Anda di halaman 1dari 15

Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

MANIFESTASI PROGRAM JAKARTA SMART CITY MELALUI


SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS SEBAGAI AMBISI
PEMBANGUNAN GLOBAL

Fandhy Wahyono
Master Student, Department of Architecture, Institute of Technology Sepuluh
Nopember, Indonesia
e-mail: Fandhywahyono.19081@mhs.its.ac.id

ABSTRACT

Sustainable cities have become the main global paradigm of urbanism. Undoubtedly,
sustainable development emphasizes urban planning and development city. Related
to this that is encouraging the Jakarta provincial government by offering the concept
of Jakarta Smart Cities that support answering supported, efficient and effective
urbanization in supporting supported development. The method used is a type of
qualitative research using descriptive. Linking the Jakarta Smart Cities program with
seventeen Sustainable Development Goals through the sustainability component of
smart cities. The results of this research are to study the application of smart cities in
Jakarta with seventeen global goals. Related to this optimization program can be
equality with the vision the city, it is necessary to have government regulations to bind
it to be approved.

Keywords: Sustainable, urbanisme, Jakarta smart city, SGDs

ABSTRAK

Kota yang berkelanjutan telah menjadi paradigma global utama urbanisme. Tidak
diragukan lagi, pembangunan berkelanjutan mempengaruhi perencanaan dan
pengembangan kota. Sehingga hal ini yang mendorong pemerintah provinsi Jakarta
dengan menawarkan sebuah konsep Jakarta Smart City yang bertujuan menjawab isu
urbanisasi secara terintegrasi, efisien dan efektif dalam mendukung pembangunan
yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Dengan mengaitkan program Jakarta Smart City dengan tujuh
belas arahan Sustainable Development Goals melalui sebuah komponen keberlajutan
kota cerdas. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan nyata smart
city di kota Jakarta dengan ke tujuh belas tujuan global tersebut. Bahwa optimalisasi
program ini dapat egaliter dengan visi kota maka dibutuhkan peraturan pemerintah
untuk mengikatnnya secara komprehensif.

Keywords: Pembangunan Berkelanjutan, Urbanisme, Jakarta Smart City, SGDs

1
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

INTRODUCTION

Kota-kota masa kini memiliki peran sangat penting dalam strategi pembangunan
berkelanjutan, oleh karena itu mereka telah memperoleh posisi sentral dalam
penerapan gagasan tersebut. Hal ini jelas tercermin dalam sustainable development
goals (17 goals) dari Agenda UN Habitat 2015 di New York, yang berupaya
menjadikan kota lebih inklusi, tangguh, dan aman melalui program kota cerdas (smart
city) (UN, 2015). Kota yang berkelanjutan telah lama menjadi paradigma global
utama dalam menanggapi masalah urbanisasi selama tiga dekade ini (Van Buren dkk,
2011). Tidak hanya berkelanjutan saja, namun kota berkelanjutan yang cerdas sebagai
pendekatan terpadu dan holistik pun harus mampu menjawab isu dan dampak
urbanisasi (Bibri dkk, 2019).
Banyak masalah yang telah ditimbulkan dari urbanisasi, antara lain; kemacetan,
kemiskinan, lahirnya hunian liar, sampah, banjir, kriminalitas, polusi dan berbagai
masalah lainnya terjadi di kota. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan dan
pengembangan kota yang smart, sehingga munculah tindakan transformasional yang
cerdas yakni Smart City. Dimana hal tersebut diharapkan mampu mengurangi dampak
urbanisasi yang tidak terkontrol. Tentunya parameter keberhasilan kota cerdas di
Indonesia itu dipengaruhi oleh partisipasi stakeholder dengan masyarakat.
Jakarta Smart City adalah pengaplikasian konsep smart city yang
mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk
mengetahui, memahami, dan mengontrol berbagai sumber daya di suatu kota dengan
lebih efektif dan efisien, sehingga dapat memaksimalkan pelayanan publik,
menyediakan solusi untuk masalah, dan mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.

THEORY / RESEARCH METHODS

The General Premises of The Concept of “Smart City”

Konsep pengembangan kota “Smart City” didasarkan pada berbagai bidang dalam
pengambil kebijakannya yang terkait kualitas hidup dan preferensi biaya dalam
memecahkan masalah kota. Smart City adalah sebuah konsep yang ditujukan untuk
mengelola kota dengan cara modern, menggunakan sarana dan metode terbaru yang
telah ditawarkan oleh teknologi informasi dan komunikasi. Pekembangan teknologi
inovatif, khususnya teknologi komputer dan komunikasi yang digunakan dalam
berbagai bidang aktivitas manusia memungkinkan fungsi kota kontemporer menjadi
meningkat secara signifikan. Smart, dalam arti luasnya adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah, mampu beradaptasi dengan keadaan eksternal yang berubah,
berpikir secara rasional dan mengatasi masalah secara efektif. Jika kita
mempertimbangkan konsep “kota cerdas”, manajemen perkotaan harus memiliki
karakter di atas. Inovasi dan teknologi haruslah memupuk manajemen perkotaan dan
stakeholder berkarakter “smart”, meskipun demikian jelas bahwa masyarakat dan
stakeholder adalah orang-orang yang menerapkan konsep ini.

2
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

Awalnya, konsep smart city diterapkan pada teknologi informasi yang dapat
digunakan dalam merencanakan dan mengembangkan kota. Publikasi pertama
tentang konsep itu telah diungkapkan oleh Ishda dan Isbister di tahun 2000 tentang
metode yang diterapkan oleh masyarakat melalui informasi ruang virtual kota
(Komninos, 2015), menggunakan media internet dan teknologi informasi. Selanjutnya
makalah tersebut berevolusi menuju metode manajemen kota (Van der Meer dan Van
Winden, 2003). Internet dan teknologi dianggap mampu untuk menarik minat
masyarakat dalam menyerap dan mempublikasikan informasi (Florida, 2005).
Definisi terkini tentang kota cerdas menekankan kepada berbagai hal dan aspek
perkotaan, dengan penekanan khusus pada peran transportasi, teknologi informasi,
media digital, industri kreatif dan inisiatif budaya untuk meningkatkan efisiensi sosial,
budaya dan ekonomi (Hollands, 2008) dan penggunaan masyarakat terdidik dalam
memanfaatkan komunikasi dengan administrasi publik (Lombardi, Giordano, Farouh,
Wael, 2012). Kominos telah mengusulkan definisi yang luas, mencirikan kota pintar
sebagai tempat dengan kapasitas pembeljaran dan inovasi yang hebat, kreatif dalam
penelitian dan pengembangan institusi, universitas, infrastruktur digital, teknologi
informasi dan efisiensi manajemen tingkat tinggi.
Dalam sebuah diskusi tentang konsep smart city dalam sastra, peranan
teknologi mutakhir dalam prespektif kota adalah elemen karakteristik dan signifikan.
Ide awalnya adalah pendekatan multi-faceted menuju pembangunan kota,
berdasarkan daya saing, pembangunan berkelanjutan, kecerdasan dalam memecahkan
berbagai masalah sembari memanfaatkan peluan yang diberikan oleh sistem
komputerisasi. Dalam dua dekade terakhir, stakeholder tingkat nasional dan daerah di
berbagai wilayah dunia berusaha mendefinisikan aturan dalam mempromosikan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk merangsang perkembangan
kota modern, namun mereka masih kurangnya kriteria yang jelas untuk membedakan
kota smart dan non-smart (Tranos, 2012). Ketersediaan dan kualitas teknologi baru
bukanlah satu-satunya indikator “kecerdasan”sebuah kota (Roller, Waveman, 2001).
Namun aglomerasi tumbuh didasarkan kepada penggunaan teknologi secara kreatif
dan bijak dalam menstimulasi masyarakat melalui partisipasi mereka. Oleh sebab itu,
smart city harus berkonsentrasi pada solusi kekinian yan memungkinkan
pengembangan kota modern melalui peningkatan kualitatif dan kuantitatif
produktivitas masyarakat (Caragliu, 2011).
Konsep kota cerdas memadukan beberapa gagasan pembangunan perkotaan.
Pendekatan smart city di Eropa didasarkan pada tindakan yang berujuan untuk
mengurangi emisi karbon dioksida, serta penggunaan energi yang efektif di segala
sektor dalam meningkatkan kualitas kehidupan penduduknya. Menurut visi umum
kota cerdas di Eropa didasarkan pada kemitraan yang dibangun untuk menstimultasi
kemajuan di bidang energi, transportasi, teknologi dalam meningkatkan peningkatan
kualitas layanan dan mengurangi konsumsi energi. Hal tersebut merupakan kontribusi
bagi pembangunan berkelanjutan kota-kota di Eropa. Dimana kota-kota itu adalah
pelopor dari beralihnya penggunaan energi berlebih menjadi rendah emisi.
Di Indonesia, lima tahun terakhir melihat perkembangan berbagai konsep
terkait, antara lain untuk penggunaan inovasi dan teknologi canggih di bebagai
wilayah di Indonesia. Ide kota tersebut berbasis pengetahuan terutama difikuskan
pada pendidikan, pengembangan modal intelektual, kreativitas dan meningkatkan

3
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

inovasi yang lebih tinggi. Teknologi informasi dan komunikasi hadir sebagai faktor
pengembangan kota digital. Sumber energi terbarukan dengan memusatkan kegiatan
pada perlindungan lingkungan dan pengembangan kota eco-friendly.
Masalah untuk menentukan elemen smart city tercermin dalam menemukan
definisi istilah yang jelas. Namun terlepas dari kurangnya konsesus mengenai definisi
“smart city”, para ilmuwan sepakat pada jumlah dimensi yang mencakup konsep ini.
Secara umum diasumsikan, bahwa kota dapat didefinisikan sebagai smart city jika
mereka memiliki elemen berikut (figure 1):
1. Smart Economics: Kota haruslah memiliki tingkat produktivitas tinggi
berdasarkan penggunaan perangkat pengetahuan dan ekonomi harus ditandai
dengan pemanfaatan solusi inovatif dan adaptif dengan perubahan keadaan.
Contohnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam industri
serta pemanfaatan zona bisnis melalui teknologi.
2. Smart Mobility: Karena Teknologi Informasi, sebuah kota menjadi jaringan
koneksi yang besar antara semua sumber dayanya. Seharusnya transportasi
tradisional dan komunikasi digital mampu untuk pemanfaatan infrastruktur
yang ada secara rasional.
3. Smart Environment: Kota cerdas mengoptimalkan konsumsi energinya dengan
menggunakan energi terbaru yang lebih ramah lingkungan. Sumber energi kota
berusaha meminimalkan emisi limbah, tentunya hal ini menjadi dasar akan
kebijakan manajemen limbah tentang prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan lingkungan juga membutuhkan pendidikan yang tinggi akan
lingkungan.
4. Smart People: Masyarakat yang mau belajar. Semua perubahan di kota harus
dimulai dari diri sendiri, bila mana ketika diberi dukungan teknis yang sesuai
dapat mencegah konsumsi energi secara berlebihan.
5. Smart Living: Ramah, terutama dengan menyediakan akses luas ke layanan
publik, infrastruktur teknis dan sosial, tingkat keamanan dan toleransi yang
tinggi, dan menyediakan banyak hiburan, serta perawatan yang tepat untuk
ruang terbuka hijau.
6. Smart Governance: Pengembangan dalam hal ini membutuhkan pembentukan
yang tepat dalam sistem pemerintahan, pengembangan prosedur yang
membutuhkan kerja sama dengan legislatif dan yudikatif dalam merencanakan
dan mengembangkan kota. Hal ini juga termasuk administrasi public cerdas
dalam menciptakan pengetahuan dan berpraktek.
Nampaknya smart city tidak terlalu banyak orang yang tahu, sehingga
membuatnya sulit untuk dipahami akan program itu. Ini bukan soal masyarakat namun
ini tentang pekerjaan sehari-hari. Media sosial juga berperan penting dalam inisitaif
smart city. Karena hal itu adalah tentang bagaimana mengubah sikap, komunikasi
kritis manusia dalam menunjukkan kepada pemangku kepentingan. Perlu adanya
kampanye dan kesadaran dalam mewujudkan kota yang cerdas melalui sebuah
partisipasi masyrakat dan pemerintah. Kota cerdas merupakan konsep yang tidak
dapat digunakan secara konstan atau tidak dapat diartikan secara universal. Tidak ada
pengertian tunggal untuk smart city (O’grady and O’hare, 2012). Berikut aspek dari
smart city yang telah diambil melalui laporan resmi lembaga smart city di Eropa.

4
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

Figure 1. Enam unsur elemen Smart City


Source: Smart-cities.edu, 2019

Enam dimensi smart city di atas terkait dengan teori regional dan neoklasik
tentang pertumbuhan dan perkembangan kota. Mereka didasrakan pada daya saing
kota dan wilayah, modal sosial, tata kelola dan manajemen publik terbaru, dan
penggunaan teknologi canggih. Oleh sebab itu harus diasumsikan, bahwa konsep
melampaui penggunaan teknologi baru agar lebih efektif menggunakan sumber daya
energi dan menurunkan emisi karbondioksida dengan memasukkan unsur kehidupan
perkotaan lainnya dan fungsi administrasi publik.
Saat mempertimbangkan sektor apa saja yang terkait dengan indikator Smart City,
Dorota Sikora, 2016 dapat mengkategorikannya, terlepas dari ekonomi, lingkungan,
kualitas hidup, pemerintah, mobilitas yang disebutkan di atas, manusia memiliki
hubungan nyata dengan pembangunan perkotaan, faktor-faktor tersebut, antara lain:
a) Buildings
b) Municipal Functions
c) Public Places
d) Landscape/Ecosystems,
e) Waste
f) Water
g) Energy
h) ICT,
i) Communication and mobility
Dalam keadaan praktek sehari-hari, kita dapat melihat timbal balik antara
faktor-faktor ini. Dan keterkaitan mereka yang menunjukkan sinergitas antara sistem
perkotaan. Serta efisiensi yang mengacu pada pencapaian tujuan tanpa membuang
sumber daya. Smart City yang awalnya diperkenalkan untuk menekankan otomatisasi

5
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

fitur-fitur canggih perkotaan untuk keperluan operasional dan keamanan. Itulah


mengapa kita perlu menerapkan konsep smart city dalam praktik keseharian kita
terlebih kita tinggal di kota metropolitan.

Sustainable Development Goals by UN Habitat 2011

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah memorandum 17 tujuan dengan 169


pencapaian yang terukur dengan batas waktu yang sudah ditentukan oleh UN (United
Nations) sebagai agenda dunia dalam pembangunan kota dan kesejahteraan manusia
dan bumi. Ada pun tujuan yang telah dicanangkan bersama oleh negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 21 Oktober 2015 di New Yok. Sebagai ambisi
pembangunan bersama hingga tahun 2030 (UN, 2015). Tujuan ini merupakan
kelanjutan atau pengganti dari Milenium Development Goals (MDGs) yang
ditandatangani oleh pemimpin dari189 negara sebagai Deklarasi Milenium di New
York pada tahun 2000 dan tidak berlaku lagi sejak akhir 2015.
Latar belakang petisi ini dibuat untuk menjawab tuntutan pemimpin dunia
dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim dalam bentuk
konkrit. Konsep tujuan pembangunan berkelanjutan lahir pada konfrensi Sustainable
Development PBB pada tahun 2012 di Rio de Jainero dengan menetapkan target yang
dapat diterapkan secara universal serta dapat diukur dalam menyeimbangkan empat
dimensi pembangunan berkelanjutan (lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi).
Agenda 2030 terdiri dari 17 SDGs atau tujuan global, yang akan menjadi tuntunan
kebijakan dan pendanaan hingga 2030. Dalam mengubah desakan ini menjadi konkrit,
maka para pemimpin dunia bertemu pada 25 September 2015 di New York untuk
memulai agenda pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030. Tujuan ini di
rencanakan sejak 19 Juli 2014 dan disodorkan pada Majelis Umum Perserikan
Bangsa-Bangsa oleh panitia SDGs. Dalam memorandum ini terdapat 17point tujuan
dengan 169 pencapaian yang meliputi masalah pembangunan berkelanjutan.
Termasuk didalamnya adalah program pengentas kemiskinan dan kelaparan,
perbaikan kesehatan, dan pendidikan pembangunan dan perencanaan kota yang lebih
berkelanjutan dalam menangani masalah urbanisasi dan perubahan iklim. Terdapat 17
SDGs dalam memoroandum ini (figure 2), antara lain:
1) No Poverty: Pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat.
2) Zero Hunger: Megakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan
perbaikan nutrisi serta meningkatkan pertanian yang berkelanjutan.
3) Good Health and Well-Being: Meningkatkan hidup sehat dan mendukung
kesejahteraan untuk semua usia.
4) Quality Education: Pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif, mampu
mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua gender dan usia.
5) Gender Equality: Memperdayakan semua perempuan dan menghilangkan
sekat pembatas antara wanita dan pria.
6) Clean Water and Sanitation: Memastikan kualitas air dan sanitasi untuk
semua.
7) Affordable and Clean Energy: Memastikan akses pada energi yang
terjangkau dan dapat diandalkan, berkelanjutan serta modern.

6
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

8) Decent work and Economic Growth: Mempromosikan pertumbuhan ekonomi


berkelanjutan, lapangan pekerjaan dan pekerjaan yang layak untuk semua.
9) Industry, Innovation and Infrastructure: Membangun infrastruktur yang kuat,
mempromosikan industrialisasi yang inovatif.
10) Reduced Inequalities: Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antar negara
11) Sustainable Cities and Communication: Membuat kota menjadi inklusif,
aman, kuat, dan berkelanjutan.
12) Responsible Consumption and Production: Memastikan pola konsumsi dan
produksi yang berkelanjutan.
13) Climate Action: Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim
dan dampaknya
14) Life Below Water: Perlindungan dan penggunaan laut dan sumber daya
kelautan secara berkelanjutan
15) Life on Land: Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan
lahan menjadi bangunan, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan.
16) Peace, Justice and Strong Institutions: Mendorong masyarakat adil, damai
dan inklusif.
17) Partnership for goals: Menghidupkan kembali kemitraan global demi
pembangunan berkelanjutan.

Figure 2. 17 Sustainable Development Goals


Source: United Nations Sustainable Developmen Report, 2019

Contextualising Component the Smart City for Sustainability

Konsep dan komponen yang berbeda dari smart city dan keberlanjutan kota telah
menemukan asal-usulnya di berbagai titik perhatian. Konsep smart city telah
menyoroti penerapan teknologi informasi dan komunikasi canggih di konteks
perkotaan. Hal itu menghubungkan infrastruktur perkotaan dan sistem manajemen
kota. Sebaliknya, konsep berkelanjutan sebuah kota sebagain besar berasal dari
masalah lingkungan. Menyeimbangkan efisiensi ekonomi dan keadilan masyarakat
memperluas fokus awal lingkungan dan manajemen sumber daya berkelanjutan.

7
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

Meskipun tidak mungkin untuk memberikan ulasan lengkap tentang semua perbedaan
dan kesamaan masing-masing.
Konsep dan komponen Smart City dan berkelanjutan sebuah kota saling
tumpang tindih satu dengan lainnya, seperti yang terlihat (figure 3) (Lee, 2017). Smart
City bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui penggunaan
teknologi yang efisien. Inovasi teknologi tidak bisa menjadi satu-satunya kompenen
smart city. Sebagai gantinya teknologi mutakhir adalah sarana untuk berkontribusi
pada kesejahteraan manusia pada akhirnya. Untuk tujuan ini, dimensi kelembagaan
serta manusia di dalam smart city dapat mengurangi masalah kota. khususnya tata
kelola dan kebijakan dari institusi. Dimensi itu dikombinasikan dengan modal sosial
dan budaya melalui pendidikan sosial dan kewarganegaraan dari lingkup manusia
yang mampu mengatasi masalah terkait dengan kesenjangan sosial, kemiskinan,
kesetaraan gander, dan kesejahteraan (Nam dan Pardo, 2011).

Figure 3. Perbandingan komponen Smart City dan Sustainable


Source: Taedong Lee, 2017

Pada dasarnya, prinsip pengembangan smart city adalah pemanfaatan


keberlanjutan untuk menciptakan ruang kota modern secara seimbang melalui
lingkungan hidup. Infrastruktur perkotaan secara efisien memanfaatkan sumber daya
seperti listrik, air dan sumber daya kota dari bawah tanah. Untuk ini, smart city
kemudian mengintregasikan sumber daya melalui sebuah spasial kota melalui patform
yang tersedia (Al-Hader dkk, 2009).
Namun, penilaian kritis terhadap konsep dan praktik smart city sangatlah
diperlukan. Penggunaan konsep yang rendah dapat menyebabkan perkiraan yang
terlalu dangkal dalam menanggulangi dampak negatifnya dari penggunaan teknologi
dan jaringan baru pada pembangunan infrastruktur (Hollands, 2008). Kota yang
terkoneksi dengan teknologi canggih dalam penggunaan data untuk manajemen
perkotaan dapat diubah menjadi ruang enclave yang rentan dengan risiko peretasan
(Lim, 2017). Selain itu, penerapan smart city dalam praktik keseharian dapat menjadi
sarana untuk meningkakan pendapatan teknologi infromasi global sebuah perusahaan
dan harga real estate untuk pemilik tanah daripada memberikan kesejahteraan warga
(Park dan Yoo, 2017). Orang yang cenderung tidak memiliki sumber keuangan

8
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

mungkin tidak menerima manfaat dari manajemen smart city yang efisien dan
mutakhir. Stakeholder dalam pembuat kebijakan mungkin mempertimbangkan model
apa yang dipilih untuk bisnis atau teknologi menguntungkan model smart city di kota
tersebut.
Smart City dan berkelanjutan mencakup empat komponen, antara lain:
a) Sebuah kota yang membahas peranan elemen sosial dan lingkungan
melalui sebuah pembangunan perkotaan untuk memenuhi syarat sebagai
kota yang berkelanjutan dan cerdas.
b) Penekanan harus ditempatkan pada peranan teknologi yang mutakhir dan
industri kreatif sebagai bagian dari pilar ekonomi jangka panjang untuk
memenuhi perkembangan kota.
c) Promosi perkotaan yang bersih dan ramah lingkungan adalah solusi dan
dukungan untuk menjadi bagian dari pendekatan integratif di kota yang
berkelanjutan dan cerdas.
d) Kota yang berkelanjutan dan cerdas tidak terdiri hanya dimensi teknologi
dan manusia, namun juga meperhitungkan kapasitas dan abilitas
stakeholder.
Dalam prakteknya, untuk menghubungkan konsep dan kompinen kota yang
berkelanjutan dan cerdas, perlu pengukuran komprehensif yang digunakan unyuk
menilai atribut multi-dimensional (Albino, Berardi, dan Dangelico, 2015). Misalnya,
peneliti dari Center of Regional Science di Universitas Teknologi Wina menganalisis
tingkat kecerdasa dan keberlanjutan dari 70 kota dengan level menengah,
menggunakan enam dimensi (ekonomi, mobilitas, lingkungan, masyarakat,
kehidupan dan tata kelola yang cerdas) (Lombardi, Giordano, Farouh and Yousef,
2012). Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, berikut hasil sintesis dimensi dan
komponen dari kota yang berkelanjutan dan smart city ke dalam (Tabel 1) di bawah
ini.

Tabel 1. Hasil sintesis Komponen Smart City dengan Sustainable


Dimensi Komponen
Keberlanjutan Lingkungan • Efisiensi Smart Energy
• Smart Grid dan sistem energi cadangan
• Menghubungkan supplai energi yang dapat
diperbaharui
• Waste management
Keberlanjutan Ekonomi • Teknologi inovasi
• Human resource investment
• Experiment/Living lab
• Long run urban economic growth
Keberlanjutan Sosial dan Budaya • Sosial dan Technical learning network
• Equity Consideration
• Safety and security from physical and cyber
risk
Keberlanjutan Lembaga dan Pemerintahan • Partisipasi dalam membuat keputusan
• Smart, responsive, innovative and
ubiquitous goverance
Source: Lee, 2017

9
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

Keberlanjutan adalah konsep umum yang dapat digunakan untuk mengubah


kota menjadi tempat yang lebih baik. Dari hasil memorandum PBB tahun 2015 bahwa
tujuan tersebut adalah untuk mewujudkan kota dan pemukiman manusia yang
inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan. Mengingat bahwa lebih dari setengah
populasi dunia tinggal di kota, pengelolaan masalah perkotaan salah satu masalah
kritis akan kebijakan lingkungan. Terwujudnya kota yang berkelanjutan dan cerdas
telah mempertimbangkan kualitas hidup, keharmonisan diantara manusia dan
ekosistem dan memenuhi kebutuhan generasi yang mendatang.

Research Methods

Subjek utama yang akan ditinjau dalam penelitian ini adalah keterkaitan komponen
pembangunan berkelanjutan dengan smart city melalui program Jakarta Smart City.
Pendekatan penelitian di dasarkan pada paradigma naturalistik dan observasi primer
dan sekunder. Metode yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif.
Peneliti berupaya menggambarkan secara detail dan mendalam mengenai
implementasi Jakarta Smart City dengan tujuan pembangunan berkelanjutan global
tahun 2015.
Penelitian ini didasarkan pada data primer dan sekunder.
1. Data Primer.
Untuk mendapatkan data primer, metode yang digunakan adalah observasi
lapangan. Data disajikan sebagai resume dan foto.
2. Data Sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder, metode yang digunakan adalah data
studi literatur dari jurnal scopus, program Jakarta Smart City dan laporan
UN 2015 yang terkait dengan keberlanjutan.
Metode analisis yang digunakan untuk mengolah informasi dan data yang telah
dikumpulkan dari survei primer dan sekunder adalah analisis kualitatif deskriptif.

RESULTS AND DISCUSSION

Penerapan Jakarta Smart City

Program Jakarta Smart City sudah ada sejak tahun 2014 dan diperkenalkan ke publik
dengan tahap awal membuka13 data set yang baru tersedia diawal ICTnya. Program
ini dibentuk untuk mewujudkan Jakarta Pintar yang informatif dan transparansi serta
mendukung kolaboratif teknologi dalam melayani masyarakat yang lebih baik.
Dengan slogan “open cities for smatrer cities” mengukuhkan bahwa kota Jakarta
adalah kota yang terbuka akan informasi dan data yang mereka punya sehingga
membuat masyarakat semakin paham akan pengembangan kotanya. Berikut fitur yang
ditawarkan JSC yang dihubunkan kedalam enam unsur elemen (Tabel 2).

10
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

Tabel 2. Jakarta Smart City Feature Programs


Unsur Smart City Program
Smart Environment • Indeks standar polusi (Air Visual)
• Penerangan ruang publik

Smart Economy • Kaki lima online (go food)


• Info Pangan Jakarta
• Jakarta One

Smart People • Kartu Jakarta Pintar


• E-Jakarta
• Ruang Kolaboratif

Smart Mobility • Aplikasi Transjakarta


• Parkir Elektronik
• E-Toll

Smart Living • Pantau Banjir


• Pantauan Kota melalui CCTV
• Rumah Susun Terintegrasi
• Rumah DP 0%

Smart Government • PTSP


• PORTAL Jakarta
• E-Budgeting
• CRM
• Program Open Data
• QlueMyCity

Source: Analisa Penulis, 2019

ICT (Information and Communication Technology) adalah salah satu sistem yang
paling berperan penting dalam menjalankan konsep ini. ICT merupakan sistem yang
mengintregasikan antara masyarakat ke dalam atribut kota. Masyarakat juga mampu untuk
memonitor langsung ke fasilitas sosial, umum dan infrastruktur, informasi departemen lokal
dan informasi publik. ICT merupakan sebuah sistem yang dapat mengjangkau seluruh lapisan
masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas, interaksi pelayanan perkotaan,
dan kinerja melalui sebuah sistem informasi terpadu.

Manifestasi program Jakarta Smart City melalui 17 SDGs

SDGs merupakan gagasan global yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan


manusia menjadi lebih baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan.
Pada penyusunannya, disadari penuh bahwa inisiatif dunia ini tidak dapat
menampikkan adanya manifestasi di tingkat regional dan nasional. SDGs di tingkat
regional pun perlu mengkokohkan kembali semangat dan nilai SDGs yang inklusif
dan berkerjasama sebagaimana yang telah dibangun dalam SDGs. Peran negara
sangat krusial dalam memastikan bahwa pelaksanaan SDGs mendasarkan pada
pendekatan dan strategi yang menyeluruh antara pembangunan ekonomi, sosial, dan

11
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

keberlanjutan lingkungan dengan tetap mengedepankan pada karakteristik dan


prioritas tiap negara.
Dari segi proses pun, pelaksanaan SDGs di tingkat regional khususnya Jakarta
masih meninggalkan PR seperti mekanisme akuntabilitas, penerimaan data dari pihak
NGO, dan juga proses partisipasi itu sendiri. Hal tersebut seharusnya tidak perlu
dipandang sebagai beban melainkan tantangan yang harus dihadapi untuk
meningkatkan kinerja bagi akselerasi pembangunan nasional Indonesia hingga 2030.
Peranan aktif pemerintah DKI Jakarta tentu menjadi modal utama bagi pelaksanaan
dan pencapaian SDGs di Indonesia. Hal lain yang penting untuk dicatat sebagai
langkah baik berbagai stakeholder yakni: Organisasi masyarakat yang ikut
merapatkan barisan untuk membentuk SDGs dan peran institusi. Jakarta sebagai kota
metropolitan terbesar di Indonesia terus menselarskan progam Jakarta Smart City
kedalam 17 tujuan global (Tabel 3) ini.

Tabel 3. Menyelarasakan program Jakarta Smart City dengan SDGs


Komponen SDGs Program Jakarta Smart City
1. No Poverty • Rumah DP 0%
• Rumah Susun Terintegrasi

2. Zero Hunger • Kartu Sembako Murah


• Kaki lima online
• Info Pangan Jakarta

3. Good Health and Well-Being • Kartu Jakarta Sehat


4. Quality Education • Kartu Jakarta Pintar
• E-Jakarta
• Ruang Kolaboratif

5. Gender Equality • Menyediakan ruang menyusui di


publik place
6. Clean Water and Sanitation -
7. Affordable and Clean Energy • Gas dan bahan bakar kendaran
bersubsidi
8. Decent Work and Economic Growth • E-Budgeting
• Jakarta One
9. Industry, Innovation and Infrastructure • Aplikasi Transjakarta
• Penerangan ruang public
• Parkir Elektronik
• CRM
• Program open data

10. Reduced Inequalities -


11. Sustainable Cities and Communication • QlueMyCity
• PTSP di seluruh publik place
• PORTAL Jakarta

12. Responsible Consumption • Pengelolahan sampah 3R (waste


management)
13. Climate Action • Indeks standart polusi (air visual)
• Pantau Banjir
14. Life Below Water -

12
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

Komponen SDGs Program Jakarta Smart City


15. Life on Land -
16. Peace, Justice and Strong Institutions -
17. Partnership for Goals • Menjalin kerjasama dengan unicorn
(Tokopedia, dan Gojek)
Source: Analisa Penulis, 2019

Dari hasil tabulasi diatas dapat dilihat bahwa sesungguhnya pemerintahan


provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan program sustainable development goals.
Walaupun ada komponen keberlanjutan yang belum dilaksanakan misalnya;
peace,justice and strong institutions, life on land,life below water, dan clean water
and sanitation. Kenyataan masih banyak perkerjaan rumah yang harus dikerjakan
pemprov DKI Jakarta agar SDGs dapat tercapai. Contohnya pendanaan SDGs hingga
sekarang ini belum ada studi dari pemprov akan besaran dana yang dibuthkan oleh
pemerintah provinsi agar tercapainya cita-cita SDGs di tahun 2030. Kurangnya ambisi
dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Bahkan dari awal pergantian
gubernur belum adanya kebijakan atau program dari pemprov yang menunjukkan
Jakarta serius melaksanakan SDGs, semuanya yang terkadung dalam janji politik
hanya sebatas business as usual. Dari 17 tujuan SDGs yang menurut pemerintah
provinsi telah mengadopsi ke RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah), hanya 76,5 %. Selebihnya, dilaksanakan dengan konsep proxy yang belum
tentu secara tepat dan optimal selaras dengan pencapaian global.

CONCLUSIONS

Sebagai ibu kota negara dengan permasalahan urbanisasi tertinggi di dunia dan kota
yang memiliki penghasilan per kapita tinggi di Indonesia. Jakarta menyajikan
berbagai tantangan yang kompleks dan menarik untuk dibahas demi terwujudnya
pembangunan Jakarta lebih kohesif dan aktif. Oleh karena itu Jakarta perlu menjadi
Smart City untuk menjawab tantangan itu. Namun sayangnya keberadaan Jakarta
Smart City masih belum tersentuh oleh masyarakat marginal. Hal ini tentunya akan
menjadi pekerjaan rumah pemprov dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
Kemiskinan dan tingkat pendidikan menjadi kendala bagi pengoperasian program ini.
Sejumlah program pemprov dengan berpihak masyarakat marginal pun belum mampu
untuk mengatasi kemiskinan secara holistik. Maka dibutuhkan tindakan yang lebih
konkrit dalam keberpihakan Smart City dengan masyarakat marginal. PBB telah
mencoba memberikan arahan kepada negara-negara untuk mengatasi lingkungan,
ekonomi, sosial dan budaya melalui program SDGs. Nampaknya program itu belum
disambut dengan baik oleh pemerintah provinsi. Hal itu dapat terlihat belum adanya
kebijakan yang mengarah ke peace,justice and strong institutions, life on land,life
below water, dan clean water and sanitation. Kurangnya pendanaan dan ambisi
pemerintah dalam merespon arahan itu menjadi faktor utama, mengapa arahan itu
belum optimal di terapkan di Jakarta. Perlu adanya peratuhan pemerintah nasional
dalam mendukung arahan Sustainable Development Goals, demi terwujudnya
pembanguan global yang merata di seluruh dunia.

13
Wahyono: MANIFESTASI JAKARTA SMART CITY MELALUI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
SEBAGAI AMBISI PEMBANGUNAN GLOBAL

REFERENCES

Al-Hader, M., A. Rodzi, A. R. Sharif, and N. Ahmad, 2009, “Smart city components
architicture”, In Proceedings of the International Conference on
Computational Intelligence, Modelling and Simulation, Brno, Czech
Republic, pp.93–97.
Bibri SE, Krogstie J, 2019, “A Scholarly Backcasting Approach to a Novel Model for
Smart Sustainable Cities of the Future: Strategic Problem Orientation”,
Journal of City, Territory, and Architecture (in press).
Caragliu, A., Del Bo Ch. and Nijkamp.P, 2011, “Smart cities in Europe”, Journal of
Urban Technology, Vol. 18, No. 2, pp. 65-82.
Florida. R, 2014, “The Rise of Creative Class”, Basic Books, New York.
Hollands.R, 2008, “Will the smart city please stand up? Intelligent, progressive or
entrepreneurial?”, City, Vol.12, No. 3, pp. 303-320.
Hollands, R. G., 2008, “Will the real smart city please stand up”, City, 12(3), pp.303-
320, DOI:10.1080/13604810802479126.
Komninos, N. 2015, “The Age of Intelligent Cities”. Smart environments and
innovation-for-all strategies, Routledge, New York
Lee,Taedong., 2017, “Are Smart Cities Sutainable? Toward the Integration of The
Sustainable and Smart City”, Journal of Environmental Policy and
Administration, Vol. 25 Special Issue: Seoul, South Korea.
Lim, S., 2017, “Smart cities, a socio-political challenge”, Space and Society, 59, pp.5-
14.
Lombardi, P., Giordano S. and Farouh H. and Wael Y. 2012, “Modelling the smart
city performance”, Innovation: The European Journal of Social Science
Research, Vol. 25, No. 2, pp.137-149.
Nam, T. and T. A. Pardo, 2011, “Conceptualizing smart city with dimensions of
technology, people, and institutions,” In Proceedings of the 12th annual
international digital government research conference: Digital government
innovation in challenging times, pp.282-291.
O’grady, O’hare. G, 2012, “Computer science. How smart is your city?”, Dublin.
Park, J. and S. Yoo, 2017, “Critical understanding of current implication of smart city
focusing on information and communication technology, governance,
sustainability and urban development”, Space and Society, 59, pp.128-155.
Roller, L-H. and Waverman L. 2001, “Telecomunication Infrastructure and
Economic Development: A Simultaneous Approach”, American Economic
Review, Vol. 91, No. 4, pp. 909-923.
Sikora. Dorota, 2016, “The Concept of Smart City in The Theory and Practice of
Urban Development Management”, Romania Journal of Regional Science,
Vol.10, No 1.
Tranos, E. and Gertner D. 2012, “Smart networked cities?”, Innovation – The
European Journal of Social Science Research, Vol. 25, No. 2, pp. 175-190.
UN Habitat. 2015, “Big Data and the 2030 agenda for sustainable development”,
Prepared by A. Maaroof.

14
Journal Sustainable Architecture, Dec 2019: 1-15

Van Bueren E, van Bohemen H, Itard L, Visscher H. 2011, “Sustainable urban


environments: an ecosystem approach”. International Publishing, Springer.
Van der Meer, A. and Van Winden, W., 2003, “E-governance in Cities: A Comparison
of Urban Information and Communication Technology Policies”, Regional
Studies, Vol. 37, No. 4, pp. 407-419

15

Anda mungkin juga menyukai