Megapolitan bukan suatu gejala maupun konsep baru dan bukan satu-satunya istilah
yang digunakan dalam kajian geografi dan perencanaan. Istilah lainnya yang setara dengan
megapolitan adalah megapolis, megalopolis, megacity, mega urban, atau supercity. Inti dari kata
tersebut adalah mega/ megal yang memiliki arti besar.
Menurut Yunus (2006), megalopolitan atau ‘megapolitan’ terdiri dari polis dan
mega/megal. Prud’Homme (1996) juga menuliskan konsep mengenai ‘megacities’. Jika kata
‘politan’ diganti dengan kata ‘city’ akan lebih baik karena memiliki sandaran teoritis (Prud’
Homme, 1996).
Mega Urban adalah dua kota yang terhubungkan oleh jalur transportasi yang efektif
sehingga menyebabkan wilayah di koridornya berkembang pesat dan cenderung menyatukan
secara fisikal dua kota utamanya. Secara umum megacities biasanya didefinisikan sebagai
wilayah metropolitan dengan populasi penduduk lebih dari 10 juta jiwa (Perlman, 1990) . Sebuah
megacities dapat berupa suatu metropolitan tunggal atau metropolitan tunggal dengan
mikropolitan yang bergabung menjadi suatu wilayah fungsional yang terintegrasi. Konsep
megapolitan menjelaskan bagaimana antar kota mengalami keterkaitan ekonomi yang sangat
kuat. Cara pandang utama dalam melihat megapolitan adalah pendekatan ekonomi regional.
Sehingga megapolitan dijadikan sebagai konsep akademis dalam pengembangan wilayah, bukan
penggabungan wilayah secara administratif.
Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat aglomerasi kekotaan yang mat besar yang kemudian
megalopolis. Dan ditekankan bahwa sebuah sebutan wilayah megalopolitan tidak pada jumlah
penduduknya, namun pada keterkaitan fungsional yang terjalin antarberbagai metropolis yang
tergabung menjadi satu yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, politik, teknologi,
pertukaran jasa dan informasi.
A. Megacities sebagai konsep pengelolaan wilayah perkotaan
Dalam perkembangan pengelolaan kawasan perkotaan, konsep pengelolaan megacities
memang tidak dapat dihindari oleh wilayah perkotaan yang makin meluas dan saling terhubung
dalam jejaring fisik, prasarana, sosial dan ekonomi. Gejala megacities ini telah berkembang di
negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia. Konsep pengelolaan megacities
tidak dapat dihindarkan karena dianggap konsep yang paling tepat untuk mengatasi berbagai
persoalan dan mengendalikan pembangunannya. Persoalan utama yang dihadapi kota-kota besar
antara lain adalah kegagalan dalam desentralisasi, penyediaan pelayanan publik,pencangan
secara ad-hoc, penataan ruang dan fragmentasi (Stubbs dan Clarke, 1996). Jean Gottmann (1987)
menyatakan bahwa konsep metrocities sudah tidak memadai lagi dan sudah harus beralih ke
konsep megacities.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka wilayah megacities dapat diartikan sebagai
wilayah perkotaan berskala besar yang terkait dengan perkotaan sekitarnya sebagai satu kesatuan
sosial, ekonomi, geografi dan ekologi yang saling terhubung dalam satu kesatuan prasarana.
Konsep megapolitan juga digunakan untuk menentukan wilayah perkotaan dengan jumlah
penduduk yang besar. Pada tahun 1980, PBB mengklasifikasikan kota dengan jumlah penduduk
minimum 8 juta jiwa sebagai megacity (Clarke, 1996). Sumber lainnya yang lebih mutakhir
(Perlman, 1990) mengutip angka minimum 10 juta penduduk sebagai megacities. Meskipun
sejumlah konsep megacities didasarkan pada jumlah minimum 10 juta penduduk, Gottmann dan
Harper (1990) sendiri lebih cenderung menetapkan jumlah minimum 25 juta penduduk. Dengan
angka ini maka daftar megacities di dunia akan berkurang.
Perkembangan Megacities di Indonesia
Sumber : Jurnal isu megapolitan jabodetabekjur dalam konteks pengelolaan pembangunan dan revisi UU no.
34/1999
Dalam tabel luas, jumlah dan kepadatan penduduk Jabodetabekjur sudah masuk dalam
kriteria megacities akan tetapi fasilitas untuk tinggal di Jabodetabekjur ini tidak sepenuhnya
menggambarkan megacities seperti di negara maju. Kenyataannya, dari segi output, kota ini
ditandai oleh makin sulit dan tidak nyamannya untuk dijadikan tempat tinggal. Konsep
‘megacities’ sejalan dengan pengaturan kawasan perkotaan yang variatif dan berjenjang.
Kawasan perkotaan dapat dikenali dari berbagai sifat dan karakternya yang membentuk satu
jalinan fungsional perkotaan. Dengan demikian, megacities semestinya bukan saja ditujukan bagi
Jabodetabekjur seja tetapi dapat pula diberikan kepada kota-kota lain yang memenuhi
persyaratan sebagai megacities.