Anda di halaman 1dari 46

2015

EVALUASI RENCANA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN


TERMINAL MUSTOKOHARJO (TIPE A) DI KABUPATEN PATI,
JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH :
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA

RIZKI NUR THOYIBAH

3613100004

RIZKI ADE PRATAMA

3613100019

ERLINA MAGHFIROH

3613100022

AZIZAH FARIDHA E

3613100046

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul Evaluasi Rencana Pembiayaan Pembangunan Terminal
Mustokoharjo (Tipe A) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah Selama pembuatan makalah pun
kami juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu
kami haturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Putu Gde Ariastita, S.T, M.T dan Bapak Dr. Ir. Nanang Setiawan, SE, MS yang
memberikan bimbingan dan juga saran dalam pembuatan makalah ini
2. Rekan rekan yang banyak memberikan dukungan serta masukan yang bermanfaat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima kasih.

Surabaya, 25 Desember 2015

Penyusun,

DAFTAR ISI
Bab 1 Pendahuluan
1.1.Latar Belakang.. 3
1.2.Rumusan Masalah 4
1.3.Tujuan 4
1.4.Metode Penulisan.. 4
1.5.Ruang Lingkup.. 5
Bab 2 Evaluasi Singkat Kasus Studi
2.1.Deskripsi Objek / Sektor Pembiayaan.. 6
2.2.Review Konsep Pembiayaan.. 8
2.3.Sumber Dan Strategi Pembiayaan Awal.. 25
2.4.Kritik Terhadap Strategi Pembiayaan Awal 25
Bab 3 Eksplorasi Instrumen Pembiayaan
3.1.Kajian Struktur Anggaran Pusat Dan Daerah 27
3.2.Eksplorasi Sumber-Sumber Pembiayaan Konvensional Dan Non Konvensional.. 30
Bab 4 Skema Penanganan Kasus
4.1.Analisis Finansial Sederhana. 38
4.2.Pemilihan Sumber Pembiayaan Yang Relevan Terhadap Kasus 40
4.3.Strategi Pengimplementasian 43
Bab 5 Kesimpulan Dan Rekomendasi
5.1.Kesimpulan. 45
5.2.Rekomendasi. 45

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Berkembangnya teknologi menyebabkan masyarakat sangat membutuhkan alat

untuk mempermudah kegiatan sehari-hari, terutama teknologi transportasi. Transportasi


hingga kini terus berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah aktifitas masyarakat
yang harus menempuh jarak dekat maupun jauh setiap harinya sehingga masyarakat
membutuhkan sarana transportasi yang cepat, nyaman dan aman. Transportasi dapat
mempercepat atau mempermudah masyarakat dalam berpindah tempat yang satu ke
tempat yang lain.
Kabupaten Pati yang mempunyai luas 1.419,07 km2 merupakan kabupaten yang
terletak pada jalur pantura (pantai utara), jalur utama yang menghubungkan beberapa
pulau dan provinsi yaitu Pulau Sumatera, Pulau bali, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Timur. Kedudukan Kabuupaten Pati yang merupakan
titik simpul transportasi dari pulau dan provinsi menjadikan posisi Kabupaten Pati cukup
strategis. Selain itu pertumbuhan industri yang cukup besar dibandingkan dengan daerah di
sekitarnya, menjadikan Kabupaten Pati pantas sebagai pusat pertumbuhan wilayah-wilayah
sekitarnya.
Dalam kaitannya dengan bentuk hubungan kegiatan dari berbagai aspek kehidupan
yang terkait khususnya aspek ekonomi yang membutuhkan kemudahan pencapaian, maka
pengembangan sarana prasarana transportasi di wilayah kecamatan-kecamatan, terutama
terminal perlu mendapat perhatian. Salah satu fasilitas yang sangat vital bagi perkembangan
Kabupaten Pati adalah terminal angkutan orang yang merupakan tempat pergantian moda
angkutan dan sebagai pengumpul bagi kegiatan trasportasi yang ada di Kota Pati dan
sekitarnya. Berdasarkan kondisi eksisting di lapangan, Kabupaten Pati sudah memiliki
terminal tipe B yaitu Terminal Sleko. Namun, terminal tersebut kurang mampu menampung
aktifias dan pergerakan intra dan antar moda di wilayah Pati. Guna mendukung
perkembangan wilayah Kabupaten Pati, maka dibutuhkan pengembangan terminal yang
memenuhi standar yang mampu memberikan tingkat pelayanan yang optimal. Karena itulah
direncanakan pembangunan terminal Tipe A di Desa Mustokoharjo untuk memenuhi
kebutuhan mobilitas masyarakat setempat.
Dari permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka makalah ini dibuat untuk
menyusun strategi pembiayaan pembangunan yang baik sebagai solusi permasalahan yang
3

ada dengan melakukan analisis pembiayaan serta mengidentifikasi alernatif sumber-sumber


pembiayaan yang relevan pada Terminal Mustokoharjo Kabupaten Pati.
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah pada

makalah ini adalah:


a. Bagaimana persoalan pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo Kabupaten
Pati?
b. Bagaimana alternatif sumber pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo
Kabupaten Pati?
c. Bagaimana strategi pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo Kabupaten
Pati?
1.3.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Merumuskan persoalan pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo


Kabupaten Pati
b. Melakukan analisis kelayakan investasi pembangunan Terminal Mustokoharjo
Kabupaten Pati
c. Mengidentifikasi alternatif sumber-sumber pembiayaan yang relevan dengan kasus
pembiayaan pembangunan dan pengelolaan Terminal Mustokoharjo Kabupaten Pati
d. Merumuskan strategi pembiayaan Terminal Mustokoharjo Kabupaten Pati
1.4.

Metode Penulisan

Metode pendekatan dalam penyusunan strategi pembiayaan pembangunan Terminal


Mustokoharjo adalah melalui tahapan sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data dan informasi mengenai proyek pembangunan Terminal
Mustokoharjo Kabupaten Pati
b. Melakukan review komponen-komponen pembiayaan pada proyek pembangunan
Terminal Mustokoharjo Kabupaten Pati
c. Melakukan analisis kelayakan investasi pada proyek pembangunan Terminal
Mustokoharjo Kabupaten Pati
d. Merumuskan alternatif sumber pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo
Kabupaten Pati

e. Merumuskan strategi pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjo Kabupaten


Pati
1.5.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan makalah ini dibatasi pada review komponen biaya,

analisis kelayakan investasi, perumusan alternatif sumber pembiayaan, dan perumusan


strategi pembiayaan pembangunan pada proyek pembangunan Terminal Mustokoharjo
Kabupaten Pati.

BAB II
EVALUASI SINGKAT KASUS STUDI
2.1.

Deskripsi Objek / Sektor Pembiayaan

Dalam sistem transportasi perangkutan umum salah satu unsur pembentuknya adalah
sistem sediaan.Dalam sistem sediaan, prasarana tersebut meliputi jaringan jalan, kendaraan
serta fasilitas-fasilitas lainnya, termasuk juga terminal. Jaringan jalan yang tersedia tidak
selalu menghubungkan tempat tujuan (Morlok,1985:88). Hal ini karena keterbatasan dan
kendala yang disebabkandari tata guna lahan, tenaga kerja sertamaterial untuk
pembangunan danpemeliharaan prasarana-sarana tersebut.Disamping itu hal penting
lainnya

dalamperangkutan

mengangkutmuatan

dan

adalah

bahwa

membongkarnya

setiap
lagi

sistemperangkutan
padaakhir

harus

dapat

perjalanan.Karenanya

perludiperhatikan bahwa sepanjang perjalanandari tempat asal ke tempat tujuan


harusdigunakan lebih dari satu moda angkutan.Pergantian moda ini dilakukan ditempatyang
disebut terminal.Fungsi terminal menurut Dirjen Perhubungan Darat Bina Sistem Prasarana
adalah sebagai berikut.
a. Fungsi terminal bagi penumpang adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan
perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan yang lain, temapt
tersedianya fasilitas-fasilitas dan informasi dan fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi.
b. Fungsi terminal bagi pemerintah adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu
lintas untuk menata lalu lintas dan menghindari kemacetan, serta sebagai sumber
pemungutan distribusi dan sebagai pengendali arus kendaraan umum.
c. Fungsi terminal bagi operator bus adalah untuk pengaturan pelayanan operasi bus,
penyediaan fasilitas istirahat, dan informasi bagi awak bus dan fasilitas pangkalan.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengertian Terminal Penumpang adalah prasarana
transportasi darat untuk keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan
intra dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum.
Sementara berdasarkan PP 41 Tahun 1993 , terminal adalah prasarana transportasi jalan
untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur
kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud
simpul jaringan transportasi
Dan berdasarkan Juknis LLAJ 1995, Terminal Transportasi merupakan:

Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan
umum

Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas

Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk


melancarkan arus penumpang dan barang

Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota

Tipe dan Fungsi Terminal berdasarkan KM. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi
Jalan
1. Tipe terminal penumpang terdiri dari :
a.

Terminal penumpang tipe A

b.

Terminal penumpang tipe B

c.

Terminal penumpang tipe C

1. Terminal penumpang Tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan


antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar
kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Terminal tipe A
merupakan terminal penumpang yang memiliki fasilitas paling lengkap, disamping itu
pembangunannya membutuhkan lahan yang cukup luas sekurang-kurangnya 5
hektar.
Syarat lokasi terminal tipe A terletak di ibukota provinsi, kotamadya atau kabupaten
dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas
negara. Selain itu lokasinya harus terletak di jalan arteri dengan kelas jalan III A,
yakni jalan arteri yang dapat dilalui kendaraaan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter dan muatan sumbu terberat tidak melebihi 8 ton.
1. Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan
antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. Terminal
tipe B adalah terminal penumpang yang berada setingkat di bawah terminal tipe A.
Pembangunan terminal tipe ini membutuhkan lahan sekurang-kurangnya 3 hektar
untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera dan 2 hektar di pulau lainnya.
Syarat lokasi terminal tipe B diantaranya terletak di kotamadya atau kabupaten dan
dalam jaringan trayek AKDP. Syarat lainnya adalah terminal tipe ini harus terletak di
jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-jurangnya kelas III B, yakni
jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat .
7

1. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan


pedesaan. Terminal Tipe C adalah terminal penumpang yang berada setingkat
dibawah terminal tipe B.
Syarat lokasi terminal ini terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan
dalam jaringan trayek angkutan pedesaan. Selain itu, terminal ini harus terletak di
jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi III A. Terminal ini juga
harus mempunyai jalan akses masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas sekitar terminal.
Fasilitas Terminal
Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang
1. Fasilitas Utama terdiri dari:
a.

jalur pemberangkatan kendaraan umum;

b.

jalur kedatangan kendaraan umum;

c.

tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di


dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum;

d.

bangunan kantor terminal;

e.

tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;

f.

menara pengawas;

g.

loket penjualan karcis;

h.

rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk


jurusan, tarif dan jadual perjalanan;

i.

pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.


Pada pembahasan pembiayaan pembangunan kali ini yang akan dibahas adalah

pembiayaan pembangunan terminal mustokoharjo, kabupaten pati. Terminal mustokoharjo


adalah terminal tipe A yang rencananya akan dibangun untuk memenuhi kebutuhan
angkutan di Kabupaten Pati. Pembangunan terminal ini dilakukan karena di Kabupaten Pati
masih belum terdapat terminal tipe A, dengan kondisi Terminal Sleko (terminal tipe B) yang
sudah tidak memadai. Selain luas Terminal Sleko yang tidak memenuhi syarat yaitu hanya
8.025 meter persegi, fasilitas dan kualitas pelayanan dinilai sudah tidak layak dan tidak
mampu menampung penumpang yang ada.Mustokoharjo adalah salah satu alternatif lokasi
yang dipertimbangkan sebagai lokasi terminal tipe A untuk menggantikan Terminal Sleko.
Terminal ini direncanakan untuk dibangun dengan luas 5 Ha.
2.2.

Review Konsep Pembiayaan

2.2.1. Komponen Biaya


8

2.2.1.1. Outflow

Outflow atau kas keluar adalah pembiayaan yang merupakan kumulatif dari biayabiaya yang dikeluarkan (cost). Pada kasus pembangunan Terminal Mustokoharjo ini, outflow
dibagi menjadi dua tahap yaitu pengeluaran pada tahap konstruksi dan pengeluaran pada
tahap operasional.
a. Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi, biaya yang dikeluarkan adalah biaya investasi untuk
pembangunan fisik terminal. Biaya pembangunan ini sudah termasuk biaya langsung
atau biaya konstruksi dan biaya tidak langsung seperti biaya tenaga kerja, pajak,
biaya perizinan, dan sebagainya. Untuk biaya investasi diperlukan biaya sebesar Rp
35.765.745.000,00.
Tabel 2.1. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Pembangunan Terminal
Mustokoharjo
NO.
JENIS PEKERJAAN
PEKERJAAN PERSIAPAN/PEMATANGAN TANAH
1.
Pembebasan Lahan
PEKERJAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
1.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKAP Pati-Jakarta
2.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKAP Pati-Surabaya
3.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKAP Pati-Bandung
4.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKDP Pati-Solo
5.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKDP Pati-Semarang
6.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKDP Pati-Rembang
7.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKAP Pati-Jakarta
8.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKAP Pati-Surabaya
9.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKAP Pati-Bandung
10.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKDP Pati-Solo
11.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKDP Pati-Semarang
12.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus AKDP Pati-Rembang
13.
Pembangunan Areal Kedatangan Bus Angkudes/Angkota
14.
Pembangunan Areal Pemberangkatan Bus AKDP Pati-Jakarta
15.
Pembangunan Areal Parkir Bis AKAP dan AKDP dari dan ke Pati
16.
Pembangunan Areal Parkir Angkudes dan Angkota
17.
Pembangunan Areal Lintas Bis AKAP dari dank e Pati
18.
Pembangunan Areal Lintas Angkudes/Angkota
19.
Pembangunan Ruang Tunggu Penumpang Bis AKAP
20.
Pembangunan Ruang Tunggu Penumpang Angkudes/Angkota
21.
Pembangunan Kantor Perwakilan/Agen
22.
Pembangunan Kantor Terminal
23.
Pembangunan Menara Pengawas
24.
Pembangunan Pos Pemeriksaan Terminal
25.
Pembangunan Ruang Keamanan
26.
Pembangunan Ruang Informasi
27.
Pembangunan Loket/Peron
28.
Pembangunan Toko/Kios/Rumah Makan 30 Unit
29.
Pembangunan Ruang Medical
30.
Pembangunan Musholla
31.
Pembangunan KM/WC/Toilet Umum

JUMLAH HARGA
Rp

12.500.000.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
31.880.000,00
60.000.000,00
60.000.000,00
3.761.840.000,00
3.510.000.000,00
780.000.000,00
1.040.000.000,00
796.500.000,00
726.0000.000,00
189.000.000,00
288.000.000,00
9.000.000,00
18.000.000,00
63.000.000,00
18.000.000,00
36.000.000,00
913.845.000,00
63.000.000,00
75.000.000,00
60.000.000,00

32.
33.
34.
35.
36.
37.

Pembangunan Ruang Istirahat Crew Bus


Rp
75.000.000,00
Pembangunan Bengkel
Rp
225.000.000,00
Pembangunan Gudang
Rp
37.500.000,00
Pembangunan Tempat Parkir Umum
Rp
2.880.000.000,00
Pembangunan Parkir Cadangan
Rp
4.320.000.000,00
Pembangunan Taman
Rp
2.878.500.000,00
Sub Total
Rp
23.265.745.000,00
TOTAL ANGGARAN BIAYA
Rp
35.765.745.000,00
Sumber: Studi Kelayakan Relokasi Penumpang Terminal Mustokoharjo Sebagai Salah Satu Bentuk
Aplikasi Manajemen Publik Kabupaten Pati

b. Tahap Operasional
Setelah terminal selesai dibangun, tahap selanjutnya adalah tahap operasional
terminal. Pada tahap ini pemerintah harus mengeluarkan biaya operasional yang
terdiri dari gaji pegawai, listrik, air, biaya pemeliharaan, dan biaya rehabilitasi.

Gaji Pegawai
Biaya yang dibutuhkan untuk gaji pegawai diasumsikan sebesar Rp
50.000.000,00/bulan

atau

Rp

600.000.000,00/tahun,

dengan

asumsi

kenaikan gaji sebanyak 10% setiap lima tahun.

Bahan Habis
Dalam operasional terminal diperlukan biaya untuk bahan habis seperti kertas
dan tinta untuk karcis, alat-alat kebersihan, dan sebagainya, serta biaya listrik
dan air bersih. Untuk keperluan ini diasumsikan sebesar Rp 24.000.000,00
dengan kenaikan sebesar 5% setiap lima tahun.

Biaya Pemeliharaan
Biaya

pemeliharaan

antara

lain

untuk

biaya

pembersihan

terminal,

pengecatan dinding, perawatan fasilitas, taman, dan infrastruktur, serta biaya


pemeliharaan lainnya. Untuk keperluan ini diasumsikan membutuhkan biaya
2% dari biaya investasi, yaitu sebesar Rp 715.314.900,00 dimulai dari tahun
kedua masa operasional dengan asumsi kenaikan biaya sebesar 5% setiap
lima tahun.

Biaya Rehabilitasi
Biaya rehabilitasi adalah biaya penggantian seperti penggantian mesin pompa
air, genset, AC, serta peralatan-peralatan lainnya. Biaya rehabilitasi
diasumsikan sebesar 10% dari biaya investasi dan harus dikeluarkan setiap
lima tahun sekali sejak tahun keenam masa operasional. Biaya rehabilitasi
diasumsikan naik sebanyak 10% setiap lima tahun.

Berdasarkan biaya-biaya tahap operasional tersebut, maka disusun rekapitulasi biaya


tahap operasional Terminal Mustokoharjo, yaitu sebagai berikut.
10

Tabel 2.2. Rekapitulasi Pengeluaran (Cost) Tahap Operasional Terminal


Mustokoharjo (Rupiah)
TAHUN
KE
0

INVESTASI

GAJI PEGAWAI

BAHAN HABIS

PEMELIHARAAN

0.00

0.00

0.00

0.00

35,765,745,000.00

600,000,000.00

24,000,000.00

0.00

0.00

624,000,000.00

660,000,000.00

24,000,000.00

715,314,900.00

0.00

1,399,314,900.00

660,000,000.00

24,000,000.00

751,080,645.00

0.00

1,435,080,645.00

660,000,000.00

24,000,000.00

751,080,645.00

0.00

1,435,080,645.00

660,000,000.00

24,000,000.00

751,080,645.00

0.00

1,435,080,645.00

726,000,000.00

25,200,000.00

788,634,677.25

3,576,574,500.00

5,116,409,177.25

726,000,000.00

25,200,000.00

788,634,677.25

0.00

1,539,834,677.25

726,000,000.00

25,200,000.00

788,634,677.25

0.00

1,539,834,677.25

726,000,000.00

25,200,000.00

788,634,677.25

0.00

1,539,834,677.25

10

726,000,000.00

25,200,000.00

788,634,677.25

0.00

1,539,834,677.25

11

798,600,000.00

26,460,000.00

828,066,411.11

3,755,403,225.00

5,408,529,636.11

12

798,600,000.00

26,460,000.00

828,066,411.11

0.00

1,653,126,411.11

13

798,600,000.00

26,460,000.00

828,066,411.11

0.00

1,653,126,411.11

14

798,600,000.00

26,460,000.00

828,066,411.11

0.00

1,653,126,411.11

15

798,600,000.00

26,460,000.00

828,066,411.11

0.00

1,653,126,411.11

16

878,460,000.00

27,783,000.00

869,469,731.67

3,943,173,386.25

5,718,886,117.92

17

878,460,000.00

27,849,150.00

869,469,731.67

0.00

1,775,778,881.67

18

878,460,000.00

27,852,457.50

869,469,731.67

0.00

1,775,782,189.17

19

878,460,000.00

27,852,622.88

869,469,731.67

0.00

1,775,782,354.54

20

878,460,000.00

27,852,631.14

869,469,731.67

0.00

1,775,782,362.81

21

966,306,000.00

29,245,262.70

912,943,218.25

4,140,332,055.56

6,048,826,536.51

22

966,306,000.00

29,245,262.70

912,943,218.25

0.00

1,908,494,480.95

23

966,306,000.00

29,245,262.70

912,943,218.25

0.00

1,908,494,480.95

24

966,306,000.00

29,245,262.70

912,943,218.25

0.00

1,908,494,480.95

25

966,306,000.00

29,245,262.70

912,943,218.25

0.00

1,908,494,480.95

TOTAL COST

91,895,901,368.25

35,765,745,000.00

REHABILITASI

TOTAL

Berdasarkan rekapitulasi di atas, maka diketahui jumlah pengeluaran atau cost dari
proyek Terminal Mustokoharjo pada masa konstruksi dan masa operasional 25 tahun
adalah sebesar Rp 91,895,901,368.25.
2.2.1.2.

Inflow

Inflow atau kas masuk adalah uang masuk atau penerimaan, umumnya berasal dari
penjualan produk atau manfaat terukur (benefit). Dalam kasus pembangunan Terminal
Mustokoharjo, kas masuk yang diterima hanya pada masa pengelolaan dan pemeliharaan.
Hal ini dikarenakan pada masa konstruksi hanya ada biaya yang dikeluarkan untuk
pembangunan terminal.
11

Untuk menghitung inflow dari pembangunan Terminal Mustokoharjo, sebelumnya


harus diidentifikasi pendapatan atau manfaat langsung yang didapat dari hasil pengelolaan
terminal, antara lain sebagai berikut.
a. Retribusi kendaraan umum
Biaya retribusi untuk kendaraan penumpang umum dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu angkutan pedesaan dan angkutan antar kota. Perhitungan dilakukan dengan
asumsi jumlah kendaraan masuk pertahun dikali biaya retribusi.
Tabel 2.3. Biaya Retribusi Kendaraan Umum
NO.
JENIS KENDARAAN
BIAYA RETRIBUSI
Angkutan pedesaan
1.
Bis kecil
Rp 500,00 / sekali masuk
2.
Bis sedang
Rp 750,00 / sekali masuk
Angkutan antar kota
1.
Bis sedang
Rp 750,00 / sekali masuk
2.
Bis besar
Rp 750,00 / sekali masuk
Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Pati No. 11 Tahun 2011

b. Retribusi parkir kendaraan


Biaya retribusi parkir kendaraan umum dikenakan kepada kendaraan umum maupun
kendaraan pribadi yang menggunakan fasilitas parkir terminal. Perhitungan dilakukan
dengan asumsi jumlah kendaraan parkir pertahun dikali biaya retribusi.
Tabel 2.4. Biaya Retribusi Parkir Kendaraan
NO.
JENIS KENDARAAN
BIAYA RETRIBUSI
Angkutan Umum
1.
Bis (istirahat)
Rp 2.000,00
Kendaraan Pribadi
1.
Mobil
Rp 2.000,00
2.
Motor
Rp 1.500,00
Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Pati No. 11 Tahun 2011

c. Retribusi persewaan tempat usaha


Pada Terminal Mustokoharjo direncanakan 30 kios dan rumah maka dengan asumsi
20 unit untuk kios dan 10 unit untuk rumah makan. Untuk kios diasumsikan memiliki
luas 12 m2 dan rumah makan sebesar 25 m2. Biaya retribusi kios/rumah makan
adalah Rp 5.000/m2/bulan, dengan asumsi seluruh kios dan rumah makan akan terisi
100% pada tahun kedua masa operasional.
Tabel 2.5. Biaya Retribusi Tempat Usaha
NO.
1.
2.

JENIS TEMPAT USAHA


BIAYA RETRIBUSI
2
Kios (12 m )
Rp 60.000,00 / bulan
Rumah Makan (25 m2)
Rp 125.000,00 / bulan
Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Pati No. 11 Tahun 2011

d. Retribusi MCK

12

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pati No. 11 Tahun 2011 Tentang Retribusi
Jasa Usaha, retribusi MCK untuk terminal adalah Rp 1.000,00 sekali pakai.
Terminal Mustokoharjo yang direncanakan untuk dibangun dengan luas 5 Ha dengan
asumsi parkiran utama dapat menampung kurang lebih 200 bus, 100 mobil, dan 100 sepeda
motor. Dengan kapasitas tersebut, diasumsikan jumlah bis yang masuk terminal dalam satu
hari sebanyak 2.230 unit atau 813.950 unit/tahun, mobil sebanyak 16.279 unit/tahun, dan
sepeda motor sebanyak 23.487 unit/tahun dan terjadi kenaikan jumlah pengunjung
sebanyak 5% setiap tahunnya. Berdasarkan asumsi dan biaya retribusi yang dijelaskan di
atas, didapatkan perhitungan inflow masa operasional Terminal Mustokoharjo sebagai
berikut.
Tabel 2.6Rekapitulasi Penerimaan (Benefit) Tahap Operasional Terminal
Mustokoharjo (Rupiah)
Tahun
Ke

Retribusi
Kendaraan
Umum

Retribusi Parkir
Kendaraan

Retribusi Kios

Retribusi
Rumah
Makan

Retribusi MCK

Total Benefit

587,570,156.25

1,566,426,750.00

7,200,000.00

7,500,000.00

588,472,500.00

2,757,169,406.25

616,948,664.06

1,644,748,087.50

14,400,000.00

15,000,000.00

617,896,125.00

2,908,992,876.56

647,796,097.27

1,726,985,491.88

14,400,000.00

15,000,000.00

648,790,931.25

3,052,972,520.39

680,185,902.13

1,813,334,766.47

14,400,000.00

15,000,000.00

681,230,477.81

3,204,151,146.41

714,195,197.24

1,904,001,504.79

14,400,000.00

15,000,000.00

715,292,001.70

3,362,888,703.73

749,904,957.10

1,999,201,580.03

14,400,000.00

15,000,000.00

751,056,601.79

3,529,563,138.92

787,400,204.95

2,099,161,659.03

14,400,000.00

15,000,000.00

788,609,431.88

3,704,571,295.86

826,770,215.20

2,204,119,741.99

14,400,000.00

15,000,000.00

828,039,903.47

3,888,329,860.66

868,108,725.96

2,314,325,729.08

14,400,000.00

15,000,000.00

869,441,898.65

4,081,276,353.69

10

911,514,162.26

2,430,042,015.54

14,400,000.00

15,000,000.00

912,913,993.58

4,283,870,171.37

11

957,089,870.37

2,551,544,116.32

14,400,000.00

15,000,000.00

958,559,693.26

4,496,593,679.94

12

1,004,944,363.89

2,679,121,322.13

14,400,000.00

15,000,000.00

1,006,487,677.92

4,719,953,363.94

13

1,055,191,582.08

2,813,077,388.24

14,400,000.00

15,000,000.00

1,056,812,061.82

4,954,481,032.14

14

1,107,951,161.19

2,953,731,257.65

14,400,000.00

15,000,000.00

1,109,652,664.91

5,200,735,083.74

15

1,163,348,719.25

3,101,417,820.53

14,400,000.00

15,000,000.00

1,165,135,298.15

5,459,301,837.93

16

1,221,516,155.21

3,256,488,711.56

14,400,000.00

15,000,000.00

1,223,392,063.06

5,730,796,929.83

17

1,282,591,962.97

3,419,313,147.14

14,400,000.00

15,000,000.00

1,284,561,666.21

6,015,866,776.32

18

1,346,721,561.12

3,590,278,804.49

14,400,000.00

15,000,000.00

1,348,789,749.52

6,315,190,115.13

19

1,414,057,639.17

3,769,792,744.72

14,400,000.00

15,000,000.00

1,416,229,237.00

6,629,479,620.89

20

1,484,760,521.13

3,958,282,381.95

14,400,000.00

15,000,000.00

1,487,040,698.85

6,959,483,601.94

21

1,558,998,547.19

4,156,196,501.05

14,400,000.00

15,000,000.00

1,561,392,733.79

7,305,987,782.03

22

1,636,948,474.55

4,364,006,326.10

14,400,000.00

15,000,000.00

1,639,462,370.48

7,669,817,171.13

23

1,718,795,898.28

4,582,206,642.41

14,400,000.00

15,000,000.00

1,721,435,489.00

8,051,838,029.69

24

1,804,735,693.19

4,811,316,974.53

14,400,000.00

15,000,000.00

1,807,507,263.45

8,452,959,931.17

25

1,894,972,477.85

5,051,882,823.26

14,400,000.00

15,000,000.00

1,897,882,626.63

8,874,137,927.73

TOTAL BENEFIT

131,610,408,357.40

13

Berdasarkan rekapitulasi perhitungan di atas, dapat

dilihat

bahwa proyek

pembangunan Terminal Mustokoharjo dapat memberikan pemasukan atau benefit sebesar


Rp 131.610.480.357,40.
Untuk menutupi biaya investasi, maka pemerintah dapat menerapkan kenaikan biaya
retribusi. Dalam kasus ini, retribusi untuk kendaraan umum diasumsikan naik sebesar 50%
setiap lima tahun, sedangkan untuk retribusi lainnya yaitu retribusi parkir, persewaan kios
dan rumah makan, serta MCK diasumsikan naik sebesar 25% setiap lima tahun. Dengan
asumsi tersebut, maka benefit yang didapatkan adalah sebesar Rp 227,017,252,580.63
dengan rekapitulasi sebagai berikut.
Tabel 2.7. Rekapitulasi Penerimaan (Benefit) Tahap Operasional Terminal
Mustokoharjo Setelah Kenaikan Retribusi (Rupiah)
Tahun
Ke

Retribusi
Kendaraan
Umum

Retribusi Parkir
Kendaraan

Retribusi Kios

Retribusi
Rumah
Makan

Retribusi MCK

Total Benefit

587,570,156.25

1,566,426,750.00

7,200,000.00

7,500,000.00

588,472,500.00

2,757,169,406.25

616,948,664.06

1,644,748,087.50

14,400,000.00

15,000,000.00

617,896,125.00

2,908,992,876.56

647,796,097.27

1,726,985,491.88

14,400,000.00

15,000,000.00

648,790,931.25

3,052,972,520.39

680,185,902.13

1,813,334,766.47

14,400,000.00

15,000,000.00

681,230,477.81

3,204,151,146.41

714,195,197.24

1,904,001,504.79

14,400,000.00

15,000,000.00

715,292,001.70

3,362,888,703.73

818,078,135.02

2,506,870,681.62

18,000,000.00

18,750,000.00

938,820,752.24

4,300,519,568.87

858,982,041.77

2,632,214,215.70

18,000,000.00

18,750,000.00

985,761,789.85

4,513,708,047.31

901,931,143.85

2,763,824,926.48

18,000,000.00

18,750,000.00

1,035,049,879.34

4,737,555,949.68

947,027,701.05

2,902,016,172.81

18,000,000.00

18,750,000.00

1,086,802,373.31

4,972,596,247.16

10

994,379,086.10

3,047,116,981.45

18,000,000.00

18,750,000.00

1,141,142,491.97

5,219,388,559.52

11

1,165,909,478.45

3,985,021,435.67

22,500,000.00

23,436,000.00

1,533,695,509.21

6,730,562,423.33

12

1,224,204,952.37

4,184,272,507.45

22,500,000.00

23,436,000.00

1,610,380,284.67

7,064,793,744.49

13

1,285,415,199.99

4,393,486,132.82

22,500,000.00

23,436,000.00

1,690,899,298.90

7,415,736,631.72

14

1,349,685,959.99

4,613,160,439.46

22,500,000.00

23,436,000.00

1,775,444,263.85

7,784,226,663.31

15

1,417,170,257.99

4,843,818,461.44

22,500,000.00

23,436,000.00

1,864,216,477.04

8,171,141,196.47

16

1,754,541,386.57

6,337,335,693.68

28,128,000.00

29,292,000.00

2,446,784,126.12

10,596,081,206.37

17

1,842,268,455.90

6,654,202,478.36

28,128,000.00

29,292,000.00

2,569,123,332.42

11,123,014,266.68

18

1,934,381,878.70

6,986,912,602.28

28,128,000.00

29,292,000.00

2,697,579,499.04

11,676,293,980.02

19

2,031,100,972.63

7,336,258,232.39

28,128,000.00

29,292,000.00

2,832,458,474.00

12,257,237,679.02

20

2,132,656,021.26

7,703,071,144.01

28,128,000.00

29,292,000.00

2,974,081,397.70

12,867,228,562.97

21

2,692,815,672.42

10,199,039,903.42

35,160,000.00

36,624,000.00

3,747,342,561.10

16,710,982,136.93

22

2,827,456,456.04

10,708,991,898.59

35,160,000.00

36,624,000.00

3,934,709,689.15

17,542,942,043.78

23

2,968,829,278.84

11,244,441,493.52

35,160,000.00

36,624,000.00

4,131,445,173.61

18,416,499,945.97

24

3,117,270,742.78

11,806,663,568.19

35,160,000.00

36,624,000.00

4,338,017,432.29

19,333,735,743.27

25

3,273,134,279.92

12,396,996,746.60

35,160,000.00

36,624,000.00

4,554,918,303.90

20,296,833,330.43

TOTAL BENEFIT

227,017,252,580.63

2.2.1.3. Evaluasi Ekonomi


14

Evaluasi ekonomi dilakukan untuk melihat apakah benefit atau penerimaan dari
pembangunan Terminal Mustokoharjo lebih banyak daripada cost atau pengeluaran proyek.
Jika penerimaan yang ada lebih banyak daripada pengeluaran, maka proyek ini dapat
dikatakan layak untuk dijalankan. Untuk itu, keseluruhan penerimaan dan pengeluaran
proyek telah disusun dalam bentuk rekapitulasi seperti berikut ini.
Tabel 2.8. Pengeluaran (Cost) dan Penerimaan (Benefit) Proyek Terminal
Mustokoharjo (Rupiah)
TAHUN
KE
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
TOTAL

COST
35,765,745,000.00
624,000,000.00
1,399,314,900.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
5,116,409,177.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
5,408,529,636.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
5,718,886,117.92
1,775,778,881.67
1,775,782,189.17
1,775,782,354.54
1,775,782,362.81
6,048,826,536.51
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
91,895,901,368.25

BENEFIT SEBELUM
KENAIKAN RETRIBUSI
0
2,757,169,406.25
2,908,992,876.56
3,052,972,520.39
3,204,151,146.41
3,362,888,703.73
3,529,563,138.92
3,704,571,295.86
3,888,329,860.66
4,081,276,353.69
4,283,870,171.37
4,496,593,679.94
4,719,953,363.94
4,954,481,032.14
5,200,735,083.74
5,459,301,837.93
5,730,796,929.83
6,015,866,776.32
6,315,190,115.13
6,629,479,620.89
6,959,483,601.94
7,305,987,782.03
7,669,817,171.13
8,051,838,029.69
8,452,959,931.17
8,874,137,927.73
131,610,408,357.40

BENEFIT SETELAH
KENAIKAN RETRIBUSI
0
2,757,169,406.25
2,908,992,876.56
3,052,972,520.39
3,204,151,146.41
3,362,888,703.73
4,300,519,568.87
4,513,708,047.31
4,737,555,949.68
4,972,596,247.16
5,219,388,559.52
6,730,562,423.33
7,064,793,744.49
7,415,736,631.72
7,784,226,663.31
8,171,141,196.47
10,596,081,206.37
11,123,014,266.68
11,676,293,980.02
12,257,237,679.02
12,867,228,562.97
16,710,982,136.93
17,542,942,043.78
18,416,499,945.97
19,333,735,743.27
20,296,833,330.43
227,017,252,580.63

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa biaya atau cost yang
dikeluarkan lebih kecil daripada manfaat atau benefit yang diterima, baik sebelum maupun
setelah kenaikan retribusi. Artinya, proyek ini mampu menghasilkan manfaat yang lebih
besar untuk menutupi biaya investasi yang dikeluarkan pemerintah selama masa ekonomis
proyek yaitu 25 tahun sehingga layak untuk dilaksanakan.
2.2.2. Analisis Kriteria Investasi
2.2.2.1

Analisis Net Present Value (NPV)


15

Net Present Value (NPV) adalah net benefit yang sudah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital. Diskon factor digunakan untuk menentukan
nilai dari arus uang masa kini pada masa depan. Besarnya nilai diskon faktor tergantung dari
ketidakpastian terhadap nilai cashflow itu sendiri. Semakin besar tingkat ketidakpastian
suatu Cashflow maka besar nilai dari diskon faktor akan semakin tinggi. Untuk
mengantisipasi terjadinya fluktuasi ekonomi yang berubah-rubah, pada studi ini diskon
faktor

yang

digunakan

sebesar

8%,

10%,

12%.

Penghitungan

studi

kelayakan

pembangunan Terminal Mustokoharjo ini digunakan untuk jangka 25 tahun. Berikut adalah
persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya NPV pada studi ini :

Dari tabel 2.7 bisa dilihat bahwa nilai NPV dengan menggunakan diskon faktor
sebesar 8%, 10%, dan 12% sebelum diberlakukannya kenaikan retribusi bernilai kurang dari
0 (NPV < 0) atau negatif. Hasil ini bisa diartikan bahwa rencana pembangunan Terminal
Mustokoharjo tidak feasible untuk dilaksanakan, karena pihak pelaksana yang dalam kasus
ini adalah pihak pemerintah akan mengalami kerugian. Dengan kata lain benefit yang
dihasilkan dari operasional terminal ini tidak cukup untuk menutupi biaya investasi yang
telah dikeluarkan untuk membangun terminal ini.
Akan tetapi bila dilihat pada tabel 2.8, hasil perhitungan NPV dengan diskon faktor
8% dan 10% setelah diberlakukannya kenaikan retribusi bernilai lebih dari 0 (NPV > 0)
atau bernilai positif. Hasil ini bisa diartikan bahwa rencana pembangunan Terminal
Mustokoharjo

feasible

untuk

dilaksanakan

ketika

kebijakan

menaikkan

retribusi

diberlakukan. Rencana ini disimpulkan layak karena proyek ini memberikan benefit untuk
pengelola yang dalam hal ini pemerintah yang cukup signifikan.
Dari hasil analisa diatas juga bisa disimpulkan bahwa semakin besar DF yang digunakan
dalam analisa, maka keuntungan yang didapat oleh pengelola akan semakin kecil. Oleh
karena itu, DF yang digunakan dalam studi ini adalah sebesar 8%.
2.2.2.2. Analisis Benefit Cost Ratio (BCR)

16

Benefit cost ratio adalah perbandingan benefit yang telah didiskon positif dengan
benefit yang telah didiskon negatif. Berikut adalah persamaan yang digunakan untuk
menghitung Benefit Cost Ratio (BCR) pada studi kali ini :

Bisa dilihat pada tabel 2.7. bahwa nilai BCR sebelum diberlakukannya kebijakan
menaikkan retribusi setiap 5 tahunnya dengan menggunakan DF sebesar 10%, 12%, dan
15% bernilai kurang dari 1 (BCR<1).Hasil ini bisa diartikan bahwa rencana pembangunan
terminal ini tidak layak dilakukan. Tidak layak disini memiliki arti bahwa rencana
pembangunan terminal Mustokoharjo tidak memberikan keuntungan bagi pengelola yang
dalam hal ini adalah pemerintah. Dengan kata lain benefit yang diperoleh lebih kecil dari
investasi yang dikeluarkan.
Dari Tabel 2.8. dapat diketahui bahwa nilai BCR setelah kenaikan retribusi dengan
pemeberian Diskon Faktor (DF) sebesar 8% >1. Sedangkan untuk DF 10% dan 12%
nilainya kurang dari 1. Hal ini berarti rencana pembangunan Terminal Mustokoharjo layak
untuk dilakukan dengan manfaat yang jumlahnya melebihi dari investasi yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan proyek.

17

Tabel 2.9.Arus Kas (Cash Flow) dan Hasil Perhitungan Analisis NPV dan BCR Sebelum Kenaikan Retribusi
Tahun
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Total

Manfaat (B)
0
2,757,169,406.25
2,908,992,876.56
3,052,972,520.39
3,204,151,146.41
3,362,888,703.73
3,529,563,138.92
3,704,571,295.86
3,888,329,860.66
4,081,276,353.69
4,283,870,171.37
4,496,593,679.94
4,719,953,363.94
4,954,481,032.14
5,200,735,083.74
5,459,301,837.93
5,730,796,929.83
6,015,866,776.32
6,315,190,115.13
6,629,479,620.89
6,959,483,601.94
7,305,987,782.03
7,669,817,171.13
8,051,838,029.69
8,452,959,931.17
8,874,137,927.73
131,610,408,357.40

Biaya (C)
35,765,745,000.00
624,000,000.00
1,399,314,900.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
5,116,409,177.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
5,408,529,636.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
5,718,886,117.92
1,775,778,881.67
1,775,782,189.17
1,775,782,354.54
1,775,782,362.81
6,048,826,536.51
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
91,895,901,368.25

B-C
-35,765,745,000.00
2,133,169,406.25
1,509,677,976.56
1,617,891,875.39
1,769,070,501.41
1,927,808,058.73
-1,586,846,038.33
2,164,736,618.61
2,348,495,183.41
2,541,441,676.44
2,744,035,494.12
-911,935,956.17
3,066,826,952.83
3,301,354,621.02
3,547,608,672.63
3,806,175,426.82
11,910,811.91
4,240,087,894.65
4,539,407,925.97
4,853,697,266.35
5,183,701,239.12
1,257,161,245.52
5,761,322,690.18
6,143,343,548.74
6,544,465,450.22
6,965,643,446.78
39,714,506,989.16
NPV
BCR

PV
DF 8%
-35,765,745,000.00
1,975,101,553.25
1,294,246,929.31
1,284,282,570.69
1,300,266,818.54
1,312,066,164.77
-1,000,030,373.36
1,263,123,816.96
1,268,891,947.59
1,271,229,126.55
1,271,037,240.88
-391,129,331.60
1,217,836,982.97
1,213,908,094.15
1,207,960,753.03
1,199,706,494.53
3,476,766.00
1,146,095,757.92
1,135,759,863.08
1,124,601,656.61
1,111,903,915.79
249,797,939.48
1,059,507,242.72
1,046,211,406.35
1,032,062,201.50
1,016,983,943.23
-11,150,845,519.05
-10,323,829,024.93
0.806641223

PV
DF 10%
-35,765,745,000.00
1,939,264,307.22
1,247,597,879.83
1,215,522,165.98
1,208,275,152.46
1,196,976,023.67
-895,774,588.64
1,110,942,832.67
1,095,573,003.06
1,077,825,414.98
1,057,825,682.98
-319,633,552.64
977,091,067.17
956,402,433.71
934,085,363.50
911,198,397.18
2,591,792.67
838,689,385.56
816,639,485.88
793,579,503.05
770,298,004.13
169,842,484.27
707,490,426.35
686,211,474.39
664,263,243.20
642,928,890.14
-15,960,038,727.21
-14,508,344,671.64
0.691083342

PV
DF 12%
-35,765,745,000.00
1,904,706,962.84
1,203,515,282.92
1,151,615,436.90
1,124,244,303.65
1,093,838,292.52
-803,896,203.02
979,110,372.60
948,557,204.58
916,443,868.52
883,579,429.11
-262,181,587.40
787,254,478.79
756,670,479.14
725,840,734.42
695,388,250.48
1,942,653.42
617,356,797.46
590,123,030.38
563,514,252.62
537,549,818.50
116,413,131.33
475,885,254.21
453,378,753.90
431,280,273.17
409,579,834.67
-19,464,033,894.29
-17,378,395,299.77
0.609886529

18

Tabel 2.8. Arus Kas (Cash Flow) dan Hasil Perhitungan Analisis NPV dan BCR Setelah Kenaikan Retribusi
Tahun
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Total

Manfaat (B)
0
2,757,169,406.25
2,908,992,876.56
3,052,972,520.39
3,204,151,146.41
3,362,888,703.73
4,300,519,568.87
4,513,708,047.31
4,737,555,949.68
4,972,596,247.16
5,219,388,559.52
6,730,562,423.33
7,064,793,744.49
7,415,736,631.72
7,784,226,663.31
8,171,141,196.47
10,596,081,206.37
11,123,014,266.68
11,676,293,980.02
12,257,237,679.02
12,867,228,562.97
16,710,982,136.93
17,542,942,043.78
18,416,499,945.97
19,333,735,743.27
20,296,833,330.43
227,017,252,580.63

Biaya (C)
35,765,745,000.00
624,000,000.00
1,399,314,900.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
1,435,080,645.00
5,116,409,177.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
1,539,834,677.25
5,408,529,636.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
1,653,126,411.11
5,718,886,117.92
1,775,778,881.67
1,775,782,189.17
1,775,782,354.54
1,775,782,362.81
6,048,826,536.51
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
1,908,494,480.95
91,895,901,368.25

B-C
-35,765,745,000.00
2,133,169,406.25
1,509,677,976.56
1,617,891,875.39
1,769,070,501.41
1,927,808,058.73
-815,889,608.38
2,973,873,370.06
3,197,721,272.43
3,432,761,569.91
3,679,553,882.27
1,322,032,787.22
5,411,667,333.38
5,762,610,220.61
6,131,100,252.19
6,518,014,785.36
4,877,195,088.45
9,347,235,385.02
9,900,511,790.85
10,481,455,324.48
11,091,446,200.16
10,662,155,600.42
15,634,447,562.83
16,508,005,465.02
17,425,241,262.31
18,388,338,849.48
135,121,351,212.39
NPV
BCR

PV
DF 8%
-35,765,745,000.00
1,975,101,553.25
1,294,246,929.31
1,284,282,570.69
1,300,266,818.54
1,312,066,164.77
-514,173,631.20
1,735,255,111.43
1,727,728,803.49
1,717,067,337.27
1,704,369,358.27
567,019,862.44
2,148,973,098.09
2,118,911,778.12
2,087,639,635.87
2,054,478,260.34
1,423,653,246.32
2,526,557,724.57
2,477,108,050.07
2,428,553,198.68
2,379,115,209.93
2,118,570,317.80
2,875,174,906.80
2,811,313,330.69
2,747,960,547.07
2,684,697,472.02
11,220,192,654.62
10,390,772,348.84
1.143216062

PV
DF 10%
-35,765,745,000.00
1,939,264,307.22
1,247,597,879.83
1,215,522,165.98
1,208,275,152.46
1,196,976,023.67
-460,569,683.93
1,526,191,813.52
1,491,736,973.59
1,455,834,181.80
1,418,468,021.61
463,372,491.92
1,724,157,212.42
1,669,428,180.91
1,614,318,696.40
1,560,412,739.61
1,061,277,651.25
1,848,883,159.16
1,781,102,071.17
1,713,717,945.55
1,648,188,905.34
1,440,457,221.62
1,919,910,160.72
1,843,944,210.44
1,768,661,988.12
1,697,243,675.81
228,628,146.19
209,734,595.29
0.972713386

PV
DF 12%
-35,765,745,000.00
1,904,706,962.84
1,203,515,282.92
1,151,615,436.90
1,124,244,303.65
1,093,838,292.52
-413,329,675.61
1,345,082,925.28
1,291,559,621.93
1,237,853,822.11
1,184,816,350.09
380,084,426.32
1,389,175,004.48
1,320,790,262.56
1,254,423,111.60
1,190,841,301.28
795,470,518.93
1,360,957,472.06
1,287,066,532.81
1,216,896,963.17
1,150,182,970.96
987,315,608.60
1,291,405,368.69
1,218,290,803.32
1,148,323,399.19
1,081,234,324.35
-7,569,383,609.05
-6,757,929,319.26
0.830191661

19

2.2.2.3.

Analisis Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV = 0 (nol) dengan
kriteria penilaian sebagai berikut:

Jika IRR > SOCC maka proyek dikatakan layak

IRR = SOCC berarti proyek pada BEP

IRR < SOCC dikatakan bahwa proyek tidak layak.


IRR dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Berdasarkan rumus diatas, diperoleh perhitungan IRR untuk proyek pembangunan


pelabuhan perikanan Romokalisari sebelum kenaikan retribusi adalah sebagai berikut:
a. Sebelum terjadinya kenaikan retribusi

= 0.08 +

10.323.829.024,93
(1,00 0,08)
((10.323.829.024,93) (14.508.344.671. ,64))

= 0,03066
b. Setelah terjadi kenaikan retribusi
= 0.08 +

10.390.772.348,84
(1,00 0,08)
((10.390.772.348,84) (209.734.595,29))

= 0,10041
Perhitungan diatas menunjukkan IRR yang diperoleh dalam rencana pembangunan
Terminal Mustokoharjo sebelum diberlakukan kebijakan kenaikan retribusi kurang dari
SOCC/discount faktor yang ditetapkan (0,03066< 0.08 atau IRR < SOCC). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa rencana pembangunan Terminal Mustokoharjo dapat dikatakan
tidak layak/tidak feasible untuk dilaksanakan.
Sedangkan setelah diberlakukan kebijakan kenaikan retribusi menunjukkan IRR lebih
dari SOCC/DF yang ditetapkan (0,10041> 0.08 atau IRR > SOCC). Hal ini berarti proyek
pembangunan Terminal Mustokoharjo dapat dikatakan layak untuk dilakukan.
2.2.2.4.

Analisis Payback Period (PBP)

PBP adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan
(cash in flows) yang secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present
value. PBP digunakan untuk mengetahui berapa lama proyek dapat mengembalikan
investasi. Analisis ini menggunakan rumus :
20

21

Tabel 2.10. Hasil Perhitungan Payback Period (PBP) Sebelum Kenaikan Retribusi
Tahun
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
PBP

DF 8%
Net Benefit (B-C)

Net Benefit
Kumulatif
-35,765,745,000.00
-35,765,745,000.00
1,975,101,553.25
-33,790,643,446.75
1,294,246,929.31
-32,496,396,517.45
1,284,282,570.69
-31,212,113,946.76
1,300,266,818.54
-29,911,847,128.22
1,312,066,164.77
-28,599,780,963.45
-1,000,030,373.36
-29,599,811,336.81
1,263,123,816.96
-28,336,687,519.85
1,268,891,947.59
-27,067,795,572.25
1,271,229,126.55
-25,796,566,445.70
1,271,037,240.88
-24,525,529,204.82
-391,129,331.60
-24,916,658,536.42
1,217,836,982.97
-23,698,821,553.46
1,213,908,094.15
-22,484,913,459.31
1,207,960,753.03
-21,276,952,706.27
1,199,706,494.53
-20,077,246,211.74
3,476,766.00
-20,073,769,445.75
1,146,095,757.92
-18,927,673,687.82
1,135,759,863.08
-17,791,913,824.75
1,124,601,656.61
-16,667,312,168.13
1,111,903,915.79
-15,555,408,252.34
249,797,939.48
-15,305,610,312.86
1,059,507,242.72
-14,246,103,070.13
1,046,211,406.35
-13,199,891,663.78
1,032,062,201.50
-12,167,829,462.28
1,016,983,943.23
-11,150,845,519.05
>25 tahun

DF 10%
Net Benefit (B-C)
Net Benefit
Kumulatif
-35,765,745,000.00
-35,765,745,000.00
1,939,264,307.22
-33,826,480,692.78
1,247,597,879.83
-32,578,882,812.95
1,215,522,165.98
-31,363,360,646.97
1,208,275,152.46
-30,155,085,494.50
1,196,976,023.67
-28,958,109,470.84
-895,774,588.64
-29,853,884,059.48
1,110,942,832.67
-28,742,941,226.80
1,095,573,003.06
-27,647,368,223.74
1,077,825,414.98
-26,569,542,808.77
1,057,825,682.98
-25,511,717,125.78
-319,633,552.64
-25,831,350,678.42
977,091,067.17
-24,854,259,611.25
956,402,433.71
-23,897,857,177.54
934,085,363.50
-22,963,771,814.04
911,198,397.18
-22,052,573,416.85
2,591,792.67
-22,049,981,624.18
838,689,385.56
-21,211,292,238.62
816,639,485.88
-20,394,652,752.74
793,579,503.05
-19,601,073,249.69
770,298,004.13
-18,830,775,245.56
169,842,484.27
-18,660,932,761.29
707,490,426.35
-17,953,442,334.94
686,211,474.39
-17,267,230,860.54
664,263,243.20
-16,602,967,617.34
642,928,890.14
-15,960,038,727.21
>25 tahun

DF 12%
Net Benefit

Net Benefit
Kumulatif
-35,765,745,000.00 -35,765,745,000.00
1,904,706,962.84 -33,861,038,037.16
1,203,515,282.92 -32,657,522,754.24
1,151,615,436.90 -31,505,907,317.34
1,124,244,303.65 -30,381,663,013.69
1,093,838,292.52 -29,287,824,721.17
-803,896,203.02 -30,091,720,924.19
979,110,372.60 -29,112,610,551.59
948,557,204.58 -28,164,053,347.01
916,443,868.52 -27,247,609,478.49
883,579,429.11 -26,364,030,049.38
-262,181,587.40 -26,626,211,636.78
787,254,478.79 -25,838,957,157.99
756,670,479.14 -25,082,286,678.85
725,840,734.42 -24,356,445,944.43
695,388,250.48 -23,661,057,693.95
1,942,653.42 -23,659,115,040.53
617,356,797.46 -23,041,758,243.07
590,123,030.38 -22,451,635,212.69
563,514,252.62 -21,888,120,960.07
537,549,818.50 -21,350,571,141.57
116,413,131.33 -21,234,158,010.24
475,885,254.21 -20,758,272,756.03
453,378,753.90 -20,304,894,002.13
431,280,273.17 -19,873,613,728.96
409,579,834.67 -19,464,033,894.29
>25 tahun

22

Tabel 2.11. Hasil Perhitungan Payback Period (PBP) Setelah Kenaikan Retribusi
Tahun
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
PBP

DF 8%
Net Benefit (B-C)

Net Benefit
Kumulatif
-35,765,745,000.00
-35,765,745,000.00
-33,790,643,446.75
-33,790,643,446.75
-32,496,396,517.45
-32,496,396,517.45
-31,212,113,946.76
-31,212,113,946.76
-29,911,847,128.22
-29,911,847,128.22
-28,599,780,963.45
-28,599,780,963.45
-29,113,954,594.65
-29,113,954,594.65
-27,378,699,483.22
-27,378,699,483.22
-25,650,970,679.73
-25,650,970,679.73
-23,933,903,342.46
-23,933,903,342.46
-22,229,533,984.20
-22,229,533,984.20
-21,662,514,121.76
-21,662,514,121.76
-19,513,541,023.67
-19,513,541,023.67
-17,394,629,245.56
-17,394,629,245.56
-15,306,989,609.68
-15,306,989,609.68
-13,252,511,349.34
-13,252,511,349.34
-11,828,858,103.02
-11,828,858,103.02
-9,302,300,378.45
-9,302,300,378.45
-6,825,192,328.38
-6,825,192,328.38
-4,396,639,129.70
-4,396,639,129.70
-2,017,523,919.77
-2,017,523,919.77
101,046,398.04
101,046,398.04
2,976,221,304.84
2,976,221,304.84
5,787,534,635.53
5,787,534,635.53
8,535,495,182.60
8,535,495,182.60
11,220,192,654.62
11,220,192,654.62
20,95 = 20 Tahun 11 Bulan

DF 10%
Net Benefit (B-C)
Net Benefit (B-C)
-35,765,745,000.00
35,765,745,000.00
1,939,264,307.22
33,826,480,692.78
1,247,597,879.83
32,578,882,812.95
1,215,522,165.98
31,363,360,646.97
1,208,275,152.46
30,155,085,494.50
1,196,976,023.67
28,958,109,470.84
-460,569,683.93
29,418,679,154.77
1,526,191,813.52
27,892,487,341.25
1,491,736,973.59
26,400,750,367.67
1,455,834,181.80
24,944,916,185.87
1,418,468,021.61
23,526,448,164.25
463,372,491.92
23,063,075,672.33
1,724,157,212.42
21,338,918,459.92
1,669,428,180.91
19,669,490,279.01
1,614,318,696.40
18,055,171,582.61
1,560,412,739.61
16,494,758,842.99
1,061,277,651.25
15,433,481,191.74
1,848,883,159.16
13,584,598,032.59
1,781,102,071.17
11,803,495,961.41
1,713,717,945.55
10,089,778,015.86
1,648,188,905.34
8,441,589,110.52
1,440,457,221.62
7,001,131,888.90
1,919,910,160.72
5,081,221,728.19
1,843,944,210.44
3,237,277,517.74
1,768,661,988.12
1,468,615,529.62
1,697,243,675.81
-228,628,146.19
24,87 = 24 Tahun 11 Bulan

DF 12%
Net Benefit
Net Benefit (B-C)
Kumulatif
-35,765,745,000.00 -35,765,745,000.00
1,904,706,962.84 -33,861,038,037.16
1,203,515,282.92 -32,657,522,754.24
1,151,615,436.90 -31,505,907,317.34
1,124,244,303.65 -30,381,663,013.69
1,093,838,292.52 -29,287,824,721.17
-413,329,675.61 -29,701,154,396.78
1,345,082,925.28 -28,356,071,471.50
1,291,559,621.93 -27,064,511,849.57
1,237,853,822.11 -25,826,658,027.46
1,184,816,350.09 -24,641,841,677.36
380,084,426.32 -24,261,757,251.04
1,389,175,004.48 -22,872,582,246.56
1,320,790,262.56 -21,551,791,984.00
1,254,423,111.60 -20,297,368,872.40
1,190,841,301.28 -19,106,527,571.11
795,470,518.93 -18,311,057,052.19
1,360,957,472.06 -16,950,099,580.13
1,287,066,532.81 -15,663,033,047.32
1,216,896,963.17 -14,446,136,084.15
1,150,182,970.96 -13,295,953,113.19
987,315,608.60 -12,308,637,504.59
1,291,405,368.69 -11,017,232,135.90
1,218,290,803.32
-9,798,941,332.59
1,148,323,399.19
-8,650,617,933.40
1,081,234,324.35
-7,569,383,609.05
>25 tahun

23

Berdasarkan hasil perhitungan PBP di atas, diketahui bahwa sebelum kenaikan


retribusi, nilai net benefit yang diterima hingga tahun ke 25 bernilai negatif. Artinya,
jumlah keuntungan atau manfaat yang didapatkan hingga tahun ke 25 masih belum bisa
menutupi biaya investasi yang dkeluarkan untuk pembanguan Terminal Mustokoharjo,
atau PBP lebih dari 25 tahun. Dengan kata lain, hingga tahun ekonomis proyek telah
habis, proyek ini masih belum bisa memberikan keuntungan bagi pemerintah.
Namun jika dilihat dari hasil perhitungan PBP setelah kenaikan retribusi, untuk DF
8% jumlah keuntungan atau net benefit yang diterima pemerintah bernilai positif pada
tahun ke 21. Artinya, keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah mampu menutupi
biaya yang harus dikeluarkan untuk pembangunan Terminal Mustokoharjo pada tahun ke
21 masa operasional proyek. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk nilai DF 8% PBP
proyek adalah 20,95 atau 20 tahun 11 bulan. Sedangkan untuk DF 10%, PBP proyek
adalah 24,87 atau 24 tahun 11 bulan. Artinya keuntungan yang didapatkan dapat
menutupi biaya yang harus dikeluarkan saat usia proyek 24 tahun 11 bulan, atau
mendekati masa ekonomis proyek. Secara teori angka tersebut masih kurang dari masa
ekonomis proyek sehingga dapat dikatakan layak.
2.2.3. Kesimpulan Analisis Kelayakan Investasi
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
kelayakan proyek pembangunan Terminal Mustokoharjo, Pati, adalah sebagai berikut.
a. Sebelum Kenaikan Retribusi
Jika kebijakan kenaikan retribusi tidak dijalankan, maka proyek pembangunan
Terminal Mustokoharjo dinilai tidak layak berdasarkan empat analisis kelayakan
investasi. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel 2.11 berikut ini.
Tabel 2.12 Hasil Analisis Kelayakan Investasi Proyek Pembangunan Terminal
Mustokoharjo Sebelum Kenaikan Retribusi
DF

8%

Analisis
NPV

BCR

IRR

-10,323,829,024.93

0.806641223

0,03066

PBP
>25
Tahun

10%

-14,508,344,671.64

0.691083342

>25
Tahun

12%

-17,378,395,299.77

0.609886529

>25
Tahun

b. Setelah Kenaikan Retribusi


24

Setelah adanya kenaikan retribusi, proyek pembangunan Terminal Mustokoharjo


dinilai layak untuk dilakukan dengan tingkat DF 8%. Untuk DF 10% proyek tersebut
dinilai layak berdasarkan hasil perhitungan NPV, IRR, dan PBP, namun dari
perhitungan BCR hasilnya kurang dari 1 sehingga dinilai tidak layak. Sedangkan untuk
DF 12% dinilai tidak layak berdasarkan hasil dari seluruh analisis kelayakan investasi.
Tabel 2.13 Hasil Analisis Kelayakan Investasi Proyek Pembangunan Terminal
Mustokoharjo Setelah Kenaikan Retribusi
DF
8%
10%
12%

2.3.

NPV
10,390,772,348.84
209,734,595.29
-6,757,929,319.26

Analisis
BCR
IRR
1.143216062
0,10041
0.972713386
0.830191661

PBP
20 Tahun 11 bulan
24 Tahun 11 bulan
>25 Tahun

Sumber dan Strategi Pembiayaan Awal


Menurut hasil analisis kelayakan investasi yang sudah dilakukan diatas dapat

diketahui bahwa proyek pembangunan Terminal Mustokoharjo tidak layak untuk dilakukan
karena nilai NPV < 0; BCR < 1; IRR <discount factor; dan PBP > masa ekonomis proyek
yaitu 25 tahun. Namun setelah diberlakukan kenaikan retribusi, proyek pembangunan
Terminal

Mustokoharjo

menjadi

layak

untuk

dilakukan.

Pembangunan

Terminal

Mustokoharjo di Kabupaten Pati direncanakan untuk dibiayai seluruhnya oleh pemerintah


jadi belum ada rencana strategi pembiayaan yang melibatkan pihak swasta atau investor,
meskipun proyek ini dinilai layak dengan kondisi tertentu.Misalnya dengan adanya
kenaikan retribusi setiap lima tahun seperti analisis yang telah dilakukan.
2.4.

Kritik Terhadap Strategi Pembiayaan Awal


Berdasarkan penjelasan yang dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa proyek

pembangunan mustokoharjo di kabupaten pati tidak layak dilakukan, sehingga strategi


pembiayaan pembangunan yang dilakukan sebenarnya dapat dinilai tepat. Hal ini
dikarenakan proyek yang dikerjakan oleh pemerintah tidak berorientasi kepada
keuntungan atau profit, tetapi lebih berorientasi kepada pelayanan untuk masyarakat.
Artinya, bukan menjadi masalah atau kendala jika proyek tersebut tidak menghasilkan
keuntungan, berbeda dengan pihak swasta yang mengharapkan keuntungan dari proyek.
Berdasarkan hasil analisis, proyek Pembangunan Terminal Mustokoharjo tidak
sepenuhnya dinilai tidak layak. Pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan-kebijakan
seperti kenaikan retribusi yang diusulkan dalam makalah ini. Kebijakan tersebut dapat
meningkatkan penerimaan atau benefit sehingga proyek ini dinilai layak untuk dijalankan.
25

Dengan penilaian tersebut, sebenarnya pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak
swasta.

Karena

itu,

kemungkinan-kemungkinan

semacam

ini

perlu

untuk

dipertimbangkan. Jika pemerintah mampu bekerja sama dengan pihak swasta dalam
pembiayaan pembangunan terminal ini, pemerintah dapat melakukan penghematan
anggaran.

26

BAB III
EKSPLORASI INSTRUMEN PEMBIAYAAN
3.1

Kajian Struktur Anggaran Pusat dan Daerah

3.1.1 Struktur Anggaran Pusat


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan
negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Struktur APBN yang sekarang
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:

Pendapatan negara dan hibah

Belanja negara

Keseimbangan primer

Surplus/Defisit anggaran

Pembiayaan
Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:

Belanja Negara
Belanja negara terdiri dari dua jenis yakni Belanja Pemerintah

Pusat dan Belanja

Daerah berikut penjelasannya:

Belanja Pemerintah Pusat


Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang dimaksudkan untuk membiayai
kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat
maupun daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat
diantaranya adalah Belanja Pegawai, Belanja barang, Belanja Modal, Pembiayaan
Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial
(seperti penanggulangan bencana) dan lain sebagainya.

Belanja Daerah
Belanja Daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah yang
kemudian

akan

dimasukkan

ke

dalam

pendapatan

APBD

daerah

yang

bersangkutan. Belanja Daerah diantaranya adalah Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Otonomi khusus.

Pembiayaan

27

Pembiayaan dibagi menjadi dua yakni Pembiayaan Dalam Negeri dan Pembiayaan
Luar Negeri, berikut penjelasannya:

Pembiayaan Dalam Negeri


Pembiayaan Dalam Negeri meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat
Utang Negara, serta penyertaan modal negara.

Pembiayaan Luar Negeri


Pembiayaan Luar Negeri, meliputi Penarikan Pinjaman Luar Negeri (terdiri atas
Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan pembayaran Cicilan Pokok Utang
Luar Negeri (terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium).

3.1.2 Struktur Anggaran Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. APBD ditetapkan sesuai dengan peraturan daerah. Tahun anggaran APBD
meliputi satu tahun. Adapun APBD terdiri atas:

Anggaran Pendapatan
Anggaran pendapatan terdiri atas:
a

Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lainnya.

Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus.

Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

Anggaran Belanja
Anggaran

belanja

yang

digunakan

untuk

keperluan

penyelenggaraan

tugas

pemerintahan di daerah.

Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun berikutnya.

3.1.3 Struktur

Anggaran

Pusat

dan

Daerah

Pembangunan

Terminal

Mustokoharjo
Sumber pembiayaan pembangunan terminal Mustokoharjo merupakan investasi
yang

dilakukan

pengembangannya

dengan

menggunakan

dapat

dana

mengoptimalkan

dari

biaya

pemerintah.

dengan

Namun

memikirkan

untuk
skenario

permodalan atau sumber pembiayaan yang tidak hanya mengandalkan modal dari
pemerintah,

melainkan

juga

menjalin

suatu

bentuk

kerjasama

dengan

pihak
28

investor/swasta. Total biaya pembangunan pelabuhan mencapai Rp 35.765.745.000,00 ,


berikut adalah skema proses penyusunan APBD:

Gambar 3.1. Skema Penyusunan APBD


Dari skema diatas maka dapat dilihat tahapan proses pengadaan anggaran diawali
dari penyusunan anggaran atau biaya dari pusat yang disusun dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Selanjutnya pemerintah pusat memberi kebijakan pada
tiap pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan fiskalnya sendiri melalui otonomi
daerah. Dan dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah membuat anggaran
atau biaya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).
Kesimpulan yang dapat diambil dari skema diatas yakni antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah terdapat hubungan yang saling mengacu serta perlu adanya
penyelarasan melalui musrenbang. Menurut undang-undang No.25 tahun 2001, rencana
pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana
pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi
pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya, daerah akan
menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta
membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui
29

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Rencana


kerja tersebut dijadikan pedoman untuk membuat RAPBD yang selanjutnya akan
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan APBD.
3.2

Eksplorasi

Sumber-Sumber

Pembiayaan

Konvensional

dan

Non

pengalokasian

dana

yang

Konvensional
Sumber

pembiayaan

pembangunan

merupakan

digunakan untuk pembangunan kegiatan ekonomi, sosial, fisik, dan lain sebagainya.
Sumber pembiayaan dibagi menjadi dua macam yakni sumber pembiayaan konvensional
dan sumber pembiayaan non konvensional

Gambar 3.2. Diagram Sumber Pembiayaan Pembangunan


3.2.1 Sumber-Sumber Pembiayaan Konvensional
Sumber pembiayaan konvensional merupakan sumber-sumber penerimaan yang
diperoleh

dari

pemerintah

(pembiayaan

publik).

Secara

umum

sumber-sumber

penerimaan pemerintah dikelompokkan menjadi dua (Mangkoesobroto, 2011) yaitu


penerimaan yang berasal dari pajak dan penerimaan yang bukan pajak. Kemudian
pendapatan tersebut akan dituangkan dalam APBN dan APBD yang terdiri dari Rencana
Pendapatan dan Rencana Belanja.
Dalam studi kali ini, proyek pembangunan yang akan dilakukan adalah Relokasi
Termnal Penumpang Mustokoharjo. Dilihat dari jenisnya, relokasi terminal termasuk public
30

goods atau lebih identik dengan barang publik sehingga sumber pembiayaan
pembangunannya sangat memungkinkan berasal dari sumber pembiayaan konvensional.
Jenis-jenis sumber pembiayaan konvensional yang dapat digunakan dalam pembiayaan
pembangunan proyek ini adalah pendapatan, baik dari Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah
Kata lain dari pendapatan yang bersumber Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah adalah pay as you go. Hasilnya digunakan untuk membiayai segala pengeluaran
dengan sumber pendapatan yang dihasilkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Sumber dana tersebut dapat berasal dari hasil pungutan pajak, retribusi, serta
alokasi dana baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Metode pembiayaan
yang berasal dari sektor pendapatan ini, umumnya diperuntukan bagi pembangunan
sarana dan prasarana umum masyarakat, seperti Pelabuhan, Terminal, jaringan jalan, dan
lain sebagainya. Berikut ini adalah rincian mengenai sumber-sumber pembiayaan yang
berasal dari pendapatan daerah yang mungkin dapat diterapkan pada studi kasus:
Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas
Umum Daerah yang menambah ekuitas dana. Pendapatan daerah meliputi pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan lainnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)


PAD merupakan bagian dari pendapatan daerah yang berasal dari potensi
daerah itu sendiri, dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah
dalam

memungut

PAD

dimaksudkan

agar

daerah

dapat

mendanai

pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri.


PAD terdiri dari:
1) Pajak Daerah.
2) Retribusi Daerah.
3) Hasil Perusahaan milik daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan mencakup:
A. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah
(BUMD);
B. bagian

laba

atas

penyertaan

modal

pada

perusahaan

milik

pemerintah (BUMN);
31

C. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.


4) Lain-lain PAD yang sah
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan ini meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan dana bagi hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi
hasil bukan pajak
Pendapatan Lain-Lain Yang Sah
Pendapatan Lain-Lain Yang Sah meliputi Pendapatan Hibah, Pendapatan
Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota,
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya, Dana
Penyesuaian, dan Dana Otonomi Khusus.
3.2.2 Sumber-Sumber Pembiayaan Non Konvensional
Pembiayaan pembangunan Relokasi Terminal Penumpang Mustokoharjo juga tidak
menutup kemungkinan diperoleh dari sumber-sumber pembiayaan non-konvensional.
Sumber pembiayaan non konvensional adalah sumber pembiayaan pembangunan daerah
yang berasal dari mekanisme bukan anggaran pemerintah. Sumber pembiayaan dapat
berasal dari pemerintah (public), swasta termasuk di dalamnya masyarakat (private), dan
pemerintah-swasta

(public-private). Bila dilihat

dari

kategori

instrumen

sumber

penerimaan dapat dibedakan menjadi 3 yakni pembiayaan melalui pendapatan (revenue

financing), pembiayaan melalui hutang (debt financing), dan pembiayaan melalui


kekayaan (equity financing).
a. Sumber Pembiayaan Melalui Pendapatan (Revenue Financing)
Sumber pembiayaan ini dikategorikan menjadi 3 :
1. Pembiayaan melalui pendapatan pemerintah (public revenue

financing)
Salah satu bentuknya adalah pungutan perbaikan (betterment levies).
Pungutan perbaikan merupakan tagihan modal yang ditujukan untuk
memenuhi atau membiayai belanja modal dari investasi prasarana (stein
dalam catanese, 1996)

2. Pembiayaan

melalui

pendapatan

swasta

(private

revenue

financing)
a. Biaya dampak pembangunan (development impact fees)
Biaya dampak pembangunan adalah suatu biaya yang dikarenakan
akibat suatu pembangunan baru dan merupakan salah satu cara untuk

32

mengurangi beban biaya penyediaan sarana dan prasarana bagi


pembangunan baru (Nelson, 1988:3)

b. Biaya sambungan (connection fees)


Biaya sambungan merupakan pungutan yan dikenakan oleh perusahaan
jasa pelayanan kepada individu misalnya air bersih, telepon. Tujuannya
untuk menutupi biaya yang timbul akibat adanya tambahan konsumen
dalam jaringan yang sudah ada.

3. Pembiayaan melalui pendapatan pemerintah-swasta(public-private


revenue financing). Salah satu bentuknya yaitu upaya konsolidasi lahan.
b. Sumber pembiayaan melalui hutang (Debt Financing)
1. Pembiayaan melalui hutang pemerintah (public debt financing)
Salah satu bentuknya adalah obligasi. Obligasi merupakan surat
perjanjian jangka panjang yang berdasarkan perjanjian tersebut pihak
peminjam setuju untuk melakukan pembayaran atas bunga dan pokok
pada tanggal tertentu kepada pemegang obligasi atau pihak pemberi
pinjaman.
Obligasi memiliki banyak macam, diantaranya yaitu obligasi daerah.
Obligasi daerah merupakan pinjaman daerah yang bersumber dari
masyarakat. Suku bunga pada model pembiayaan obligasi ini relative
rendah jika dibandingkan dengan suku bunga dari bank. Pembayaran
bunga obligasi dapat dilakukan dengan berbagai pilhan yakni per 3 bulan, 6
bulan sekali atau setahun sekali. Hal ini sangatah positif bila dilihat dari
tingkat partisipasi masyarakat setempat dalam proses pembangunan di
daerah. Obligasi daerah biasa dipergunakan dalam pembiayaan sektor
publik yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat juga dapat
menghasilkan penerimaan guna membiayai kewajiban bunga dan pokok
dari obligasi daerah. Syarat-syarat diterbitkannya obligasi daerah antara
lain:
a. Mendapat persetujuan dari pihak DPRD dan pemerintah pusat.
b. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan
ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD
tahun sebelumnya.
c. Memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan oleh pemerintah.

33

d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang


berasal dari pemerintah
2. Pembiayaan melalui hutang swasta (private debt financing)
Salah satu bentuknya adalah development exactions. Development
exactions

dikenakan

pada

developer

dalam

rangka

pembangunan

prasarana di dalam lingkungan area pembangunan, sebagai salah satu


syarat sebelum pembangunan itu dimulai.
3. Pembiayaan melaui hutang pemerintah-swasta (public-private

debt financing)
Pembiayaan ini dapat berbentuk :

a. Excess Condemnation
Merupakan metode pembiayaan prasarana secara tidak langsung,
dimana sejumlah tanah disisihkan untuk pembangunan prasarana
dan sejumlah lainnya diberikan kepada developer swasta untuk
pembangunan komersial (Suparmoko, 1987)

b. Linkage
Developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang
sejenis (parallel) di daerah lain yang kurang diinginkan dalam rangka
mendapatkan persetujuan pembangunan di daerah yang mereka
inginkan (Suparmoko, 1987)
c. Sumber pembiayaan melalui kekayaan (equity financing)
Bila dilihat dari sumber pembiayaan melalui kekayaan (equity financing) dapat
diklasifikasikan menjadi 5 jenis yakni:
1. Usaha patungan (join venture)
Joint venture merupakan kerjasama antara swasta dan pemerintah dimana
masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan
yang bersangkutan. Tujuan utama kerjasama ini adalah untuk memadukan
keunggulan yang dimiliki oleh sektor swasta dengan keunggulan yang
dimiliki oleh sektor pemerintah.

2. BOT (Build, Operation dan Transfer)


Build, operation, transfer atau bangun, guna dan serah merupakan bentuk
konsesi dengan pengertian swasta membangun, mengoperasikan dan
memperoleh pendapatan dari suatu fasilitas selama jangka waktu tertentu
yang disepakati. Selama masa konsesi, fasilitas atau infrastruktur yang
dibangun dan dioperasikan diserahkan kepada pemerintah.
34

3. BOO (Build Own Operate)


Investror akan membangun proyek di atas tanah miliki pemerintah daerah,
setelah selesai, proyek langsung dihibahkan kepada pemerintah daerah dan
investor dapat mengoperasikan bangunan tersebut dalam jangka waktu
tertentu. Perusahaan swasta tetap memiliki hak terhadap terhadap proyek
tersebut setelah masa konsesi. Perusahaan swasta kemudian dapat
mengalihkan pengoperasian fasilitas infrastruktur kepada perusahaan lain
atau terus mengoperasikannya sendiri.

4. Sewa (leasing)
Dalam pola ini, pemerintah menyewakan fasiltas untuk dioperasikan oleh
swasta dengan fee tertentu. Swasta tentunya menanggung resiko
komersial dan resiko lainnya yang mungkin terjadi. Tanggung jawab
pemerintah adalah pada asset-aset tetap dan membayar utang jangka
panjang untuk proyek terkait. Fasilitas tersebut akan dikembalikan lagi
kepada pemerintah setelah batas waktu perjanjian berakhir.Keuntungan
dari sistem ini antara lain

Tidak perlu mengeluarkan dana dalam kerja sama

Posisi pemerntah sebagai pemilik HPL sangat kuat.

Sementara kerugiannya adalah :

Pemerintah jarang mendapat kompensasi yang wajar.

Property hasil BOT dikenai PPN yang tinggi.

d Sindikasi Perbankan
Kredit sindikasi atau syndicated loan adalah pinjaman yang diberikan oleh
beberapa kreditur sindikasi. Kreditur sindikasi terdiri dari bank-bank dan atau
lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, biasanya berbentuk badan
hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek. Pinjaman yang diberikan
merupakan bentuk sindikasi dari beberapa kriditur karena biasanya biaya yang
dkeluarkan dalam jumlah yang besar.
Kredit sindikasi ditinjau dari asal pembiayaan dapat dibedakan menjadi

offshore loan dan onshore loan. Offshore loan didapatkan dari kreditur asing
berupa kredit valuta asing. Sedangkan onshore loan didapatkan dari kreditur
lokal (dalam negeri). Onshore dapat diberikan berupa valuta asing ataupun
rupiah.

35

Kredit sindikasi ini biasa disebut sebagai dana murah yang harus dibayar
berdasrkan jenis-jenis S.L tersebut di atas kurang dari 1% di atas LIBOR.
Sedangkan bunga yang berlaku pada pinjaman-pinjaman kepada pihak swasta
yang lain adalah lebih tinggi yaitu sebesar lebih dari 1%. Bentuk dana dalam
kredit sindikasi diantaranya :
a.

C.P Notes,adalah penjualan promissory notes (surat hutang) kepada


masyarakat pasar uang internasional dan pembayaran kembali promes
tersebut dijamin oleh para underwriternya yang terdiri dari bakbank/lembaga-lembaga keuangan asing dengan cara mengeluarkan
standby L/C untuk kepentingan pemegang promes sebesar jumlah
promesnya.

b.

NIF,ialah penjualan promes kepada pemenang lelang (Tender Panel)


yang terdiri dari kreditur-kreditur tetap dan peserta lelang (Tender
Members).

c.

FRCDialah penjualan promes dalam bentuk Sertifikat Deposito yang


dibeli oleh bank-bank/lembaga-lembaga keuangan asing.

d.

Undated FRCD (Subordinated Loan) adalah FRCD yang tidak


pernah jatuh tempo (undated) artinya pinjaman tersebut diberikan
untuk jangka waktu yang sangat panjang dan tidak dapat ditarik
kembali oleh si kreditur selama si debitur masih mempunyai kewajibankewajiban yang belum dilunasinya kepada kreditur-kreditur lainnya

e.

Eurobond ialah obligasi yang dijual di pasar uang Eropa atau dikenal
juga dengan Euro-Commercial Paper Dealer Agreement karena
pengertian

bond

(obligasi)

dalam

jenis

perjanjian

ini

dapat

disamakan dengan pengertian commercial paper note.


Pembiayaan sindikasi ini dapat diaplikasikan pada proyek-proyek berskala
besar dan jangka panjang. Pembiayaan sindikasi yang sekarang

sedang

gencar yaitu sindikasi syariah. Keunggulan pembiayaan sindikasi syariah


diantaranya :
a.

Pembiayaan sindikasi syariah menunjukkan bahwa produk-produk


keuangan syariah dapat memberikan solusi yang kompetitif terhadap
pembangunan public infrastruktur.

b.

Sindikasi pembiayaan juga merupakan sarana bank syariah untuk


melakukan ekspansi.

36

c.

Solusi alternatif bagi perbankan syariah untuk mengatasi masalah


keterbatasan

dalam

permodalan

(Batas

Maksimum

Pemberian

Pembiayaan/BMPP).
d.

Sindikasi pembiayaan syariah dapat merupakan strategi dalam menarik


para investor luar negeri.

e. Pemberdayaan Masyarakat
Strategi pembiayaan ini dinilai cukup efektif walaupun skala nilai
pembiayaannya kecil. Pemberdayaan masyarakat lebih ditekankan kepada
kemandirian masyarakat dalam mengelola dan menjada ketersediaan public
infrastruktur yang sudah ada sehingga akan menghemat dalam pembiayaan
pemeliharaan. Selain itu untuk skala infrastruktur yang kecil seperti kebutuhan
akan

MCK

dapat

dilakukan

oleh

swadaya

masyarakat

dalam

pembangunannya. Dar hal-hal kecil seperti ini apabila dikembangkan, tidak


menutup kemungkinan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan
semakin dapat diperhitungkan dalam skala yang lebih luas.

37

BAB IV
SKEMA PENANGANAN KASUS
Dalam rangka pembangunan Terminal Mustokoharjo di Kabupaten Pati, maka
disusun beberapa asumsi untuk menilai kelayakan ekonomi pengembangan tersebut :
a. Estimasi biaya pendapatan (inflow) terminal
Beberapa jenis kegiatan harus didorong untuk dapat memberi jenis pendapatan yang
memadai terutama dalam rangka pengoperasian fasilitas yang tersedia pada jangka
pendek. Beberapa jenis pendapatan terminal yakni retribusi kendaraan umum, retribusi
parkir kendaraan, retribusi kios, retribusi rumah makan, dan retribusi MCK.
b. Estimasi biaya pengeluaran (outflow) terminal
Biaya-biaya pengeluaran Terminal Mustokoharjo di Kabupaten Pati adalah sebagai
berikut:
1. Biaya Konstruksi, terdiri dari biaya pekerjaan persiapan dan biaya pekerjaan
pembangunan infrastruktur.
2. Biaya Operasional, terdiri dari gaji pegawai, bahan habis, biaya pemeliharaan dan
biaya rehabilitasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Tabel 2.1 pada bab II mengenai Rencana
Anggaran Biaya PembangunanTerminal Mustokoharjo di Kabupaten Pati.
4.1

Analisis Finansial Sederhana


Pada pembahasan sebelumnya telah dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui

kelayakan

proyek

pembangunan

Terminal

Mustokoharjo,

Kabupaten

Pati.

Dari

perhitungan nilai NPV, BCR, dan IRR dalam pembangunan Terminal Mustokoharjo
didapatkan hasil nilai NPV negatif, BCR kurang dari satu serta nilai IRR lebih rendah dari
nilai tingkat suku bunga. Beberapa hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan
Terminal Mustokoharjo tidak layak dilakukan.
Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukannya pengadaan kebijakan berupa
kenaikan retribusi terhadap jasa pemanfaatan Terminal Mustokoharjo berupa retribusi
kendaraan umum sebesar 50% setiap lima tahun dan untuk retribusi parkir, persewaan
kios dan rumah makan, serta MCK dilakukan kenaikan sebesar 25% setiap lima tahun.
Sehingga didapatkan nilai NVP, BCR, dan IRR yang baru yaitu nilai NPV sebesar
10.390.772.348,84, nilai BCR 1,14 dan nilai IRR yaitu 0,10 pada tingkat suku bunga 8%.
Pembangunan

Terminal

Mustokoharjo

ini

dilakukan

bukan

hanya

untuk

mendapatkan keuntungan langsung, tetapi juga karena adanya manfaat tidak langsung
yang bisa didapatkan karena terminal merupakan barang publik. Karena itu pemerintah
38

berkewajiban untuk menyediakan terminal dengan memprioritaskan manfaat tidak


langsung yang didapatkan, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya lapangan kerja baru
Pada tahun 2013 jumlah pencari kerja di Kabupaten Pati mencapai 16.446 jiwa,
sementara lapangan kerja yang tersedia dari Sembilan sektor lapangan usaha
hanya

untuk

2.632

jiwa

(BPS

Kabupaten

Pati,

2014).

Artinya,

tingkat

pengangguran di Kabupaten Pati cenderung tinggi. Adanya Terminal Mustokoharjo


di Kabupaten Pati akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga diharapkan
dapat menyerap tenaga kerja lokal dan mengurangi tingkat pengangguran.
b. Peningkatan

aksesibilitas

masyarakat

keluar

maupun

menuju

Kabupaten Pati
Terminal tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota
dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Dengan adanya Terminal
Mustokoharjo, masyarakat akan mendapatkan kemudahan aksesibilitas baik untuk
mobilitas di dalam Kabupaten Pati, maupun antar kota/kabupaten.
Terminal ini diharapkan mampu meningkatkan sistem transportasi di Pulau
Jawalebih efektif, efesien dan terkendali.Terminal Mustokoharjo yang berada di
jalur pantura merupakan penghubung antar provinsi di Pulau Jawa sehingga
keberadaan

terminal

sangat

dibutuhkan

sebagai

tempat

untuk

istirahat,

menurunkan dan menaikkan penumpang, serta perpindahan menuju kendaraan


umum lainnya.
c. Perubahan penggunaan lahan dan harga lahan
Pembangunan terminal tipe A dapat memicu perkembangan kegiatan-kegiatan
ekonomi di sekitar terminal. Akibatnya, penggunaan lahan di sekitar terminal
cenderung berubah menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Tingginya kegiatan
ekonomi

yang

berlangsung

di

sekitar

terminal

dapat

berdampak

pada

meningkatnya harga lahan di sekitar terminal. Contoh kenaikan harga lahan akibat
pembangunan terminal dapat dilihat dari studi kasus pembangunan terminal di
Kabupaten Purwokerto, dimana harga lahan sekitar terminal naik hingga 15 kali
lipat setelah rencana pemabangunan terminal diumumkan (suaramerdeka.com,
2006).
d. Peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah
Dengan adanya lapangan kerja baru, pendapatan masyarakat setempat akan
meningkat. Peningkatan pendapatan juga dapat terjadi akibat tingginya kegiatan
ekonomi di sekitar Terminal Mustokoharjo. Selain itu, Terminal Mustokoharjo
39

direncanakan sebagai terminal tipe A yang melayani angkutan umum antara


kota/kabupaten akan menyebabkan meningkatnya pendatang dari luar Kabupaten
Pati. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan pendapatan daerah melalui pajak
maupun retribusi yang diberlakukan.

4.2

Pemilihan Sumber Pembiayaan yang Relevan terhadap Kasus


Berdasarkan tinjauan laporan studi kelayakan (feasibility study) yang telah

dilakukan

sebelumnya,

rencana

sumber

pembiayaan

pembangunan

Terminal

Mustokoharjo di Kabupaten Pati adalah sumber pembiayaan konvensional atau berasal


dari pemerintah. Pembangunan seluruh fasilitas yang direncanakan merupakan investasi
yang dilakukan menggunakan dana pemerintah. Namun, dalam tahap pengembangan
selanjutnya berbagai kemungkinan cara pembiayaan perlu dipertimbangkan untuk
mencapai optimasi pengoperasian fasilitas.
RIncian biaya investasi yang diperhitungkan dalam studi kelayakan sebelumnya
terdiri daari dua tahap, yaitu biaya pembangunan infrastruktur dan biaya operasional.
Untuk dana investasi awal yang dibutuhkan dalam pembangunan Terminal Mustokoharjo
diperkirakan mencapai Rp 15.000.000,00 (hasil pembulatan). Berbagai sumber alternatif
perlu dilakukan kajian terhadap kemungkinan penggunaan sumber dana yang sesuai dan
relevan untuk diterapkan dalam proyek pembangunan Terminal Mustokoharjo.
Dengan asumsi sumber pembiayaan 100% menggunakan dana pemerintah,
terdapat nilai neraca positif atau keuntungan pada tiap tahun operasional pada saat tidak
dibebani pengembalian modal. Dengan kondisi tersebut, kemungkinan sumber pendanaan
paling tepat adalah seluruhnya dari pemerintah dengan sistem pengelolaan KSO atau
kerja sama operasional menggunakan sistem bagi hasil untuk pemerintah sebesar 80%
dari keuntungan dan sisanya sebesar 20% untuk perusahaan pengelola. Neraca
pendapatan dan pengeluaran operasional fasilitas Terminal Mustokoharjo tanpa
penghitungan diskon faktor dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan tabel tersebut,
sumber pembiayaan pembangunan Terminal Mustokoharjomenggunakan modal dari
pemerintah akan memberikan keuntungan bagi pemerintah dan pihak pengelola sebesar
Rp 39.155.188.395,00 sebelum ada kenaikan retribusi. Sedangkan, keuntungan lebih
besar

akan

didapatkan

setelah

adanya

kenaikan

retribusi

yakni

sebesar

Rp

135.121.351.213,00.
Untuk mengantisipasi keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, maka
diperlukan adanya strategi alternatif berupa pembiayaan non-konvensional. Pembiayaan
non-konvensional ini dilakukan untuk mengurangi beban pemerintah dalam hal investasi
40

operasional. Dana yang dimiliki pemerintah dalam pengadaan infrastruktur di Indonesia


sangat terbatas sehingga pemerintah cenderung melibatkan sektor swasta semaksimal
mungkin. Strategi peningkatan pendapatan pemerintah melalui skema konvensional
(peningkatan PAD, peningkatan laba BUMN/BUMD, dan pinjaman daerah) realitasnya
seringkali belum efektif dalam menyediakan barang publik dan tidak sebanding dengan
kebutuhan barang publik yang akan dialokasikan kepada masyarakat. Akibat adanya good

governance

dan

desentralisasi,

pemerintah

memang

dituntut

untuk

mempu

memberdayakan stakeholder lain dalam kegiatan pembangunan. Namun, pemerintah


tetap harus terlibat dengan memberikan dukungan dalam bentuk pengaturan regulasinya
mengingat barang publik tidak dapat disediakan melalui mekanisme pasar.
Alternatif sumber pembiayaan yang ditawarkan melalui strategi pembiayaan
bersifat non-konvensional dalam bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) yang
dilakukan berdasarkan kontrak kerja atau perjanjian kerjasama selama jangka waktu
tertentu.
a. Usaha Patungan (Join Venture)

Joint venture merupakan kerjasama antara swasta dan pemerintah dimana


masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang
bersangkutan. Tujuan utama kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan
yang dimiliki oleh sektor swasta dengan keunggulan yang dimiliki oleh sektor
pemerintah. Dengan penggunaan sumber pembiayaan ini akan didapatkankeuntungan
untuk keduanya.
b. BOT (Build, Operation, Transfer)
Build, operation, transfer atau bangun, guna dan serah merupakan bentuk
konsesi dengan pengertian swasta membangun, mengoperasikan dan memperoleh
pendapatan dari suatu fasilitas selama jangka waktu tertentu yang disepakati. Selama
masa konsesi, fasilitas atau infrastruktur yang dibangun dan dioperasikan diserahkan
kepada pemerintah. Strategi yang relevan untuk pembiayaan pembangunan proyek ini
adalah Sistem BOT (Built Operate Transfer) dimana mitra swasta bertanggung jawab
membangun infrastruktur termasuk membiayai dan mengoperasikan pemeliharaan
yang kemudian diserahkan kepada pemerintah. Keuntungan Strategi ini :
1. Dapat dikelola secara teratur, tertata rapi serta memiliki pertanggung jawaban
yang jelas
2. Memberikan keuntungan kepada pemerintah karena pemerintah sebagai pemilik
setelah masa ekonomis proyek berakhir.
3. Penunjukan rekanan dapat dilakukan dengan tender
41

Tabel 4.1 Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Operasional Fasilitas Terminal Mustokoharjo
Tahun
Ke-

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Pendapatan

Pengeluaran

Retribusi
Kendaraan
Umum

Retribusi
Parkir
Kendaraan

Retribusi
Kios

Retribusi
Rumah
Makan

Retribusi
MCK

Sub Total

Gaji
Pegawai

Bahan
Habis

0
587,570,156
616,948,664
647,796,097
680,185,902
714,195,197
749,904,957
787,400,205
826,770,215
868,108,726
911,514,162
957,089,870
1,004,944,364
1,055,191,582
1,107,951,161
1,163,348,719
1,221,516,155
1,282,591,963
1,346,721,561
1,414,057,639
1,484,760,521
1,558,998,547
1,636,948,475
1,718,795,898
1,804,735,693
1,774,414,893

0
1,566,426,750
1,644,748,088
1,726,985,492
1,813,334,766
1,904,001,505
1,999,201,580
2,099,161,659
2,204,119,742
2,314,325,729
2,430,042,016
2,551,544,116
2,679,121,322
2,813,077,388
2,953,731,258
3,101,417,821
3,256,488,712
3,419,313,147
3,590,278,804
3,769,792,745
3,958,282,382
4,156,196,501
4,364,006,326
4,582,206,642
4,811,316,975
4,730,483,541

0
7,200,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
14,400,000
16,056,000

0
7,500,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
15,000,000
16,725,000

0
588,472,500
617,896,125
648,790,931
681,230,478
715,292,002
751,056,602
788,609,432
828,039,903
869,441,899
912,913,994
958,559,693
1,006,487,678
1,056,812,062
1,109,652,665
1,165,135,298
1,223,392,063
1,284,561,666
1,348,789,750
1,416,229,237
1,487,040,699
1,561,392,734
1,639,462,370
1,721,435,489
1,807,507,263
1,777,139,899

0
2,757,169,406
2,908,992,877
3,052,972,520
3,204,151,146
3,362,888,704
3,529,563,139
3,704,571,296
3,888,329,861
4,081,276,354
4,283,870,171
4,496,593,680
4,719,953,364
4,954,481,032
5,200,735,084
5,459,301,838
5,730,796,930
6,015,866,776
6,315,190,115
6,629,479,621
6,959,483,602
7,305,987,782
7,669,817,171
8,051,838,030
8,452,959,931
8,314,819,333

0
600,000,000
660,000,000
660,000,000
660,000,000
660,000,000
726,000,000
726,000,000
726,000,000
726,000,000
726,000,000
798,600,000
798,600,000
798,600,000
798,600,000
798,600,000
878,460,000
878,460,000
878,460,000
878,460,000
878,460,000
966,306,000
966,306,000
966,306,000
966,306,000
966,306,000

0
24,000,000
24,000,000
24,000,000
24,000,000
24,000,000
25,200,000
25,200,000
25,200,000
25,200,000
25,200,000
26,460,000
26,460,000
26,460,000
26,460,000
26,460,000
27,783,000
27,849,150
27,852,458
27,852,623
27,852,631
29,245,263
29,245,263
29,245,263
29,245,263
29,245,263

Neraca (Rp)

Pemeliharaan

Rehabilitasi

Sub Total
(tanpa
pengembalian
modal)

0
0
715,314,900
751,080,645
751,080,645
751,080,645
788,634,677
788,634,677
788,634,677
788,634,677
788,634,677
828,066,411
828,066,411
828,066,411
828,066,411
828,066,411
869,469,732
869,469,732
869,469,732
869,469,732
869,469,732
912,943,218
912,943,218
912,943,218
912,943,218
912,943,218

0
0
0
0
0
0
3,576,574,500
0
0
0
0
3,755,403,225
0
0
0
0
3,943,173,386
0
0
0
0
4,140,332,056
0
0
0
0

35,765,745,000
624,000,000
1,399,314,900
1,435,080,645
1,435,080,645
1,435,080,645
5,116,409,177
1,539,834,677
1,539,834,677
1,539,834,677
1,539,834,677
5,408,529,636
1,653,126,411
1,653,126,411
1,653,126,411
1,653,126,411
5,718,886,118
1,775,778,882
1,775,782,189
1,775,782,355
1,775,782,363
6,048,826,537
1,908,494,481
1,908,494,481
1,908,494,481
1,908,494,481

Sebelum
Kenaikan
Retribusi

Setelah
Kenaikan
Retribusi

-35,765,745,000
2,133,169,406
1,509,677,977
1,617,891,875
1,769,070,501
1,927,808,059
-1,586,846,038
2,164,736,619
2,348,495,184
2,541,441,677
2,744,035,494
-911,935,956
3,066,826,953
3,301,354,621
3,547,608,673
3,806,175,427
11,910,812
4,240,087,894
4,539,407,926
4,853,697,266
5,183,701,239
1,257,161,245
5,761,322,690
6,143,343,549
6,544,465,450
6,406,324,852
39,155,188,395

-35,765,745,000
2,133,169,406
1,509,677,977
1,617,891,875
1,769,070,501
1,927,808,059
-815,889,608
2,973,873,370
3,197,721,273
3,432,761,570
3,679,553,883
1,322,032,787
5,411,667,334
5,762,610,221
6,131,100,252
6,518,014,786
4,877,195,088
9,347,235,385
9,900,511,791
10,481,455,324
11,091,446,200
10,662,155,600
15,634,447,563
16,508,005,465
17,425,241,262
18,388,338,849
135,121,351,213

Sumber: Hasil Analisis, 2014

42

4.3

Strategi Pengimplementasian
Strategi pengimplementasian pembiayaan pembangunan alternatif yang ditawarkan

melalui sistem KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta) yaitu pembiayaan pembangunan Terminal
Mustokoharjo35% mendapat suplai pendanaan dari Pemerintah Kota Surabaya, sedangkan
sisanya sebesar 65% atau Rp. Rp 22.659.447.000,00 sumber pendanaan akan dibebankan pada
sumber pembiayaan melalui kekayaan (equity financing) tepatnya Joint Venture dan BOT (Built,

Operate, Transfer).
Melalui sistem KPS, terjadi pembagian resiko yang seimbang dan transfer IPTEK antara
swasta dan pemerintah, serta pembiayaan investasi, biaya operasi dan pemeliharaan menjadi
lebih murah melalui kontrak penawaran yang bersaing. Sistem KPS juga bisa menjadi sarana

sharing dana dari pemerintah dan investor. Jika pemerintah tersendat dalam pembiayaan
pembangunan, maka sisa dana investasi akan ditutupi. Sementara dengan adanya skema
pendanaan, diharapkan akan didapatkan bentuk kerjasama pendanaan, pengoperasian, dan
pemeliharaan Terminal Mustokoharjoyang feasible dan berdaya guna dan menghindari
kesalahpahaman peranan antara swasta dan pemerintah.Selain itu, dari alokasi resiko yang
didapat dari skema pendanaan, pemerintah dapat menyiapkan suatu dukungan untuk
memperkecil resiko investasi agar investasi lebih menarik bagi investor, seperti kepastian
penyelesaian proyek, dan bagi perusahaan swasta yang telah melaksanakan studi kelayakan awal
apabila biasanya saat tender mendapat kemudahan (previlage) sampai 10% akan ditingkatkan
menjadi 20%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema skenario pembiayaan di bawah ini.
Pembangunan Terminal Mustokoharjo
SKENARIO 1

SKENARIO 2

Pemda menyuplai sumber


pembiayaan
sebesar
100%

Pemda
menyuplai
sumber
pembiayaan 35% sebagai biaya
pekerjaan persiapan

(Rp 35.765.745.000,00)

(Rp 12.500.00.00,00)
Sisa pembiayaan sebear 65% (Rp
23.265.745.000,00)
menggunakan
pembiayaan non-konvensional:
a. Join Venture
b. BOT (Build, Operate, Transfer)
Strategi I : Join Venture
Strategi II : BOT (Build,
Transfer)

Operate,

43

Gambar 4.1 Skema Skenario Penanganan Kasus Pembiayaan Pembangunan

Sumber: Hasil Analisis, 2014


Strategi 1 (Joint Venture)
Pada strategi pertama, sumber pembiayaan diperoleh melalui sistem Kerjasama
Pemerintah Swasta (KPS) yang didapat dari pemerintah dan juga swasta. Kedua belah pihak
bekerja secara seimbang, dimana proporsi antara keduanya 50:50. Tentunya strategi ini dapat
diterapkan apabila pemerintah memiliki dana yang cukup besar.
Kerja sama joint venture bertujuan untuk memadukan keuggulan sektor swasta seperti
modal, teknologi, kemampuan manejemen, dengan keunggulan pemerintah yakni kewenangan
dan kepercayaan masyarakat. Dalam joint venture, pemerintah selain memiliki peran sebagai
pemberi aturan, juga berperan sebagai stakeholder yang aktif dalam menjalankan suatu
perusahaan bersama.
Pemerintah dan swasta harus bekerja sama dari tahap awal, pembentukan lembaga,
sampai pada pembangunan proyek. Dengan demikian, resiko investasi dapat lebih dikelola oleh
kedua belah pihak.
Strategi 2
Strategi merupakan alternatif yang tepat apabila dari pemerintah tidak memiliki sumber
dana untuk membiayai proyek ini. Pada penggunaan strategi BOT, mitra swasta bertanggung
jawab membangun infrastruktur termasuk membiayai dan mengoperasikan pemeliharaan yang
kemudian diserahkan kepada pemerintah. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan
strategi ini antara lain:
1. Proyek BOT secara ekonomsi menguntungkan, karena pemerintah tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk melakukan studi kelayakan, biaya pembangunan dan biaya operasional.
2. Pemerintah daerah tidak menanggung risiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs.
3. Dapat dikelola secara teratur, tertata rapi serta memiliki pertanggung jawaban yang jelas
4. Memberikan keuntungan kepada pemerintah karena pemerintah sebagai pemilik setelah masa
ekonomis proyek berakhir.
5. Penunjukan rekanan dapat dilakukan dengan tender.
44

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai beriku :
Kabupaten Pati memiliki terminal Sleko yang merupakan terminal tipe B yang sudah
tidak memadai.
Terminal Mustokoharjo adalah terminal A yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan
angkutan di Pati.
Berdasarkan analisis, proyek pembangunan Mustokoharjo di Kabupaten Pati tidak layak
dilakukan.
Kebijakan kenaikan retribusi merupakan strategi untuk menutupi biaya investasi
sebesar Rp 35.765.745.000 sehingga hasil kenaikan retribusi menunjukkan bahwa
pembangunan terminal Mustokoharjo layak untuk dilakukan.

5.2.

Rekomendasi
Rekomendasi yang diajukan untuk dipertimbangkan guna mengatasi permasalahan
pembiayaan yaitu :

Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan sumber-sumber pembiayaan alternatif


untuk mengurangi beban pembiayaan konvensional.
Perlu adanya kajian lokasi alternatif terminal bertipe A yang sesuai sehingga bdapat
memberikan keuntungan bagi pembiayaan terminal tersebut.
Kenaikan retribusi dapat dilakukan oleh pemerintah jika proyek yang akan dibangun
tidak menghasilkan profit sehingga dapat menarik banyak investor untuk bekerjasama
dalam pembangunan.

45

Anda mungkin juga menyukai