Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Setidaknya
ada 14 ancaman bencana yang dikelompokkan dalam bencana geologi (gempabumi, likuefaksi,
tsunami, gunungapi, gerakan tanah/tanah longsor), bencana hidrometeorologi (banjir, banjir
bandang, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, kebakaran hutan dan lahan), dan bencana
antropogenik (epidemi/ wabah penyakit, covid-19, dan kegagalan teknologi/ kecelakaan industri).
Terkait tingginya risiko bencana, pemerintah menetapkan Rencana Induk Penanggulangan Bencana
(2020-2044) dengan Visi "Mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana untuk Pembangunan
Berkelanjutan", visi tersebut diwujudkan dengan misi (1) Mewujudkan penanggulangan bencana
yang tangguh dan berkelanjutan; (2) Mewujudkan tata kelola penanggulangan bencana yang
profesional dan inklusif; (3) Mewujudkan penanganan darurat bencana dan pemulihan pasca
bencana yang prima. Sejalan dengan ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus
melakukan penguatan kelembagaan dan tata kelola pengurangan risiko bencana melalui
pengintegrasian perencanaan penanggulangan bencana ke dalam perencanaan pembangunan
daerah, salah satunya melalui penyusunan dokumen kajian risiko bencana.
Indonesia telah menyepakati kesepakatan global dalam Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction (SFDRR) 2015-2030. Salah satu rencana aksinya adalah memahami risiko bencana.
Kebijakan dan praktik penanggulangan bencana harus didasarkan pada pemahaman tentang risiko
bencana pada semua dimensi, yakni ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Pengetahuan tersebut
dimanfaatkan untuk tujuan penilaian risiko sebelum bencana, pencegahan, dan mitigasi, serta
pengembangan dan pelaksanaan kesiapsiagaan yang memadai dan respon yang efektif terhadap
bencana. Oleh karena itu, penyusunan kajian risiko bencana penting untuk dilaksanakan sebagai satu
upaya untuk melaksanakan rencana aksi di dalam SFDRR.
Kajian Risiko Bencana (KRB) merupakan suatu mekanisme terpadu untuk memberikan
gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat
ancaman, tingkat kerugian, dan kapasitas daerah. Kajian risiko ini menjadi dasar untuk menyusun
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan selama
proses penyusunan dokumen kajian risiko bencana ini, maka disepakati bencana yang dituangkan di
dalam dokumen ini yaitu: Banjir, Longsor dan Gempabumi.
i
menunjukkan Tingkat Kapasitas Daerah RENDAH. Sedangkan Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat
(IKM), Kabupaten Lebak memiliki Level Kesiapsiagaan RENDAH , dengan nilai 0,24 . Hal ini
merepresentasikan ketahanan daerah memerlukan komitmen pemerintah daerah dan komponen
terkait pengurangan risiko bencana di Kabupaten Lebak telah tercapai dan didukung dengan
kebijakan sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan tersebut
dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana.
Rekomendasi terhadap hasil Kajian Risiko Bencana dan ketahanan daerah harus
disinkronkan dengan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB). Hal ini bertujuan
untuk melihat ketercapaian program nasional dan konektivitasnya sampai di level kabupaten/kota.
Dalam skema perimbangan keuangan pusat dan daerah hal ini juga akan memudahkan daerah dalam
hal pelaksanaan pengurangan risiko bencana di Daerah.
Dokumen Kajian Risiko Bencana ini dapat dilakukan review dalam upaya pemutakhiran
(update) data dalam jangka waktu 2 tahun atau sewaktu-waktu jika terjadi kondisi yang ekstrim yang
mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap parameter- parameter risiko bencana di
Kabupaten Lebak. Masa berlakunya dokumen Kajian Risiko Bencana ini selama 5 tahun sesuai
dengan dasar penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana.
Review terhadap dokumen Kajian Risiko Bencana perlu dilakukan untuk memastikan bahwa
program-program peningkatan kapasitas, dan perubahan terhadap kondisi ancaman, serta dinamika
kerentanan dapat dipertimbangkan secara baik dalam mereposisi tingkat risiko bencana di Provinsi
Kabupaten Lebak, hal ini sejalan dengan tujuan dan strategi mengintegrasikan kajian risiko bencana
ke dalam perencanaan pembangunan daerah. Selain itu monitoring dan evaluasi penting dilakukan
untuk penyusunan rekomendasi bagi perbaikan implementasi dan perencanaan penanggulangan
bencana secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan di Kabupaten Lebak.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................................vii
iii
3. BAB 3 KAJIAN RISIKO BENCANA............................................................................................ 24
3.2. Metodologi................................................................................................................................ 27
iv
DAFTAR TABEL
v
Tabel 30 Kerentanan Lingkungan Bencana Banjir ............................................................................. 94
Tabel 31 Rekapitulasi Kerentanan Bencana Gempabumi Kab.Lebak ........................................... 96
Tabel 32 Indeks Ketahanan Daerah Kab.Lebak Tahun 2022 ......................................................... 98
Tabel 33 Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat per Kecamatan ........................................................... 99
Tabel 34 Indeks Kesiapsiagaan Kabupaten Lebak ........................................................................... 100
Tabel 35. Akar Masalah Bencana di Kabupaten Lebak .................................................................... 24
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 28 Peta Indeks Kerentanan Sosial Bencana Longsor Kabupaten Lebak, (Analisis
2022) ........................................................................................................................................................... 79
Gambar 29 Peta Indeks Kerentanan Fisik Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
..................................................................................................................................................................... 81
Gambar 30 Peta Indeks Kerentanan Ekonomi Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisis,
2022) ........................................................................................................................................................... 83
Gambar 31 Peta Indeks Kerentanan Lingkungan Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa,
2022) ........................................................................................................................................................... 85
Gambar 32 Peta Indeks Kerentanan Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)...... 87
Gambar 33 Peta Indeks Kerentanan Sosial Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
..................................................................................................................................................................... 89
Gambar 34 Peta Indeks Kerentanan Fisik Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisis, 2022) 91
Gambar 35 Peta Indeks Kerentanan Ekonomi Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa,
2022) ........................................................................................................................................................... 93
Gambar 36 Peta Indeks Kerentanan Lingkungan Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa,
2022) ........................................................................................................................................................... 95
Gambar 37 Peta Indeks Kerentanan Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022) .......... 97
Gambar 38 Grafik Indeks Ketahanan Daerah Kab Lebak ............................................................... 99
Gambar 39 Indeks Kesiapsiagaan Spesifik Bencana Kab.Lebak .................................................... 101
Gambar 40 Indeks Indikator Paarameter Kesiapsiagaan ............................................................... 101
Gambar 41 Indeks Indikator Kesiapsiagaan Multi Bencana .......................................................... 102
Gambar 42. Indeks Kapasitas Gempa Bumi di Kabupaten Lebak (Analisis, 2022) .................. 103
Gambar 43. Peta Indeks Kapasitas Tanah Longsor Kabupaten Lebak (Analisis, 2022) .......... 105
Gambar 44. Peta Indeks Kapasitas Banjir Kabupaten Lebak (Analisis, 2022) ........................... 107
Gambar 45 Peta Indeks Risiko Bencana Gempabumi Kab. Lebak, (Analisa 2022) .................. 109
Gambar 46 Peta Indeks Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022) . 111
Gambar 47 Peta Indeks Risiko Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022) .................. 113
viii
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Berdasarkan kesepakatan global terkait dengan pengurangan risiko bencana, Indonesia telah
menyepakati Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) 2015-2030. Salah satu rencana
aksinya adalah memahami risiko bencana. Kebijakan dan praktik penanggulangan bencana harus
didasarkan pada pemahaman tentang risiko bencana pada semua dimensi, yakni ancaman,
kerentanan, dan kapasitas. Pengetahuan tersebut dimanfaatkan untuk tujuan penilaian risiko
sebelum bencana, pencegahan, dan mitigasi, serta pengembangan dan pelaksanaan kesiapsiagaan
yang memadai dan respon yang efektif terhadap bencana. Oleh karena itu, penyusunan kajian risiko
bencana penting untuk dilaksanakan sebagai satu upaya untuk melaksanakan rencana aksi di dalam
SFDRR.
Sejalan dengan itu, pengukuran efektivitas penanggulangan bencana berdasarkan indeks risiko
bencana 2018 membutuhkan baseline (gambaran dasar) yang digunakan sebagai acuan saat
mengukur keberhasilan dinamika penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia selama 5
tahun ke depan. Baseline indeks risiko bencana pada dasarnya tetap mengacu kepada metodologi
Kajian Risiko Bencana yang telah ditetapkan menjadi Peraturan oleh Kepala BNPB No 2 Tahun 2012
tentang Pedoman Pengkajian Risiko Bencana.
Di dalam RPJMN 2020-2024 sasaran pengarusutamaan Kerentanan Bencana dan Perubahan iklim
untuk lima tahun ke depan adalah meningkatkan ketahanan suatu daerah yang diukur untuk
menghadapi kejadian bencana, dengan mempertimbangkan karakteristik kebencanaan secara lebih
luas. Penanggulangan bencana di Daerah tidak hanya bencana alam konvensional, namun juga
bencana non-alam (man-made disaster) dan bencana kegagalan teknologi. Oleh karena itu terkait
kebijakan PRB, selain termuat dalam RPJMD kota/kabupaten, dan renstra BPBD, sesuai 6 arahan
Presiden, bahwa Pemerintah Daerah kota/kabupaten harus memiliki acuan dalam pengurangan
risiko bencana terutama melalui kajian risiko bencana dan peta rawan bencana.
Kajian tentang risiko bencana di wilayah Kabupaten Lebak dijadikan sebagai dasar hukum dan
landasan kebijakan pelaksanaan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, dengan
1
penekanan pada bencana geologi berupa gempabumi serta bencana hidrometereologi berupa banjir
dan tanah longsor. Sekaligus dalam rangka pengenalan dan adaptasi terhadap bahaya yang ada,
serta kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko jangka panjang, baik
terhadap kehidupan manusia maupun harta benda, sehingga dapat mengurangi indeks risiko
bencana sesuai dengan target mitigasi bencana di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, RPJMD Provinsi Banten Tahun 2018-2023, dan RPJMD
Kabupaten Lebak Tahun 2019-2024, yang dijadikan acuan untuk penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten Lebak Tahun 2022-2026.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun Peta Risiko (peta bahaya, peta kerentanan dan peta
kapasitas) Bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi dengan skala 1: 25.000 untuk wilayah
administrasi Kabupaten Lebak dengan unit analisis sampai dengan desa/kelurahan.
1.3. Sasaran
Adapun beberapa sasaran yang perlu dicapai dalam kegiatan ini yaitu diantaranya sebagai berikut:
• Tersusunnya Dokumen Kajian Risiko Bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi
Kabupaten Lebak Tahun 2022
• Tersusunnya Peta Rawan Bencana Bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi
Tahun 2022;
- Tersusunnya album peta kajian risiko bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa
Bumi dengan skala 1:25.000 untuk wilayah administrasi Kabupaten Lebak dengan
kedetailan desa/kelurahan.
- Peta-peta Bahaya Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi;
- Peta-peta Kerentanan untuk ancaman bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa
Bumi;
- Peta-peta Kapasitas;
- Peta-peta Risiko Bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi;;
2
• Membantu tersusunnya Kajian Risiko Bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa
Bumi;di tingkat Kabupaten yang lebih detail yang dapat digunakan sebagai bahan acuan
kebijakan penanggulangan bencana dalam bentuk database digital dengan format
sistem informasi geografis (SIG/GIS).
Lingkup Lokasi
Lingkup wilayah kegiatan Penyusunan Kajian Risiko Benana (KRB) dan Penyusunan Peraturan Bupati
Lebak ini dilaksanakan pada wilayah yang masuk kedalam Kabupaten Lebak seluas 3.305,07 km²
dengan kedetailan tingkat desa/kelurahan yang dipengaruhi secara sosial ekonomi budaya dan
ekosistem.
3
Gambar 1Peta Administrasi Kabupaten Lebak
Lingkup Materi
4
• Penyusunan metodologi dan rencana kerja yang sesuai dengan arahan KAK dan pengalaman
analisis dan penyusunan KRB yang pernah dilaksanakan oleh pihak konsultan, mengacu pada
Peraturan oleh Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Risiko
Bencana.
• Pengumpulan data sekunder, informasi, peta dan demografi wilayah, literatur, dan
peraturan perundangan terkait dengan penanggulangan bencana.
• Melakukan kajian tingkat ancaman bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa Bumi
secara geografis, geologis, dan hidrometeorologis.
• Melakukan kajian kerentanan untuk ancaman bencana Banjir, Tanah Longsor, dan Gempa
Bumi, baik kerentanan fisik dan kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, serta kerentanan
lingkungan.
• Melakukan kajian kebijakan terkait mitigasi dan penanggulangan bencana di tingkat Pusat,
Provinsi, dan Kota, termasuk dalam pencapaian SDGs.
• Melakukan kajian kapasitas dalam menghadapi bencana dengan mendasarkan pada
kapasitas lokal yang dimiliki saat ini.
• Melakukan kajian risiko serta menyusun Peta Risiko Bencana Kabupaten Lebak, sesuai
standar BNPB (berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengkajian Risiko Bencana).
• Pembahasan jenis bahaya pada kegiatan ini mengacu kepada Pedoman Umum Pengkajian
Risiko Bencana yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
• Adapun jenis bahaya yang akan dikaji di dalam dokumen ini adalah:
1. Bahaya Gempabumi
2. Bahaya Banjir
3. Bahaya Tanah Longsor
5
2008 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5412);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4830);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan
Minimal;
13. Permendagri Nomor 46 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Tata kerja PBBD;
6
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar
Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah
Kabupaten/Kota;
15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 tahun 2008 tentang
Pedoman Pembentukan BPBD;
16. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Pedoman Penyusunan RPB;
17. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2010 tentang
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010–2014;
18. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;
19. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Panduan Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana;
20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
21. Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2010, tentang Uraian Tugas Fungsi dan Tata Kerja Unsur
Pelaksana badan Penanggulangan bencana Daerah Provinsi Banten;
22. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011, tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata
Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak.
7
1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat dengan BNPB adalah
lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan BPBD adalah
badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
daerah.
3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
4. Geographic Information System, selanjutnya disebut GIS adalah sistem untuk pengelolaan,
penyimpanan, pemprosesan atau manipulasi, analisis, dan penayangan data yang mana data
tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi.
5. Indeks Kerugian Daerah adalah jumlah infrastruktur yang berada dalam wilayah bencana.
6. Indeks Penduduk Terpapar adalah jumlah penduduk yang berada dalam wilayah diperkirakan
terkena dampak bencana.
7. Kajian Risiko Bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh
terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat bahaya, tingkat kerentanan
dan kapasitas daerah.
8. Kapasitas Daerah adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan tingkat bahaya dan tingkat kerentanan daerah akibat bencana.
9. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
10. Korban Bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia
akibat bencana.
11. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
13. Peta adalah kumpulan dari titik-titik, garis-garis, dan area-area yang didefinisikan oleh lokasinya
dengan sistem koordinat tertentu dan oleh atribut non spasialnya.
14. Peta Bahaya adalah peta yang menggambarkan tingkat potensi bahaya/ancaman suatu daerah
secara visual berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah.
8
15. Peta Kerentanan adalah peta yang menggambarkan tingkat kerentanan daerah, yang meliputi
kerentanan sosial, fisik, ekonomi dan lingkungan terhadap setiap jenis bencana suatu daerah
secara visual berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah.
16. Peta Risiko Bencana adalah peta yang menggambarkan tingkat risiko bencana suatu daerah
secara visual berdasarkan Kajian Risiko Bencana suatu daerah.
17. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis,
geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu
tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
18. Rencana Penanggulangan Bencana adalah rencana penyelenggaraan penanggulangan
bencana suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi salah satu dasar pembangunan
daerah.
19. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah
dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
20. Skala Peta adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sesungguhnya dengan satuan atau
teknik tertentu.
21. Tingkat Kerugian Daerah adalah potensi kerugian yang mungkin timbul akibat kehancuran
fasilitas kritis, fasilitas umum dan rumah penduduk pada zona ketinggian tertentu akibat
bencana.
22. Tingkat Risiko adalah perbandingan antara tingkat kerentanan daerah dengan kapasitas daerah
untuk memperkecil tingkat kerentanan dan tingkat bahaya akibat bencana.
BAB 1 Pendahuluan
Laporan Pendahuluan berisi latar belakang, dasar hukum, jenis bencana di Kabupaten
Lebak, konsepsi dasar, maksud dan tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, dan sistematika
penyajian laporan.
9
BAB 2 Gambaran Umum Wilayah dan Kebencanaan Kabupaten Lebak
Bab ini berisikan tentang Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lebak, sejarah kejadian
bencana, potensi bencana yang ada di Kabupaten Lebak.
BAB 3 Pengkajian Risiko Bencana
Bab ini berisikan tentang metodologi pengkajian bahaya, kerentanan kapasitas, risiko,
penarikan kesimpulan kelas, dan pengkajian tingkat ancaman, kerugian, kapasitas dan
risiko. Selain itu, memuat tentang hasil kajian bencana di Kabupaten Lebak.
BAB 4 Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini berisikan kesimpulan, potensi akar masalah, dan rekomendasi baik teknis maupun
rekomendasi administrasi.
BAB 5 Penutup
Bab ini berisikan penutup.
10
2. BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN
KEBENCANAAN KABUPATEN LEBAK
a. Ketinggian antara 0-500 meter diatas permukaan air laut, tersebar di seluruh Kecamatan.
b. Ketinggian antara 500-1.000 meter diatas permukaan air laut; tersebar di sebagian
Kecamatan Bayah, Bojongmanik, Cibeber, Cijaku, Cileles, Cilograng, Cipanas, Gunungkencana,
Lebakgedong, Leuwidamar, Panggarangan, Muncang, Panggarangan, Sajira dan Sobang.
c. Ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan air laut. Tersebar di sebagian kecil
Kecamatan Cibeber, Cipanas, Muncang dan Sobang.
11
Ketinggian
(mdpl) Jumlah
NO. KECAMATAN
0 - 100 100 - 200 200 - 500 500 - 1000 >1000
1 Banjarsari 13.561,76 1.624,21 15.185,97
2 Bayah 5.121,63 3.527,36 5.416,59 339,53 14.405,11
3 Bojongmanik 553,03 5.196,17 3.721,48 124,85 9.595,54
4 Cibadak 3.651,64 3.651,64
5 Cibeber 14,04 228,93 4.930,22 26.034,78 8884, 40.092,13
6 Cigemblong 87,58 9.977,54 5.245,71 16 15.310,82
7 Cihara 4.301,17 3.942,88 4.210,62 12.454,67
8 Cijaku 49,29 2.413,18 8.112,00 106,54 10.681,01
9 Cikulur 5.442,48 608,49 6.050,97
10 Cileles 11.493,00 4.902,12 69,01 0,32 16.464,45
11 Cilograng 694,63 1.499,59 5.156,41 2.245,76 9.596,39
12 Cimarga 15.752,03 2.787,11 172,08 18.711,22
13 Cipanas 41,19 3.779,98 1.704,98 909,22 55, 6.491,02
14 Cirinten 403,22 10.517,24 1.339,47 65 12.259,93
15 Curugbitung 7.028,95 2.096,01 8,30 9.133,26
16 Gunungkencana 1.866,99 5.230,79 7.048,94 1,85 14.148,57
17 Kalanganyar 2.890,26 2.890,26
18 Lebakgedong 126,48 2.777,53 3.532,87 2706, 9.143,75
19 Leuwidamar 2.199,92 6.387,24 4.167,25 1.555,62 87 14.310,02
20 Maja 7.858,13 7.858,13
21 Malingping 8.806,98 2.001,92 187,83 10.996,72
22 Muncang 384,66 3.664,09 3.583,41 503,19 58, 8.193,38
23 Panggarangan 2.912,46 1.781,42 9.837,32 3.167,62 03 17.698,81
24 Rangkasbitung 7.376,22 0,04 7.376,26
25 Sajira 5.428,08 4.131,14 1.028,80 16,56 10.604,57
26 Sobang 13,86 4.227,24 6.740,24 687, 11.669,14
27 Wanasalam 11.623,59 11,19 80 11.634,79
28 Warunggunung 2.963,07 1.646,38 4.609,45
JUMLAH 122.015,20 58.091,39 86.854,77 51.864,13 12392, 331.217,998
51
Sumber : RTRW Kabupaten Lebak
12
Gambar2. Peta Morfologi Kabupaten Lebak, (Analisis 2022)
Selain dilihat dari ketinggian wilayah, topografi Kabupaten Lebak juga dilihat dari Angka
kelerengan, dari hasil data yang didapat, angka kelerengan curam atau diatas 40% yang ada di
Kabupaten Lebak hanya berkisar 12.169,95 ha atau hanya 3,68% dari luas wilayah.
13
Gambar 3 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Lebak, (Analisa 2022)
14
• Latosol, umumnya tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun,
dan ketinggian tempat berkisar 300 – 1.000 meter, tanah ini terbentuk dari batuan
gunungapi kemudian mengalami proses pelapukan lanjut, serta agak peka terhadap erosi,
jenis tanah latosol ini terdapat di hampir seluruh Kecamatan di Kabupaten Lebak kecuali
Kecamatan Curugbitung, Gunungkencana, dan Maja.
• Podsolik, berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan
kering, curah hujan lebih 2,500 mm/tahun, tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan
rendah hingga sedang, warna merah, dan kering, serta mempunyai tingkat kepekaan
terhadap erosi yang peka dengan sebaran meliputi hampir di seluruh Kecamatan di
Kabupaten Lebak, kecuali Kecamatan Bayah, Cibeber, Cigemblong, Cilograng,
Lebakgedong, Panggarangan dan Sobang
• Alluvial, Andosol, Regosol dan Rensina, tersebar di sebagian kecil di beberapa Kecamatan.
Dari jenis tanah diatas, jenis yang paling mendominasi adalah jenis tanah latosol dengan luas
wilayah yang tertutupi sebesar 166.833,44 ha atau lebih dari setengah wilayah Kabupaten
Lebak. Untuk lebih jelasnya mengenai jenis tanah di Kabupaten Lebak, dapat dilihat pada tabel dan
gambar berikut.
15
Gambar 4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Lebak (Analisis 2022)
16
2.1.2.3. Formasi Batuan
Fisiografi Jawa dapat dikelompokkan menjadi 5 zona berarah barat – timur (van Bemmelen, 1949),
Kabupaten Lebak termasuk pada sebagian Zona Bogor dan zona bayah, Zona Bogor Litologi
Zona Bogor yaitu batuan sedimen tersier dan batuan beku intrusif dan ekstrusi, batuan beku
intrusif menyusun morfologi perbukitan terjal seperti Kompleks Pegunungan Sanggabuana
Purwakarta, sedangkan zona Bayah terletak di bagian barat daya Jawa, morfologi yang dapat
dijumpai berubah kubah dan punggungan yang berada pada zona depresi tengah.
Berdasarkan pada struktur pengendapannya dan sejarah geologi (statigrafi) Kabupaten Lebak
termasuk pada blok Banten dan blok Bogor, sebagian blok Banten mempunyai kesamaan dengan
Zona Bogor bagian barat yang terdiri dari endapan Neogen yang terlipat kuat dan terobosan batuan
beku (van Bemmelen, 1949). Daerah ini merupakan daerah yang relatif stabil sejak Tersier. Pada
bagian selatan Blok Banten ditemui endapan Paleogen, pada bagian bawah ditempati oleh
Formasi Bayah yang berumur Eosen Bawah (Koolhoven, 1933 op.cit. Sujatmiko dan Santosa, 1992).
Formasi Bayah terdiri dari dua fasies yang saling menjemari, pada bagian selatan fasies tersebut
bersifat paralik dan pada fasies bagian utara bersifat amper, Formasi Bayah fasies selatan ditutupi
Formasi Cijengkol secara tidak selaras saat Oligosen Bawah, Formasi ini terdiri dari konglomerat,
tuf, batupasir, lempung, batugamping dan lensa batubara. Sedangkan di atas fasies utara
diendapkan secara tidak selaras Formasi Cicarucup yang berumur Eosen Atas yang terdiri dari
endapan vulkanik dengan perselingan batugamping (Koolhoven, 1933 op.cit. Sujatmiko dan
Santosa, 1992),
Di atas Formasi Cijengkol dan Formasi Cicarucup, diendapkan Formasi Citarate berumur Miosen
Bawah bagian bawah, Formasi ini terdiri dari batugamping dan batuan klastik tufaan yang
diendapkan pada lingkungan laut dAngka l, pada bagian atas Formasi Citarate diendapkan
secara selaras Formasi Cimapag berumur Miosen Bawah bagian atas, Formasi Cimapag terdiri
dari batupasir, batulempung dengan endapan vulkanik yang mencirikan lingkungan laut dAngka l,
Pada bagian atas Formasi Cimapag terdapat Formasi Sareweh berumur Miosen Tengah dan pada
bagian bawah Formasi Sareweh tersusun dari batulempung dengan perselingan batugamping,
seluruh formasi ini tersingkap di daerah Banten Selatan, endapan Neogen tersingkap di utara Blok
Banten yang terdiri dari endapan-endapan laut dangkal, peralihan, dan darat yang berumur
Miosen hingga Resen, endapan ini dimulai dari Formasi Badui dan pada bagian atasnya diendapkan
secara berturut- turut Formasi Bojongmanik, Formasi Genteng, Formasi Cipacar, dan Formasi
Cilegong (Martodjojo, 1984).
Sedangkan Formasi Bayah yang berumur Eosen Awal merupakan batuan tertua yang ada di
Blok Bogor yang terdiri atas batupasir kuarsa, perselingan konglomerat dengan
batulempung dan sedikit batubara, di atas Formasi Bayah, diendapkan Formasi Batuasih yang
berumur Oligosen Atas yang terdiri dari batulempung dan batulanau, setelah itu diendapkan
Formasi Rajamandala yang berumur Miosen Bawah dan terdiri dari batugamping, batugamping
terumbu dan kalkarenit, pada beberapa tempat dapat dilihat singkapan Formasi Bayah ditutupi
langsung oleh Formasi Rajamandala seperti yang terlihat pada singkapan yang ada di Gunung
17
Walat, pada beberapa tempat ditutupi oleh Formasi Batuasih hal ini menafsirkan bahwa
Formasi Rajamandala dan Formasi Batuasih pada bagian bawahnya mempunyai umur yang sama
yang diendapkan pada zaman Neogen, dimulai oleh Formasi Citarum (N5–N8) yang diperlihatkan
oleh “flysch” dan turbidit, pada bagian atas diendapkan secara selaras Formasi Saguling
(Martodjojo, 1984).
18
Gambar 5 Peta Geologi Kabupaten Lebak
2.1.3. Hidrologi
19
Suhu udara di wilayah perencanaan berkisar antara 22,1 º celcius sampai dengan 33,1 º celcius.
Sedangkan suhu udara rata-rata di daratan rendah 23,8 º celcius dan suhu rata-rata dataran tinggi
adalah 27,0 º celcius.
Curah hujan di Kabupaten Lebak adalah masuk dalam kategori signifikan, dengan presipitasi bahkan
selama bulan terkering. Iklim ini dianggap menjadi Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger.
Untuk lebih jelasnya mengenai curah hujan di Kabupaten Lebak dapat dilihat Gambar berikut
20
2.1.4. Kondisi Sosial dan Kependudukan
Kependudukan merupakan karakteristik yang sangat mewakili untuk menentukan gambaran suatu
wilayah, karena penduduk merupakan objek dan subjek pokok suartu wilayah dimana merupakan
komponen yang selalu mengalami perkembangan yang dinamis dari waktu ke waktu.
Merujuk pada data BPS (2021), penduduk Kabupaten Lebak pada tahun 2020 mencapai 1.386.793
jiwa, terdiri dari 714.052 laki-laki dan 672.741 perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 106.
Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2019 sebanyak 1.294.224 jiwa. Dengan jumlah tersebut,
laju pertumbuhan penduduk tercatat rata-rata sebesar 1,68 % (dirinci angka kelahiran dan angka
perpindahan penduduk) dalam lima tahun terakhir dengan pertumbuhan tertinggi terdapat di
Kecamatan Curugbitung dan Cikulur masing-masing sebesar 3,48 % dan 3,45 %.
Tabel 3 Jumlah dan Sebaran Penduduk di Kabupaten Lebak Tahun 2016 – 2020
21
Sumber : Kabupaten Lebak Dalam Angka 2021
Struktur Penduduk
Struktur penduduk di Kabupaten Lebak dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Sebagian
besar penduduk Kabupaten Lebak adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang
jumlahnya mencapai sekitar
68,45 % atau sebanyak 949.276 jiwa. Sekitar 4,53 % penduduk merupakan penduduk usia lanjut
(65 tahun ke atas), dan sekitar 34,38 % lainnya merupakan penduduk usia anak-anak (0-18 tahun).
Dengan proporsi penduduk usia produktif dan tidak produktif di atas, maka rasio
22
Gambar 8 Peta Distribusi Kepadatan Penduduk
23
Gambar 9 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Lebak, (Analisis 2022)
• Adanya ujung patahan atau sesar Sumatera (sesar Semangko) di Sumatera yang
memanjang sampai Selat Sunda, yang merupakan jenis sesar geser aktif dengan panjang
24
1650 km, yang memiliki pergerakan lateral antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6
cm/tahun
• Bentuk umum daerah sebelah utara wilayah Propinsi Banten yang bermorfologi
Laporan Pendahuluan
dataran dengan dominasi batuan sedimen atau alluvium atau perbukitan di G. Gede,
sedangkan daerah selatan yang bermorfologi perbukitan/pegunungan dibentuk oleh
batuan-batuan beku, metamorf, dan batuan hasil kegiatan gunung api (vulkanik)
• Intensitas struktur patahan (fault) dan lipatan (fold) yang lebih tinggi di daerah selatan
dibandingkan dengan daerah bagian utara
• Tingginya tingkat kegempaan di bagian selatan Propinsi Banten
• Pernah terjadinya tsunami akibat letusan Gunungapi Krakatau tahun 1883 yang
menggemparkan dunia waktu itu karena tenaga dan tinggi gelombang tsunami yang
dihasilkannya, dan menyapu dataran pesisir sekeliling dan tepi Selat Sunda.
Berdasarkan data terakhir, potensi bencana terbesar yang ada di Kabupaten Lebak adalah
bahaya dari bencana longsor, gempa bumi, tsunami dan banjir
Tahun
NO JENIS BENCANA TOTAL
2021 2020 2019 2018 2017 2016 2015 2014 2013 2012
1 BANJIR 1 4 3 3 3 3 10 5 4 1 40
2 TANAH LONGSOR 0 6 3 1 1 3 8 9 3 2 39
CUACA EKSTRIM
0 1 3 1 1 2 11 8 3 4
3 (PUTING BELIUNG) 36
4 GEMPABUMI 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 2
5 KEKERINGAN 0 0 2 1 0 0 1 0 0 2 6
6 BANJIR BANDANG 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3
Sumber : BPBD Kab.Lebak 2022
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa kejadian bencana yang sering terjadi adalah Banjir,
kemudian Longsor dan Cuaca Ekstrim. Sedangkan gempabumi terbilang jarang, namun memiliki
dampak yang begitu besar.
22
2.2.2. Potensi Bencana di Kabupaten Lebak
Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia yang dipadukan dengan data dari catatan BPBD
Kabupaten Lebak dan hasil kajian risiko. Ancaman bencana yang berpotensi
Laporandapat mengancam
Pendahuluan
Kabupaten Lebak bisa dikategorikan menjadi 3 kategori bencana sebagai berikut:
Dari keragaman ancaman yang ada maka Pemerintah Kabupaten Lebak harus dapat melakukan
langkah- langkah strategis dalam upaya pengurangan risiko bencana yang ada, demi terwujudnya
hilangnya korban jiwa dan harta benda yang lebih banyak.
23
3. BAB 3 KAJIAN RISIKO BENCANA
Laporan Pendahuluan
3.1. Pendekatan
3.1.1. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan normatif dalam kegiatan Penyusunan Kajian Risiko
Bencana Kabupaten Lebak adalah Peraturan Kepala BNPB No 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana dan beberapa Petunjuk Teknis sebagai pelengkap dari Peraturan Kepala
BNPB no 2 tahun 2012. Di dalam peraturan tersebut terdapat arahan terkait prinsip-prinsip dan
fungsi pengkajian risiko bencana; metode umum yang harus dilakukan; pembuatan indeks
kerentanan, indeks penduduk terpapar, indek kerugian dan kapasitas.
Pendekatan risiko bencana dalam kajian ini mengacu pada kerangka Sendai (Sendai Framework)
untuk pengurangan risiko bencana dan Peraturan Kepala BNPB No 2 tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. Kerangka Pengurangan Risiko Bencana (PRB) pasca 2015 telah
diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi Dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang
dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang, yang merepresentasikan
kesempatan yang unik bagi seluruh negara untuk:
a. Mengadopsi secara ringkas, terfokus, melihat kedepan, dan mengambil tindakan yang
berorientasi pada kerangka pengurangan risiko bencana pasca 2015;
b. Melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 2005 - 2015:
Membangun ketangguhan bangsa dan komunitas terhadap bencana;
24
c. Mempertimbangkan pengalaman yang diperoleh melalui strategi/lembaga regional dan
nasional serta perencanaan pengurangan risiko bencana dan rekomendasi nya, sebagai
kesepakatan regional yang relevan dalam pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo;Pendahuluan
Laporan
Ada tujuh tujuan dalam penerapan kerangka PRB Sendai ini, yaitu:
• Secara substansial mengurangi angka kematian bencana global pada tahun 2030, yang
bertujuan untuk menurunkan rata-rata per 100.000 angka kematian global pada dekade
2020-2030 dibandingkan dengan periode 2005-2015.
• Secara substansial mengurangi jumlah orang yang terkena dampak secara global pada tahun
2030, yang bertujuan untuk menurunkan angka rata-rata global per 100.000 dalam dekade
2020 -2030 dibandingkan dengan periode 2005-2015.
• Mengurangi kerugian ekonomi bencana langsung dalam kaitannya dengan produk domestik
bruto (PDB) global pada tahun 2030.
• Secara substansial meningkatkan jumlah negara dengan strategi pengurangan risiko bencana
nasional dan lokal pada tahun 2020.
• Secara substansial meningkatkan ketersediaan dan akses ke sistem peringatan dini multi-
bahaya dan informasi risiko bencana dan penilaian kepada masyarakat pada tahun 2030.
25
Laporan Pendahuluan
PAR Model menjelaskan bahwa bencana terjadi akibat hasil pertemuan antara kondisi sosial
ekonomi dengan keterpaparan fisik oleh ancaman atau bahaya. Model ini membedakan tiga
komponen kerentanan, yaitu penyebab utama, tekanan dinamis, dan aspek-aspek kerentanan.
Model ini ingin mengindikasikan bahwa risiko dari bencana dapat dikurangi dengan cara
menjalankan aksi pencegahan dan juga mitigasi. Dimana hal ini dapat dimulai dengan cara
mengatasi berbagai penyebab yang menjadi dasar terjadinya bencana, kemudian dilanjutkan
dengan cara menganalisis sifat dasar dari bahaya (Ashgar et. al, 2006). Hal ini kemudian akan
26
mengarahkan semua ke kondisi yang lebih aman dan membantu mempersiapkan komunitas ke
dalam kondisi yang lebih baik.
Laporan Pendahuluan
3.2. Metodologi
Pemerintah dalam hal ini BNPB memiliki peran penting dalam penanggulangan bencana di
Indonesia. Ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana menjadi visi yang di pegang teguh oleh
BNPB di dalam menanggulangi bencana di Indonesia. BNPB melakukan penyusunan dokumen Kajian
Risiko Bencana Kabupaten Lebak ini sebagai salah satu langkah di dalam menjalankan visi tersebut.
Alur pikir pekerjaan secara garis besar mengacu kepada kerangka acuan kerja (KAK) dan Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. Alur pikir pekerjaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
umum proses pekerjaan yang akan dilakukan oleh tim penyusun. Ada empat tahap utama dalam
alur pikir pekerjaan ini, yaitu: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis, dan tahap
penyusunan dokumen risiko bencana.
Tahap pengumpulan data merupakan hasil dari proses pengumpulan data dan informasi yang
didapat. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
27
Metode pengumpulan data melalui survey lapangan dalam proses Penyusunan Kajian Risiko
Bencana Kabupaten Lebak dilakukan untuk melakukan validasi data-data sekunder peta yang
telah didapatkan. Laporan Pendahuluan
1 Balai Besar Penelitian dan Jenis Tanah Vektor (polygon) Data Bahaya
Pengembangan Sumber
Daya Lahan Pertanian, Jenis Tanah Vektor (polygon) Data Bahaya
Kementerian Pertanian.
28
No Instansi Kebutuhan Data Jenis Data Kategori
6 Kemenhub / Dishub Data Point Sarana dan SHP / Tabulasi / Data Bahaya
Prasarana Transportasi Dokumen
(Terminal, Stasiun)
8 ESDM / PVMBG / Badan Peta Gerakan Tanah Vektor (polygon) Data Bahaya
Geologi
Peta Kerentanan Gerakan Peta Data Bahaya
Tanah Lembar Jawa Barat
10 Dinas ATR/ BPN Kabupaten Peta sebaran persil bangunan Vektor Kerentanan Sosial
& Batas Administrasi
29
No Instansi Kebutuhan Data Jenis Data Kategori
16 Dinas Sosial Jumlah Penduduk Miskin per Tabulasi dan Peta Data Kerentanan
Desa (SHP) Sosial
30
No Instansi Kebutuhan Data Jenis Data Kategori
20 Survey Primer Isian Form IKD per Kabupaten Form Kuesioner Data IKD
Proses delineasi batas DAS menggunakan peta dasar yang bersumber dari Badan Informasi
Geospatial. Data yang digunakan adalah data DEMNAS dengan ukuran raster 8,34 m x 8,34 m (High
Resolution DEM). Delineasi menggunakan metode spasial yang terdiri dari beberapa langkah berikut
ini.
31
Laporan Pendahuluan
1. Creating a depressionless (Fill) yaitu jika data dem yang ada memiliki Sink dan Peak
resolusi data. Sink dan peak harus dihilangkan, jika tidak maka delineasi jaringan
drainase tidak kontinyu.
32
2. Flow Direction digunakan untuk menentukan arah aliran dari setiap sel, yaitu arah
penurunan yang paling curam (steepest path). Suatu sel dikelilingi oleh sebanyak
delapan (8) buah sel tetangga. Laporan Pendahuluan
Keluaran dari Flow Direction adalah pixel (grid) dalam format integer yang nilainya
berkisar antara 1 sampai dengan 255. Skema flow direction : arah timur dinyatakan
dengan (1), tenggara(2), selatan(4), barat-daya(8), barat (16), barat laut(32), utara(64)
dan timur laut (128).
3. Flow Accumulation digunakan untuk menentukan akumulasi aliran dari setiap sel.
Semakin tinggi nilai flow accumulation suatu sel maka semakin tinggi juga potensi air
akan terakumulasi pada sel tersebut. Output dari fitur flow accumulation adalah data
raster dengan nilai pada sel adalah jumlah sel yang akan menyumbangkan air
kepadanya.
4. Stream dapat diartikan sebagai jejaring aliran, baik itu berupa sungai, parit, dan
sebagainya yang secara teoritis jika terjadi hujan akan secara signifikan dialiri air.
Identifikasi stream dapat diartikan dengan sebagai identifikasi jejaring aliran dengan
ambang batas tertentu.
5. Stream order adalah urutan dari segmen stream dengan menggunakan metode Strahler
atau Shreve sesuai dengan keperluan analisis. Hasil dari analisis Stream Order adalah
sebuah data raster diskret dengan nilai 1, 2, dst yang menunjukkan ordo dari stream
(ordo sungai). Dengan menggunakan metode Strahler, order 1 menunjukkan sungai baru
terbentuk di daerah hulu atau ujung daerah tangkapan. Semakin ke hilir, ordo sungai
akan bertambah.
6. Titik outlet, atau sering disebut watershed outlet atau pour point, adalah titik dimana
batas daerah tangkapan ditentukan. Beda posisi outlet memiliki beda hasil delineasi.
Titik outlet dapat berupa bendungan atau stasiun pengamatan erosi. Titik outlet harus
tepat berada di atas sel yang memiliki flow accumulation paling tinggi.
7. Delineasi daerah tangkapan adalah identifikasi sel-sel yang jika dijatuhkan air akan
mengalir kepada titik outlet yang akan ditentukan. Untuk melakukan delineasi daerah
tangkapan diperlukan adanya arah aliran, akumulasi aliran dan outlet. Salah satu fitur
ArcGIS desktop untuk melakukan delineasi adalah watershed. Hasil dari tool watershed
adalah data raster dimana sel yang berada pada daerah tangkapan yang sama akan
memiliki atribut yang sama yang bersumber dari atribut atau nilai outlet.
33
Analisis Hidrologi
Laporan Pendahuluan
Analisis Curah Hujan Rencana
Pemeriksaan adanya outlier, pada seri data hujan harian maksimum tahunan, baik outlier atas
maupun outlier bawah dilakukan dengan metoda yang dikembangkan oleh Water Resource
Council (1981). Menurut Water Resource Council, bila :
• Koefisien skew dari data sampel > +0,4, maka perlu dilakukan pemeriksaan outlier atas.
• Koefisien skew dari data sampel < -0,4, maka perlu dilakukan pemeriksaan outlier bawah.
• -0,4 < koefisien skew < +0,4, maka perlu dilakukan pemeriksaan outlier atas dan outlier
bawah sekaligus sebelum menghilangkan data yang dipandang sebagai outlier.
Bila terdapat outlier, maka data outlier harus dipertimbangkan secara teknis sebelum seri
data digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut.
YH = y + K n s y
dimana :
Bila logaritma dari nilai maksimum data melebihi YH, maka data tersebut dipertimbangkan
sebagai outlier atas.
YL = y + K n s y
34
dimana YL adalah batas dari outlier bawah dalam bentuk logaritma, sedangkan variabel
lainnya sama dengan di atas.
Laporan Pendahuluan
B. Pemeriksaan Konsistensi Data
Data hujan yang akan dipergunakan dalam suatu analisis sebelumnya harus dilakukan uji
konsistensi atau data di mana data yang tidak sesuai akibat kesalahan pencatatan dan gangguan
alat pencatat perlu dikoreksi dan data yang hilang atau kosong diisi dengan menggunakan
pembanding pos hujan sekitar yang terdekat dan dianggap memiliki karakteristik yang sama (Sri
Harto, 1993).
Dalam pekerjaan ini, metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah Metode
Kurva Massa Ganda (Double Mass Curve). Metode kurva massa ganda berdasarkan
perbandingan hujan tahunan kumulatif di stasiun y terhadap stasiun referensi x, stasiun
referensi merupakan nilai rerata beberapa stasiun yang berada di dekatnya kemudian nilai
kumulatif tersebut digambarkan pada sistem koordinat x- y dan kurva yang telah digambar
dilihat apakah ada perubahan kemiringan, apabila garis yang terbentuk menunjukkan garis lurus
maka data dianggap panggah namun apabila terjadi kemelencengan atau garis patah maka data
tidak konsisten dan perlu dilakukan adanya koreksi.
Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan disekitar stasiun
tersebut atau disebut sebagai Point Rainfall. Karena stasiun penakar hujan tersebar di daerah
aliran maka akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh yang besarnya tidak sama. Didalam
analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata di daerah aliran (Catchment Area) yang kadang-
kadang dihubungkan dengan besarnya aliran yang terjadi.
Cara yang digunakan pada studi ini untuk menghitung hujan rata-rata daerah (average river
basin rainfall) adalah metode Thiesen.Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang
diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut sebagai faktor pembobot (weighing factor) atau
disebut juga sebagai Koefisien Thiesen. Besarnya faktor pembobot, tergantung dari luas daerah
pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh polygon-polygon yang memotong tegak
lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun. Dengan demikian setiap stasiun akan
terletak didalam suatu poligon yang tertutup.
35
Laporan Pendahuluan
Dengan peta digital yang ada, luas daerah pengaruh masing-masing stasiun (An) dan luas
daerah aliran (A) dapat dihitung. Hujan rata-rata daerah aliran dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
A1 R1+ A2 R2 + … + An Rn.
Rt= A1+ A2 + … + An
Dengan :
1. Distribusi Normal
36
(x - )2
-
1 2
p(x) = e 2
2 Laporan Pendahuluan
• Metoda Grafis.
Yang banyak digunakan adalah metoda momen dan maximum likelihood. Dari analisis
penentuan parameter Distribusi Normal, diperoleh nilai adalah nilai rata-rata dan
adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan
x-
t=
nilai-nilai dari sampel data. Dengan subtitusi , akan diperoleh Distribusi Normal
Standar dengan = 0 dan = 1. Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar
adalah :
t 2
1 -2
P(t) = e
2
1 t2
1 −
P(t) =
- 2
e 2
dt
dimana :
x-
t = , standard normal deviate
37
= Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan bantuan tabel luas di bawah kurva distribusi normal
Laporan Pendahuluan
yang banyak terdapat di buku-buku matematika.
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang
dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951), sebagai berikut :
XT = X + K
dimana :
Bila logaritma dari variabel acak x, Ln (x) terdistribusi normal, maka dikatakan bahwa
variabel acak x tersebut mengikuti distribusi log normal 2 parameter.
Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas dari Distribusi Log Normal 2 Parameter adalah :
(ln x − y ) 2
−
1 2
P( x ) = e y
x y 2
dimana :
𝜎y = Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x).
Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter dapat dihitung dengan 2 cara
sebagai berikut :
38
Sama seperti Distribusi Normal di atas, hanya saja sebelumnya semua data dilogaritma
lebih dahulu (ln x).
Laporan Pendahuluan
Menggunakan data asli (tanpa dilogaritmakan), faktor frekuensi dihitung dengan rumus
berikut (Kite, 1988) :
ln(1+ z 2 ) −1 / 2 ln(1+ z 2 )
et −1
K=
z
dimana :
z = Koefisien variasi = x
Distribusi Log Normal 2 Parameter di atas mempunyai batas bawah = 0, akan tetapi sering
terjadi batas bawah data pengamatan tidak sama dengan 0. Oleh karena itu perlu dilakukan
modifikasi dengan memberikan batas bawah a. Dengan demikian variabel x ditransformasi
menjadi (x-a) dan distribusi dari ln (x-a) disebut Distribusi Log Normal 3 Parameter.
Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas dari Distribusi Log Normal 3 Parameter adalah :
[ln ( x − a ) − y ]2
−
1 2 y2
p(x) = e
( x − a ) y 2
Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Normal 3 Parameter dapat dihitung dengan 2 cara
sebagai berikut :
39
1. Menggunakan standard normal deviate t sebagai berikut :
(μ y+ tσ y )
X T=a+e
Laporan Pendahuluan
1
t ln (1+ z 22 ) − ln (1+ z 22 )] / 2
e 2 −1
K=
z2
1−2/3
z2 =
1 / 3
− g + g2 + 4
=
2
dimana g adalah koefisien skew dari sampel variabel acak x, sebagai berikut :
n
n ( xi − x ) 3
g= i =1
(n − 1)( n − 2) s 3
dimana :
− ( x− )
− ( x − ) − e
p( x) = e
40
− ( x− )
p( x) = e − e
1,2825
=
= − 0,45
(YT − Yn )
K=
Sn
T −1
YT = − ln (− ln
T
dimana :
YT = Reduced variabel Y
Yn = Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n
Sn = Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data
n.
41
−1 − x −
1 x −
p( x) = e
( )
Laporan Pendahuluan
Distribusi ini mempunyai tiga parameter.
=
2
2
=
g
= −
2 3 4 5
g 1 3 g g g 1 g
K t + (t 2 − 1) + (t − 6 t ) − (t 2 − 1) + t +
6 3 6 6 6 3 6
dimana :
Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas dari Distribusi Log Pearson III adalah :
−1 ln x −
1 ln x − −
p( x) = e
x ( )
𝛼 = Parameter skala
𝛽 = Parameter bentuk
𝛾 = Parameter lokasi.
42
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus berikut
ini :
Laporan Pendahuluan
y + K y
XT = e
dimana :
Tidak mempunyai sifat khas yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan jenis distribusi
ini. Pada sebaran peluang ini hampir sama dengan sebaran peluang Log Normal dua
parameter yaitu seri data diubah kedalam bentuk ln dan dihitung rata-rata serta
simpangan bakunya. Koefisien kekerapan menggunakan koefisien Pearson III. Persamaan
estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun :
−
X Y + K P 3*SY
XT = e
dengan :
−
XY : Debit/hujan maksimum tahunan rata rata dalam bentuk ln
Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran
hipotesa distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui:
a. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau yang
diperoleh secara teoritis.
43
Pemeriksaan/pengujian distribusi frekuensi dipakai dengan 2 metode sebagai berikut
Perhitungan debit banjir dengan pendekatan cara empiris dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, berikut ini beberapa metode yang diterapkan di Indonesia berdasarkan (SNI
2415-2016 Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana).
44
Berdasarkan SNI 2415-2016 Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana, dari beberapa metode
empiris yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya debit banjir rencana dengan
menggunakan pendekatan hidrograf satuan sintetis. Beberapa model telahPendahuluan
Laporan dicoba untuk
diaplikasikan oleh para pengembangnya.
Metode dan kelayakannya dari beberapa model seperti Synder-Alexeyev telah banyak digunakan
dan teruji untuk menghitung besarnya hidrograf debit banjir rencana tidak hanya di Amerika tapi
juga di Negara-Negara lainnya seperti Indonesia. Beberapa metode yang dikembangkan di Indonesia
seperti Gamma 1 sering digunakan namun untuk ITB-1 dan ITB-2 dan Limantara masih belum banyak
digunakan/diaplikasikan di Indonesia sehingga perlu untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.
Untuk mempertinggi tingkat ketelitian hasil dari metode yang dipilih, maka hasil hitungan
dibandingkan dengan metode unit hidrograf yang lain dan diuji dengan Rumus Creager.
Metode Creager digunakan dalam pekerjaan ini seperti yang dijelaskan berikut ini:
Metode Creager
Persamaan Creager ditunjukan dengan formula berikut (Rujukan: Studi inventarisasi air, PLN,
Indonesia 1997):
𝑄𝑞 = 46 𝐶 𝐴𝑎−1
𝑎 = 0.894 𝐴−0.048
dimana :
C = Koefisien Creager
1 ft3 = 0.02832 m3
45
Kemudian persamaan Creager digambarkan dengan formula berikut ini :
dimana :
C = Koefisien Creager
Plot-plot variasi jenis banjir rencana secara tidak langsung menggambarkan bahwa:
Koefisien Creager kemungkinan garis banjir banjir rencana regional yang telah dibuat dapat dilihat
pada bagian dibawah ini. Kemungkinan banjir rencana dengan jarak keadaan yang beragam pada
letak pola yang berubah-ubah kemudian diperkirakan dengan menggunakan koefisien Creager yang
masing-masing berhubungan dengan pulau tempat dimana berada.
Analisis Hidraulika
Salah satu program untuk model hidraulik yang biasa digunakan adalah HEC_RAS yang
dikembangkan oleh U.S. Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS merupakan program yang free
dengan tampilan yang sederhana, mudah di pahami dan telah digunakan untuk studi-studi kasus
banjir (Knebl MR, et.al. 2005).
46
Tahun (2014) HEC-RAS merilis HEC-RAS v.5 yang dapat melakukan analisis 2D yang berguna untuk
pengembangan terkait studi banjir. HEC-RAS v.5 ini telah digunakan untuk beberapa kasus studi
banjir. Laporan Pendahuluan
𝜕𝜁 𝜕𝑝 𝜕𝑞
𝜕𝑡
+ 𝜕𝑥 + 𝜕𝑦 = 0
Persamaan momentum :
𝜕𝑝 𝜕 𝑝2 𝜕 𝑝𝑞 𝑛2 𝑝𝑔√𝑝2 +𝑞2 𝜕𝜁 𝜕 𝜕
𝜕𝑡
+ 𝜕𝑥 ( ℎ ) + 𝜕𝑥 ( ℎ ) = − ℎ2
− 𝑔ℎ 𝜕𝑥 + 𝑝𝑓 + 𝑝𝜕𝑥 (ℎ𝜏𝑥𝑥 ) + 𝑝𝜕𝑦 (ℎ𝜏𝑥𝑦 )
dimana h adalah kedalaman air, p dan q adah kecepatan pada arah x dan y, 𝜁 ada elevasi
permukaan, g percepatan gravitasi, n adalah nilai kekasaran manning, 𝑝 massa jenis air, 𝜏𝑥𝑥
, 𝜏𝑦𝑦 , 𝜏𝑥𝑦 tegangan geser dan f adalah gaya coriolis.
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑦
𝜕𝑡
+ 𝑉 𝜕𝑥 + 𝑔 𝜕𝑥 − 𝑔(𝑆𝑜 − 𝑆𝑓 ) = 0
Kinematic Wave
Diffusion wave
Dynamic Wave
Untuk memastikan kestabilan model, time step (∆t) diperkirakan berdasarkan perhitungan
kondisi Courant-Friedrichs-Lewy berikut ini :
ct ght
Cr = = 1
x x
47
Laporan Pendahuluan
Berdasarkan Modul Teknis Penyusunan Kajian Risiko Bencana Tanah Longsor, penyusunan peta
bahaya dilihat dari Peta yang telah ada secara SNI maupun Non-SNI dilihat dari probabilitas dan
intensitas. Untuk menyusun peta bahaya ini, terdapat beberapa tahapan, yaitu analisis bahaya,
penyusunan indeks bahaya yang meliputi analisis lereng, zona potensi tanah longsor, zona potensi
run-out, dan indeks bahaya, serta pengkajian bahaya yang meliputi klasifikasi bahaya, luas kelas
bahaya, dan kesimpulan kelas bahaya secara administratif.
48
Penilaian bahaya tanah longsor dilakukan dengan mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi
terkena dampak kegagalan lereng, menghitung probabilitas kejadian, dan memperkirakan besarnya
(area, volume, laju pergerakan) dari peristiwa tersebut (Petley, 2010). Laporan Pendahuluan
Secara nasional melalui Kebijakan Satu Peta (KSP) yang dituangkan dalam Perpres No. 9 Tahun 2016
tentang Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, telah tersedia
Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (ZKGT) wilayah Indonesia. Peta Zona Kerentanan Gerakan
Tanah tersebut merupakan peta yang berisi informasi kerentanan (susceptibility) gerakan tanah
untuk berbagai jenis gerakan tanah, baik yang terjadi pada wilayah yang berlereng curam (longsor)
maupun wilayah datar (rayapan). Namun jika peta tersebut belum mencakup seluruh wilayah
Indonesia maka analisis Peta ZKGT dapat digantikan dengan menyusun peta kerentanan gerakan
tanah sesuai dengan SNI 8921:2016.
49
Semua proses analisis dalam modul teknis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
(software) ArcGIS Desktop – ArcMap. Penyesuaian proses analisis dengan penggunaan software
lainnya dapat dilakukan sesuai kebutuhan dengan tetap mengikuti prinsip dasar prosedur
Laporan dari modul
Pendahuluan
teknis ini. Sebelum proses analisis dimulai, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan penyeragaman
sistem koordinat pada semua data yaitu dengan melakukan reproyeksi sistem koordinat menjadi
koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) atau World Mercator. Tujuannya agar proses analisis
matematis dapat dilakukan secara langsung dengan satuan unit meter.
Untuk menghitung indeks bahaya tanah longsor, maka perlu diketahui zona potensi longsor dan
zona potensi runout. Analisis lereng dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS Desktop –
ArcMap dengan memasukkan data layer DEM pada tool tersebut. Kemudian dilakukan
pengklasifikasian kelas lereng. Zona Potensi Longsor yang sesuai dengan cakupan area (extent) dan
posisi setiap grid/sel dair data DEM. Tahapan selanjutnya adalah membuat data indeks bahaya tanah
longsor dengan menggabungkan data skor zona longsor dengan skor zona runout. Kelas bahaya
diklasifikasikan berdasarkan pengelompokkan nilai indeks bahaya sebagai berikut:
Data-data yang dapat digunakan dalam penyusunan peta bahaya tanah longsor adalah berupa data
spasial yang terdiri dari batas administrasi, data elevation model (DEM), dan peta zona kerentanan
Gerakan tanah, seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
50
Penilaian indeks bahaya gempa bumi dilakukan berdasarkan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012. Secara
umum proses pembuatan peta bahaya gempa terdiri dari (Earthquake Research Committee, 2005):
Laporan Pendahuluan
Pemetaan intensitas guncangan (percepatan puncak) pada batuan dasar menggunakan analisis
probabilistik 10% dalam 50 tahun dan hubungan jarak atenuasi.
Pemetaan intensitas guncangan di permukaan dengan perkalian faktor amplifikasi tanah dan
intensitas guncangan di batuan dasar.
Berdasarkan proses pada langkah ke-2, salah satu parameter yang diperlukan untuk menentukan
faktor amplifikasi tanah adalah nilai distribusi kecepatan gelombang geser rata-rata dari permukaan
tanah sampai kedalaman 30 m (Vs30 atau AVS30). Idealnya, pengukuran kecepatan gelombang geser
dilakukan langsung di lapangan (teknik borehole), namun, membutuhkan sejumlah besar pendanaan
dan banyak waktu. Cara alternatif untuk dapat menghasilkan nilai faktor amplifikasi atau ground
amplification factor (GAF). GAF yang dipakai pendekatan metode empiris yang diusulkan oleh
Wakamatsu (Francisco, 2006) yang digunakan Pusat Studi Gempa Nasional yaitu menggunakan
persamaan berikut.
dimana, G adalah Ground Amplification Factor. Dimana nilai ini mempengaruhi intensitas guncangan
gempa, semakin tinggi GAF maka semakin tinggi pula intensitas guncangan gempa karena intensitas
guncangan gempa adalah perkalian dari GAF dengan PGA (Peak Ground Acceleration) 10% dalam 50
tahun. Intensitas guncangan gempa dinilai menggunakan fuzzy logic pemetaan titik-titik input data
ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki
interval antara 0 sampai 1 (J.ROSS, 2010), dengan 0.25 merupakan nilai ambang tertinggi untuk kelas
bahaya rendah gempa bumi, sedangkan nilai 0.55 merupakan nilai ambang terendah untuk kelas
bahaya tinggi gempa bumi.
51
Laporan Pendahuluan
Analisis kerentanan dilakukan secara spasial dengan menggabungkan semua komponen penyusun
kerentanan, dimana masing-masing komponen kerentanan juga diperoleh dari hasil proses
penggabungan dari beberapa parameter penyusun. Komponen penyusun kerentanan terdiri dari:
• Kerentanan Sosial
• Kerentanan Fisik
• Kerentanan Ekonomi
• Kerentanan Lingkungan
52
Laporan Pendahuluan
Metode yang digunakan dalam menggabungkan seluruh komponen kerentanan, maupun masing-
masing parameter penyusun komponen kerentanan adalah dengan metode spasial MCDA (Multi
Criteria Decision Analysis). MCDA adalah penggabungan beberapa kriteria.
Secara spasial berdasarkan nilai dari masing-masing kriteria (Malczewski 1999). Penggabungan
beberapa kriteria dilakukan dengan proses tumpangsusun (overlay) secara operasi matematika
berdasarkan nilai skor (score) dan bobot (weight) masing-masing komponen maupun parameter
penyusun komponen mengacu pada Perka BNPB 2/2012. Persamaan umum yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut:
dimana:
53
Tabel 9 Penentuan Bobot dan Indeks masing-masing Paramater Kerentanan Sosial
Laporan Pendahuluan
54
Tabel 11 Penentuan Bobot dan Indeks masing-masing Paramater Kerentanan Ekonomi
Laporan Pendahuluan
Analisis parameter kerentanan lingkungan tidak melibatkan pembobotan antar parameter karena
merupakan data spasial yang tidak saling bersinggungan dan dapat tersedia langsung pada data
penggunaan/penutup lahan. Masing-masing parameter dalam kajian kerentanan lingkungan
dianalisis sebagai jumlah luasan (Ha) lahan yang berfungsi ekologis lingkungan yang berpotensi
(terdampak) mengalami kerusakan akibat berada dalam suatu daerah (bahaya) bencana.
Penyesuaian kondisi parameter terhadap masing-masing kelas bahaya dapat diasumsikan sebagai
berikut:
55
• Bahaya Tinggi ~ 100% luasan lingkungan terdampak kerusakan;
Indeks Kerentanan = (Indeks Kerentanan Sosial x Bobot) + (Indeks Kerugian Fisik x Bobot) + (Indeks
Kerugian Ekonomi x Bobot) + (Indeks Kerugian Lingkungan x Bobot)
Indeks ketahanan dihitung berdasarkan indikator 71 indikator pencapaian yang terbagi ke dalam 7
prioritas program. Adapun prioritas program tersebut yaitu:
Penyusunan IKD ini berdasarkan Perka BNPB No. 3 Tahun 2012 tentang Panduan Penilaian
Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana. Adapun tahapan dalam penyusunan IKD dan
mekanisme penilaiannya digambarkan dalam Gambar berikut
56
Laporan Pendahuluan
Pengumpulan data IKD dilakukan melalui Diskusi Grup Terfokus (Focus Group Discussion/FGD). FGD
ini minimal dihadiri oleh Badan Penanggulangan Bencana, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Perusahaan Swasta, Tokoh
Masyarakat dan/atau Tokoh Adat dan/atau Tokoh Agama, Media, dan LSM.
Analisis IKD dihitung dengan menggunakan file pendukung, yaitu software penghitung tingkat
ketahanan daerah. Setelah input data, maka secara otomatis akan terlihat tingkat ketahanan setiap
kabupaten/kota dalam menghadapi bencana. terdapat 5 tingkat penilaian yaitu Level 1 sampai 5,
dimana Level 1 berarti belum ada inisiatif, Level 2 berarti sudah ada inisiatif, Level 3 sudah ada
output, Level 4 sudah ada outcome, dan Level 5 yang merupakan level tertinggi yang berarti sudah
ada impact. Tingkat ketahanan ini kemudian dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
57
Laporan Pendahuluan
3.2.3.2. Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat (IKM)
Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat (IKM) dihitung untuk unit analisis desa. Tujuannya adalah
mengetahui level/nilai kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam melakukan upaya-upaya
penanggulangan bencana di tingkat kelurahan/desa. Adapun tujuan khusus dari IKM ini adalah:
• Sebagai salah satu komponen yang dibutuhkan dalam pengkajian risiko bencana di tingkat
kabupaten/kota
Parameter yang digunakan dalam survey kesiapsiagaan masyarakat ini merupakan adopsi dari
parameter-parameter yang ada dalam kerangka aksi hyogo, indikator kesiapsiagaan, pedoman BNPB
tentang pembangunan Desa Tangguh Bencana dan Pedoman BNPB tentang Relawan
Penanggulangan Bencana.
• Parameter spesifik, yang mempunyai nilai yang berbeda untuk setiap jenis bahaya.
Parameter spesifik terdiri dari:
• Parameter generik, yang mempunyai nilai yang sama untuk setiap jenis bahaya yang ada di
kelurahan/desa. Parameter generik terdiri dari:
c) Partisipasi masyarakat.
58
Adapun struktur pertanyaan untuk IKM ditunjukkan dalam Gambar berikut.
Laporan Pendahuluan
Sumber: INARisk.BNPB.go.id
Bobot
Parameter Ketahanan Indikator Ketahanan
Indikator
1 Pengetahuan 1 Pengetahuan jenis ancaman 0.10
Kesiapsiagaan
2 Pengetahuan informasi peringatan bencana 0.15
59
Bobot
Parameter Ketahanan Indikator Ketahanan
Indikator
3 Pengaruh kerentanan 1 Mata pencaharian/tingkat penghasilan 0.40
Laporan Pendahuluan
masyarakat terhadap 2 Tingkat pendidikan masyarakat 0.35
upaya pengurangan risiko
bencana 3 Pemukiman masyarakat 0.25
4 Ketidaktergantungan 1 Jaminan hidup pasca bencana 0.25
masyarakat terhadap 2 Penggantian kerugian dan kerusakan 0.25
dukungan pemerintah
3 Penelitian dan pengembangan 0.05
4 Penanganan darurat bencana 0.30
5 Penyadaran masyarakat 0.15
5 Bentuk partisipasi 1 Kegiatan PRB di tingkat masyarakat 0.65
masyarakat 2 Relawan desa 0.35
Sumber: INARisk.BNPB.go.id
Nilai IKM tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga kelas seperti ditunjukkan pada Tabel
berikut.
Pengambilan sampel IKM diwakili oleh Desa yang akan menjadi kajian Detail dan juga sebaran
desa yang representatif untuk dianalisis secara interpolasi, sehingga setiap desa menghasilkan
nilai IKM nya.
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
= (𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝐼𝐾𝐷)𝑥 40%)
+ (𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑒𝑠𝑖𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑘𝑎𝑡 (𝐼𝐾𝑀) 𝑥 60%)
60
3.2.4. Metode Analisis Risiko
Dalam memilih strategi yang dinilai mampu mengurangi risiko bencana, diperlukan kajian risiko
bencana sebagai landasan teknis dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana
Laporan di suatu
Pendahuluan
kawasan. Kajian risiko bencana, yang merupakan prioritas dalam Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction (SFDRR) adalah fase awal dari rencana penanggulangan bencana. Komponen dalam kajian
risiko bencana tersebut terdiri dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Indeks risiko bencana (IRB) adalah alat untuk identifikasi risiko, manajemen risiko dan exposure
risiko yang diukur pada tingkat skala yang berbeda seperti global, regional, atau lokal (Ramli dkk.,
2020). Untuk mendapatkan nilai dari IRB dilakukan pengkajian risiko bencana yang memperlihatkan
potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi
dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas pada kawasan
tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta
benda, dan kerusakan lingkungan.Selain tingkat risiko, kajian ini juga menghasilkan peta risiko untuk
setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan kebijakan dan tindakan dalam pengurangan risiko bencana.
𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛
𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 ≈ 𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 ∗
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus matematika.
Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman, kerentanan dan
kapasitas yang membangun perspektif tingkat risiko bencana suatu kawasan.
Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana sangat bergantung pada:
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen risiko
tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dimengerti.
Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
suatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana. Upaya
pengurangan risiko bencana tersebut meliputi:
61
1. Memperkecil ancaman;
Pengkajian Risiko Bencana merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan gambaran mengenai
potensi dan tingkat risiko bencana di suatu daerah atau kawasan. Metode yang digunakan dengan
menggabungkan komponen bahaya, kerentanan dan kapasitas. Metode ini merujuk pada Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB) Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana dan menggunakan referensi dari kementerian/lembaga
lainnya di tingkat nasional. Pendekatan ini menghasilkan tingkat risiko setiap potensi bencana yang
kemudian disajikan dalam bentuk spasial maupun non-spasial. Secara umum, metode pengkajian
risiko bencana dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Metode yang diperlihatkan tersebut
merupakan metode yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai
dasar pengkajian risiko bencana pada suatu daerah.
Sumber: Penyesuaian dari Perka BNPB Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian
Risiko Bencana
62
Gambar di atas menjelaskan bahwa secara umum metodologi pengkajian risiko bencana di suatu
daerah dilakukan dengan beberapa proses. Proses tersebut dimulai dari pengambilan data yang
terkait sampai kepada hasil dari kajian risiko bencana. Data terkait yang diambil di suatu
Laporan daerah akan
Pendahuluan
diolah sehingga menghasilkan indeks pengkajian risiko bencana. Dari hasil indeks ini maka
disusunlah peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas hingga menghasilkan peta risiko bencana.
Rangkuman hasil pemetaan tersebut akan disimpulkan menjadi sebuah tingkat yang menjadi
rekapitulasi dari hasil kajian risiko bencana di suatu daerah. Kajian dan peta risiko bencana tersebut
merupakan dasar bagi daerah untuk menyusun perencanaan penanggulangan bencana.
Proses dalam metodologi pengkajian risiko bencana dimulai dari pengambilan data terkait kondisi
daerah terhadap bencana untuk perolehan potensi-potensi bencana. Data yang digunakan dalam
kajian merupakan data yang legal dan berdasarkan kondisi terkini di wilayah kajian. Data tersebut
diolah sehingga menghasilkan indeks pengkajian untuk setiap bencana. Perolehan setiap indeks
merupakan dasar penentuan tingkat dan peta bahaya, kerentanan, serta kapasitas. Dari ketiga
komponen tersebut didapatkan tingkat dan peta risiko untuk masing-masing bencana berpotensi di
wilayah kajian.
3.3.1.1. Gempabumi
Tabel Berikut ini memperlihatkan potensi luasan bahaya gempabumi per kecamatan. . Potensi
bahaya gempa bumi tersebut merupakan luasan wilayah yang memiliki kondisi rentan terhadap
bencana gempa bumi berdasarkan kajian bahaya.
Berdasarkan hasil analisis terbaru, luasan wilayah terdampak bahaya gempabumi di kabupaten
Lebak, termasuk ke dalam Kelas SEDANG.
63
INDEKS BAHAYA KELAS
KECAMATAN
RENDAH SEDANG TINGGI BAHAYA
Kec. Cibadak 0 3564.99 0 Sedang
Laporan Pendahuluan
Kec. Cibeber 0 7241.4 0 Sedang
Kec. Cigemblong 0 15521.76 0 Sedang
Kec. Cihara 0 12652.83 0 Sedang
Kec. Cijaku 0 11631.78 0 Sedang
Kec. Cikulur 0 6125.31 0 Sedang
Kec. Cileles 0 15247.71 0 Sedang
Kec. Cilograng 0 9745.83 0 Sedang
Kec. Cimarga 0 18280.53 0 Sedang
Kec. Cipanas 0 6680.25 0 Sedang
Kec. Cirinten 0 11615.94 0 Sedang
Kec. Curugbitung 0 9247.5 0 Sedang
Kec. Gunungkencana 0 13995.81 0 Sedang
Kec. Kalanganyar 0 2926.17 0 Sedang
Kec. Lebak Gedong 0 9268.29 0 Sedang
Kec. Leuwidamar 0 14497.92 0 Sedang
Kec. Maja 0 8000.37 0 Sedang
Kec. Malingping 0 10349.37 0 Sedang
Kec. Muncang 0 8809.65 0 Sedang
Kec. Panggarangan 0 17977.32 0 Sedang
Kec. Rangkasbitung 0 7466.04 0 Sedang
Kec. Sajira 0 10602.27 0 Sedang
Kec. Sobang 0 11303.1 0 Sedang
Kec. Wanasalam 0 11790.45 0 Sedang
Kec. Warunggunung 0 4667.58 0 Sedang
64
Laporan Pendahuluan
3.3.1.2. Longsor
Berdasarkan hasil kajian untuk luasan wilayah terdampak Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, dari
28 Kecamatan, terdapat 5 Kecamatan yang masuk ke dalam kelas TINGGI, yaitu Kecamatan Cibeber,
Cigemlong, Cilograng, Lebak Gedong dan Sobang, dimana Kecamatan Cibeber merupakan wilayah
yang terluas dampak longsornya dengan luasan 15,215.3 Ha. Untuk Kecamatan lainnya masuk
kedalam kelas RENDAH. Lebih detailnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini
65
Tabel 16 Luasan Bahaya Longsor Kabupaten Lebak
Laporan Pendahuluan
LUAS BAHAYA (Ha) KELAS
KECAMATAN
RENDAH SEDANG TINGGI BAHAYA
Kec. Banjarsari 3656.43 553.95 31.05 Rendah
Kec. Bayah 8047.89 258.66 1940.49 Rendah
Kec. Bojongmanik 5350.77 492.03 826.2 Rendah
Kec. Cibadak 186.3 0 0 Rendah
Kec. Cibeber 20855.79 714.33 15215.31 Tinggi
Kec. Cigemblong 10517.04 179.19 1955.97 Tinggi
Kec. Cihara 6349.41 79.92 762.3 Rendah
Kec. Cijaku 5524.83 118.89 163.35 Rendah
Kec. Cikulur 1269.45 0 0 Rendah
Kec. Cileles 6522.3 15.48 88.11 Rendah
Kec. Cilograng 5665.32 201.51 2299.86 Tinggi
Kec. Cimarga 7788.78 28.44 146.16 Rendah
Kec. Cipanas 2853.9 58.86 725.58 Rendah
Kec. Cirinten 7823.25 319.41 528.48 Rendah
Kec. Curugbitung 2138.85 60.21 6.03 Rendah
Kec. Gunungkencana 7137.18 38.88 162.9 Rendah
Kec. Kalanganyar 459.99 0.36 0.45 Rendah
Kec. Lebak Gedong 4236.39 443.79 3829.32 Tinggi
Kec. Leuwidamar 7908.03 359.37 1182.24 Rendah
Kec. Maja 620.37 2.07 6.48 Rendah
Kec. Malingping 2227.41 54.36 30.42 Rendah
Kec. Muncang 4633.02 201.87 1675.62 Rendah
Kec. Panggarangan 10859.04 186.3 2696.04 Rendah
Kec. Rangkasbitung 893.52 4.32 18.99 Rendah
Kec. Sajira 3864.24 34.47 263.34 Rendah
Kec. Sobang 5179.05 199.53 4849.65 Tinggi
Kec. Wanasalam 850.95 0 0 Rendah
Kec. Warunggunung 294.3 0 0 Rendah
66
Laporan Pendahuluan
3.3.1.3. Banjir
Berdasarkan hasil kajian untuk luasan wilayah terdampak Bencana Banjir di Kabupaten Lebak, dari
278 Kecamatan masuk ke dalam kelas TINGGI, dimana Kecamatan Wanasalam merupakan wilayah
yang terluas dampak lbanjir dengan luasan 1,202.94 Ha. Lebih detailnya dapat dilihat dalam tabel
berikut ini
67
Tabel 17 Indeks Bahaya Banjir Kab/Lebak
68
Laporan Pendahuluan
69
3.3.2. Kerentanan
3.3.2.1. Gempabumi
Laporan Pendahuluan
Kajian kerentanan bencana gempabumi dilakukan berdasarkan standar pengkajian risiko bencana.
Penilaian kerentanan dikelompokkan menjadi 2 (dua) indeks yaitu indeks penduduk terpapar, dan
indeks kerugian fisik & ekonomi. Berdasarkan pengkajian indeks tersebut dapat ditentukan potensi
jumlah penduduk terpapar dan potensi kerugian bencana gempabumi.
PENDUDUK TERPAPAR
KECAMATAN KELAS
RENDAH SEDANG TINGGI
Kec. Banjarsari 0 68600 0 Sedang
Kec. Bayah 0 51807 0 Sedang
Kec. Bojongmanik 0 25492 0 Sedang
Kec. Cibadak 0 74360 0 Sedang
Kec. Cibeber 0 59364 0 Sedang
Kec. Cigemblong 0 25695 0 Sedang
Kec. Cihara 0 34152 0 Sedang
Kec. Cijaku 0 32186 0 Sedang
Kec. Cikulur 0 61942 0 Sedang
Kec. Cileles 0 53885 0 Sedang
Kec. Cilograng 0 37944 0 Sedang
Kec. Cimarga 0 74533 0 Sedang
Kec. Cipanas 0 52853 0 Sedang
Kec. Cirinten 0 32606 0 Sedang
Kec. Curugbitung 0 38007 0 Sedang
Kec. Gunungkencana 0 40265 0 Sedang
Kec. Kalanganyar 0 34263 0 Sedang
Kec. Lebak Gedong 0 26229 0 Sedang
Kec. Leuwidamar 0 54975 0 Sedang
Kec. Maja 0 64428 0 Sedang
Kec. Malingping 0 72295 0 Sedang
Kec. Muncang 0 39160 0 Sedang
Kec. Panggarangan 0 41114 0 Sedang
Kec. Rangkasbitung 0 142087 0 Sedang
Kec. Sajira 0 55987 0 Sedang
Kec. Sobang 0 32707 0 Sedang
Kec. Wanasalam 0 64057 0 Sedang
Kec. Warunggunung 0 66215 0 Sedang
70
Berdasarkan Tabel di atas, maka sebanyak 1,457,207.997 jiwa terpapar oleh bencana gempabumi
Laporan Pendahuluan
dengan tingkat kerentanan SEDANG. Jumlah penduduk yang paling banyak terpapar berada di
Kecamatan Rangkasbitung sebanyak 142,087 jiwa.
71
3.3.2.1.2. Kerugian Fisik
Potensi kerugian fisik akibat Bencana Gempabumi di Kabupaten Lebak masuk ke dalam kelas
SEDANG. Untuk nilai kerugian fisik di Kabupaten Lebak per kecamatan dapat dilihat
Laporan dalam tabel
Pendahuluan
berikut ini. Berdasarkan Tabel tersebut, apabila terjadi bencana gempa bumi, maka Kecamatan
Cibeber akan mengalami kerugian fisik paling besar, yaitu sekitar Rp. 92 Milyar (Rp. 92.290.000.000).
72
Laporan Pendahuluan
Gambar 25 Peta Indeks Kerentanan Fisik Bencana Gempa Bumi Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
73
3.3.2.1.3. Kerugian Ekonomi
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana Gempabumi di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian
dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak termasuk ke dalam kelas SEDANG.
Laporan Nilai kerugian
Pendahuluan
ekonomi per kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut, apabila
terjadi bencana gempa bumi yang mengalami kerugian ekonomi paling besar adalah Kecamatan
Wanasalam dengan jumlah Rp. 2 Milyar (Rp. 2.493.000.000), diikuti oleh Kecamatan Banjarsari (Rp.
1.818.000.000) dan Kecamatan Rangkasbitung (Rp. 1.208.000.000).
74
Laporan Pendahuluan
Gambar 26 Peta Indeks Kerentanan Ekonomi Bencana Gempa Bumi Kabupaten Lebak (Analisis 2022)
75
3.3.2.1.4. Kelas Kerentanan Bencana Gempabumi
Dari hasil kajian kerentanan untuk Gempabumi di Kabupaten Lebak memiliki Kelas RENDAH.
Laporan Pendahuluan
Tabel 21 Rekapitulasi Kerentanan Bencana Gempabumi Kab.Lebak
INDEKS
KECAMATAN
KERENTANAN
76
Laporan Pendahuluan
Gambar 27 Peta Indeks Kerentana Bencana Gempabumi Kabupaten Lebak (Analisis 2022)
77
3.3.2.2. Longsor
Kajian kerentanan bencana Longsor dilakukan berdasarkan standar pengkajian risiko bencana.
Penilaian kerentanan dikelompokkan menjadi indeks penduduk terpapar, Laporan
dan indeks kerugian fisik,
Pendahuluan
kerugian ekonomi, dan Indeks kerentanan lingkungan. Berdasarkan pengkajian indeks tersebut
dapat ditentukan potensi jumlah penduduk terpapar dan potensi kerugian bencana Longsor.
Kerentanan Sosial
KECAMATAN KELAS
RENDAH SEDANG TINGGI TOTAL
Kec. Banjarsari 36 11 0 46 Rendah
Kec. Bayah 95 3 4 103 Rendah
Kec. Bojongmanik 77 6 10 93 Rendah
Kec. Cibadak 3 0 0 3 Rendah
Kec. Cibeber 157 4 20 181 Rendah
Kec. Cigemblong 57 1 2 60 Rendah
Kec. Cihara 36 0 0 37 Rendah
Kec. Cijaku 36 2 0 38 Rendah
Kec. Cikulur 20 0 0 20 Rendah
Kec. Cileles 28 0 0 28 Rendah
Kec. Cilograng 204 20 31 254 Rendah
Kec. Cimarga 68 1 2 71 Rendah
Kec. Cipanas 32 1 2 35 Rendah
Kec. Cirinten 73 5 1 79 Rendah
Kec. Curugbitung 24 1 0 25 Rendah
Kec. Gunungkencana 41 0 0 41 Rendah
Kec. Kalanganyar 9 0 0 9 Rendah
Kec. Lebak Gedong 59 13 22 95 Rendah
Kec. Leuwidamar 110 7 10 127 Rendah
Kec. Maja 5 0 0 5 Rendah
Kec. Malingping 32 0 0 32 Rendah
Kec. Muncang 83 4 3 90 Rendah
Kec. Panggarangan 131 4 4 140 Rendah
Kec. Rangkasbitung 12 0 0 12 Rendah
Kec. Sajira 55 3 2 60 Rendah
Kec. Sobang 101 18 28 147 Rendah
Kec. Wanasalam 8 0 0 8 Rendah
78
KECAMATAN Kerentanan Sosial KELAS
Kec. Warunggunung 7 0 0 7 Rendah
Laporan Pendahuluan
Gambar 28 Peta Indeks Kerentanan Sosial Bencana Longsor Kabupaten Lebak, (Analisis 2022)
79
3.3.2.2.2. Kerugian Fisik
Potensi kerugian fisik akibat Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Lebak sebagian besar masuk ke
kelas RENDAH, kecuali untuk beberapa Kecamatan masuk kelas TINGGI, seperti
LaporanKecamatan Cibeber
Pendahuluan
(Rp. 26.766.000.000), Kecamatan Lebakgedang (Rp. 17.916.000.000), dan Kecamatan Sobang (Rp.
100.859.000.000). Untuk nilai kerugian fisik per kecamatan dapat dilihat pada tabel Berikut.
80
Laporan Pendahuluan
Gambar 29 Peta Indeks Kerentanan Fisik Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
81
3.3.2.2.3. Kerugian Ekonomi
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil
kajian dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak, secara umum Laporan
termasukPendahuluan
ke dalam kelas
RENDAH. Namun terdapat beberapa kecamatan dengan kelas kerugian ekonomi sedang dan tinggi.
Nilai kerugian ekonomi per kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Berdasarkan tabel tersebut, apabila terjadi bencana tanah longsor, maka yang mengalami kerugian
ekonomi paling besar adalah Kecamatan Cibeber dengan jumlah Rp. 369.000.000. Selain Kecamatan
Cibeber, kecamatan yang memiliki kelas kerugian tinggi adalah Kecamatan Bayah (Rp. 184.000.000),
Kecamatan Cigemblong (Rp. 208.000.000), Kecamatan Cihara (Rp. 146.000.000), Kecamatan
Cilograng (Rp. 151.000.000), Kecamatan Leuwidamar (Rp. 139.000.000), Kecamatan Panggarangan
(Rp. 168.000.000), dan Kecamatan Sobang (Rp. 179.000.000).
82
Kerugian Ekonomi (000,000)
KECAMATAN KELAS
RENDAH SEDANG TINGGI TOTAL
Kec. Sobang 0 5 174 179 Tinggi
Laporan Pendahuluan
Kec. Wanasalam 0 0 0 0 Rendah
Kec. Warunggunung 0 0 0 0 Rendah
Gambar 30 Peta Indeks Kerentanan Ekonomi Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
83
3.3.2.2.4. Kerentanan Lingkungan
Potensi kerentanan lingkungan akibat Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, secara umum masuk ke
dalam Kelas kerentanan RENDAH. Nilai kerentanan lingkungan per kecamatan dapat
Laporan dilihat dalam
Pendahuluan
Tabel Berikut. Berdasarkan Tabel tersebut, kecamatan yang memiliki kerentanan lingkungan
tertinggi adalah Kecamatan Cibeber dengan luas lingkungan yang terpapar seluas 106.050 Ha.
Kecamatan lain yang memiliki kerentanan lingkungan tinggi adalah Kecamatan Cigemblong (2.173
Ha), Kecamatan Cilograng (4.123 Ha), Kecamatan Lebak Gedong (36.116 Ha), Kecamatan Cilograng
(4.123 Ha), Kecamatan Panggarangan (6.951 Ha), dan Kecamatan Sobang (18.233 Ha).
84
Laporan Pendahuluan
Gambar 31 Peta Indeks Kerentanan Lingkungan Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
85
3.3.2.2.5. Kelas Kerentanan Bencana Longsor
Dari hasil kajian, kerentanan untuk Bencana Longsor di Kabupaten Lebak memiliki Kelas RENDAH.
Nilai kelas kerentanan Bencanan Longsor tiap kecamatan dapat dilihat padaLaporan
Tabel berikut.
Pendahuluan
KELAS
KECAMATAN
KERENTANAN
86
Laporan Pendahuluan
Gambar 32 Peta Indeks Kerentanan Bencana Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
87
3.3.2.3. Banjir
Kajian kerentanan bencana Banjir dilakukan berdasarkan standar pengkajian risiko bencana.
Penilaian kerentanan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) indeks yaitu indeksLaporan
penduduk terpapar, dan
Pendahuluan
indeks kerentanan fisik, indeks kerentanan ekonomi, dan Indeks kerentanan lingkungan.
Berdasarkan pengkajian indeks tersebut dapat ditentukan potensi jumlah penduduk terpapar dan
potensi kerugian fisik dan ekonomi bencana Banjir.
88
PENDUDUK TERPAPAR (JIWA)
KECAMATAN
RENDAH SEDANG TINGGI TOTAL KELAS
Kec. Sobang 0 1091 3509 4601 Tinggi
Laporan Pendahuluan
Kec. Wanasalam 0 912 1075 1987 Sedang
Kec. Warunggunung 0 0 0 0 Rendah
Berdasarkan Tabel di atas, maka sebanyak 110,656 jiwa terpapar oleh bencana gempabumi
dan 84,170 jiwa memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi. Jumlah penduduk yang
paling banyak terpapar berada di Kecamatan Cimarga sebanyak 20,222 jiwa.
Gambar 33 Peta Indeks Kerentanan Sosial Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
89
3.3.2.3.2. Kerugian Fisik
Potensi kerugian fisik akibat Bencana Banjir di Kabupaten Lebak masuk ke dalam Kelas kerentanan
RENDAH, SEDANG, DAN TINGGI. Dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Kecamatan
Laporan yang akan
Pendahuluan
memiliki kerugian Fisik yang tinggi adalah Kecamatan Cimarga, Kecamatan Kalanganyar, Kecamatan
Leuwidamar, dan Kecamatan Sajira. Kecamatan yang memiliki kerugian fisik paling tinggi adalah
Kecamatan Cimarga, yaitu sebesar Rp. 227,871,000,000.
90
Laporan Pendahuluan
Gambar 34 Peta Indeks Kerentanan Fisik Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
91
3.3.2.3.3. Kerugian Ekonomi
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana Banjir di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian
dengan menggunakan data PDRB, secara umum, Kabupaten Lebak memiliki
LaporanKelas kerentanan
Pendahuluan
RENDAH. Nilai kerugian ekonomi tiap kecamatan dalam dilihat pada tabel berikut. Berdasarkan tabel
tersebut Kecamatan Banjarsari akan memiliki nilai kerugian ekonomi terbesar apabila terjadi banjir,
yaitu sebesar Rp. 2.002.000.000.
92
Laporan Pendahuluan
Gambar 35 Peta Indeks Kerentanan Ekonomi Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
93
3.3.2.3.4. Kerentanan Lingkungan
Laporan Pendahuluan
Potensi kerugian lingkungan akibat Bencana Banjir di Kabupaten Lebak, secara umum masuk ke
dalam Kelas kerentanan RENDAH. Luas lingkungan yang terpapar oleh bencana banjir tiap
kecamatan dapat dilihat pada tabel Berikut. Apabila terjadi banjir, maka Kecamatan Cimarga akan
terdampak terhadap lingkungan yang paling banyak, yaitu sekitar 61 Ha.
KERUGIANLINGKUNGAN (Ha)
KECAMATAN KELAS
RENDAH SEDANG TINGGI TOTAL
Kec. Banjarsari 0 0 0 0 Rendah
Kec. Bayah 0 0 1 1 Rendah
Kec. Bojongmanik 0 0 1 1 Rendah
Kec. Cibadak 0 0 0 0 Rendah
Kec. Cibeber 0 0 42 43 Rendah
Kec. Cigemblong 0 0 16 16 Rendah
Kec. Cihara 0 0 0 0 Rendah
Kec. Cijaku 0 0 1 1 Rendah
Kec. Cikulur 0 0 0 0 Rendah
Kec. Cileles 0 0 0 0 Rendah
Kec. Cilograng 0 0 14 14 Rendah
Kec. Cimarga 0 0 60 61 Rendah
Kec. Cipanas 0 0 0 0 Rendah
Kec. Cirinten 0 0 2 2 Rendah
Kec. Curugbitung 0 0 0 0 Rendah
Kec. Gunungkencana 0 0 8 8 Rendah
Kec. Kalanganyar 0 0 0 0 Rendah
Kec. Lebak Gedong 0 0 3 3 Rendah
Kec. Leuwidamar 0 0 0 0 Rendah
Kec. Maja 0 0 0 0 Rendah
Kec. Malingping 0 0 0 0 Rendah
Kec. Muncang 0 0 1 1 Rendah
Kec. Panggarangan 0 0 27 27 Rendah
Kec. Rangkasbitung 0 0 0 0 Rendah
Kec. Sajira 0 0 4 4 Rendah
Kec. Sobang 0 0 18 18 Rendah
Kec. Wanasalam 0 0 0 0 Rendah
Kec. Warunggunung 0 0 0 0 Rendah
94
Laporan Pendahuluan
Gambar 36 Peta Indeks Kerentanan Lingkungan Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
95
Laporan Pendahuluan
3.3.2.3.5. Kelas Kerentanan Bencana Banjir
Dari hasil kajian, kerentanan untuk Bencana Banjir di Kabupaten Lebak memiliki Kelas RENDAH.
KELAS
KECAMATAN
KERENTANAN
96
Laporan Pendahuluan
Gambar 37 Peta Indeks Kerentanan Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
97
3.3.3. Kapasitas
3.3.3.1. Indeks Ketahanan Daerah (IKD)
Laporan
Pengkajian kapasitas (Ketahanan Daerah) dilakukan dengan mengidentifikasikan Pendahuluan
status kemampuan
lembaga pemerintah dalam menangani ancaman dengan sumber daya yang tersedia untuk
melakukan tindakan pencegahan, mitigasi, dan mempersiapkan penanganan darurat, serta
menangani kerentanan yang ada dengan kapasitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten
Lebak.
Pada dokumen ini, penilaian kapasitas dilakukan dengan melakukan survey kepada OPD terkait
ketahanan daerah yang terdapat di Kabupaten Lebak. Pertanyaan - pertanyaan yang diberikan yaitu
sebanyak 284 butir pertanyaan dengan 7 prioritas program penanggulangan risiko bencana dan
memiliki 71 indikator berdasarkan kepada Perka No. 03 Tahun 2012 BNPB tentang Panduan
Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana. Penilaian terhadap parameter dan
indikator akan menghasilkan nilai indeks untuk setiap jenis bahaya yang berpotensi. Nilai indeks per
bencana tersebut akan dikelompokkan ke dalam kelas kapasitas daerah dengan ketentuan sebagai
berikut:
INDEKS TINGKAT
INDEKS
NO. PRIORITAS KAPASITAS KAPASITAS
PRIORITAS
DAERAH DAERAH
1 Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan 0.20
2 Pengkajian Risiko dan Perencanaan Terpadu 0.20
3 Pengembangan Sistem Informasi, Diklat dan Logistik 0.20
4 Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana 0.20 0.12 RENDAH
5 Peningkatan Efektivitas Pencegahan dan Mitigasi Bencana -
6 Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana 0.10
7 Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana 0.20
98
Laporan Pendahuluan
Pemerintah daerah Kabupaten Lebak memiliki indeks ketahanan daerah yang sangat RENDAH
dengan nilai 0,12. Pada analisis indeks ketahanan daerah ini perlu ada peningkatan pada 7 program
prioritas penanggulangan risiko bencana terutama pada program prioritas Pengkajian Risiko dan
Perencanaan Terpadu serta pada Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana.
Indeks
KECAMATAN KELAS
Kesiapsiagan
Kec. Banjarsari 0,08 Rendah
Kec. Bayah 0,37 Sedang
*Kec. Bojongmanik Rendah
Kec. Cibadak Rendah
Kec. Cibeber 0,29 Rendah
*Kec. Cigemblong
Kec. Cihara 0,06 Rendah
Kec. Cijaku 0,18 Rendah
99
Indeks
KECAMATAN KELAS
Kesiapsiagan
*Kec. Cikulur
Laporan Pendahuluan
*Kec. Cileles
*Kec. Cilograng
Kec. Cimarga 0,10 Rendah
*Kec. Cipanas
Kec. Cirinten 0,29 Rendah
Kec. Curugbitung Rendah
*Kec. Gunungkencana
Kec. Kalanganyar Rendah
*Kec. Lebak Gedong
Kec. Leuwidamar 0,30 Rendah
Kec. Maja
Kec. Malingping 0,30 Rendah
Kec. Muncang 0,37 Sedang
Kec. Panggarangan 0,23 Rendah
*Kec. Rangkasbitung
Kec. Sajira 0,36 Sedang
Kec. Sobang 0,46 Sedang
*Kec. Wanasalam
*Kec. Warunggunung
*Data tidak keluar dalam tools analisis database BNPB
Berdasarkan hasil survei Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat (IKM), Kabupaten Lebak memiliki
Level Kesiapsiagaan RENDAH , dengan nilai 0,24 dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kabupaten Lebak Memiliki indeks paling tinggi terhadap bencana
banjir dengan nilai 0,20.
100
Indeks Kesiapsiagaan Spesifik Bencana
Laporan Pendahuluan
1,00
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
Indeks
0,30
0,20
0,10
0,00
101
Laporan Pendahuluan
102
Laporan Pendahuluan
Gambar 42. Indeks Kapasitas Gempa Bumi di Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
103
3.3.3.3.2. Kapasitas Tanah Longsor
Kabupaten Lebak memiliki indeks kapasitas tanah longsor rendah ke sedang. Adapun Kecamatan
yang memiliki kapasitas tinggi adalah Kecamatan Bayah, Kecamatan Cirinten, Kecamatan
Laporan Cilograng,
Pendahuluan
Kecamatan Cimarga, dan Kecamatan Muncang. Gambar Berikut menunukkan indeks kapasitas tanah
longsor di Kabupaten Lebak.
104
Laporan Pendahuluan
Gambar 43. Peta Indeks Kapasitas Tanah Longsor Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
105
3.3.3.3.3. Kapasitas Banjir
Kabupaten Lebak memiliki indeks kapasitas banjir rendah ke sedang. Adapun Kecamatan yang
memiliki kapasitas tinggi adalah Kecamatan Bayah, Kecamatan Cirinten,
Laporan dan Kecamatan
Pendahuluan
Rangkasbitung. Gambar Berikut menunukkan indeks kapasitas banjir di Kabupaten Lebak.
106
Laporan Pendahuluan
Gambar 44. Peta Indeks Kapasitas Banjir Kabupaten Lebak (Analisis, 2022)
107
3.3.4. Risiko Bencana
Kajian risiko bencana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Dalam undang-undang tersebut, risiko bencana didefinisikan
Laporan sebagai
Pendahuluan
potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Proses penyusunan peta risiko bencana dibuat untuk setiap jenis ancaman bencana yang ada pada
suatu kawasan. Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai indeks
akan berbeda untuk setiap jenis bahaya.
Peta Risiko Bencana disusun dengan melakukan overlay Peta Bahaya, Peta Kerentanan dan
Peta Kapasitas. Peta Risiko Bencana disusun untuk tiap-tiap bencana yang mengancam suatu daerah.
Peta kerentanan baru dapat disusun setelah Peta bahaya selesai. Peta Risiko telah dipersiapkan
berdasarkan grid indeks atas peta bahaya, peta Kerentanan dan peta Kapasitas.
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional minimal
hingga kabupaten/kota, kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal hingga
kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota minimal hingga tingkat
kelurahan/desa/kam-pung/nagari).
2. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000
untuk kabupaten/kota di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala
1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
3. Dapat digunakan untuk menghitung jumlah penduduk terpapar bencana (dalam jiwa).
4. Dapat digunakan untuk menghitung kerugian harta benda, (dalam rupiah) dan kerusakan
lingkungan.
5. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
6. Menggunakan GIS dalam pemetaan risiko bencana.
Tingkat risiko untuk setiap jenis bencana yang terdapat di Kabupaten Lebak dipaparkan dalam bentuk
peta risiko untuk setiap bencana. Berikut peta risiko bencana yang ada di Kabupaten Lebak adalah
sebagai Berikut.
108
3.3.4.1. Risiko Gempa Bumi
Secara umum, tingkat risiko gempa bumi di Kabupaten Lebak adalah sedang ke rendah. Gambar
Berikut menunjukkan indeks risiko gempa bumi. Sebanyak 12% Desa berada di tingkat
Laporan risiko sedang,
Pendahuluan
sedangkan sisanya (88%) desa berada di tingkat risiko rendah untuk ancaman bencana gempa bumi.
Gambar 45 Peta Indeks Risiko Bencana Gempabumi Kab. Lebak, (Analisa 2022)
109
3.3.4.2. Risiko Tanah Longsor
Secara umum, tingkat risiko tanah longsor di Kabupaten Lebak secara umum adalah rendah. Gambar
Berikut menunjukkan indeks risiko tanah longsor. Sebanyak 1% Desa berada di tingkat
Laporan risiko sedang,
Pendahuluan
sedangkan sisanya (99%) desa berada di tingkat risiko rendah untuk ancaman bencana tanah
longsor.
110
Laporan Pendahuluan
Gambar 46 Peta Indeks Risiko Bencana Tanah Longsor Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
111
3.3.4.3. Risiko Banjir
Secara umum, tingkat risiko banjir di Kabupaten Lebak secara umum adalah rendah. Gambar Berikut
menunjukkan indeks risiko banjir. Sebanyak 0,29% desa berada di tingkat Laporan
risiko banjir tinggi, 3,77%
Pendahuluan
desa berada di tingkat risiko banjir sedang, sedangkan sisanya (96,23%) desa berada di tingkat risiko
rendah untuk ancaman bencana banjir.
112
Laporan Pendahuluan
Gambar 47 Peta Indeks Risiko Bencana Banjir Kabupaten Lebak (Analisa, 2022)
113
4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Gempabumi
Hasil kajian analisis risiko bencana di Kabupaten Lebak, sebagaimana substansi analisis meliputi
Kajian Risiko Bencana Gempabumi, Banjir, dan Longsor, dengan kedetailan tingkat desa/kelurahan
yang dipengaruhi secara sosial ekonomi budaya dan ekosistem, dalam luasan Kabupaten Lebak
seluas 3.305,07 km² dengan jumlah Desa 345, dan 28 Kecamatan. Untuk kesimpulan analisis
digunakan unit kecamatan dengan kajian masing-masing ancaman bencana.
Ancaman Bencana Gempabumi di Kabupaten Lebak, menurut hasil analisis dengan menggunakan
metode yang diambil dari Perka BNPB No.02 tahun 2012, memiliki tingkat risiko bencana SEDANG,
dengan Kecamatan Cimarga memiliki luasan wilayah yang terpapar paling tinggi, yaitu seluas
18280,53 Ha, dan Kecamatan Cibadak dengan luasan paling sedikit, yaitu seluas 3564,99 Ha.
Kabupaten Lebak dengan adanya ancaman gempabumi memiliki Kerentanan berdasarkan potensi
penduduk terpapar oleh Bencana Gempabumi, termasuk ke dalam kelas SEDANG, dengan total
penduduk yang terpapar paling tinggi di Kecamatan Rangkasbitung sebanyak 142.087 ribu jiwa.
Sedangkan Kecamatan Bojongmanik memiliki total penduduk yang berpotensi terpapar paling
sedikit, yaitu 25.492 Jiwa.
Potensi kerugian fisik (rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis) akibat Bencana Gempabumi di
Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak
masuk ke dalam kelas SEDANG, dimana Kecamatan Cibeber memiliki kerentanan fisik paling tinggi,
yaitu sebesar Rp. 92.290.000.000,-.
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana Gempabumi di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian
dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak masuk ke dalam kelas SEDANG, dimana
Kecamatan Wanasalam memiliki kerentanan ekonomi paling tinggi, yaitu sebesar Rp.
2.493.000.000,- dan Kecamatan Lebak Gedong memiliki kerentanan ekonomi paling randah, sebesar
Rp. 78.000.000,-.
4.1.2. Banjir
Ancaman Bencana Banjir di Kabupaten Lebak saat ini, sebanyak 27 kecamatan memiliki potensi
luasan bahaya yang TINGGI, dimana Kecamatan Wanasalam memiliki luasan paling
Laporan banyak seluas
Pendahuluan
1202.94 Ha, dan Kecamatan Warunggunung memiliki luasan bahaya banjir paling rendah, yaitu
sebesar 3,42 Ha.
Kerentanan Kabupaten Lebak berdasarkan potensi penduduk terpapar oleh Bencana Banjir, 15
kecamatan memiliki kelas TINGGI, 7 Kecamatan masuk ke dalam kelas SEDANG, sedangkan
kecamatan lainnya memiliki kelas keterpaparan penduduknya Rendah. Total penduduk yang
terpapar paling tinggi di Kecamatan Cimarga sebanyak 20.222 ribu jiwa.
Potensi kerugian fisik akibat Bencana Banjir di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian dengan
menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak memiliki 4 kecamatan dengan tingkat kerentanan yang
TINGGI, yaitu Kecamatan Cimarga, Kalanganyar, Leuwidamar dan Sajira,, dimana Kecamatan Cimarga
memiliki kerentanan fisik paling tinggi, yaitu sebesar Rp. 227.871.000.000,-.
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana banjir di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian
dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak masuk ke dalam kelas RENDAH, dimana
Kecamatan Banjarsari memiliki kerentanan ekonomi paling tinggi, yaitu sebesar Rp. 2.002.000.000,-.
Potensi kerugian lingkungan akibat Bencana Banjir di Kabupaten Lebak, memiliki Kelas kerentanan
RENDAH, Kecamatan Ciimarga memiliki potensi kerugian paling tinggi, yaitu seluas 61 Ha.
4.1.3. Longsor
Berdasarkan hasil kajian untuk luasan wilayah terdampak Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, dari
28 Kecamatan, terdapat 5 Kecamatan yang masuk ke dalam kelas TINGGI, yaitu Kecamatan Cibeber,
Cigemblong, Cilograng, Lebak Gedong dan Sobang, dimana Kecamatan Cibeber merupakan wilayah
yang terluas dampak longsornya dengan luasan 15,215.3 Ha.
Kerentanan Kabupaten Lebak berdasarkan potensi penduduk terpapar oleh Bencana Longsor
memiliki kelas RENDAH. Total penduduk yang terpapar paling tinggi di Kecamatan Cilograng
sebanyak 254 ribu jiwa.
Potensi kerugian fisik akibat Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian dengan
menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak memiliki 3 kecamatan dengan tingkat kerentanan yang
TINGGI, yaitu Kecamatan Cibeber, Lebak Gedong, dan Sobang, dimana dimana Kecamatan Sobang
memiliki kerugian fisik palinh tinggi yaitu Rp. 100.859,000,000,-.
22
Potensi kerugian ekonomi akibat Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, berdasarkan hasil kajian
dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Lebak masuk ke dalam kelas RENDAH, dimana
Kecamatan Cibeber memiliki kerugian Ekonomi paling tinggi yaitu Rp. 369,000,000,-.
Laporan Pendahuluan
Potensi kerugian lingkungan akibat Bencana Longsor di Kabupaten Lebak, memiliki Kelas kerentanan
RENDAH, Kecamatan Cibeber memiliki potensi kerugian paling tinggi, yaitu seluas 106.050 Ha.
Berdasarkan hasil survei Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat (IKM), Kabupaten Lebak memiliki Level
Kesiapsiagaan RENDAH , dengan nilai 0,24. Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kabupaten Lebak
Memiliki indeks paling tinggi terhadap bencana banjir dengan nilai 0,20.
Untuk lebih memudahkan dalam melakukan mengidentifikasi akar masalah dilihat dari beberapa
penyebab dari masalah secara lebih detail. Pemecahan akar masalah ini melalui arah kebijakan atau
kebijakan umum.
23
Tabel 35. Akar Masalah Bencana di Kabupaten Lebak
24
VARIABEL AKAR MASALAH
Minimnya peraturan daerah terkait tindakan pelanggaran
Laporan
ruang, pelanggaran lingkungan, dan Pendahuluan
pelanggaran lainnya yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan di sempadan
sungai.
Belum terdata dengan baik peta lokasi kejadian rawan bencana
banjir berdasarkan data historis yang berbasis system informasi
geografis
Masih rendahnya penerapan teknologi baru dalam kegiatan
mitigasi bencana
5. Transformasi Perilaku Perilaku masyarakat yang tetap bertahan dan tidak melakukan
adaptasi ruang baru agar bisa terhindari dari daerah rawan
banjir
Rendahnya kesadaran masyarakat untuk memilah dan
membuang sampah dengan skema 3R
Masih tingginya perilaku masyarakat membuang sampah
sembarangan, terutama di daerah sungai.
6. Peningkatan SDM Minimnya sosialisasi peningkatan kapasitas SDM di daerah-
daerah yang rawan bencana banjir
Terbatasnya SDM dalam melakukan pembinaan dan
peningkatan kapasitas masyarakat dibidang mitigasi bencana
banjir
Minimnya pemahaman masyarakat secara ilmiah (scientific
knowledge)
TANAH LONGSOR
1. Bentang Alam Kontur wilayahnya yang berbukit-bukit dengan beda ketinggian
dataran memiliki rentang yang cukup lebar
Sebagian topografi wilayah kabupaten merupakan daerah
tinggi/berbukit
Tingginya curah hujan merupakan salah satu penyebab longsor
2. Infrastruktur Kurangnya penerapan infrastruktur mitigasi alami pada daerah
yang memiliki kelerengan yang curam
Kurangnya penyediaan infrastruktur mitigasi hadapi dan
infrastruktur hindari pada daerah rawan longsor
25
VARIABEL AKAR MASALAH
Sulitnya pemerataan infrastruktur mitigasi bencana gerakan
tanah Laporan Pendahuluan
Kurang terjaganya drainese di lereng-lereng yang memiliki
tingkat risiko longsor
3. Adaptasi Ruang Masih banyaknya bangunan yang dibangun di daerah yang
rawan gerakan tanah/longsor
Terjadinya penggundulan hutan (alih fungsi lahan)
Keberadaan lahan pertanian di lereng gunung
Belum adanya aturan dan sanksi yang tegas untuk setiap
pelanggaran pelanggaran bangunan di daerah yang memiliki
risiko longsor
4. Gagasan Baru Minimnya upaya atau sistem adaptasi baru terhadap mitigasi
bencana gerakan tanah / longsor
Belum tersedianya dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
(RPB) dan/atau dokumen kontijensi
Kurangnya penerapan teknologi (Warning system atau
teknologi peringatan bencana longsor) dengan menciptkan alat-
alat pendeteksi pergerakan tanah yang berisiko akan longsor di
daerah-dareh longsor
Belum terdata dengan baik peta lokasi rawan bencana gerakan
bencana berdasarkan data historis yang berbasis system
informasi geografis
5. Transformasi Periilaku Penebangan pohon liar di daerah tebing,
Adanya pembangunan pemukiman di daerah dibawah lereng
yang rawan terjadi tanah longsor
Pengendalian terhadap pencemaran air yang kurang
6. Peningkatan SDM Minimnya sosialisasi peningkatan kapasitas SDM di daerah-
daerah yang rawan bencana gerakan tanah/longsor
Terbatasnya SDM dalam melakukan pembinaan dan
peningkatan kapasitas masyarakat dibidang mitigasi bencana
gerakan tanah/longsor
GEMPA BUMI
1. Bentang Alam Terpapar oleh ancaman bencana gempa dari lempeng
26
VARIABEL AKAR MASALAH
megathrust
2. Infrastruktur Laporan
Kurangnya peduli terhadap penyediaan Pendahuluan
infrastruktur mitigasi
hindari pada bangunan bertingkat
3. Adaptasi Ruang Kondisi bangunan yang rentan terhadap ancaman bencana
gempa bumi
Kondisi permukiman padat menyulitkan untuk jalur dan tempat
evakuasi
4. Gagasan Baru Belum tersedianya dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
(RPB) dan/atau dokumen kontijensi
Minimnya upaya atau sistem adaptasi baru (bangunan tahan
gempa) yang dilakukan oleh masyarakat ekonomi rendah dalam
upaya mitigasi hindari bencana gempa bumi
5. Transformasi Perilaku Kondisi permukiman yang cenderung rapat, struktur pembesian
yang buruk mengakibatkan bangunan rentan terhadap bencana
gempa bumi
6. Peningkatan SDM Minimnya sosialisasi peningkatan penanggulangan risiko
bencana Gempa melalui simulasi penyelamatan diri
Kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana gempa
bumi yang masih kurang
Sumber: Analisis, 2022
4.2. Rekomendasi
Hasil analisis kajian risiko bencana di Kabupaten Lebak dapat memberikan beberapa alternatif dalam
upaya penanggulangan bencana, terutama pengurangan nilai indeks risiko bencana pada bencana
prioritas yaitu Bencana Gempabumi, Banjir, dan Longsor.
Analisis kajian risiko bencana menghasilkan rekomendasi tindakan dalam penanggulangan bencana
yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah. Rekomendasi tindakan tersebut diperoleh dari kajian
kapasitas daerah berdasarkan kesiapsiagaan tingkat desa dan ketahanan daerah. Kajian
kesiapsiagaan menghasilkan rekomendasi untuk masyarakat, dan ketahanan daerah untuk
pemerintah daerah.
27
1. Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan :
• Peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah daerah harus disosialisasikan secara luas
kepada masyarakat dan seluruh perangkat daerah agar menjadi landasan
Laporan hukum bagi
Pendahuluan
kegiatan pengurangan risiko bencana di Kabupaten Lebak.
• Dalam Penyusunan Rencana Pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana,
perlu disusun Dokumen rencana Penanggulangan Bencana (RPB) berdasarkan isu
strategis penanggulangan bencana berdasarkan bencana prioritas.
• Penguatan lembaga pemerintahan melalui peningkatan kapasitas sumber daya, dan
yang paling utama adalah koordinasi dan komunikasi di antara OPD.
2. Kajian Risiko dan Perencanaan Terpadu
• Dokumen Kajian Risiko Bencana ini perlu dirancang sebagai peraturan bupati, sehingga
dapat menjadi landasan hukum daan dapat diimplementasikan dalam upaya
penanggulangan bencana di Kabupaten Lebak.
• Dokuem kajian risiko bencana menjadi acuan terhadap dokumen lainnya, seperti
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) yang diturunkan menjadi Rencana
Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB), Rencana Kontijensi dan Rencana Operasi
di daerah.
3. Pengembangan Sistem Informasi dan Sistem Logistik
• Sistem informasi kebencanaan memerlukan mekanisme yang terpadu berbasis spasial
(Sistem Informasi Geografis)
• Pemanfaatan teknologi dalam platform media digital perlu dikembangkan, dan didukung
oleh sumber daya yang terbarukan.
• Penyediaan papan informasi dan jalur evakuasi serta lokasi pengungsian terpadu.
• Penyediaan gudang logistik dengan mekanisme distribusi yang mumpuni, dengan
penguatan strategi dan mekanisme penyediaan dan sistem distribusi logistik ketika
keadaan darurat.
4. Penanganan Tematik Kawasan Rawan Bencana
• Penerapan zona risiko bencana dalam Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Lebak.
• Pemberlakuan sistem perijinan sesuai dengan zona risiko bencana sesuai arahan
Rencana Pola ruang.
• Penerapan Kode SNI untuk pembangunan rumah dan gedung
5. Peningkatan Upaya Pencegahan dan Mitigasi Bencana
• Pelaksanaan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB)
28
• Pelaksanaan Keluarga Tangguh Bencana dan Desa Tangguh Bencana melalui sosialisasi
dan pelaksanaan secara mandiri.
• Laporan
Pengembangan sistem peringatan dini yang terintegrasi antar Pendahuluan
wilayah, dan mitigasi
struktural dalam upaya penanggulangan bencana banjir dan longsor.
• River Improvement (perbaikan/Peningkatan fungsi dan kondisi sungai)
• Pembangunan kolam retensi dan Checkdam
• Sosialisasi rumah aman gempa kepada masyarakat secara luas.
• Perencanaan dan pembangunan bangunan dan gedung pemerintahan serta sektor kritis
yang aman terhadap bencana
6. Perkuatan Kesiapsiagaan dan Penanganan Darurat Bencana
• Penguatan kesiapsiagaan masyarakat dalam upaya menghadapi bencana gempabumi,
banjir dan longsor melalui simulasi yang berkelanjutan.
• Melakukan simulasi rencana kontijensi dan rencana operasi penanganan bencana.
• Sosialisasi dan edukasi mengenai sistem peringatan dini untuk mendorong keberlanjutan
sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana kepada masyarakat secara luas.
• Penguatan kapasitas sumber daya dalam penanganan darurat bencana.
7. Pengembangan Sistem pemulihan Pasca Bencana
• Perencanaan pemulihan pasca bencana terhadap pelayanan dasar pemerintah terhadap
masyarakat, terkait kerugian, kerusakan dan kebutuhan dasar di daerah kejadian
bencana.
• Rancangan mengenai proses rehabilitasi dan rekonstruksi dengan konsep Build bcak
better dan masa transisi bagi para penyintas.
29