Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan wilayah (regional development) adalah upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan wilayah dan menjaga kelestarian
lingkungan hidup (Mungkasa, 2014). Pengembangan wilayah juga digambarkan sebagai
hubuungan yang harmonis antara sumber daya alam, manusia, dan teknologi dengan
memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam memberdayakan masyarakat. Secara
konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan
menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan
keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI (Hariyanto
dan Tukidi, 2007).
Menurut Friedman dan Allonso dalam Mungkasa (2014), pengembangan wilayah sangat
dipengaruhi oleh komponen-komponen tertentu seperti sumber daya lokal, pasar, tenaga kerja,
investasi, kemampuan pemerintah, transportasi dan komunikasi, dan teknologi. Dalam
prosesnya, pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi
dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya,
pendidikan dan kesejahteraan. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu
proses interaktif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-
pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang dinamis. Dengan kata lain, konsep
pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model
yang selalu berkembang yang telah diujiterapkan. Selanjutnya dirumuskan kembali menjadi
suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Beberapa konsep pengembangan wilayah adalah melalui beberapa jenis pendekatan,
seperti pendekatan mega-urban, peri-urban, poly-urban regions¸serta network strategy.
Pendekatan-pendekatan tersebut selurunya berkaitan dengan kondisi suatu wilayah yang
terbentuk dari adanya interaksi antara dua atau lebih wilayah yang ada disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan karakteristik dari wilayah-wilayah yang ada memiliki perbedaan sehingga
memerlukan konsep pengembangan wilayah dengan pendekatan yang berbeda pula. Oleh karena
itu untuk dapat lebih mengetahui lebih lanjut, maka perlu dilakukan pembahasan terkait konsep
pengembangan wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban, poly-urban regions, serta
network strategy.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ada di dalam makalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pengembangan wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban,
poly-urban regions, dan network strategy?
2. Bagaimana strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban,
poly-urban regions, dan network strategy?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ada di dalam makalah adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep pengembangan wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban,
poly-urban regions, dan network strategy.
2. Mengetahui strategi pengembangan wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban,
poly-urban regions, dan network strategy.
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan di dalam laporan ini adalah terkait konsep pengembangan
wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban, poly-urban regions, dan network strategy.
1.5 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan di dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab yang berisikan latar belakang penulisan laporan beserta rumusan
masalah, tujuan, ruang lingkup pembahasan, serta sistematika pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Merupakan bab yang berisikan pembahasan terkait materi yaitu konsep pengembangan
wilayah melalui pendekatan mega-urban, peri-urban, poly-urban regions, dan network
strategy disertai dengan pembahasan studi kasus.
BAB III PENUTUP
Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada pada bab
sebelumnya serta strategi pengembangan wilayah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Mega-Urban Regions
Mega-urban regions atau juga disebut mega-urbanisasi adalah dua kota atau lebih yang
terhubungkan oleh jalur transportasi yang efektif sehingga menyebabkan wilayah di koridornya
berkembang pesat dan cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya. Koridor mega-
urban sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya yang memiliki
hubungan ekonomi dan pasar yang cukup kuat. Namun perubahan tersebut tidak diimbangi
dengan penyediaan sarana dan prasarana wilayah yang memadai akibat keterbatasan pemerintah.
Terjadinya mega-urbanisasi disebabkan oleh adanya keinginan masyarakat desa untuk
menaikkan taraf kehidupan mereka sehingga masyarakat pedesaan berbondong-bondong pindah
ke kota (Kurnia, 2015). Periwistiwa mega-urbanisasi juga merupakan penyebab terbentuknya
mega-cities. Ekonomi merupakan faktor dominan dalam proses urbanisasi skala mega.
Pembangunan berdasar pada kepentingan ekonomi memiliki bentuk dan model yang berbeda
(Silas, 2012). Urbanisasi di Asia Tenggara juga dicirikan oleh kaburnya antara rural dan urban.
Dengan banyaknya masyarakat desa yang melakukan perpindahan ke kota menyebabkan kota
tersebut meningkat penduduknya. Sehingga menyebabkan kota tersebut pertumbuhannya
semakin meningkat karena menyesuaikan dengan jumlah penduduk yang semakin banyak seiring
berjalannya waktu. Selain itu aktivitas agrikultur/pertanian dan non-agrikultur/non-pertanian
memiliki lokasi yang berdekatan dengan pusat kota, dan pembangunan fisik perkotaan yang
berkembang melebihi batas administratif kota. Kemudian McGee dalam Firman (2008)
menyebut fenomena tersebut sebagai mega-urbanisasi yang berarti sebagai proses sosial
ekonomi dan integrasi fisik antara kawasan kota dan kawasan pedesaan.
Sebuah kota mega-urban memiliki struktur ruang ekonomi sebagai berikut:
Gambar 2.1 Pembagian Struktur Ruang Ekonomi Mega-Urban Regions
Sumber: Kurnia, 2015
Kota Besar : kota yang mendominasi kegiatan ekonomi yang terdiri dari satu
atau lebih kota yang sangat besar
Pinggiran Kota : terjadi penglaju harian dengan jarak 30 km
Desa Kota :kegiatan campuran pertanian dan non-pertanian, terdapat di
sepanjang koridor antara dua kota besar, populasi penduduk padat,
bermata pencaharian padi sawah
Desa Kepadatan Tinggi : basis perekonomian padi sawah
Desa Kepadatan Rendah : bagian paling luar
2.1.1 Ciri-Ciri Mega-Urban Regions
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari mega-urban regions:
1. Kepadatan Penduduk Tinggi
Kepadatan penduduk tinggi disebabkan oleh banyaknya masyarakat pedesaan yang
melakukan perpindahan ke kota atau melakukan urbanisasi.
2. Intensitas Mobilitas Penduduk Tinggi
Intensitas mobilitas penduduk tinggi yang juga disebabkan oleh jumlah penduduk yang
semakin banyak dan memiliki aktivitas yang berbeda-beda sehingga
3. Transformasi Lahan Pertanian Menjadi Non-Pertanian
Penduduk suatu kota yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan akan lahan
permukiman yang terus meningkat sehingga menyebabkan daerah pinggiran kota ikut
terkena dampak seperti kawasan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian
bertransformasi menjadi lahan non-pertanian.
4. Keterkaitan Antar Kota Sangat Baik
Keterkaitan antar kota sangat baik ini dapat dilihat dari sistem transportasinya yang
cukup memadai dan mudah untuk berpindah dari satu kota ke kota yang lainnya.
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Mega-Urban Regions
Mega-urban atau mega-urbanisasi memberikan dampak bagi daerah pusat kota maupun
pinggiran kota. Mega-urban mampu memberikan akses yang lebih mudah terhadap aktivitas
kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Sehingga melalui kemudahan tersebut dapat
memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, mega-urban juga menimbulkan dampak negatif yaitu apabila ditinjau dari segi
ekonomi, mega-urban dapat menyebabkan adanya kesenjangan perekonomian antara wilayah
pinggiran dengan wilayah yang berada di pusat kota. Kemudian dari segi tata guna lahan, kota
yang menjadi mega-urban biasanya menjadi padat karena penduduk yang semakin banyak dan
terjadinya alih fungsi lahan. Lalu dari segi demografi, kepadatan penduduk yang tidak terkendali
dapat menyebabkan kesenjangan sosial dan meningkatkan angka pengangguran, serta dari segi
lingkungan, kota mega-urban mengalami penurunan daya dukung lingkungan akibat peningkatan
polusi pada lingkungan. Secara umum, mega-urban memberikan lebih banyak dampak negatif
dibandingkan dampak positif karena tanpa disadari, perkembangan kota yang menjadi mega-
urban biasanya mengarah pada necrocities atau kota yang menuju kehancuran karena semakin
lama kota yang berkembang menjadi mega-urban apabila tidak ada upaya pengendalian yang
baik, maka akan semakin padat dan sulit untuk dikembangkan.
2.1.3 Manajemen Pengendalian Mega-Urban Regions
Menurut Laquian (2004) berdasarkan studi yang dilakukannya pada kota –kota yang
mengalami mega-urbanisasi di kawasan Asia seperti Tokyo, Mumbai, Shanghai, Beijing dan
Seoul, menyatakan bahwa dalam pengelolaan kawasan perkotaan yang mengalami mega-
urbanisasi diperlukan beberapa langkah pengendalian agar kawasan kota tersebut mengalami
keberlanjutan lingkungan hidup. Langkah tersebut adalah:
1. Pengendalian pertumbuhan dengan model Smart Growth, pertumbuhan dengan model
tersebut memiliki beberapa elemen kunci yaitu: 1) Konsentrasi pembangunan
ekonomi dan sosial pada kawasan yang memiliki kepadatan tinggi, 2) Preservasi
kawasan ruang terbuka hijau (RTH), lahan pertanian, kawasan hutan, dan kawasan
ekologi kritis, 3) Perencanaan kawasan pusat jamak atau permukiman kawasan
hinterland, 4) Provisi terhadap berbagai macam transportasi, 5) Perlibatan
masyarakat, kelompok masyarakat, swasta, dan stakeholder yang lain dalam
formulasi, adapatasi, dan ekseskusi kebijakan dan strategi smart growth.
2. Mengembangkan lebih banyak kawasan-kawasan ekonomi khusus, industri estate,
dan kawasan high-tech lainnya untuk membagi perkembangan kawasan mega-
urbanisasi.
3. Redevelopment/peremajaan kawasan pusat kota lama sebagai kawasan konservasi
sejarah dan budaya, agar masyarakat yang menempati kawasan tersebut tetap
bertahan dan tidak pindah ke kawasan pinggiran kota.
4. Kebijakan dan program menyediakan kawasan perumahan dan layanan dasar pada
kaum urban poor dengan menyediakan perumahan yang terjangkau.
5. Penanganan secara komprehensif dan strategis terkait dengan air bersih dan sistem
persampahan.
6. Kebijakan penggunaan energi yang ramah lingkungan.
7. Bentuk demokratis dari sistem pemerintahan terkait pada pemilihan kepada daerah,
efisien urban management, sistem keuangan kota yang bertanggung jawab, serta
pengurangan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai