Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN TUGAS BESAR IRIGASI

“ PERENCANAAN SALURAN IRIGASI ”

Disusun Oleh :
Deby Rohmatul Laili
1941320041
3MRK4

Dosen Mata Kuliah Irigasi


Winda Harsanti, S.T., M.T.
NIP. 198507222014042001

PROGRAM STUDI D-IV


MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunia – Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terimakasih penyusun haturkan kepada :
1. Dosen pengajar Mata Kuliah Irigasi Ibu Winda Harsanti, S.T., M.T. sehingga
penyusun dapat lebih memperdalam dan memahami perencanaan jaringan dan
saluran irigasi
2. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
Laporan ini masih perlu banyak penyempurnaan, sehingga koreksi, kritik, dan saran yang
berguna sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laporan berikutnya.
Semoga laporan ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, mendatangkan berkat, dan
manfaat bagi semua pihak, memberikan inspirasi, dan kegembiraan bagi kita semua.
Terima kasih.

Gresik, 10 Desember 2021


Penyusun,

Deby Rohmatul Laili

i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai bukti telah menyelesaikan tugas besar mata kuliah Irigasi
Program Studi D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi Jurusan Teknik Sipil, Politeknik
Negeri Malang, Tahun Ajaran 2021/2022. Yang bersangkutan :

Nama : Deby Rohmatul Laili


Kelas : 3MRK4
NIM : 1941320041
Prodi : D-IV Manajemen Rekayasa Konstruksi
Jurusan : Teknik Sipil

Gresik, 10 Desember 2021

Menyetujui,
Dosen Mata Kuliah Irigasi

Winda Harsanti, S.T., M.T.


NIP. 198507222014042001

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................................... 1
1.4 Batasan Masalah ......................................................................................................... 2
1.5 Manfaat ....................................................................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI .......................................................................................................... 3
2.1 Jaringan dan Skema Irigasi ......................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Irigasi ................................................................................................. 3
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Irigasi ..................................................................................... 3
2.1.3 Klasifikasi Jaringan Irigasi .................................................................................. 3
2.1.4 Peta Ikhtisar ......................................................................................................... 5
2.1.5 Bagian-Bagian Jaringan Irigasi ........................................................................... 5
2.1.6 Skema Irigasi ..................................................................................................... 10
2.1.7 Standar Tata Nama dan Warna Peta Jaringan Irigasi ........................................ 10
2.1.8 Syarat Tambahan Untuk Perencanaan Layout Saluran Irigasi .......................... 12
2.2 Pola Tanam dan Debit Kebutuhan Air Irigasi........................................................... 13
2.2.1 Pola Tanam ........................................................................................................ 13
2.2.2 Kebutuhan Air Irigasi ........................................................................................ 14
2.2.3 Perencanaan Dimensi Saluran Irigasi ................................................................ 20
2.2.4 Perencanaan Saluran Pembuang Irigasi ............................................................. 24
BAB III ANALISIS ............................................................................................................... 25
3.1 Penentuan Petak dan Skema Jaringan Irigasi............................................................ 25
3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi ........................................................................... 25
3.2.1 Perencanaan Pola Tata Tanam ........................................................................... 25
3.2.2 Perhitungan Evapotranspirasi ............................................................................ 25
3.2.3 Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pembibitan ..................................................... 26
3.2.4 Perhitungan Curah Hujan Efektif ...................................................................... 26
3.2.5 Perhitungan Pola Tata Tanaman ........................................................................ 27
iii
3.3 Perhitungan Debit Andalan dan Neraca Air ............................................................. 31
3.3.1 Debit Andalan .................................................................................................... 31
3.3.2 Neraca Air.......................................................................................................... 31
3.4 Perhitungan Dimensi Saluran ................................................................................... 33
3.5 Potongan Memanjang dan Melintang Saluran .......................................................... 36
3.6 Skema Bangunan ...................................................................................................... 36
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 37
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 37
4.2 Saran ......................................................................................................................... 37
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari - hari manusia tidak dapat dipisahkan dengan air. Banyak
pekerjaan yang dilakukan manusia berhubungan dengan air. Salah satu bidang
pekerjaan yang memerlukan air sebagai komponen utama adalah pertanian. Dalam
perencanaan pertanian para ahli harus memikirakan factor air yang menjadi penunjang.
Kebutuhan air untuk tanaman harus selalu dikontrol secara berkala. Tanaman harus
mendapatkan suplai air yang sesuai dengan kebutuhan untuk dapat tumbuh dengan baik
sehingga air tidak boleh melampaui batas kebutuhan atau malah kurang dari kebutuhan. Oleh
karena itu, perlu pemanfaatan air yang seefektif dan seefesien mungkin. Salah satu solusi
ialah dengan memanfaatkan air dalam jaringan irigasi. Dengan demikian pembangunan
saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang penyediaan bahan pangan sehingga
ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber
air permukaan (sungai).

Irigasi adalah suatu usaha mengalirkan air secara buatan dari sumber air kepada lahan-
lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara
teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan tanah tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman masih bisa tumbuh secara normal.
Keseluruhan proses perencanaan irigasi harus mempertimbangkan faktor ekonomis dan
mempertimbangkan juga bagaimana pemberian air yang efektif . Hal inilah yang
melatarbelakangi pembuatan Laporan Tugas Besar dengan judul “ Perencanaan Saluran
Irigasi ”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penulisan laporan perencanaan jaringan irigasi, antara lain:
1. Bagaimana cara merencanakan jaringan dan skema irigasi?
2. Bagaimana cara menentukan pola tanam dan debit kebutuhan air irigasi?
3. Bagaimana cara merencanakan dimensi saluran irigasi?

1.3 Tujuan Masalah


Tujuan dari penulisan laporan perencanaan jaringan irigasi, antara lain:
1. Untuk mengetahui cara merencanakan jaringan dan skema irigasi.
2. Untuk mengetahui cara menentukan pola tanam dan debit kebutuhan air irigasi.
3. Untuk mengetahui cara merencanakan dimensi saluran irigasi.

1
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penulisan laporan ini antara lain :
1. Merencankan jaringan irigasi dan membuat skema irigasi berdasarkan peta layout
jaringan irigasi.
2. Menentukan pola tata tanam berdasarkan jenis tanaman yang telah ditentukan dan
menghitung debit kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tata tanam.
3. Merencanakan dimensi saluran irigasi berdasarkan debit yang telah diperoleh dari
hasil perhitungan.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Penulis dan pembaca dapat mengetahui cara merencanakan jaringan dan skema
irigasi.
2. Penulis dan pembaca dapat mengetahui cara menentukan pola tanam dan debit
kebutuhan irigasi.
3. Penulis dan pembaca dapat mengetahui cara merencanakan dimensi saluran irigasi.

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Jaringan dan Skema Irigasi


2.1.1 Pengertian Irigasi
Irigasi adalah suatu sistem usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian, yang sejenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi juga diartikan sebagai kegiatan pemberian air
pada tanah untuk menambah air hujan yang jatuh ke tanah agar lengas tanah dapat
dipertahankan untuk pertumbuhan tanaman.
Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran
air beserta perlengkapnya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan antara jaringan
irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. jaringan irigasi utama meliputi bangunan -
bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa, saluran pembuang. dan
banguan pengukur. Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan irigasi di petak tersier,
beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Irigasi


Tujuan dari irigasi adalah untuk mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh,
terpadu, dan berwawasan lingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya petani. Sedangkan fungsi dari irigasi ialah untuk
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk mencapai hasil pertanian
yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya.

2.1.3 Klasifikasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan
irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, antara lain:
a. Jaringan irigasi sederhana
Di dalam proyek sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih
akan mengalir ke selokan pembuang. Para pemakai air tergabung dalam satu
kelompok sosial yang sama, dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah di dalam
organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dan
kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir- hampir
tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.
Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah di organisasi tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Irigasi sederhana memiliki beberapa kelemahan
antara lain, (1) terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang atau terserap
ke dalam tanah, (2) alat ukur debit yang jelek atau tidak akurat, (3) jaringan irigasi
(antara saluran pembawa dan pembuang) menjadi satu, (4) luas daerah yang mampu
dilayani kurang dari 500 ha, dan (5) nilai efisiensi kurang dari 40%.
3
b. Jaringan irigasi semi teknis
Tidak banyak perbedaan dengan jaringan sederhana kecuali bangunan-
bangunan irigasi mulai digunakan pada jaringan ini. Jaringan pembuangan dan
irigasi masih menyatu. Akan tetapi sudah dapat mengairi petak sawah yang lebih
besar daripada irigasi sederhana. Ada beberapa kelebihan dari irigasi semi teknis
ini, antara lain ; (1) bangunan utama (bendung, pengambilan) bersifat
permanen/semi permanen. (2) kualitas alat ukur debit, pengaturan aliran air (pintu)
sedang, (3) jaringan irigasi (saluran pembawa dan saluran pembuang) tidak
sepenuhnya terpisah, (4) Luas daerah yang dapat dilayani 500 ha s/d 2000 ha, (5)
nilai efisiensi berada antara 40% s/d 50%.
c. Jaringan irigasi teknis
Pada jaringan irigasi teknis, saluran pembawa, dan saluran pembuang sudah
benar-benar terpisah. Pembagian air dengan menggunakan jaringan irigasi teknis
adalah merupakan yang paling effektif karena mempertimbangkan waktu seiring
merosotnya kebutuhan air. Pada irigasi jenis ini dapat memungkinkan dilakukan
pengukuran pada bagian hilir. Pekerjaan irigasi teknis pada umumnya terdiri dari:
1) Pembuatan bangunan penyadap yang berupa bendung atau penyadap bebas.
2) Pembuatan saluran primer (induk) termasuk bangunan-bangunan didalamnya
seperti bangunan bagi, bangunan bagi sadap, dan bangunan sadap. Bangunan
ini dikelompokkan sebagai bangunan air pengatur, disamping itu ada
kelompok bangunan air pelengkap diantaranya bangunan terjun, got miring,
gorong-gorong, pelimpah, talang, jembatan,dan lain-lain.
3) Pembuatan saluran sekunder, termasuk bangunan-bangunan didalamnya
seperti bangunan bagi-sadap, dan bangunan pelengkap seperti yang ada pada
saluran induk.
4) Pembuatan saluran tersier termasuk bangunan-bangunan didalamnya, seperti
boks tersier, boks kuarter, dan lain-lain.
5) Pembuatan saluran pembuang sekunder dan tersier termasuk bangunan
gorong-gorong pembuang

Tabel 2.1.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi

4
2.1.4 Peta Ikhtisar
Peta ikhtisar adalah cara penggambaran berbagai macam bagian dari suatu jaringan
irigasi yang saling berhubungan. Peta ikhtisar tersebut dapat dilihat pada peta tata
letak. Peta ikhtisar irigasi tersebut memperlihatkan :
• Bangunan-bangunan utama
• Jaringan dan trase saluran irigasi
• Jaringan dan trase saluran pembuang
• Petak-petak primer, sekunder dan tersier
• Lokasi bangunan
• Batas-batas daerah irigasi
• Jaringan dan trase jalan
• Daerah-daerah yang tidak diairi (misal desa-desa)
• Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb).
Peta ikhtisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-
garis kontur dengan skala 1:25.000.

2.1.5 Bagian-Bagian Jaringan Irigasi


a. Saluran irigasi
Saluran irigasi adalah saluran yang menbawa atau mengalirkan air dari
sumbernya menuju petak-petak sawah. Berikut ini adalah jenis saluran irigasi,
antara lain:
a) Saluran Primer
Saluran yang membawa air langsung dari pengambilan (intake) menuju
saluran sekunder. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi
yang terakhir.
b) Saluran Sekunder
Saluran yang membawa air dari saluran primer dan membagi- baginya ke
petak-petak tersier yang direncanakan. Batas saluran sekunder adalah pada
bangunan sadap terakhir.
c) Saluran Tersier
Saluran yang membawa air dari saluran sekunder dan langsung berhubungan
dengan petak-petak sawah. Batas ujung saluran ini adalah box bagi kuarter
yang terakhir. Panjang saluran tersier maks. 1500 m.
d) Saluran Kuarter
Saluran yang membawa air dari box bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah. Panjang saluran kuarter maks 500 m.

Jenis saluran berdasarkan fungsinya :

5
• Saluran pembawa/saluran irigasi yaitu saluran yang membawa air dari
sumbernya seperti sungai, waduk, mata air sampai dimanfaatkan oleh
tanaman.
• Saluran pembuang/saluran drainase yaitu fungsinya membuang air yang telah
terpakai ataupun kelebihan air yang terjadi pada petak sawah.

Saluran Pembawa Saluran Pembuang

Umumnya direncanakan Tanpa lining agar air kotor


dengan lining untuk dapat meresap ke tanah
mengurangi kehilangan air

akibat rembesa

Dari hulu ke hilir Dari hulu ke hilir


dimensinya semakin kecil dimensinya semakin besar

Jika terletak berdampingan maka saluran pembuang berada


diatas saluran pembawa
Tabel 2.1.2 Perbedaan Saluran

Jenis saluran berdasarkan ketahanannya, antara lain :


• Saluran Tahan Erosi
Biasanya digunakan untuk saluran primer, sekunder, dan tersier. Bentuk
saluran biasanya dengan pasangan/ linin. Dalam perhitungannya
menggunkan metode Chezy, Manning dan Strickler.
• Saluran Tak Tahan Erosi
Biasanya digunakan saluran pembawa tersier, saluran pembawa kuarter, dan
saluran pembuang. Bentuk saluran menggunkan tanpa pasangan/lining.
Dalam perhitungannyamenggunakan Metode Permissible Velocity, Tractive
Force, Penampang Hidrolik Stabil, Kennedy, Lacey.

Bentuk saluran irigasi ada berbagai macam bentuk diantaranya setengah


lingkaran (digunakan pada kapasitas 0 s/d 0,5 m3/dt), trapesium,dan persegi. Dalam
pemilihan bentuk saluran didasarkan pada :
1. Pertimbangan kapasitas saluran.
2. Pertimbangan luas lahan.
3. Pertimbangan stabilitas talud (trapesium lebih stabil).
4. Pertimbangan kemudahan metode konstruksi.

6
b. Bangunan Utama
Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam
jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama bisa
mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta mengukur banyaknya air
yang masuk. Berikut kategori bangunan utama, antara lain :
• Bendung atau bendung gerak Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage),
dipakai untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang
diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi airi (command area).
Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi pintu yang dapat dibuka
untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan ditutup apabila air
kecil.

Gambar 2.1 Bendung dan bendung gerak

• Pengambilan bebas Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi


sungai yang mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi tanpa mengatur
tinggi muka air sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air
disungai harus lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang
dibelokkan harus dapat dijamin cukup.
• Pengambilan dari Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi
pada waktu terjadi surplus air disungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu
terjadi kekurangan air. Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur
aliran sungai.

➢ Menentukan posisi bendung & pengambilan Pertimbangannya adalah:


• Posisi daerah irigasi yang akan diairi
• Ditempatkan di ruas-ruas sungai yang morfologinya stabil
• Ditempatkan di ruas-ruas sungai yang memiliki luas penampang
melintang yang tidak terlalu lebar

7
c. Petak Irigasi
Jenis – jenis petak irigasi yaitu :
1. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Luas layan
untuk petak primer > 3000 ha.
2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas – batas
petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas, seperti
misalnya saluran pembuang. Luas layan petak sekunder adalah 100 – 3000 ha.
3. Petak Tersier
Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Petak tersier yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi
tidak efisien. Luas layan untuk petak tersier adalah 50-100 ha maksimal 150
ha.
4. Petak Kuater
Petak kuarter adalah petak sawah yang berada 2 petak sawah paling hilir.
Bangunan box kuarter digunakan untuk mengairi lahan petak ini. Luas layan
untuk petak kuater adalah 8-15 ha.

Gambar 2.2 Petak tersier dan kuarter

d. Bangunan Bagi dan Sadap


Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer,
sekunder, dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran
yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini
masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter.

8
Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder
menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan
sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan.

e. Bangunan Pembawa
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir
saluran. Aliran yang melalui bangunan ini bisa super kritis atau subkritis.
• Bangunan pembawa dengan aliran super kritis.
Bangunan pembawa dengan aliran super kritis diperlukan di tempat- tempat di
mana lereng medannya lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran.
1) Bangunan terjun, dengan bangunan terjun menurunnya muka air (dan
tinggi energi) dipusatkan disatu tempat. Bangunan terjun bisa memiliki
terjun tegak atau terjun miring.
2) Got miring, daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas
medan dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi
energi yang besar.
• Bangunan pembawa dengan aliran subkritis
Adapun pada setiap saluran harus dibuat bangunan pembawa yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi dilapangan seperti:
1) Gorong-gorong, dapat dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di
bawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat di
bawah saluran.
2) Talang, dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat di atas saluranlainnya,
saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah- lembah.
3) Sipon, dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi
di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga
dipakai untuk melewatkan air di bawah jalan, jalankereta api, atau
bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan saluran tertutup yang
direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi
oleh tinggi tekan.

f. Bangunan Pengukur dan Pengatur Muka Air


Bangunan pengukur dan pengatur muka air berfungsi mengukur dan mengatur
tinggi muka air dan debit yang melalui suatu saluran.
• Alat ukur ambang lebar
• Alat ukur parshall
• Alat ukur cipoletti
• Alat ukur/pintu romijin
• Alat ukur crump de gruyter
Bangunan pengatur:
• Alat ukur/pintu ro.mijin
• Alat ukur crump de gruyter
• Pintu sorong
• Pintu radial

9
Pengatur

Pengukur

Gambar 2.3 pengukur dan pengatur air

g. Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan – bangunan irigasi
yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi untuk
memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan
pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis – jenis
bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyeberangan,
tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.

2.1.6 Skema Irigasi


Adapun dalam merencanakan jaringan irigasi harus dibuat skema rencana jaringan
irigasi dan skema letak maupun jenis bangunan.
• Skema jaringan irigasi adalah merupakan gambaran yang menampilkan jaringan
saluran dimulai dari bendung, saluran primer, sekunder, bangunan bagi, bangunan
sadap, dan petak-petak tersier dengan standarsistem tata nama.
• Skema bangunan adalah yang menampilkan khusus jumlah dan macam bangunan-
bangunan yang ada pada tiap-tiap ruas saluran dan berada dalam satu daerah jaringan
irigasi dengan standar sistem tata nama.

2.1.7 Standar Tata Nama dan Warna Peta Jaringan Irigasi


a. Daerah Irigasi
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa
penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan
utama atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi.
b. Saluran irigasi
dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat dan nama tersebut
disamakan dengan nama sumber salurannya masing- masing.
1. Jaringan Irigasi Primer
Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi
yang dilayani, contoh, saluran primer Makawa. Saluran sekunder sering

10
diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di petak sekunder. Petak
sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.
Saluran irigasi primer/sekunder dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas
sama. Misalnya, RS2 adalah ruas saluran sekunder Sambak (S) antara
bangunan sadap BS1 dan BS 2. Bangunan pengelak atau bagi adalah
bangunan terakhir di suatu ruas. Bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas
hulu tetapi huruf R (ruas) diubah menjadi B (Bangunan). Misalnya BS2
adalah bangunan pengelak di ujung ruas RS 2.

2. Jaringan Irigasi Tersier


Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
Misalnya petak tersier S1 ki mendapat air dari pintu kiri bangunan bagi BS 1
yang terletak di saluran, contoh pada saluran Sambak. Ruas-ruas saluran
tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara kedua
boks, misalnya (T1 - T2), (T3 - K1). Boks Tersier diberi kode T, diikuti
dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks pertama di hilir
bangunan sadap tersier: T1, T2 dan sebagainya. Petak kuarter diberi nama
sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut arah jarum jam.
Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum
jam, mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut
tertinggi: K1, K2 dan seterusnya.

c. Pemberian Warna
Warna-warna standar akan digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakkan
irigasi pada peta. Warna-warna yang dipakai adalah:
• Warna biru digunakan untuk jaringan saluran pembawa dan untuk
membedakan satu sama lainnya ditentukan dengan ketebalan garisnya
menurut tingkatannya saluran tersebut seperti dibawah ini:

• Warna Merah digunakan untuk jaringan saluran pembuang dan untuk


membedakan satu sama lainnya ditentukan dengan ketebalan garisnya
menurut tingkatan saluran tersebut seperti dibawah ini:

11
2.1.8 Syarat Tambahan Untuk Perencanaan Layout Saluran Irigasi
• Sebisa mungkin mengikuti batas sawah
• Hindari persilangan sdengan saluran pembuang
• Sebiasa mungkin mengikuti kemiringan medan
• Hindari galian/timbunan yg besar
• Tidak boleh melintasi petak tersier yang lain
• Batasi jumlah bangunan

Gambar 2.4 layout jaringan irigasi tersier

12
2.2 Pola Tanam dan Debit Kebutuhan Air Irigasi
2.2.1 Pola Tanam

Pola tanam adalah gambaran rencana tanam berbagai jenis tanaman yang akan
dibudidayakan dalam suatu lahan beririgasi dalam satu tahun. Dasar penentuan pola
tata tanam :
1) Ketersediaan tenaga petani
2) Ketersediaan jenis tanaman
3) Jenis tanah
4) Ketersediaan air irigasi
5) Musim
6) Jumlah petani
7) Komoditi ekonomi yang dibutuhkan
8) Luas dan banyaknya petak sawah
9) Pertimbangan pemutusan siklus hama

Tujuan pola tata tanam adalah untuk memanfaatkan persediaan air irigasi seefektif
mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan tujuan dari
penerapan pola tata tanam adalah sebagai berikut:
• Menghindari ketidakseragaman tanaman.
• Menetapkan jadwal waktu tanam agar memudahkan dalam usaha
pengelolaan air irigasi.
• Peningkatan efisiensi irigasi.
• Persiapan tenaga kerja untuk penyiapan tanah agar tepat waktu.
• Meningkatkan hasil produksi pertanian.
Berdasarkan pada tujuan pola tata tanam diatas ada beberapa faktor yang
diperhatikan untuk merencanakan pola tata tanam, yaitu:
a) Awal tanam
b) Jenis tanaman

13
• Tanaman padi
Padi merupakan tanaman yang memerlukan banyak air selama
pertumbuhannya. Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 4
kali kebutuhan air untuk tanaman palawija.
• Tanaman tebu
Selain tanaman padi, tanaman lain yang perlu diperhatikan dalam hal
pengairan adalah tanaman tebu. Tanaman tebu diberi air secukupnya pada
musim kemarau tetapi tebu tidak perlu diairi pada musim hujan. Perkiraan
kebutuhan air untuk tanaman tebu adalah 1,5 kali kebutuhan air untuk
tanaman palawija.
• Tanaman palawija
Yang termasuk dalam tanaman palawija antara lain: jagung, kedelai,
tembakau, kapas, cabe, kacang dan lain-lain. Tumbuhan tersebut biasanya
ditanam dalam musim kemarau dan tidak membutuhkan banyak air.
c) Jenis pola tanam
Menurut Wirosoedarmo (1985), penentuan jenis pola tata tanam
disesuaikan dengan debit air yang tersedia pada setiap musim tanam. Jenis
pola tanam suatu daerah irigasi dapat digolongkan menjadi:
a. Padi – Padi.
b. Padi – Padi – Palawija.
c. Padi – Palawija – Palawija.

2.2.2 Kebutuhan Air Irigasi


Beberapa hal yang mempengaruhi banyaknya kebutuhan air irigasi :
1) Jenis tanaman
2) Iklim dan cuaca (hujan, angin, letak geografis, kelembaban udara, suhu udara)
3) Jenis tanah
4) Cara pemberian air
5) Kondisi bangunan dan saluran

a. Kebutuhan bersih air disawah (NFR)


Kebutuhan bersih air disawah adalah kebutuhan total air disawah di kurang
oleh curah hujan efektif, sehingga air yang diperlukan sudah berkurang akibat
pengambilan air untuk tanaman sebagian di ambil dari curah hujan.
Rumus umumnya → NFR = Etc + Pd + P + WLR- Re .… (2.1)
Dengan :
NFR = Kebutuhan bersih air disawah ( mm/hari)
Etc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
P = Perlokasi (mm/hari)
WLR = Penggantian lapisan genangan air (mm/hari)
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

14
b. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang
hidup di permukaan bumi. Air yang diuapkan oleh tanaman dilepas ke atmosfer.
Evaporasi merupakan pergerakan air ke udara dari berbagai sumber seperti tanah,
atap, dan badan air. Beberapa hal yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu:
• Radiasi matahari
• Kecepatan angin (km/hari)
• Kelembapan relatif (%)
• Suhu udara (ºC)
• Jenis tanaman
• Kadar air dalam tanaman
Metode perhitungan/pengukuran dalam evapotranspirasi ada 2 yaitu
pengukuran di lapang dan pendugaan.
1) Pengukuran di lapangan
a. Atmometer (evaporasi)
b. Phytometer (evapotranspirasi sebenarnya)
c. Lysimeter (evapotranspirasi sebenarnya)
d. Pan/panci evaporasi (evapotranspirasi potensial sebenarnya standar
rumput)
e. Evapotranspirometer (evapotranspieasi potensial)
2) Pendugaan
a. Budget air
b. Budget energi
c. Perhitungan teoritis/pendekatan empiris, meliputi:
(a) Penman
(b) Thornthwaite
(c) Blaney – Criddle
(d) Hargreaves
(e) Lowry – Johnson
(f) Turc
(g) Stephens – Steward
(h) Blaney – Morin
(i) Papadakis
(j) Van Bavel
(k) Turc – langbein – Wundt
(l) Tensen – Haise
(m) Grassi
(n) Makkink
(o) Hamon
(p) Christiansen

15
Dalam menghitung evapotranspirasi yang biasa atau yang sering digunakan
yaitu :
• Metode Blanley-Criddle
Data yang dibutuhkan :
- Jenis tanaman
- Perbandingan jam-jam hari terang bulanan dalam setahun
- Suhu udara rata-rata bulanan
Rumus → Eto = K . P (0,457t + 8,13) …. (2.2)
Dengan:
Eto = evapotranspirasi potensial bulanan (mm/hari)
K = koefisien penyesuaian = Kt + Kc …. (2.3)
Kt = 0,0311t + 0,240 …. (2.4)
Kc = koefisien tanaman bulanan (tabel kc berdasarkan jenis
tanaman)
P = perbandingan jam-jam hari terang bulanan dalam setahun
(Tabel P berdasarkan letak lintang dan bulan yang dihitung)
t = suhu udara rata-rata bulanan (ºC)

Tabel 2.2.1 Koefisien Tanaman Blaney-Criddle


Sumber : Bambang Triadmodjo,2008

Tabel 2.2.2 Perbandingan Jam Hari Terang Bulanan (P)


Sumber : Bambang Triadmodjo,2008

16
• Metode Penman
Data yang dibutuhkan :
- Suhu udara rata – rata bulanan
- Kelembaban udara relatif bulanan
- Penyinaran matahari harian rata – rata bulanan
- Kecepatan angin rata – rata bulanan
- Letak lintang lokasi studi
- Elevasi lokasi studi
Rumus → 𝐸𝑇0 = (𝐵(𝐻𝑖 − 𝐻0)) + ((1 − 𝐵)𝐸𝑎) …. (2.5)
Dengan :
ET0 = Evapotranspirasi harian (mm/hari)
B = Angka pebandingan perhitungan evaporasi
dengan metode energi budget = 𝐷
𝐷+𝐺
D = Kemiringan kurva tekanan uap jenuh pada suhu
rata – rata (mb/0C) → tabel D berdasarkan suhu
rata – rata
G = Konstanta psychometric (mb/0C)
P = 1013 – 0,115 Y
Y = Elevasi lokasi studi (m)
Hi = Faktor radiasi yang datang (mm/hari)
(1 − 𝑟)𝑅𝑎(𝑎1 + 𝑎2. 𝑧)
r = Koefisien refleksi
Ra = Radiasi gelombang pendek teoritis / angka angot
(mm/hari) → tabel Ra berdasarkan posisi lintang
dan bulan
a1s/d9 = Konstanta Penman untuk Indonesia → Tabel a
Z = Penyinaran matahari harian rata – rata bulanan =
n/N (%)
H0 = Faktor radiasi yang keluar (mm/hari)
1⁄
2
= 𝜎𝑇𝑎4 × ( 𝑎3 − (𝑎4 . 𝑒 )) × (𝑎 + (𝑎6 . 𝑧))

c. Kebutuhan Air Konsumtif


Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat
pertumbuhan tanaman). Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa
saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan
dengan pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap kebutuhan tersebut
dengan faktor tanaman (kc).

17
Rumus → ET = kc x Eto … (2.6)
Dengan :
ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)
ETo = Evaporasi tetapan/tanarnan acuan (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman.
Nilai koefisien pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman
yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda
menurut varietasnya. Sebagai contoh padi dengan varietas unggul
masa tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa. Pada Tabel
dibawah disajikan harga- harga koefisien tanaman padi dengan
varietas unggul dan varitas biasa menurut Nedeco/Prosida dan FAO

Tabel 2.2.3 Koefisien Tanaman Padi


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP-01, 1986

Tabel 2.2.4 Koefisien Tanaman Palawija

18
d. Perkolasi
Perkolasi adalah kehilangan air didalam tanah dimana air meresap kedalam
tanah sampai melalui batas lapisan tanah jenuh air. Data perkolasi berdasarkan
jenis tanah :
Sandy loam : 3-6 mm/hari
Loam : 2-3 mm/hari
Clay loam : 1-2 mm/hari

e. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan (Pd)


Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung menggunakan
metoda perhitungan yang digunakan ialah metoda yang dikembangkan oleh Van
De Goor dan Zylstra (1968) yaitu :
Rumus → Pd = M . 𝑒𝑘/ (𝑒𝑘 – 1) … (2.7)
Dengan:
Pd = Kebutuhan air di tingkat pesawahan (mm/hari)
M = Eo + p .... (2.8), yaitu ; kebutuhan air untuk mengganti
/mengkompensasi kehilangan akibat evaporasi dan perkolasi yang telah
dijenuhkan
Eo = Evaporasi air terbuka nilainya di pakai
= 1 . 1 x Etc (mm/hari) ….(2.9)
ETo = evaporasipotensial (mm/hari
e = Bilangan nafier (2.71828182846)
K’ = MxT/S ….(2.10)
T = Jangka waktu penyiapan lahan
S = air untuk penjenuhan (mm)
= 250 mm jika tidak ada bero, 300 jika ada bero
f. Penggantian Lapisan Genangan (WLR)
Penggantian lapisan genangan (WLR) dilakukan setelah pemupukan atau 2 kali
selama masa tanam padi
• 1 bulan setelah tanam, selama 15 hari
• 2 bulan setelah tanam, selama 15 hari
• Kebutuhan air = 3,333 mm/hari
g. Kebutuhan Kotor Air di Sawah
Kebutuhan Kotor Air Sawah ini dilakukan
Rumus → GFR = ETc + P + Pd + WLR ….(2.11)

19
Dengan:
ETc : Kebutuhan Air Konsumtif
P : Perkolasi
Pd : Kebutuhan air di tingkat pesawahan (mm/hari)
WLR : Penggantian lapisan genangan (WLR)
h. Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif untuk kebutuhan air irigasi adalah curah hujan yang jatuh
yang dapat digunakan akar-akar tanaman selama tumbuh, atau dengan kata lain
curah hujan yang dapat digunakan tanaman selama tumbuh untuk memenuhi
kebutuhan evapotranpirasi.
Curah hujan efektif tidak sama dengan R80, tetapi besarnya tergantung dari
intenstas hujan. Kebutuhan konsumtif tanaman (crop consumtive use) dan
kapasitas daya tampung (storage capacity) dari pada tanah saat hujan.
Re (padi) = 70% x R80 … (2.11)
Re (palawija) = 50% x R80 … (2.12)
Dimana:
Re =hujan efektif (mm)
R80 =hujan dengan kemungkinan 80% dipenuhi/dilampaui(mm)
R80% = (n/5)+1 … (2.13)
n =jumlah tahun/periode
i. Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah sejumlah nilai yang disediakan pada air irigasi untuk
mengantisipasi kehilangan-kehilangan air irigasi dari pengambilan sampai petak
sawah.
Nilai Efisiensi :
• Petak tersier (et) : 85-77,5%
• Saluran sekunder (es) : 92,5-87,5%
• Saluran primer (ep) : 92,5 -87,5%
• Efisiensi total (et x es x ep) : 0,6-0,73%
• Q : NFR / Eff … (2.14)

2.2.3 Perencanaan Dimensi Saluran Irigasi


a. Bentuk Penampang Saluran
Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa
macam antara lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah
lingkaran. Beberapa bentuk saluran dan fungsinya dijelaskan pada tabel berikut
ini:

20
Tabel 2.2.5 Unsur Geometris Penampang Saluran

• Setengah lingkaran → digunakan untuk kapasitas 0-5 m3/dt


• Trapesium → umum digunkan
• Persegi → lebih hemat lahan
➢ Dasar pemilihan :
• Petimbangan kapasitas saluran
• Pertimbangan luas lahan
• Pertimbangan stabilitas talud (trapesium lebih stabil)
• Pertimbangan kemudahan metode konstruksi

b. Metode Perhitungan Dimensi Saluran

21
Tabel 2.2.6 Koefisien Kekasaran Manning

22
c. Penampang Hidrolis Saluran
Penampang hidrolis terbaik (menghemat bahan saluran , tetapi tidak
menghemat lahan) beberapa contoh formulah penampang hidrolis :
- Persegi : b = 2h , A = 2h2 , P = 4h …. (2.15)
- Trapesium : h = b/(2/3*√3) →h = 0,866b …. (2.16)
P = 2*√3h …. (2.17)
A= *√3 h2 …. (2.18)

Untuk kemiringan talud yang umum digunakan untuk saluran trapesium


biasanya untuk pasangan batu kurang dari 0,25 atau hampir tegak lurus sedangkan
untuk beton 0,5 s/d 1. Selain itu untuk perbandingan b dan h uang umum
digunakan untuk saluran persegi h = b atau h = 2b.

d. Kemiringan Dasar Saluran


Kemiringan dasar saluran ditentukan berdasarkan dari :
1. Peta topografi muka tanah, sesuai trase saluran
2. Dibandingankan dengan kecepatan ijin.
Jika ternyata topografi asli terlalu curam sehingga V > Vmax, maka perlu
dibuat bangunan terjun. Namun jika V<Vmax maka perlu direncanakan
adanya galian.

e. Kecepatan Izin
Kecepatan izin minimum yang diizinkan adalah 0,61 s/d 0,91 m/dt.
Sedangkan kecepatan maksimum yang diizinkan jika menggunakan pasangan batu
2 m/dt, sedangkan menggunakan pasanngan beton 3 m/dt. Tujuan dari batasan
tersebut dikarenakan kecepatan minimum berkaitan dengan endapan dan
tumbuhnya tanaman di sekitar saluran sungai. Sedangkan kecepatan maksimum
berkaitan dengan gerusan.

f. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan (freeboard), yaitu jarak vertikal tanggul saluran dengan tinggi
muka air saat debit maksimum.Tinggi jagaan sebuah saluran,ditetapkan
berdasarkan debit saat banjir. Tinggi jagaan (Freeboard) berfungsi agar muka air
dapat naik diatas muka air maksimum dan mencegah kerusakan tanggul disaluran.
Berikut kriteria tinggi jagaan:
1. Q < 0,5 : 0,20 m
2. Q = 0,5 – 1,5 : 0,20 m
3. Q = 1,5 – 5,0 : 0,25 m
4. Q = 5,0 – 10,0 : 0,30 m
5. Q = 10,0 – 15,0 : 0,40 m
6. Q > 15,0 : 0,50 m

23
g. Tebal Minimum Pasangan
1. Batu : 30 cm
2. Beton tumbuk : Q < 6 m3/dt: 8 cm ; Q > 6 m3/dt: 10 cm
3. Beton bertulang : 7 cm
4. Semen tanah : 10 cm – 15 cm

h. Kontrol Sifat Aliran (Fr)


Untuk nilai Fr yang diizinkan adalah < 1 dan bersifat aliran subkritis.

2.2.4 Perencanaan Saluran Pembuang Irigasi


a. Saluran pembuang bertujuan untuk seperti di bawah ini :
- Mengeringkan sawah
- Membuang kelebihan air hujan
- Membuang kelebihan air irigasi
b. Syarat perencanaan saluran pembuang irigasi antara lain :
- Direncanakan di lembah atau titik yang rendah
- Tidak bersebelahan langsung dengan saluran irigasi
- Jarak saluran kuarter dan sal pembuang maks 300 m
- Fungsi jaringan pembuang
c. Fungsi jaringan pembuang ialah mengalirkan air sawah untuk mencegah genangan
dan kerusakan tanaman dan menjaga air kondisi tanah sesuai yang dibutuhkan
tanaman. Kelebihan air di sawah berasal dari :
- Hujan lebat
- Melimpahnya air dari jaringan sekunder/primer
- Rembesan
Genangan dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi. Batas maksimal
kedalaman genangan padi var unggul 15 cm sedangkan padi varietas biasa 20 cm. Jika
lebih dari ilai tersebut dan tergenang lebih dari 3 hari makan panen akan gagal.

24
BAB III
ANALISIS

3.1 Penentuan Petak dan Skema Jaringan Irigasi


Langkah pertama dalam perencanaan irigasi yaitu mengumpulkan data seperti peta
topografi, data kilmatologi, dan data curah hujan. Selajutnya menentukan daerah yang
akan direncanakan, lalu membuat lay out petak tersier dengan batas luas maksimal 150
ha. Kemudian melakukan interpolasi yang ditujukan untuk menentukan arah aliran
saluran pembawa dan saluran pembuang. Dilanjutkan membuat petak-petak kuarter
dengan luas antara 8 – 15 ha. Setelah selesai membuat petak-petak kuarter, maka
langkah selanjutnya adalah membuat skema jaringan irigasi baik skema jaringan
primer maupun tersier. ( Gambar terlampir pada Lampiran )
3.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
3.2.1 Perencanaan Pola Tata Tanam
a. Pola Tanam
Penentuan pola tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan,. Pada tugas
besar ini pola tanam yang digunakan adalah pola tanam Padi Rendeng – Padi
Unggul – Jagung – Jagung .Dalam 1 bulan direncanakan ada 2 kali periode dan
untuk awal masa tanam dimulai pada bulan Maret periode 2. Berikut untuk
rencana pola tanam dalam 1 tahun:
Padi Unggul : 3 bulan
Pengolahan Lahan : 1 bulan
Masa Istirahat / Bero : 0,5 bulan
Padi Rendeng : 3,5 bulan
Pengolahan Lahan : 1 bulan
Jagung : 3 bulan

b. Koefisien Tanaman
Penentuan koefisien tanaman dilihat pada tabel.
3.2.2 Perhitungan Evapotranspirasi
Contoh perhitungan (untuk bulan Mei periode I) :
1. Nilai suhu didapatkan dari data klimatologi
2. Menghitung Kt / koefisien suhu
Kt Mei = 0,0311 t + 0,24
= (0,0311 x 24,18) + 0,24
= 0,99
3. Untuk perhitungan nilai koefisien tanaman bulanan (Kc) berdasarkan tabel
koefisien Tanaman Blanney Cridle
Kc → Padi = 1
4. Menghitung nilai koefisien penyesuaian (K)
K Padi = Kt + Kc
= 0,99 + 1
= 1,99

25
5. Nilai P : Perbandingan jam – jam hari terang bulanan dalam setahun. Letak
lintang adalah -12° LS . Kemudian melakukan interpolasi nilai 12° sesuai
periodenya

6. Perhitungan evaporasi potensial ETo = K x P x (0,45t + 8,13)


= 1,99 x 0,26 x (0,457 x 24,18 + 8,13)
= 9,934 mm/hari
3.2.3 Kebutuhan Air Tanaman Untuk Pembibitan
Air untuk pembibitan diberikan bersamaan dengan air untuk pengolahan tanah,
yaitu 20-30 hari sebelum penanaman. Kebutuhan airnya 5-7 mm/hari.
3.2.4 Perhitungan Curah Hujan Efektif
Untuk menentukan curah hujan efektif digunakan cara :
• Mencari hujan andalan dengan metode Basic Year
Dengan cara :
1. menjumlahkan hujan bulanan
2. mengurutkan data dari kecil ke besar
3. mencari data ke n/5 + 1 yaitu data dengan keandalan 80% (R80)R80 = curah
hujan yang terjadi dengan tingkat keandalan 80%
URUTAN JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

1 44 140 202 65 66 0 0 0 0 0 67 117


2 171 159 210 88 73 3 0 0 0 0 143 374
3 243 183 267 207 91 4 0 0 0 0 168 377
4 275 307 301 209 98 9 0 0 0 9 212 388
5 295 308 326 251 113 70 3 0 0 43 215 392
6 336 344 344 271 145 88 4 0 0 46 227 408
7 476 348 359 319 170 123 7 1 0 59 252 453
8 482 452 380 347 179 134 39 15 0 117 270 535
9 560 471 384 377 181 169 89 25 101 164 367 615
10 577 504 445 618 223 267 105 102 344 219 406 643
Tabel 3.2.1 Perhitungan CH Efektif
Sumber : Hasil Perhitungan

26
• Mencari hujan efektif Metode PU
Perhitungan kebutuhan air tanaman yang digunakan dalam perencanaan
sistem irigasi dipengaruhi oleh curah hujan yang jatuh pada areal irigasi. Curah
hujan yang jatuh pada areal irigasi diperoleh berdasarkan perhitungan curah hujan
efektif. Prsoses perhitungan curah hujan efektif adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan harian yang telah dirangking dengan metode R80 pada tiap
bulan, kemudian diambil datanya tiap bulan dan dijumlah menurut
pembagian pola tanam ( 10 harian / 15 harian )
2. Curah hujan harian yang telah dijumlah menurut pembagian pola tata tanam
kemudian dicari curah hujan efektifnya dengan rumus :
CHeff padi = (R80 x 0.7)/n
CHeff Palawija = (R80 x 0.5)/n
dimana :
CHeff = curah hujan efektif (mm/hari)
n = pembagian pola tata tanam

3.2.5 Perhitungan Pola Tata Tanaman


Kebutuhan air irigasi di sawah :
Untuk tanaman padi :
NFR = Cu + Pd + NR + P – Re
Untuk tanaman palawija :
NFR = Cu – Re
Dimana :

Data yang diketahui :


- Tanaman Padi Unggul berumur 90 hari, Padi Rendeng berumur 105 hari,
Jagung berumur 90 hari
- Air untuk penjenuhan (S) adalah 250 jika tidak ada bero, dann 300 jika ada
bero
- Waktu penyiapan lahan (T) yaitu 30 - 45 hari
- Penanaman dimulai pada Maret periode 2
- Sistem Pembagian Pola Tata Tanam 15 harian
- Waktu Penggantian Air (WLR) = 15 hari
- WLR dimulai pada hari ke – 30 dan ke - 60 setelah masa tanam padi

27
- Perhitungan :
1. Menggambar sesuai dengan jenis tanaman dan waktu mulai tanam
2. Menentukan koefisien tanaman padi sesuai dengan grafik periode umur
rtanaman.
Rerata koefisien tanaman dengan rumus :
Rerata = jumlah koefisien / n
= (1,270 + 1,200) / 2
= 1,235
3. Memasukkan harga evapotranspirasi potensial dari hasil perhitunganUntuk
bulan Mei = 9,934 mm/hr
4. Menghitung penggunaan air konsumtif untuk tanaman padi dengan rumus
Etc = Eto x k
= 9,934 x 1,270
= 12,270 mm/hr
5. Rasio luas kebutuhan air konsumtif = 0,75
6. Kebt air konsumtif dengan rasio luas = Etc x rasio luas
= 12,270 x 0,75
= 9,200 mm/hr
7. Penggantian air karena Evapotranspirasi dan Perkolasi
M = 1,1 x ETo + 2
= 1,1 x 9,934 + 2
= 12,930 mm/hr
8. K’ =MxT/S
= 12,930 x 30 / 250
= 1,551
9. Pd = ( M x e^k ) / ((e^k) – 1) → nilai e adalah ketetapan 2,718
= 16,41
10. Perkolasi dapat diketahui berdasarkan jenis tanah, yaitu Clay Loam dengan
perkolasi sebesar 1 -2 mm/hr. Dipilih 2 mm/hr.
11. Penggantian lapisan genangan (WLR) yaitu 3,333 mm/hari
12. Rasio WLR Mei = 0
13. WLR dengan rasio luas didapat dengan rumus :
WLR x rasio luas = WLR x rasio luas
=0x0
= 0 mm/hari
14. Kebutuhan air di sawah didapat dengan rumus :
= WLR + P + Pd + Etc
= 15,30 mm/hr
15. CHeff Mei I = 2,12 mm/hr

28
16. Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) didapat dengan rumus :
Kebt air sawah- Cheff = 15,30 – 2,12
= 13,18 mm/hr
= 1,53 lt/dt/ha
17. Kebutuhan air bersih di sawah maksimum (NFRmax) didapat = 1,83 lt/dt/ha
18. Efisiensi Irigasi yang diambil adalah 80 % untuk petak tersier
19. Kebutuhan air irigasi di intake dapat dihitung dengan rumus :
= NFR / Efisiensi Irigasi
= 1,53 / 0,8
= 1,91 lt/dt/ha
20. Kebutuhan air irigasi di intake maksimum didapat 2,28 lt/dt/ha

29
PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Bulan Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar
No Besaran Sat
Periode 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
1 Pola Tata Tanam
Padi Unggul - Padi Rendeng - Jagung-Jagung c c c c c c c
Jagung Pd Bero Pd Jagung
( POLA TANAM B ) c c
c c c c c
c c
Jagung
c c

2 Koefisien Tanaman k 1,2 1,27 1,33 1,3 1,3 0 0 0 0,91 0,91 1,13 1,13 1,25 0,38 0,70 0,90 0,85 0,70 0,50
0,50 1,2 1,27 1,33 1,3 1,3 0 0 0,91 0,91 1,13 1,13 1,25 1,25 0,38 0,70 0,90 0,85 0,70
0,70 0,50 1,2 1,27 1,33 1,3 1,3 0 0,91 0,91 1,13 1,13 1,25 1,25 1,24 0,38 0,70 0,90 0,85
0,38 0,70 0,90 0,85 0,70 0,50
0,38 0,70 0,90 0,85 0,70 0,50
0,38 0,70 0,90 0,85 0,70 0,50
3 Rata-rata Koefisien Tanaman 0,600 0,500 1,200 1,235 1,267 1,300 1,310 0,867 0,650 0,000 0 0 0,910 0,778 0,894 0,895 1,033 0,888 0,728 0,636 0,738 0,817 0,683
4 Evaporasi Potensial (Metode Blaney Criddle) ETo mm/hr 4,481 4,858 9,913 9,934 9,934 9,325 9,325 9,934 4,947 4,225 4,225 9,913 9,913 9,870 9,231 10,242 10,242 9,968 9,968 9,161 8,515 8,591 8,591 8,221
a. Suhu t (deg C) 21,18 23,18 23,18 24,18 24,18 23,18 23,18 24,18 24,18 21,18 21,18 23,18 23,18 22,18 22,18 24,18 24,18 23,18 23,18 21,18 21,18 22,18 22,18 21,18
b. Koefisien Suhu Kt 0,90 0,96 0,96 0,99 0,99 0,96 0,96 0,99 0,99 0,90 0,90 0,96 0,96 0,93 0,93 0,99 0,99 0,96 0,96 0,90 0,90 0,93 0,93 0,90
c. Koefisien Tanaman Bulanan Kc 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0,875 0,875 0,875 0,875 0,875 0,875 0,75 0,75 0,75 0,75
d. Koefisien Penyesuaian K 0,90 0,96 1,96 1,99 1,99 1,96 1,96 1,99 0,99 0,90 0,90 1,96 1,96 1,93 1,80 1,87 1,87 1,84 1,84 1,77 1,65 1,68 1,68 1,65
e. Perbandingan jam hari terang P 0,28 0,27 0,27 0,26 0,26 0,25 0,25 0,26 0,26 0,26 0,26 0,27 0,27 0,28 0,28 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,29 0,28 0,28 0,28
5 Kebutuhan Air Konsumtif ETc mm/hr 2,69 2,43 11,90 12,27 12,58 12,12 12,22 8,61 3,22 0 0 0 0 8,98 7,18 9,16 9,17 10,30 8,86 6,67 5,42 6,34 7,02 5,62
6 Rasio Kebutuhan Air Konsumtif 0,75 0,25 0,25 0,75 1,00 1,00 1,00 1,00 0,75 0,25 0,00 0,25 0,75 1,00 0,63 0,88 1,00 1,00 1,00 1,00 0,88 0,63 1,00 1,00
7 Kebt. Air Konsumtif dg Rasio Luas mm/hr 2,02 0,607 2,97 9,20 12,58 12,12 12,22 8,61 2,41 0 0 0 0 8,98 4,49 8,01 9,17 10,30 8,86 6,67 4,74 3,96 7,02 5,62
8 Penggantian Air Karena ETo & P M mm/hr 6,93 7,34 12,90 12,93 12,93 12,26 12,26 12,93 7,44 6,65 6,65 12,90 12,90 12,86 12,15 13,27 13,27 12,97 12,97 12,08 11,37 11,45 11,45 11,04
9 k 0,832 0,881 1,549 1,551 1,551 1,47096 1,47096 1,551 0,893 0,665 0,665 1,290 1,290 1,286 1,215 1,327 1,327 1,297 1,297 1,208 1,137 1,145 1,145 1,104
10 Pd 12,27 12,54 16,39 16,41 16,41 15,91 15,91 16,41 12,60 13,69 13,69 17,80 17,80 17,7705 17,2795 18,06 18,06 17,85 17,85 17,23 16,74 16,80 16,80 16,52
11 Rasio Luas Penyiapan Lahan 0,25 0,75 0,75 0,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,25 0,75 0,75 0,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
12 Kebt.Air Penyiapan Lahan dg Rasio Luas mm/hr 3,07 9,40 12,29 4,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,42 10,27 13,35 4,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13 Perkolasi P mm/hr 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
14 Penggantian Lapisan Genangan WLR mm/hr 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33
15 Rasio Luas Pengganti Lap. Genangan 0,25 0,50 0,50 0,50 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,13
16 Pengganti Lap.Genangan dg Rasio Luas mm/hr 0,83 1,67 1,67 1,67 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,42
17 Kebutuhan Air di Sawah mm/hr 7,09 12,01 17,27 15,30 15,42 15,79 15,88 12,27 5,24 5,42 12,27 15,35 6,45 11,81 7,32 10,84 12,00 12,72 10,86 8,67 6,74 5,96 9,02 7,62
18 Curah Hujan Efektif Re mm/hr 6,23 4,83 4,83 2,12 2,12 0,09 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,92 3,92 8,80 8,80 5,67 5,67 4,27 4,27 4,45
19 Kebutuhan Bersih Air di Sawah NFR mm/hr 0,86 7,18 12,44 13,18 13,29 15,69 15,79 12,27 5,24 5,42 12,27 15,35 6,45 11,81 7,32 6,92 8,08 3,92 2,06 3,00 1,07 1,69 4,75 3,17
20 I/dt/ha 0,10 0,83 1,44 1,53 1,54 1,82 1,83 1,42 0,61 0,63 1,42 1,78 0,75 1,37 0,85 0,80 0,94 0,45 0,24 0,35 0,12 0,20 0,55 0,37
Kebutuhan Bersih Air di Sawah Maks. I/dt/ha 1,83
21 Efisiensi Irigasi e % 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80%
22 Kebt. Air di Saluran Pengambilan I/dt/ha 0,12 1,04 1,80 1,91 1,92 2,27 2,28 1,78 0,76 0,78 1,77 2,22 0,93 1,71 1,06 1,00 1,17 0,57 0,30 0,43 0,15 0,24 0,69 0,46
Kebt. Air di Saluran Pengambilan Maks. I/dt/ha 2,28

Tabel 3.2.2 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi


Sumber : Hasil Perhitungan

30
3.3 Perhitungan Debit Andalan dan Neraca Air
3.3.1 Debit Andalan
Debit andalan sungai merupakan ketersediaan air yang dapat diandalkan di sungai
sepanjang tahun. Nilai peluang debit andalan untuk irigasi sebesar 80%. Langkah
perhitungan untuk debit andalan menggunakan metode Basic Year dengan peluang
keandalan 80%.

Debit Sungai Rata-Rata Bulanan (m3/dt)


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2020 0,968 0,992 0,955 0,836 0,771 0,683 0,320 0,220 0,235 0,859 0,898 0,841
2019 0,907 0,971 0,999 0,826 0,748 0,628 0,310 0,232 0,287 0,884 0,886 0,867
2018 0,948 0,909 0,911 0,896 0,757 0,616 0,348 0,203 0,263 0,846 0,818 0,85
2017 0,941 0,982 0,916 0,862 0,769 0,697 0,400 0,215 0,209 0,861 0,837 0,865
2016 0,965 0,979 0,939 0,876 0,795 0,657 0,364 0,245 0,262 0,892 0,900 0,831
2015 0,903 0,991 0,935 0,886 0,725 1,425 0,390 0,237 0,278 0,828 0,811 0,857
2014 0,916 0,954 0,921 0,856 0,776 0,693 0,327 0,21 0,211 0,885 0,873 0,819
2013 0,914 0,901 0,982 0,823 0,779 0,609 0,377 0,281 0,273 0,900 0,801 0,835
2012 0,902 0,937 0,985 0,856 0,711 0,624 0,331 0,295 0,230 0,869 0,872 0,815
2011 0,911 0,955 0,943 0,895 0,716 0,611 0,347 0,297 0,207 0,857 0,825 0,825

a. Urutkan data dalam 1 bulan dari kecil ke besar (dilakukan untuk 12 bulan)
b. Hitung urutan R80% = n/5 + 1 (jika jumlah data n = 10).
Misal untuk n = 10 → R80% = 10/5+1 = 3
c. Data urutan ketiga adalah besarnya debit andalan untuk setiap bulan

Debit Sungai Rata-Rata Bulanan Urut (m3/dt)


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 0,902 0,901 0,911 0,823 0,711 0,609 0,310 0,203 0,207 0,828 0,801 0,815
2 0,903 0,909 0,916 0,826 0,716 0,611 0,320 0,210 0,209 0,846 0,811 0,819
3 0,907 0,937 0,921 0,836 0,725 0,616 0,327 0,215 0,211 0,857 0,818 0,825
4 0,911 0,954 0,935 0,856 0,748 0,624 0,331 0,220 0,230 0,859 0,825 0,831
5 0,914 0,955 0,939 0,856 0,757 0,628 0,347 0,232 0,235 0,861 0,837 0,835
6 0,916 0,971 0,943 0,862 0,769 0,657 0,348 0,237 0,262 0,869 0,872 0,841
7 0,941 0,979 0,955 0,876 0,771 0,683 0,364 0,245 0,263 0,884 0,873 0,850
8 0,948 0,982 0,982 0,886 0,776 0,693 0,377 0,281 0,273 0,885 0,886 0,857
9 0,965 0,991 0,985 0,895 0,779 0,697 0,390 0,295 0,278 0,892 0,898 0,865
10 0,968 0,992 0,999 0,896 0,795 1,425 0,400 0,297 0,287 0,900 0,900 0,867
Q80% (m3/dt) 0,907 0,937 0,921 0,836 0,725 0,616 0,327 0,215 0,211 0,857 0,818 0,825
Tabel 3.3.1 Perhitungan Debit Andalan
Sumber : Hasil Perhitungan
3.3.2 Neraca Air
Diperoleh dari debit irigasi dan direncanakan perhitungan untuk alternatif luas
tanam. Jika alternatif 1 ada kebutuhan air yang tidak memenuhi, maka direncanakan
untuk alternatif berikutnya dengan cara mengurangi luas lahan pada tanaman yang
kebutuhan airnya tidak memenuhi.

31
Qand Qkeb
Bulan Periode Kesimpulan
m3/dt m3/dt
Mar II 0,921 0,019 Memenuhi
Apr I 0,836 0,157 Memenuhi
II 0,836 0,271 Memenuhi
Mei I 0,725 0,288 Memenuhi
II 0,725 0,290 Memenuhi
Jun I 0,616 0,342 Memenuhi
II 0,616 0,344 Memenuhi
Jul I 0,327 0,268 Memenuhi
II 0,327 0,114 Memenuhi
Aug I 0,215 0,074 Memenuhi
II 0,215 0,167 Memenuhi
Sep I 0,211 0,209 Memenuhi
II 0,211 0,088 Memenuhi
Okt I 0,857 0,161 Memenuhi
II 0,857 0,099 Memenuhi
Nov I 0,818 0,094 Memenuhi
II 0,818 0,110 Memenuhi
Des I 0,825 0,053 Memenuhi
II 0,825 0,045 Memenuhi
Jan I 0,907 0,065 Memenuhi
II 0,907 0,023 Memenuhi
Feb I 0,937 0,037 Memenuhi
II 0,937 0,104 Memenuhi
Mar I 0,921 0,069 Memenuhi
Qkeb.maks 0,344

Tabel 3.3.2 Perhitungan Neraca Air


Sumber : Hasil Perhitungan

32
3.4 Perhitungan Dimensi Saluran

Kemiringan Koefisien
Saluran Elevasi Tanah Asli Dimensi Hitung Elevasi Tanah Rencana
Daerah Bahan Tanah Asli Kekasaran
Jenis Qrenc (m3/dt) Ls (m)
Bagian Saluran
Titik Awal Titik Akhir Titik Awal Titik Akhir S n b (m) h (m) m T (m) D (m) A (m2) P (m) R (m) Titik Awal Titik Akhir
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17] [18] [19] [20]

Kwarter K2 A7-A6 Tanah Asli 0,0072 132,212 25,00 24,92 0,0006 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 25,00 24,92
Kwarter K2 A5 Tanah Asli 0,0041 172,782 25,00 25,00 0,0000 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 25,00 25,00
Tersier T4 K2 Tanah Asli 0,0114 571,950 31,25 25,00 0,0109 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 31,25 25,00
TERSIER 2
Tersier T3 T4 Tanah Asli 0,0163 235,226 31,47 31,25 0,0009 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 31,47 31,25
Tersier T2 T3 Tanah Asli 0,0209 425,685 33,32 31,47 0,0043 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 33,32 31,47
Tersier T1 T2 Tanah Asli 0,0256 392,656 33,42 33,32 0,0003 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 33,42 33,32

Kwarter K1 A5-A4 Tanah Asli 0,0092 243,128 31,25 31,25 0,0000 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 31,25 31,25
Tersier T3 K1 Tanah Asli 0,0092 239,675 32,71 31,25 0,0061 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 32,71 31,25
TERSIER 1
Tersier T2 T3 Tanah Asli 0,0132 832,778 34,93 32,71 0,0027 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 34,93 32,71
Tersier T1 T2 Tanah Asli 0,0174 171,356 36,43 34,93 0,0088 0,020 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 36,43 34,93

Sekunder RK3 K1 ki Beton 0,0303 787,220 37,91 33,42 0,0057 0,013 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 37,91 33,42
PRIMER Sekunder RK2 K1 ka Beton 0,0216 535,319 37,91 36,43 0,0028 0,013 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 37,91 36,43
Primer RK1 Beton 0,0519 749,123 42,56 37,91 0,0062 0,013 0,3 0,6 0 0,3 0,6 0,18 1,5 0,12 42,56 37,91

33
Kemiringan Selisih Tinggi Lebar
Kedalaman Kedalaman Vhitung Qhitung
Tanah Debit Vijin (m/dt) Fr Kontrol Jagaan Tanggul Jumlah Bangunan Elevasi Akhir Elevasi Awal
Galian (m) Terjunan (m) (m/dt) (m3/dt)
Rencana (m3/dt) (m) (m)
Boks Boks Bangunan Bangunan Bangunan
Srenc Maksimum Minimum Q V [31] Fr Muka Air Dasar Pasangan Tanggul Muka Air Dasar Pasangan Tanggul
kwarter tersier Sadap Bagi Sadap Bagi
[21] [22] [23] [24] [25] [26] [27] [28] [29] [30] Max Min [32] [33] [34] [35] [36] [37] [38] [39] [40] [41] [42] [43] [44] [45]

0,0006 0,30 0,0543 0,0470 2 0,20 0,124 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 25,72 24,92 25,92 25,80 25,00 26,00
1 0,0058 0,93 0,1666 0,1625 2 0,20 0,381 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 25,80 25,00 26,00 26,80 26,00 27,00
0,0109 1,27 0,2289 0,2175 2 0,20 0,524 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 1 26,80 26,00 27,00 33,05 32,25 33,25
0,0009 0,37 0,0674 0,0511 2 0,20 0,154 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 33,05 32,35 33,25 33,27 32,57 33,47
0,0043 0,80 0,1441 0,1233 2 0,20 0,330 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 33,27 32,57 33,47 35,12 34,42 35,32
0,0003 0,20 0,0357 0,0101 2 0,20 0,082 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 35,12 34,42 35,32 35,22 34,52 35,42

1 0,0041 0,78 0,1404 0,1312 2 0,20 0,322 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 32,05 31,25 32,25 33,05 32,25 33,25
0,0061 0,95 0,1707 0,1615 2 0,20 0,391 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 1 33,05 32,25 33,25 34,51 33,71 34,71
0,0027 0,63 0,1130 0,0998 2 0,20 0,259 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 34,51 33,81 34,71 36,73 36,03 36,93
0,0088 1,14 0,2053 0,1879 2 0,20 0,470 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 36,73 36,03 36,93 38,23 37,53 38,43

0,0057 1,41 0,2543 0,2240 3 0,90 0,582 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 1 35,22 34,42 35,42 39,71 38,91 39,91
0,0028 0,98 0,1768 0,1552 3 0,90 0,405 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 1 38,23 37,43 38,43 39,71 38,91 39,91
0,0062 1,47 0,2655 0,2136 3 0,90 0,608 SESUAI SESUAI SESUAI SESUAI 0,2 3 1 39,71 39,01 39,91 44,36 43,66 44,56

Tabel 3.3.2 Perhitungan Neraca Air


Sumber : Hasil Perhitungan

34
Contoh Perhitungan (untuk saluran Sekunder (RK2)) :
1. Jenis Saluran : Merupakan jenis masing – masing saluran dari hulu ke hilir.
2. Nama Bangunan hulu : Merupakan nama hulu dari masing – masing saluran.
3. Nama Bangunan hilir : Merupakan nama hilir dari masing-masing saluran.
4. Menentukan Jenis bahan yang akan digunakan pada saluran tersebut.
5. Menghitung Debit Rencana pada petak yang didapat dari rumus :
Qrenc = NFR x Luas Lahan
= 0,344 x 62,858/ 1000 = 0,0216 m3/dt
6. Menghitung debit komulatif saluran yang diperoleh dari penjumlahan antara debit
pada saluran sebelumnya dan debit pada petak yang dilewati saluran.
7. Memasukkan Panjang Saluran (Ls) yang didapat dari peta jaringan.
8. Memasukkan elevasi hulu dan hilir saluran sesuai nilai interpolasi.
9. Menghitung kemiringan tanah asli saluran (S) yang didapat dari rumus :
S = (Elevasi Hulu - Elevasi Hilir) / Panjang Saluran
= (37,91 – 36,43) / 535,319 = 0,0028 %
10. Memasukkan koefisien kekasaran bahan saluran yang didapat dari tabel 2.2.6
11. Merencanakan lebar dan tinggi saluran (b) dan (h).
12. Merencanakan kemiringan talud (m).
13. Menghitung lebar atas saluran yang didapat dari rumus :
T = b + (2 x h x m)
= 0,3+ (2 x 0,6 x 0,0) = 0,3 m
14. D =T/A
= 0,18 / 0,3 = 0,6 m
15. Menghitung luas penampang saluran yang didapat dari rumus :
A = ( b + (h x m)) x h
= (0,3 + (0,6 x 0) x 0,6 = 0,18 m2
16. Menghitung keliling basah saluran yang didapat dari rumus :
P = b + 2h x ((1+m2)0,5 )
= 0,3 + 2 x 0,6 x (1 + 0,02)0,5 = 1,5 m
17. Menghitung radius hidrolis yang didapat dari rumus :
R =A/P
= 0,18 / 1,5 = 0,12 m
18. Memasukkan elevasi rencana hulu dan hilir saluran (sama dengan elevasi asli)
19. Merencanakan kedalaman galian dan terjunan
20. Menghitung kemiringan tanah rencana saluran (Srenc) yang didapat dari rumus :
S = (Elevasi Hulu rencana - Elevasi Hilir rencana) / Ls
= (37,91 – 36,43) / 535,319 = 0,0028%
21. Menghitung kecepatan aliran pada saluran yang didapat dari rumus :

35
22. Menghitung debit air pada saluran yang didapat dari rumus :
Qhitung = A x V
= 0,18 x 0,98 = 0,1768 m3/dt
23. Selisih Debit hitung – Debit rencana Selisih = 0,1768 – 0,0216 = 0,1552 m3/dt
24. Menentukan kecepatan maksimum dan maksimum yang diijinkan
25. Menghitung bilangan Froude yang didapat dari rumus :

30. Kontrol Q>0


31. Kontrol Vmin<Vhitung<Vmax
32. Kontrol Fr<1
33. Menentukan tinggi jagaan
34. Menentukan lebar tanggul
35. Menghitung jumlah Bangunan Boks Kuarter pada saluran tersebut.
36. Menghitung Jumlah Bangunan Boks Tersier pada saluran tersebut.
37. Menghitung Jumlah Bangunan Sadap pada saluran tersebut
38. Menghitung Jumlah Bangunan Bagi Sadap pada saluran tersebut.
39. Menghitung Jumlah Bangunan Bagi pada saluran tersebut.
40. Menghitung elevasi muka air hilir yang didapat pada nilai tertinggi dari elevasi muka
air hulu saluran yang sama.
41. Menghitung elevasi dasar saluran pada hilir yang didapat dari rumus :
El.Dasar = El.Muka Air – h – ( jumlah bangunan) x 0,1
= 37,43
42. Menghitung elevasi tanggul pada hilir yang didapat dari rumus:
El Tanggul = El.Muka Air + tinggi jagaan
= 38,23 + 0,2
= 38,43
43. Menghitung elevasi muka air pada hulu yang didapat dari rumus:
El.Muka Air = El.Muka Air hilir + Ls x Srenc + Kedalaman Terjunan
= 39,71
44. Menghitung elevasi dasar saluran pada hulu yang didapat dari rumus:
El. Dasar = El. Dasar saluran hilir + Ls x Srenc + Kedalaman Terjunan
= 38,91
45. Menghitung elevasi tanggul pada hulu yang didapat dari rumus:
El Tanggul = El.Muka Air + tinggi jagaan
= 39,91
3.5 Potongan Memanjang dan Melintang Saluran
Gambar terlampir pada Lampiran
3.6 Skema Bangunan
Gambar terlampir pada Lampiran

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil Perencanaan Saluran irigasi Desa Kanigoro, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dapat disimpulkan sebagai berikut:
• Perencanaan jaringan irigasi yang dibuat meliputi jaringan primer dan jaringan
tersier.
• Luas daerah irigasi yang diairi terdiri dari 2 petak dengan total luas adalah 150,803
ha.
a. Petak 1 = 62,858 ha
b. Petak 2 = 87,945 ha
• Perencanaan saluran meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier,
hingga saluran kuarter.
• Untuk pola tata tanam yang digunakan adalah padi unggul – padi rendeng – jagung
• Kebutuhan air irigasi disaluran didapat maksimum sebesar 2,28 lt/dt/ha
• Kebutuhan debit maksimum untuk tiap petak dan saluran diperoleh sebesar 0,344
m3/dt.
• Tiap saluran petak irigasi, memiliki dimensi saluran yang sama dari Hilir ke Hulu.
Kemiringan dari masing – masing saluran direncanakan menggunakan kemiringan
tanah asli pada daerah tersebut. Apabila melebihi batas kecepatan maksimum
(Vijin), maka akan diberi bangunan terjun atau diperbesar ukuran dimensinya.
• Saluran direncanakan galian apabila dalam perhitungan selisih debit nilainya kurang
dari 0.

4.2 Saran
• Pada saat membuat petak usahakan bentuk petak mengikuti kontur yang ada untuk
memudahkan pekerjaan.
• Lebih teliti dalam melakukan perhitungan dan perencanaan kebutuhan air irigasi,
agar setiap tanaman mendapat kebutuhan air yang ideal dan seluruh area sawah
yang direncanakan dapat digunakan secara produktif.
• Sebaiknya diadakan asistensi rutin di setiap minggu melalui zoom agar saat
terdapat kesalahan bisa diperbaiki secepat mungkin.

37
LAMPIRAN

38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai