KEBIJAKSANAAN KEPENDUDUKAN
Dosen Pembimbing :
Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kebijaksanaan kependudukan
B. Bentuk-bentuk kebijksanaan kependudukan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketika era globalisasi dan informasi belum sepenuhnya diantisipasi, Indonesia harus
menghadapi krisis ekonomi dan reformasi yang berlanjut dengan berbagai tuntutan seperti
otonomi, demokratisasi, dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Berbagai hal itu sering terkait
satu dengan lainnya. Tuntutan seperti itu merupakan hal yang wajar. Sayangnya, masalah-
masalah besar itu tidak bias dipecahkan segera dan serempak, bahkan fakta-fakta yang ada
menunjukkan bahwa satu permasalahanpun seringkali tidak dapat dipecahkan dengan
memuaskan. Karenanya, masalah yang dihadapi Indonesia sekarang sangat kompleks dan
berlarut-larut.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar
bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population
Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946. Kebijakan
kependuduank menurut PBB diberikan pengertian sebagai langkah-langkah dan program-
program yang membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografis dan tujuan-
tujuan umum yang lain dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel demografi yang utama,
yaitu besar dan pertumbuhan penduduk serta perubahan dan ciri-ciri demografinya. Dalam
pengertian tersebut termasuk langkah-langkah dan program-program pemerintah, baik yang
kemungkinan besar mempengaruhi variabel-variabel utama itu maupun yang secara sadar
dimaksudkan demikian. Perlu dibedakan antara kebijakan yang mempengaruhi variabel-variabel
kependudukan maupun yang menanggapi perubahan-perubahan penduduk. Kebijakan yang
mempengaruhi variabel kependudukan antara lain ialah program mengadakan vaksinasi anak
yang menyelamatkan mereka dari berbagai penyakit yang berbahaya. Vaksinasi demikian akan
menurunkan kematian anak dan akan mempengaruhi angka kematian penduduk sebagai
keseluruhan.
Kebijakan yang menanggapi perubahan penduduk antara lain ialah program pendirian sekolah-
sekolah untuk menampung peningkatan jumlah anak yang disebabkan oleh penurunan angka
kematian anak.
Suatu kebijakan yang mempengaruhi variabel kependudukan dapat bersifat langsung atau
tidak langsung. Kebijakan langsung dalam hal ini antara lain ialah program pelayanan yang
langsung mempengaruhi besarnya penduduk akibat penurunan kelahiran. Kebijakan kependuduk
bersifat tidak langsung misalnya melalui ketentuan peraturan pencabutan subsidi pada keluarga
yang mempunyai anak lebih dari jumlah tertentu, misalnya dua yang akan mempengaruhi jumlah
anak yang diinginkan oleh keluarga. Kebijakan penduduk berhubungan dengan keputusan
pemerintah yang mempengaruhi variabel penduduk seperti mempengaruhi kelahiran, kematian,
perpindahan, persebaran penduduk, jumlah dan komposisi penduduk.
Usaha pemerintah dapat dibedakan atas dua, yaitu yang nampak dari kebijaksanan yang
diarahkan untuk mempengaruhi fertilitas dengan maksud merubah tingkat pertumbuhan
penduduk dan yang merubah tingkat kematian.
o Kebijaksanaan Pronatalis
Kebanyakan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan trend fertilitas sebelum abad
20 mengarah kepada peningkatan fertilitas dan pertumbuhan penduduk. Bentuk-bentuk umum
yang terkenal adalah:
(2) Program-program yang mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk seorang
ibu dan,
Dewasa ini kebijaksanaan yang demikian masih dilakukan di beberapa negara. Mereka
yakin bahwa penduduk yang besar merupakan prasarat untuk pertumbuhan ekonomi atau dapat
menempatkan daerah-daerah yang masih kosong. Banyak pemimpin negara yang beraliran
Marxist dan kiri di Amerika Latin yang percaya bahwa problem dalam negerinya, lebih bersifat
sosial dan ekonims daripada demografis. Mereka percaya bahwa kalau terjadi kondisi dalam
negeri yang memburuk, maka revolusi sosial harus dilakukan. Karena itu mereka percaya bahwa
pertumbuhan penduduk merupakan dorongan bagi revolusi untuk mencapai tujuan-tujuan sosial,
ekonomis dan politis. Negara maju seperti Jerman, Italia dan jepang selama perang Dunia I dan
II juga menginginkan hal yang sama. Propaganda pronatalis yang insentif, pembayaran uang
cash pada keluarga yang memiliki anak, pembatasan aksess terhadap alat kontrasepsi, pengaturan
emigrasi, dan hukum “eugenic“ (yang mendorong perkembangan etnis tertentu, sementara
melarang yang lain) merupakan refleksi dari usaha pemerintah untuk mencapai jumlah penduduk
yang lebih besar. Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini diadopsi karena kekuasaan dan kesejahteraan
dianggap sama dengan jumlah penduduk yang besar.
o Kebijaksanaan Antinatalis
Kebijaksanaan antinatalis diarahkan untuk mengurangi fertilitas. Ada dua pendekatan utama
yaitu Program Keluarga berencana yang diseponsori oleh pemerintah dan berbagai bentuk
pendekatan non keluarga berencana (non family planning).
a) Program Keluarga Berencana Nasional
(1) Moderenisasi
Mungkin salah satu cara untuk menurunkan fertilitas tanpa melalui program keluarga
berencana adalah moderinisai masyarakat. Moderenisasi telah dilihat sebagai kondisi yang perlu
dalam menurunkan besarnya keluarga berencana. Meskipun demikian diskusi tentang keterkaitan
antara moderenisasi dan penurunan fertilitas masih sangat kontroversial. Mana yang terjadi lebih
dahulu, fertilitas atau moderinisasi ?
Salah satu cara yang sering kali direkomedasikan untuk menurunkan fertilitas adalah
membayar pasangan yang selama periode tertentu (misalnya 3 sampai 5 tahun) tidak hamil. Cara
ini sangat mahal karena membutuhkan dana yang sangat besar. Cara ini juga dapat memancing
cara sebaliknya yaitu bahwa mereka yang memiliki anak atau hamil adalam periode yang tidak
diinginkan harus membayar. Hal demikian kurang etis.
Banyak bukti empiris telah menunjukan bahwa wanita yang berpartisipasi dalam dunia
industri memiliki jumlah anak yang lebih kecil dari pada yang tidak berpartisipasi dalam bekerja.
Karena itu untuk negara-negara yang sedang berkembang cara ini lebih tepat. Kebijaksanaan
yang demikian mengandung tuntutan kemanusiaan karena konsisten dengan konsep kesamaan
seksualitas. Wanita dapat memberikan konstribusi pada ekonomi keluarga. Akan tetapi ada
beberapa hal yang dipertimbangkan tidak efektif dari metode ini dalam menurunkan besarnya
keluarga khususnya di negara sedang berkembang. Salah satu alasan adalah alasan ekonomi :
negara sedang berkembang telah ditandai dengan tingkat pengangguran laki-laki yang tinggi baik
dalam arti pengangguran penuh maupun tidak penuh.
Efektivitas dari kebijaksanaan ini juga masih diragukan karena kesimpangsiuran dari
penemuan dalam beberapa penelitian. Ternyata wanita yang bekerja dan penurunan fertilitas
berhubungan secara negatif, kalau wanita tersebut bekerja pada sektor modern seperti pabrik.
Pada hal pekerjaan yang demikian tidak selalu ada di negara-negara sedang berkembang.
(4) Pendidikan kependudukan
Salah satu usaha menurunkan fertillitas melalui usaha non keluarga berencana adalah
dengan pendidikan kependudukan. Dasar pemikiran adalah bahwa kalau orang mengetahui
keuntungan dari keluarga kecil dan kerugian dari keluarga besar, maka mereka akan cenderung
memiliki jumlah anak yang lebih sedikit. Usaha memasukan pendidikan kependudukan pada
sekolah-skolah merupakan manifestasi dari kebijaksanaan tersebut. Meskipun deikian ada
masalah yang muncul dari kebijaksanaan tersebut. Paling mendasar adalah tidak adanya
konsensus antara pendidik-pendidik kependudukan tentang pendekatan yang digunakan. Apakah
hal ini dilakukan melalui pendidikan sek, pendidikan kesejahteraan keluarga, kesadaran
penduduk, atau orientasi nilai dasar. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pendidikan
ini lebih bersifat menanamkan pemahaman atau justru sebaliknya menjadi suatu forum
indoktrinasi.
Disamping itu juga pendidikan kependudukan juga dinilai memiliki jangkauan yang lama
karena ada semacam “ time lag “. Perubahan akan terjadi secara perlahan-lahan. Apalagi tidak
semua penduduk khusus di negara sedang berkembang mempunyai aksess ke sekolah. Mereka
tidak akan disentuh oleh pendidikan ini.
Bentuk kebijaksanaan yang lain adalah menyediakan pelayanan kesehatan bagi para wanita
hamil seperti pemeriksaan kehamilan, pengaturan gizi, imunisasi dan sebagainya. Berbagai
informasi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi juga turut membantu menurunkan
kematian khususnya kematian bayi dan ibu.
Sementara itu pemerintah juga telah menurunkan angka kematian dengan pengaturan
rokok. Rokok ternyata mempengaruhi gejala kangker sehingga usaha pemerintah untuk melarang
merokok juga dapat dipandang sebagai salah satu kebijaksanaan umum penurunan kematian.
Demikian pula program pemerintah yang diarahkan untuk mencegah penyakit jantung, dapat
digolongkan dalam kebijaksanaan yang sama.
Rasanya janggal bahwa kebijaksanaan yang meningkatkan angka mortalitas ini ada,
karena pemerintah justru menghendaki sebaliknya. Tetapi berbagai kebijaksanaan pemerintaha
yang mencelakakan kesehatan, meskipun secara tidak sengaja, akhirnya juga meningkatkan
kematian. Keputusan pemerintah untuk berperang, mem-peromosi penanaman tembakau dan
membuat minuman keras, membangun reaktor nuklir dsb.
2. Kebijaksanaan Migrasi
Sepanjang sejarah, manusia pada prin-sipnya bebas berpindah dari satu tempat ke tempat
lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi kebebasan tersebut telah dibatasi
sejak abad ke 19 oleh berbagai bentuk hukum atau larangan. Dalam beberapa kasus, manusia
ternyata berpindah keluar dari negaranya menyeberang batas wilayahnya, sementara pada kasus
yang lain, manusia berpindah didalam batas negaranya. Pemerintah pada saat itu sering
mengambil langkah untuk mendorong perpindahan ke dalam suatu tempat tertentu, atau keluar
dari tempat tertentu. Untuk itu berikut ini akan dibahas terlebih dahulu langkah yang diambil
pemerintah dalam menangani migrasi internasional (keluar batas negara), kemudian diikuti
dengan kebijaksanaan yang diambil pemerintah untuk migrasi internal (dalam batas negara).
2) Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesem-patan untuk itu;
4) Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
5) Secara sukarela masuik dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh
warga negara Indonesia;
6) Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau
bagian dari Negara asing tersebut;
7) Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing
atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara
lain atas namanya ; atau
8) Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus
menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak
menyatakan keinginannyauntuk tetap menjadi warganegara Indonesia sebelum jangka waktu 5
(lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak
mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan republik
Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan
Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan,
sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
3. Kebijaksanaan Imigrasi
Hambatan terhadap imigrasi dalam komperensi di Bucharest, 116 negara menunjukan bahwa
mereka membatasi imigrasi, dan hanya 32 negara yang mendorong imigrasi. Perlu diingat istilah
“membatasi” dan “mendorong“ adalah istilah yang relatif. Uni Soviet dan Amerika Serikat
membatasi immigrasi. Tetapi Uni Soviet pada prinsipnya mengaku tidak punya orang asing, dan
Amerika Serikat mengaku sekitar 400.000 orang immigran setiap tahun. Dan yang jelas sekitar
500.000 orang yang masuk ke negara ini secaa illegal, tetapi mereka tidak diakui secara resmi
oleh pemerintah.
2) Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun
tidak berturut-turut.
3) Sehat jasmani dan rohani.
4) Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang Undang dasar
negara Republik Indonesia tahun 1945;
5) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
1) Transmigrasi
2) Keluarga Berencana
Kebijaksanaan yang menyangkut distribusi penduduk sudah diikuti sejak pemulaan abad
ini oleh pemerintah hindia belanda. Kolonisasi kebeberapa daerah luar jawa dengan
memindahkan penduduk dari jawa adalah usah reditribusi penduduk. Usaha itu merupakan
kebijaksanaan kependudukan. Sekalipun hasilnya tidaklah besar, tetapi pemerintah hindia
belanda telah memulai program itu dan setelah mengalami berbagai hambatan, menjelang perang
dunia ke II kolonisasi itu menjadi cukup penting.
1. Pemerintah Indonesia merdeka meneruskan program pemindahan penduduk itu dengan
transmigrasi. Konsep transmigrasi yang dicetuskan pada permulaan kemerdekaan Indonesia
merupakan kebijaksanaan kependudukan yang secara sadar hendak mengurangi penduduk jawa
dengan jalan memindahkannya keluar pulau jawa. Kebijaksanaan kependudukan itu di jalankan
sampai pemerintahan orde baru memberikan orientasi yang luas mulai tahun 1972. Undang-
undang no. 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi dimana pertimbangan
demografis hanya merupakan satu dari 7 sasaran yang terdiri atas :
b) Pembangunan daerah