangan infrastruktur, tahapan penerapan e-Government,
tahapan pembangunan dan/atau pengembangan sistem pendukung; dan
manajemen perubahan.
a. Smart Government

Smart government merupakan salah satu dari enam dimensi smart city
menurut Cohen. Smart Government berbasis pada online services, infrastuktur,
dan open government. Indikator-indikator dalam smart government adalah:

1. Online procedues
2. Electronic benfit payment
3. Wi-fi coverage
4. Broadband coverage
5. Sensor coverage
6. Integrated health and safety operations
7. Open data
8. Open apps
9. Privacy

Dalam mengimplementasikan smart government pemerintah kota dapat


menerapkan E-government. E-Government secara umum dapat diartikan sebagai
penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk meningkatkan
kinerja dari fungsi dan pelayanan yang dilakukan pemerintah tradisional. Secara
spesifik e-government merupakan penggunaan teknologi digital untuk
mengalihkan bentuk kegiatan- kegiatan pemerintah yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan penyampaian layanan. Sebagai wujud
pelaksanaan e-government pemerintah kota Yogyakarta mengeluarkan layanan
berbasis aplikasi online yang dapat diakses oleh masyarakat.

1) Aplikasi Jogja Istimewa

Aplikasi Jogja Istimewa menjadi salah satu informasi pelayanan yang dapat
digunakan sebagai sistem informasi pelayanan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Aplikasi Jogja Istimewa merupakan media informasi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang berbentuk digital dan berbasis mobile application. Aplikasi tersebut sebagai
panduan bagi masyarakat dan wisatawan yang secara resmi diluncurkan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Yogyakarta pada tanggal 21 September 2015.

Aplikasi tersebut menggunakan Location-Based Services (LBS) atau dikenal


dengan sistem layanan berbasis lokasi. Sistem pelayanan LBS menggabungkan
antara posisi geografis dari penggunanya dengan proses dari layanan mobile.
Tipe layanan ini menggunakan posisi pada GPS dan merupakan tipe layanan yang
akan selalu memberikan informasi kepada pengguna meskipun pengguna tidak
melakukan permintaan terhadap layanan. Aplikasi “Jogja Istimewa” ini menjadi
media interaktif dan mandiri sesuai dengan perkembangan teknologi terkini dan
kebiasaan masyarakat dalam penggunaan smartphone. Memiliki desain yang
menarik, ringkas, dan mudah digunakan serta dapat digunakan pada smartphone
dengan platform android dan windows, serta iOS yang dalam tahap
pengembangan.

Aplikasi “Jogja Istimewa” sebagai aplikasi yang menyediakan informasi di


Kota Yogyakarta memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

a) Penyampaian informasi pariwisata dan budaya dapat dilakukan dengan


mudah, akurat, dan termanajemen dengan baik.

b) Sebagai media untuk mempromosikan daerah dalam meningkatkan


kunjungan wisata daerah.

c) Mengurangi penggunaan kertas dalam mempromosikan tempat tujuan wisata


dan budaya daerah sehingga lebih efektif dan efisien.

d) Mengikuti perkembangan kebiasaan dan perilaku pengguna seiring


dengan perkembangan teknologi.

e) Dapat melakukan upgrade aplikasi secara gratis sesuai dengan perkembangan


teknologi terbaru.
2) Aplikasi Jogja Smart Service

Pada tahun 2018, Kota Yogyakarta terpilih menjadi salah satu Kota yang
akan melaksanakan program Gerakan Menuju 100 Smart City bersama 24 Kota
atau Kabupaten lainnya di Indonesia. Dalam RPJMD 2017-2022, Kota Yogyakarta
mempunyai konsep Smart City yang mengacu pada inovasi-inovasi dalam bidang
teknologi informasi dan komunikasi yang memberikan manfaat serta kemudahan
dalam pelayanan kepada masyarakat. Aplikasi berbasis Single Window dan Single
Sign In ini tidak hanya diperuntukkan bagi warga Kota Yogyakarta saja, melainkan
dapat digunakan oleh warga yang berasal dari luar Kota Yogyakarta. Cara
menggunakannya cukup mudah yaitu , masyarakat cukup login menggunakan
nomor NIK untuk mengakses seluruh layanan yang disediakan Pemerintah Kota
Yogyakarta. Jika belum terdaftar, maka harus terlebih dahulu melakukan
pendaftaran dan aktivasi akun melalui email yang dikirimkan untuk dapat
mengakses aplikasi “Jogja Smart Service”.

Layanan JJS ini sudah terintegrasi dengan seluruh Organisasi Perangkat


Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta yang siap melayani dan
merespon segala bentuk aduan dari masyarakat.Terdapat lebih dari 20 fitur
dalam aplikasi “Jogja Smart Service” yang terbagi ke dalam 5 layanan, yaitu :

a) Kedaruratan

Fitur ini dirancang khusus untuk melaporkan kejadian-kejadian di


seputaran Kota Jogja, yang bersifat darurat dan membutuhkan penanganan
segera seperti kecelakaan, penyelamatan jiwa, hingga kebakaran. Dalam aplikasi
ini sudah dilengkapi peta sehingga lokasi kejadian dapat terbaca dengan mudah.

b) Informasi dan Pengaduan

Layanan ini adalah kelanjutan dari aplikasi Unit Pelayanan Informasi dan
Keluhan (UPIK) yang sudah lebih dulu dihadirkan oleh Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk menampung pendapat, saran, dan aduan masyarakat melalui
SMS (Short Message Service). Namun meskipun sudah ada aplikasi JSS, segala
bentuk pengaduan yang disampaikan melalui UPIK masih tetap dilayani.

c) Layanan Umum

Fitur ini dapat digunakan oleh pengguna JSS untuk pelayanan yang bersifat
administrasi kependudukan, seperti pelayanan pendaftaran di Kelurahan dan
Kecamatan secara online, informasi terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta
informasi penerimaan peserta didik baru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kota Yogyakarta.

d) Layanan Data dan Informasi

Fitur ini memuat data dan informasi yang akurat seputar Kota Yogyakarta,
yang dinilai sering menjadi topik dan pembahasan utama warga. Mulai dari
lowongan pekerjaan, event wisata, hingga permasalahan yang sering diunggah di
masyarakat, yaitu harga bahan pokok.

e) Mitra Pemerintah Kota

Melalui fitur ini pengguna JSS bisa mendapatkan informasi secara online dari
beberapa organisasi atau lembaga yang menjadi mitra Pemerintah Kota
Yogyakarta, seperti layanan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), informasi
tagihan rekening air PDAM TIRTAMARTA, sampai informasi terkait ketersediaan
stok darah di Palang Merah Indonesia (PMI).
b. Smart Living

Smart Living adalah penggambaran tempat yang layak huni bagi


masyarakat. Parameter utama Smart Living adalah nampaknya harmoni dalam
kelayakan tempat tinggal masyarakat. Harmonisasi dalam kota atau kabupaten
tercermin dalam perumahan, komersial, dan fasilitas rekreasi. Indikator smart
living menurut Cohen adalah:

1. Life conditions
2. Gini index
3. Quality of life ranking
4. Investment in culture
5. Crime
6. Smart crime prevention
7. Single life history
8. Life expectancy

Dalam mengimplementasikan smart living pemerintah kota Yogyakarta


telah melakukan:

1. Memudahkan akses ke layanan pendidikan melalui pengembangan smart


office Dikpora DIY
2. Pengembangan sistem kewaspadaan dini dan respon (SKDR) untuk
memudahkan akses layanan kesehatan
3. Pengembangan peran media melalui talkshow acara Ranah Publik TVRI
Yogyakarta dengan berbagai tema dengan tujuan mewujudkan peradaban
baru Yogyakarta melalui sinergi berbagai sektor
4. Kemudahan akses terhadap jaminan keamanan
c. Smart Environment

Smart environment merupakan cerminan komitmen kota terhadap


perlindungan lingkungan, manajemen limbah, dan masalah penggunaan energi.
Sluruh elemen ini harus dirancang untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh
ekosistem di planet ini. Adapun indikatornya menurut Cohen adalah:

1. Sustainability-certified Buildings
2. Smart homes
3. Energy
4. Carbon Footprint
5. Air qualty
6. Waste Generation
7. Water consumption
8. Climate resilience planning
9. Density
10. Green Space per capita

Upaya pemerintah kota Yogyakarta dalam mewujudkan smart environment


adalah:

1. Penyusunan RAD penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2012
meliputi energi, transportasi, pertanian, keutanan dan pengolahan limbah
untuk mengurangi dampak emisi GRK dalam rangka mendukung
pembangunan berkelanjutan
2. Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui pemanfaatan sampah
dan kotoran ternak mejadi biogas, kincir angin di pantai Samas, Baron Techno
Park, Pembangkit listrik tenaga mikro hydro di kalibawang
3. Pengembanagn komunitas jaringan pengelolaan sampah mandiri (JPSM),
bank sampah, sekolah Adiwiyata, Pontren peduli lingkungan
4. Updating data dan informasi lingkungan hidup untuk mengetahui kondisi
eksisting lingkungan hidup di kota Yogyakarta
5. Pembangunan berkelanjutan berbasis budaya seperti Wonodeso (hutan desa)
dan Tlogodeso (Telaga desa)
6. Pengembangan kearifan lokal lingkungan hidup dalam rangka
mendukungpembangunan berkelanjutan melalui gerakan MErti Kali dengan
mengajak warga penghuni pinggir kali untuk membersihkan, menjaga, dan
melestarikan keberadaan sungai

d. Smart Infrastructure

Smart infrastructure merupakan pembangunan infrastruktur jaringan


berbasis Information Technology (IT) dalam upaya peningkatan daya saing kota
melalui pelayanan cepat dan tepat. Smart infrastructure ini dalam dimensi smart
city merupakan bagian dari smart government. Indikatornya menurut Cohen
adalah:

1. WiFi Coverage
2. Broadband coverage
3. Sensor Coverage
4. Integrated health + safety operations

Implementasi pemerintah kota Yogyakarta dalam smart infrastructure adalah:

1. Mendorong pengguna kendaran pribadi beralih ke angkutan umum


dengan memperbaiki serta meningkatkan layanan dan prioritas angkutan
umum melalui konsep integrasi angkutan perkotaan
2. Penggunaan smart card meliputi multi moda angkutan, multi daerah, dan
multi sistem pembayaran
e. Smart Economy

Smart Economy adalah salah satu dari konsep Smart City, dimana Smart
Economy berbicara dalam lingkup ekonomi untuk menjawab "Bagaimana suatu
ekonomi dalam suatu kota dapat berjalan secara efektif dan efisien", dan disinilah
Teknologi Informasi hadir dalam menjawab peranyaan tersebut. Jawabannya
adalah dengan menggunakan TI maka peluang untuk membentuk jaringan sosial
yang baru terbuka sangat lebar. Indikator smart economy menurut Cohen:

1. New startups
2. R + D
3. Employment levels
4. Innovation
5. GRP per capita
6. Exports
7. International Events Hold

Smart Economy diringkas menjadi dua hal. Pertama membuka akses


informasi yang luas sehingga meningkatkan peluang warga untuk melakukan
aktivitas ekonomi yang efektif. Kedua untuk aktivitas bisnis yang sudah berjalan,
akan mereduksi biaya operasional lebih minimal, lebih produktif dan tumbuh
dalam konteks ’sustainable’. Hal yang sudah dilakukan pemerintah kota Yogya
dalam implementasi smart economy adalah:

1. Melakukan rebranding Yogya Never Ending Asia menjadi Yogya Istimewa


yang dilaunching melalui pesta berkesenian masyarakat Yogya
2. Pengembangan usaha mikro dan UKM
3. Pengembangan e-commerce
2. Evaluasi Smart City di Yogyakarta Berdasarkan Indikator Cohen

Pengukuran Smart City Kota Yogyakarta ini menggunakan indikator-indikator


yang terdapat di Boyd Cohen Smart City Wheel. Belum ada nilai pasti yang
digunakan sebagai standar pada parameter-parameter yang digunakan di Boyd
Cohen Smart City Wheel ini. Untuk mengetahui bagaimana implementasi smart
city di Kota Yogyakarta saat ini, penulis membandingkan indikator program
smart city yang telah diimplementasikan di Yogyakarta dengan indikator
menurut Cohen seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Pengukuran indikator smart city di Yogyakarta

Indikator yang
Dimensi Cakupan Indikator Menurut Cohen
terpenuhi

Energy v
Carbon Footprint v
Resources
Air qualty
Management v
Waste Generation v
Smart Environment
Water consumption X

Climate resilience planning x


Sustainable Urban
Density
Planning V

Green Space per capita x


Online Procedures v
Online services
Electronic Benefits Payments
X
WiFi Coverage X
Infrastructure Broadband coverage X

Smart Government Sensor Coverage X


Integrated health + safety
operations V
Open Data V

Open Government Open Apps


V
Privacy X
New startups V
Entrepreneurship &
R+D
Smart Economy Innovation X
Employment levels X
Innovation V
Life Conditions V
Culture and Well-
Gini Index
being X
Quality of life ranking X
Investment in Culture V
Smart Living Crime V
Safety
Smart Crime Prevention V
Single health history X
Health
Life Expectancy V

Keterangan :

v = memenuhi

x = tidak memenuhi

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat ada beberapa yang memenuhi


indikator menurut Cohen dan ada beberapa juga yang tidak memenuhi indikator
tersebut. Dari tabel di atas diketahui bahwa program smart environment di Kota
Yogyakarta dengan cakupan resources management dan sustainable urban
planning memenihi beberapa indikator yang telah ditetapkan. Diantaranya adalah
indikator energy, carbon footprint air qualty, waste generation, dan density.
Kemudian untuk program smart government yang indikator yang terpenuhi untuk
cakupan online services, infrastructure, dan open government adalah online
procedures, integrated health + safety operations, open data, dan open apps. Untuk
program smart economy dengan cakupan entrepreneurship & innovation,
indikator yang terpenuhi adalah new startups dan innovation. Dan untuk program
smart living dengan cakupan culture and well-being, safety, dan health, indikator
yang terpenuhi adalah life conditions, investment in culture, crime, smart crime
prevention, dan life expectancy.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan membandingkan


indikator-indikator yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa smart city yang
telah diimplementasikan di Kota Yogyakarta yaitu program smart environment
memenuhi 5 dari 8 indikator, program smart government memenuhi 4 dari 9
indikator, smart economy memenuhi 2 dari 4 indikator, dan untuk smart living
memenuhi 5 dari 8 indikator. Untuk itu perlu upaya lebih lanjut lagi dari
pemerintah Kota Yogyakarta untuk meningkatkan program-program smart city
yang telah ditetapkan, terutama yang masih belum memenuhi semua indikator.

Daftar Pustaka

Allwinkle, Sam & Cruickshank, Peter (2011). Creating Smart-er Cities: An


Overview. Journal of Urban Technology, Vol. 18, No. 2, April 2011, 1–16. Routledge.
Andriariza, Y. (2014). Analisis Penerapan E-Government Di Kabupaten Sragen
Analysis Of Application Of E-Government In The District. Jakarta Pusat, 3(1).

Bitjoli, B. E., Rindengan, Y. D. Y., & Karouw, S. (2017). ANALISA KESIAPAN KOTA
CERDAS (STUDI KASUS: PEMERINTAH KOTA MANADO). JURNAL TEKNIK
INFORMATIKA UNIVERSITAS SAM RATULANGI, 12(1).

Buhalis, D., 2005. Information Technology in Tourism. In Tourism Principles and Practice.
London: Pearson Education Limited, pp. 702–736.

Griffinger, R., dkk (2007). Smart cities Ranking of European medium-sized cities.
Final report October.

Rachmawati, R., Ramadhan, E. R., & Rohmah, A. A. (2018). Aplikasi Smart Province
“Jogja Istimewa”: Penyediaan Informasi Terintegrasi dan Pemanfaatannya.
Majalah Geografi Indonesia, 32(1)

Anda mungkin juga menyukai