Anda di halaman 1dari 53

Konsep Pengembangan

Wilayah Melalui
Pendekatan Mega-
Urban, Peri-Urban,
Poly-Urban Regions,
dan Network
Strategy
Vino Dzaky 0051
Annamaria Heni A.
-
0057
Aniadela W. 0060
MEGA URBAN
Definisi · Karakteristik · Kelebihan · Kekurangan · Peluang · Study Case

Dua kota atau lebih yang terhubungkan oleh jalur transportasi yang
efektif sehingga menyebabkan wilayah di koridornya berkembang
pesat dan cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya
KARAKTERISTIK

Kepadatan penduduk Keterkaitan antar kota


tinggi sangat baik
Kepadatan Penduduk tinggi Keterkaitan antar kota sangat
disebabkan oleh banyaknya baik ini dapat dilihat dari sistem
masyarakat perdesaan yang transportasinya yang cukup
melakukan perpindahan ke kota memadai dan mudah untuk
untuk meningkatkan taraf berpindah satu kota ke kota
perekonomian mereka. Angka yang lainnya, juga keterkaitan
minimum 10 juta penduduk antar tenaga kerja.
sebagai mega urban (Perlman
1990; ESCAP 1993; ADB 1995a)
Transformasi lahan pertanian ke
non pertanian
Penduduk suatu kota yang terus
meningkat menyebabkan kebutuhan
akan lahan yang permukiman yang
terus meningkat, sehingga
menyebabkan daerah pinggiran
perkotaan ikut terkena dampak dari
KELEBIHAN

Aksesibilitas

Memberikan akses yang lebih mudah


terhadap aktivitas kegiatan perekonomian
KEKURANGAN

Ekonomi Demografi
Terjadi kesenjangan Kepadatan penduduk yang
kegiatan ekonomi pada tidak terkendali menyebabkan
wilayah pinggiran dengan banyaknya pengangguran dan
pusat kota kesenjangan sosial

Tata Guna Lahan Lingkungan


Kota yang menjadi mega Terjadi penurunan daya
urban menjadi padat dukung lingkungan;
• peningkatan polusi udara
• Penurunan kualitas air
bersih
• Rentan bencana banjir
KESIMPULAN

Mega urban lebih banyak dampak negatif daripada


dampak positifnya. Tanpa disadari perkembangan kota
yang menjadi mega urban biasanya berpeluang
menjadi necrocities (kota yang menuju kehancuran).
Karena semakin lama kota yang berkembang menjadi
mega urban tanpa adanya pengendalian yang bagus,
itu akan menjadi semakin padat dan sulit untuk di
kembangkan.
- Study Case -
MEGA URBAN

Jakarta – Bandung Mega Urban Region (JBMUR)


Jakarta – Bandung Mega Urban Region (JBMUR)

Dalam Jurnal, “The Emergence of


Jakarta-Bandung Mega-urban
Region and its Future
Challenges” oleh Drodjatoen, 2009.

Adanya proses urbanisasi yang cepat


dan berlangsung di koridor antara
kedua metropolitan tersebut
mengakibatkan hubungan langsung
dan tidak langsung antara kedua
fenomena geografis yang pada
akhirnya akan membentuk wilayah
mega-urban Jakarta-Bandung.
Pembangunan fisik daerah Kota
DKI Jakarta dan Bandung telah
membentuk sebuah “Urban Belt
“ dengan panjang ± 200 Km.
mencerminkan pembentukan
mega-urban ditandai oleh
campuran daerah wilayah
pedesaan dan perkotaan
kegiatan dan sebuah kaburnya
perbedaan desa-kota dalam
wilayah Jakarta-Bandung.
Peri-Urban
Definisi · Ciri-Ciri · Klasifikasi · Discrete · Continuum · Study Case
DEFINISI

Menjelaskan bahwa peri urban


Peri urban merupakan zona adalah wilayah kota dan
transisi antara lahan di kota desa memiliki dimensi
yang secara keseluruhan kehidupan yang sedemikian
terurbanisasi dengan area kompleks yang pada umumnya
yang didominasi fungsi menunjukkan atribut yang
pertanian berbeda maka di daerah antara
ini kemudian muncul atribut
Menurut Rakodi dan Adell khusus yang merupakan
hibrida dari keduanya
(1998 dan 1999 dalam Yunus (2008)
Webster, 2002)
Wilayah Peri Urban (WPU) merupakan wilayah yang
terletak di antara dua wilayah yang sangat berbeda
kondisi lingkungannya, yaitu antara antara wilayah yang
mempunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan
wilayah yang mempunyai kenampakan kedesaan di sisi
yang lain.
Ciri-Ciri dari Perkembangan Peri-Urban.

Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling


bertemu dan mendesak.

Kawasan di luar kota yang penduduknya berkiblat ke kota


(urban oriented residents)
Wilayah yang masyarakatnya masih bergantung pada
sektor pertanian, tetapi sudah terpengaruh pembangunan
infrastrutur dari kota.
Suatu kawasan pedesaan yang terbuka yang dihuni oleh
orang-orang yang berkerja di dalam kota.
Suatu kawasan yang letaknya diluar perbatasan kota yang
resmi, tetapi masih dalam jarak melaju (commuting
distance ).

Suatu daerah dimana bertemu mereka yang


memerlukan kehidupan di kota dan didesa
Teori yang Menekankan pada Pemanfaatan Lahan

Land use Triangle: Land use Tirangle:


Discrete (Pryor) Continum (Yunus)
Wilayah pinggiran kota
diartikan sebagai wilayah Wilayah pinggiran
yang berada
merupakan wilayah
diantara wilayah
yang ditandai oleh
bekenampakan
kekotaan 100% dan pencampuan
wilayah kenampakan
berkenampakan kedesaan fisik kekotaan dan
100% kedesaan
(Pyor, 1971 dan Yunus, (Yunus, 2008)
2008)
Land use Triangle: Discrete

Wilayah pinggiran kota adalah wilayah peralihan


mengenai pemanfaatan lahan, karakteristik sosial dan
demografis serta wilayah ini terletak antar urban fringe
(lahan kekotaan kompak terbangun yang menyatu
menjadi pusat kota) dan rural fringe (lahan kedesaan
kedesaan yang hampir tidak ditemukan bentuk-bentuk
lahan kekotaan dan permukiman kota)
Wilayah pinggiran kota diartikan sebagai wilayah
yang berada diantara wilayah bekenampakan kekotaan
100% dan wilayah berkenampakan kedesaan 100%
Land use Triangle: Discrete

Keterangan:
A.Percentage distance
urban to rural urban
B.Percentage urban
land use
C.Percentage rural land
use
D.Boundary of Built-up
Urban Area
E.Boundary of Solely
Rural Land
F. Rural Urban Fringe
G.Urban fringe
H.Rural Fringe
Faktor yang Memperngaruhi Dekat-Jauhnya Jarak Batas
Terluar Wilayah Pinggiran Kota Dari Lahan Terbangun

Faktor aksesibilitas,
Faktor topografis, terkait
ditentukan oleh
aksesibilitas fisik
sarana dan prasarana
transportasi

Faktor jaringan Faktor telekomunikasi


kelistrikan

Faktor politik

Teori Land Use Triangle : Discrete (Robin Pryo


Teori Landuse Triangel : Continuum

Wilayah Peri Urban (WPU) adalah wilayah yang ditandai oleh

percampuran kenampakan fisikal kekotaan dan

kedesaan. Dalam wilayah ini terdapat variasi percampuran

dengan kisaran <100% kenampakan kedesaan dan maupun

<100% kenampakan kekotaan. Secara kontinum, makin ke

arah lahan kekotaan terbangun utama, makin besar proporsi

lahan kekotaan dan makin jauh dari lahan terbangun utama


Referensi : Yunus, Hadi Sabari. 2006.
Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta:
makin besar proporsi lahan kedesaannya. Pustaka Pelajar
Teori Landuse Triangel : Continuum

LEGENDA:
D  : Batas Zona Kekotaan Terbangun

E  : Batas Zona Kedesaan

DF : ZOBIKOT

FG : ZOBIKODES

GH : ZOBIDEKOT

HE : ZOBIDES

A   : Presentase Jarak Kota-Desa

B   : Presentase Pemanfaatan Lahan Kekotaan

C   : Persentase Pemanfaatan Lahan Kedesaan


Teori Landuse Triangel : Continuum

1. Zona Bingkai kota (Zobikot), 

Zona ini merupakan zona yang paling dekat dan berbatasan langsung dengan

lahan perkotaan terbangun utama dan beberapa tempat bahkan menyatu

dengannya dengan intensitas bangunan yang lebih rendah. Oleh karena Zobikot

berbatasan langsung dengan lahan terbangun kota, maka pengaruh kota terlihat

maksimal atas bentuk pemanfaatan lahannya dalam artian bahwa konversi lahan

pertanian menjadi lahan non-pertanian menunjukkan intensitas paling tinggi

dibandingkan dengan wilayah peri urban yang lain. Pada zona ini kenampakan
Teori Landuse Triangel : Continuum

2. Zona Bingkai Kota-Desa (Zobikodes), 

Kota didahulukan dengan maksud untuk menunjukkan  bahwa antara

kenampakan perkotaan masih lebih banyak dibandingkan dengan

kenampakan kedesaan. Pada zona ini proporsi kenampakan perkotaan dan

kedesaan relative seimbang dengan selisih yang tidak begitu substansial

sebagaimana dalam zobikot. Kenampakan kekotaan yang di tunjukkan oleh

bentuk pemanfaatan lahan non-agraris berada dalam kisaran sama atau lebih

dari 50% namun sama atau kurang dari 75%.


Teori Landuse Triangel : Continuum

3. Zona Bingkai Desa-Kota (Zobidekot), 

Dalam zona ini juga menunjukan perimbangan proporsi antara bentuk


pemanfaatan lahan agraris dan non-agraris yang nyaris sama. Jika dalam zobikodes
proporsi kenampakan bentuk pemanfaatn lahan non-agraris lebih banyak, maka
dalam zona ini proporsi kenampakan bentuk pemanfaatan lahan agraris
lebih banyak walaupun perbedaannya tidak mencolok. Proporsi kenampakan
bentuk pemanfaatan perkotaan lebih dari 25% sampai kurang dari 50%.
Teori Landuse Triangel : Continuum

4. Zona Bingkai Desa (Zobides), 

Zona ini adalah zona yang berbatasan langsung dengan zona


kedesaan. Batas terluar dari zona ini ditandai oleh 100% kenampakan
bentuk pemanfaatan lahan agraris. Sementara itu rentang proporsi
bentuk kenampakan lahannya adalah sama atau lebih 75% lahan agraris
sampai dengan sama atau kurang dari 25% bentuk pemnfaatn lahan non-
agraris.
STUDI KASUS
Pengaruh Konversi Lahan terhadap Kondisi Lingkungan
Di Wilayah Peri-urban Kota Semarang
(Studi Kasus: Area Berkembang Kecamatan Gunungpati)
Menurut Perda RTRW Kota Semarang No.14 Tahun 2011, Kecamatan
Gunungpati mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pertanian
dan daerah resapan air. Dalam perkembangannya, kecamatan ini mulai
menjadi arah perkembangan pembangunan permukiman. Wilayah
perkembangan pesat di Kecamatan Gunungpati adalah pada area yang
dekat dengan pusat kota dan pada kawasan pendidikan perguruan tinggi
negeri (UNNES). Area berkembang tersebut merupakan ruang lingkup
dalam penelitian ini meliputi 4 kelurahan yakni: Kelurahan Sadeng,
Kelurahan Sukorejo, Kelurahan Sekaran, dan Kelurahan Patemon. Hampir
seluruh kelurahan di wilayah penelitian merupakan wilayah dengan zonarawan
bencana yakni gerakan tanah, longsor, dan sesar aktif. Topografinya
cenderung miring hingga curam yaitu >15%. Oleh karena itu tidak jarang
ditemui kerusakan jalan dan sarana yang dibangun, juga rumah-rumah
warga yang retak bahkan terkena longsor.
Dari luas wilayah penelitian yaitu sekitar 1.865 Ha, total luas penggunaan
lahan terbangun hingga tahun 2012 adalah sekitar 169,96 Ha. Terjadi
penambahan luas bangunan sebesar 28,02 Ha, atau bertambah luas
sebesar 39,5% dalam kurun waktu 11 tahun. Kenaikan tersebut
tergolong cukup besar di lingkungan wilayah peri-urban.
Perkembangan konversi lahan dewasa ini terjadi
pada wilayah peri-urban (WPU) karena sudah
padatnya lahan di pusat kota dan masih banyaknya
ruang lahan terbuka di WPU. Dalam
perkembangnnya, WPU tidak hanya mengalami
perubahan atau transformasi fisik dan sosial
ekonomi, tetapi juga mempunyai dampak
terhadap lingkungannya.
Pengaruh terhadap Lingkungan Fisik
Dari hasil tumpang susun (overlay) peta kesesuaian lahan dengan peta
lahan terbangun, dapat diketahui bahwa sebagian lahan permukiman
berada pada kawasan penyangga. Padahal seharusnya kawasan
penyangga tidak boleh difungsikan untuk lahan terbangun karena
kemampuan lahannya tidak mendukung untuk terjadinya aktivitas
permukiman di atasnya. Berdasarkan hasil overlay antara kesesuaian lahan
dengan penggunaan lahan permukiman eksisting, dari penggunaan lahan
terbangun/permukiman seluas 534 ha, 129 ha berada di kawasan
penyangga. Ini berarti ada sekitar 129 ha atau sekitar 24% lahan untuk
permukiman yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan di wilayah
penelitian. Selain itu, di wilayah studi juga terdapat gerakan tanah dan
rawan longsor. Ada beberapa perumahan dan kavling baru yang berada di
kawasan rawan gerakan tanah tinggi. Hal ini terjadi di Kelurahan Sadeng,
Pengaruh terhadap air dibagi menjadi 2 yaitu air bawah tanah (ABT) dan air
permukaan. Pengaruh konversi lahan menjadi lahan terbangun terhadap air
bawah tanah adalah berkurangnya cadangan ABT akibat berkurangnya
daerah resapan air. Air bawah tanah digunakan warga sebagai sumber air
melalui sumur.
Selain air bawah tanah, terjadi permasalahan air permukaan yaitu
terjadinya genangan cukup tinggi saat terjadi hujan. Padahal wilayah
penelitian merupakan kawasan yang berada di perbukitan. Sebanyak 40%
responden mengaku terjadi genangan atau “banjir” di lingkungan
permukiman mereka jika terjadi hujan deras (5-30 cm). Hal ini dikarenakan
air meluap dari drainase, atau cepatnya air yang turun dari permukiman
yang berada di atas ke permukiman yang berada di bawahnya.
Ada perbedaan karakteristik permukiman yang mengalami perkembangan
di wilayah penelitian, yaitu sebagai berikut:
a. Perkampungan penduduk asli yang sudah bercampur dengan pendatang
b. Perumahan, misalnya Perumahan Negeri (perumnas), perumahan yang
dibangun oleh pengembang waktu jaman dulu
c. Permukiman padat semi modern, yaitu permukiman warga yang sudah
tercampur oleh penduduk pendatang guna bertempat tinggal maupun
membuka usaha
Berdasarkan hasil kuesioner, mayoritas responden yaitu sebesar 73% warga
mengatakan lingkungan bermukim mereka masih tergolong baik, bahkan 8%
responden mengatakan lingkungan mereka sangat baik. Alasan mereka adalah
kebutuhan prasarana dan sarana menjadi terpenuhi, dan karena mereka tinggal pada
area yang tidak terjadi permasalahan terkait keterbatasan fisik alam (rawan bencana).
Akan tetapi, 19% responden mengatakan lingkungan mereka memburuk. Alasannya
adalah karena mereka tinggal di area yang rawan bencana longsor sehingga rumah-
rumah mereka retak-retak sehingga menjadi kekhawatiran tersendiri. Lingkungan
bermukim mereka semakin buruk juga karena mereka tinggal di area yang semakin
padat bangunan tetapi sanitasi lingkungan kurang di perhatikan seperti sanitasi
persampahan, selokan yang tidak terencana dengan baik sehingga menimbulkan
masalah, serta infrastruktur jalan yang rusak. Kondisi tersebut dapat dijumpai di
sebagian Kelurahan Sukorejo dimana perkembangan permukiman terjadi cukup pesat,
dan Kelurahan Sekaran dimana merupakan kawasan pendidikan yang berkembang.
Secara garis besar, konversi lahan yang terjadi telah membawa pengaruh
negatif bagi lingkungan di area berkembang Kecamatan Gunungpati. Pengaruh
negatif tersebut antara lain yaitu terjadinya longsor pada lahan permukiman
pada area rawan longsor yang juga merupakan kawasan penyangga, dan saat ini
terdapat sekitar 129 Ha lahan terbangun yang berada pada kawasan penyangga.

Di sisi lain, konversi lahan terjadi karena adanya aktivitas pembangunan


kota, sehingga perkembangan pembangunan tersebut membawa pengaruh positif
bagi perkembangan Kota Semarang yaitu mewadahi aktivitas penduduk, dan telah
memberikan kecukupan akan kebutuhan sarana dan prasarana penduduk.
Poly-Urban Regions
Sejarah
singkat
Defini

Poly- si
Penyeba

Urban
b
Karakteris
tik

Regions Kelebiha
n
Monosen Polisentr
tris is
1970
 Desentralisasi dari aktivitas
ekonomi.
 Meningkatnya mobilitas
melalui perkembangan
teknologi transportasi.
 Pola perjalanan yang
beragam dan pola kommuter
yang kompleks.
 Perubahan struktur rumah
Inti kota berupa CBD tangga dan gaya hidup.
dikelilingi oleh wilayah
permukiman di sekitarnya. (Davoudi, 2002)
 Perubahan hubungan
ekonomi antar dan intra
perusahaan.
 Signifikansi dari aglomerasi
ekonomi dalam distribusi
pekerja dan penduduk.
 Kecenderungan perusahaan
untuk mengelompok ketika
biaya akibat adanya jarak
menjadi tinggi.

(Davoudi, 2002)
Penyebab Polisentris yang kemudian
berkembang menjadi Polycentris Urban Region
(PUR) ini menjadi penting menurut Parr, yaitu:
 PUR dianggap sebagai suatu bentuk wilayah
yang berbeda.
 PUR dilihat sebagai wilayah yang memiliki
potensi perkembangan ekonomi yang tinggi
(superior terhadap wilayah lainnya).
 PUR dipandang sebagai suatu intervensi
kebijakan publik yang terorganisasi dan
diinginkan.

Wilayah dengan dua atau lebih kota
yang terpisah baik secara historis
maupun politis dan tidak memiliki
peringkat yang berjenjang. Kedua atau
lebih kota tersebut berada dalam suatu
jarak yang rasional dan memiliki
keterkaitan fungsional. (Davoudi, 2002)
Penyebab

Keterkaitan Jaringan bisnis


aktivitas ekonomi antar perusahaan

Fasilitas pendidikan Terdistribusinya


tinggi populasi penduduk
Karakteristik (Menurut
Parr)

Terdapat pusat kota Terdapat Ukuran pusat lebih


yang dipisahkan pemisahan besar dibandingkan
oleh lahan terbuka maksimum dari wilayah
pusat kota (waktu pinggirannya
tempuh)
Karakteristik (Menurut
Parr)

Tidak ada Ada interaksi atau


hirarki yang hubungan ekonomi yang
jelas penting diantara pusat-
pusatnya.
Kelebihan

Dekatnya jarak Mengurangi


antar pusat kota kerugian
perusahaan
A “30-minute city”
The Eastern “Harbour” City,
the Central “River” City, and
the Western “Parkland” City.

The plan aims to create 30-


minute cities, where the
community has access to
jobs and services in three
largely self-contained but
connected regions. Thus,
Sydney would
be polycentric.
http://theconversation.com/how-close-is-sydney-to-the-vision-of-creating-three-30-
NETWORK STRATEGY
Definisi · Ilustrasi · Karakteristik · Studi Case

Konsep pengembangan wilayah yang menitik beratkan pada


keterkaitan antar wilayah. Network model tidak bergantung pada
industri pengolahan sebagai sektor basis, melainkan semua sektor
bisa menjadi leader.
Ilustrasi Penerapan Kawasan Konsep
Network Strategy

Kunci utama keberhasilan strategi keterkaitan desa kota


adalah pengoptimalan peran dan fungsi kota dan desa
dalam pengembangan wilayah. Kota memiliki peran
sebagai market center (pusat pemasaran) hasil pertanian
desa dan pendistribusian hasil pertanian ke wilayah lain.
KARAKTERISTIK

Sektor Basis Sistem Aktivitas Pusat-


Perkotaan Pinggiran
Horisontal, tersusun dari Adanya aktivitas yang
Semua sektor,
beberapa pusat dan kompleks, dimana
tergantung pada
pinggirannya, masing­- perkembangan
kondisi dan potensi
masing dengan dibangkitkan baik dari
internal.
spesialisasi dan pusat maupun
Keuntungan pinggiran
komparativnya

Model Kebijakan
Perencanaan
Menggunakan sistem • Diversifikas pertanian
perencanaan desentralisasi agroindustri
dengan integrasi dan • Industri berbasis SDA
koordinasi multisektoral • Pelayanan kota
pada pusat maupun • Pelatihan tenaga kerja
pinggiran. • Jaringan transportasi
- Study Case -
Network Strategy

Konsep Pengembangan Kawasan Gerbang Kertosusilo


Kawasan Gerbang Kertosusila
Wilayah Gerbangkertosusila
merupakan wilayah metropolitan
terbesar kedua di Indonesia yang
berpusat di Surabaya. Salah satu
permasalahan utama di
Gerbangkertasusila adalah adanya
kesenjangan antara kabupaten dan
kota. Dinamika perkembangan kota
Surabaya sangat jauh meninggalkan
wilayah-wilayah lain, dan membentuk
kota yang sangat besar diukur dari
kelengkapan infrastruktur,
konsentrasi penduduk, diferensiasi
kegiatan, kelengkapan fasilitas dan
kenampakan fisik kotanya. Sementara
itu, kota-kota lain berkembang dengan
dinamika yang relatif lambat, termasuk
wilayah-wilayah di sekitarnya dalam SWP
Gerbangkertosusila.
KEBIJAKAN T RA N S P O RTA S I

Dalam rencananya, selain jalan


untuk menghubungkan kota-
kota di Jawa Timur, ada juga
transportasi transportasi
umum yang direncanakan
untuk wilayah GKS kedepannya.

Dengan adanya jaringan


transportasi yang efisien dan
terbarukan, harapannya GKS ini
dapat berjalan sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk
mengurangi disparitas antar
wilayah. Populasi yang dilayani oleh Stasiun KA di Kawasan GKS
Sumber: Tim Studi JICA
PENANGGULANGAN
URBANISASI
KEBIJAKAN

Untuk menanggulangi masalah urbanisasi dan terlalu padatnya


wilayah di perkotaan dalam konteks ini adalah Kota Surabaya dapat
dilakukan penumbuhan pusat-pusat kegiatan di daerah lainnya. Hal
itu dilakukan agar pusat kegiatan tidak hanya terfokus pada Kota
Surabaya saja melainkan daerah lainnya yang nantinya akan ikut
tumbuh dan berkembang.

Berdasarkan RTR Gerbangkertasusila, kota/kabupaten yang


diarahkan pada industri adalah Surabaya, Sidoarjo, Gresik,
Bangkalan, dan Lamongan. Permasalahan urbanisasi dapat
terselesaikan, terjadi pemerataan pembangunan, dan wilayah yang
tergabungdalam Gerbangkertosusila akan sama-sama berkembang
Than
k You

Anda mungkin juga menyukai