Anda di halaman 1dari 53

MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut Peraturan Menteri Nomor 72/PRT/1997, bendungan adalah setiap
bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya yang menampung air
atau dapat menampung air, termasuk pondasi, bukit/tebing tumpuan, serta
bangunan pelengkap dan peralatannya, termasuk juga bendungan limbah galian,
tetapi tidak termasuk bendung dan tanggul.
Plankton merupakan sekelompok biota akuatik baik berupa tumbuhan
maupun hewan yang hidup melayang maupun terapung secara pasif di permukaan
perairan, dan pergerakan serta penyebarannya dipengaruhi oleh gerakan arus
walaupun sangat lemah (Sumich, 1992; Nybakken, 1993; Arinardi, 1997).
Oksigen (O2) adalah salah satu unsur gas yang merupakan bagian penting
dari kehidupan. Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Selain
terdapat di udara bebas, oksigen juga terdapat di dalam air. Hal ini terbukti dengan
adanya mahkluk hidup air yang bernapas dengan organ pernapasannya. Kadar
oksigen di setiap wilayah perairan berbeda – beda tergantung pada suhu, kedalaman
wilayah sekitar perairan, dan kondisi vegetasi di sekitar wilayah perairan tersebut.
Kadar oksigen pada suatu wilayah perairan tertentu dapat dijadikan sebagai
patokan kualitas air apakah air tersebut masih layak digunakan dan belum tercemar
oleh bahan pencemar dari berbagai sumber.
Untuk membuktikan kadar oksigen di dalam air maka dilakukan praktikum
untuk analisis DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand).
Pada kesempatan kali ini, kami melakukan Analisa DO dan BOD di Bendungan
Lahor, Kelurahan Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
Bendungan Lahor dibangun dengan tujuan untuk menampung air sungai yang
mengalir di Malang Raya, dijadikan sebagai pengairan dan irigasi bagi masyarakat
sekitar waduk, dan untuk tujuan Pembangkit Listrik Tenaga Air serta sebagian
masyarakat memanfaatkan nya sebagai budidaya ikan keramba apung.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 1


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Mengapa harus ada praktikum mikrobiologi tentang kualitas perairan
dan keanekaragaman plankton?
2. Apa hubungan antara keragaman plankton dengan kualitas perairan?
3. Bagaimana keragaman dan dominasi plankton yang ditemukan dalam
praktikum mikrobiologi lingkungan?
4. Apa saja jenis-jenis plankton yang ditemukan dalam praktikum
mikrobiologi lingkungan?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui kualitas perairan dan keanekaragaman plankton.
2. Mengetahui hubungan antara keragaman plankton dengan kualitas
perairan.
3. Mengetahui keragaman dan dominasi plankton yang ditemukan dalam
praktikum mikrobiologi lingkungan.
4. Mengetahui jenis-jenis plankton yang ditemukan dalam praktikum
mikrobiologi lingkungan.

1.4 MANFAAT
Dilihat dari rumusan masalah, maka ada beberapa manfaat, yaitu di
antaranya sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui kualitas perairan dan keanekaragaman plankton.
2. Untuk mengetahui hubungan antara keragaman plankton dengan
kualitas perairan.
3. Untuk mengetahui keragaman dan dominasi plankton yang ditemukan
dalam praktikum mikrobiologi lingkungan.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis plankton yang ditemukan dalam
praktikum mikrobiologi lingkungan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 2


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 EKOSISTEM PERAIRAN


Ekosistem merupakan sistem ekologi yang dibentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem dapat didefinisikan
sebagai suatu tatanan kesatuan utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup (faktor biotik dan faktor abiotik) yang saling memengaruhi.
Penggabungan dari setiap unit biosistem melibatkan interaksi timbal balik antara
organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu
struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme.
Ekosistem adalah tempat dimana terjadinya proses saling interaksi dan
ketergantungan antara makhluk hidup sebagai komponen biotik, dengan lingkungan
hidupnya yang merupakan komponen abiotik. Komponen abiotik atau komponen
tak hidup meliputi udara (nitrogen, oksigen, karbon dioksida, angin, kelembapan),
suhu, air, mineral, cahaya, keasaman dan salinitas. Komponen biotik atau
komponen hidup terdiri dari produser, konsumer dan decomposer (pengurai).
2.1.1 Ekosistem Air Tawar
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain memiliki variasi suhu yang tidak
menyolok, penetrasi cahaya yang kurang, serta terpengaruh oleh iklim dan cuaca.
Macam tumbuhan yang terbanyak pada ekosistem air tawar adalah jenis
ganggang, sedangkan tumbuhan yang lainnya adalah tumbuhan biji.
2.1.2 Ekosistem Air Laut
Habitat laut ditandai oleh salinitas atau kadar garam yang tinggi dengan
ion CI- dapat mencapai 55% terutama pada daerah laut tropik, hal ini karena disana
memiliki suhu yang tinggi dan penguapan yang sangat besar. Pada daerah tropik,
suhu laut dapat berkisar 25 °C. Terjadinya perbedaan suhu bagian atas dengan
bagian bawah tinggi dan terdapat batas antara lapisan tersebut yang disebut dengan
termoklin.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 3


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

2.1.3 Ekosistem Estuari


Estuari atau muara merupakan tempat bersatunya sungai dengan air laut.
Estuari sering dipagari dengan lempengan lumpur intertidal yang cukup luas.
Ekosistem estuari memiliki produktivitas yang sangat tinggi serta memiliki banyak
nutrisi. Komunitas tumbuhan yang dapat hidup di estuari antara lain rumput rawa
garam, fitoplankton, dan ganggang. Komunitas hewannya seperti cacing, ikan,
kerang, dan kepiting.
2.1.4 Ekosistem Pantai
Dinamakan ekosistem pantai karena yang paling banyak tumbuh pada
gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae memiliki kemampuan untuk
dapat tahan terhadap hempasan gelombang dan angin.
2.1.5 Ekosistem Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir pada satu arah. Air sungai
dingin serta jernih dan memiliki sedikit kandungan sedimen. Aliran air dan
gelombang secara konstan dapat memberikan oksigen pada air. Ekosistem sungai
dihuni oleh beberapa hewan seperti gurame, kura – kura, dan sebagainya.
2.1.6 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang terdiri dari coral yang berada dekat pantai.
Efisiensi ekosistem terumbu karang sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup pada
karang memakan organisme mikroskopis serta sisa organik lain. Kehadiran
terumbu karang yang berada di dekat pantai membuat pantai dapat memiliki pasir
putih.
2.1.7 Ekosistem Laut Dalam
Ekosistem laut dalam memiliki kedalaman yang dapat mencapai lebih dari
6.000 m. Biasanya terdapat lele laut serta ikan laut yang mampu untuk dapat
mengeluarkan cahaya.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 4


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

2.1.8 Ekosistem Lamun


Lamun atau seagrass adalah satu-satunya kelompok tumbuhan yang dapat
berbunga di lingkungan laut. Tumbuhan tersebut dapat hidup pada perairan pantai
dangkal. Lamun atau seagrass mempunyai tunas berdaun yang tegak serta tangkai-
tangkai yang merayap untuk berbiak. Sebagai sumber daya hayati, tumbuhan lamun
banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan.

2.2 PENCEMARAN AIR


Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran
air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
2.2.1 Sumber Pencemaran Air
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak
langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah,
rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang
memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan (Pencemaran
Ling. Online, 2003). Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri,
rumah tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa
dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir
juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan
hujan asam.
2.2.2 Komponen Pencemaran Air
Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air yang berasal dari
industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai
berikut:

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 5


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

a. Bahan Buangan Padat


Bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang berbentuk
padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut
bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan,
pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
Terjadinya endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu
kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan menutup permukaan
dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak dapat
menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan ikan
dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari.
Pembentukan koloidal terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus,
sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang –
layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi
penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan
berkurangnya kadar oksigen dalam air.
b. Bahan Buangan Organik dan Bahan Olahan Makanan
Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang
ke perairan akan menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam
hal ini akan naik. Tidak tertutup kemungkinan dengan bertambahnya
mikroorganisme dapat berkembang pula bakteri pathogen yang berbahaya
bagi manusia. Demikian pula untuk buangan olahan bahan makanan yang
sebenarnya adalah juga bahan buangan organik yang baunya lebih
menyengat. Umumnya buangan olahan makanan mengandung protein dan
gugus amin, maka bila didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang
mudah menguap dan berbau busuk, misalnya NH3.
c. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme,
umumnya adalah logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini
biasanya berasal dari limbah industri yag melibatkan penggunaan unsur –

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 6


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

unsur logam seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), air raksa atau
Merkuri (Hg), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat
sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak
peralatan yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga
dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan.
Apabila ion – ion logam berasal dari logam berat maupun yang
bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion –
ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia, air tersebut tidak
layak minum.
d. Bahan Buangan Cairan Berminyak
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan
mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak
mengandung senyawa yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas
permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut.
Penyusutan minyak ini tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan
minyak pada permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme
tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama.
Lapisan minyak di permukaan akan mengganggu mikroorganisme
dalam air. Ini disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi difusi oksigen
dari udara ke dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga
lapisan tersebut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air,
sehingga fotosintesa pun terganggu.
e. Bahan Buangan Berupa panas (Polusi Thermal)
Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat
menghalau ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses
biologis pada tumbuhan dan hewan bahkan akan menurunkan tingkat
oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau akan
terjadi kerusakan ekosistem.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 7


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

f. Bahan Buangan Zat Kimia


Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan
pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi sabun (deterjen, sampo dan
bahan pembersih lainnya), bahan pemberantas hama (insektisida), zat warna
kimia, dan zat radioaktif.
2.2.3 Dampak Pencemaran Air
Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air
minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan
ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dan sebagainya.
Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian
telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut
eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen
yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi
berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih
banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004).
 Dampak terhadap kehidupan biota air.
 Dampak terhadap kualitas air tanah.
 Dampak terhadap kesehatan.
 Dampak terhadap estetika lingkungan.

2.3 JENIS DAN KLASIFIKASI PLANKTON


Plankton didefinisikan juga sebagai organisme hanyut apapun yang hidup
dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas
plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi
bekal makanan untuk kehidupan akuatik.
Sedangkan menurut Sachlan (1982), plankton adalah jasad – jasad renik
yang melayang dalam arus. Plankton juga merupakan salah satu komponen utama
yang penting dalam sistem rantai makanan dan jaringan makanan. Mereka menjadi
pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai makanan dan jaring
makanan ini. Selain berperan dalam sistem rantai makanan (food chain) dan

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 8


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

jaringan makanan (food web), keanekaragaman plankton juga dapat digunakan


sebagai indikator suatu perairan (Mahida, 1993).
Menurut Dobson dan Frid (1998) berdasarkan kemampuan mensintesis
bahan organiknya, plankton dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Phytoplankton
Phytoplankton atau plankton nabati merupakan golongan plankton yang
mempunyai klorofil (zat hijau daun) di dalam tubuhnya. Phytoplankton dapat
membuat makanannya sendiri dengan mengubah bahan anorganik menjadi
bahan organik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari.
Kedudukan Phytoplankton sebagai produksi primer/produsen dengan
kandungan nutrisi yang tinggi terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak serta
asam lemak telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain dalam
bidang perikanan, farmasi dan makanan suplemen (Mulyanto, 1992).
Disamping cahaya, Phytoplankton juga sangat tergantung dengan
ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi – nutrisi ini terutama
makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat, yang ketersediaannya
diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan
upwelling pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Beberapa tempat di Samudera
Dunia seperti di Samudra bagian Selatan, Phytoplankton juga dipengaruhi oleh
ketersediaan mikronutrisi besi. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuan
menyarankan 7 penggunaan pupuk besi untuk membantu mengatasi karbon
dioksida akibat aktivitas manusia di atmosfer (Anonim, 2010).
b. Zooplankton
Menurut Mulyanto (1992) Zooplankton merupakan golongan plankton
yang tidak mempunyai zat hijau daun (klorofil) didalam tubuhnya.
Zooplankton tidak dapat melakukan fotosintesis atau disebut juga dengan
heterotrof. Zooplankton juga umumya mempunyai sifat fototaksis negatif atau
menjauhi sinar matahari. Oleh sebab itu Zooplankton dapat bertahan hidup di
lapisan perairan yang tidak mendapat cahaya matahari.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 9


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Dalam suatu perairan, Zooplankton berperan sebagai konsumen primer.


Keberadaan Zooplankton sangat berhubungan erat dengan keberadaan
Phytoplankton karena Zooplankton akan memakan 8 Phytoplankton.
Menurut Sachlan (1982) berdasarkan daur hidupnya, plankton dibagi
menjadi 2, yaitu:
a. Holoplankton (Plankton Permanen)
Organisme akuatik yang hidup sebagai plankton selama hidupnya.
Misalnya Cyanophyta, Chlorophyta, Diatomae, dan Euglenophyta.
b. Meroplankton (Plankton Temporer)
Organisme akuatik yang hidup sebagai plankton hanya sebagian dari
siklus hidupnya, misalnya selama masa telur atau fase larva yang jika sudah
dewasa tidak menjadi plankton lagi. Misalnya Foraminifera, Radiolaria,
cacing Annelida, dan Crustacea yaitu udang, Copepoda dan Cladocera.
Menurut Basmi (1999), plankton dapat dibedakan menjadi 6, yaitu:
a. Megaplankton: Semua organisme berukuran diatas > 10 mm.
b. Makroplankton: Semua organisme berukuran 1 – 10 mm
c. Mesoplankton: Semua organisme berukuran 0,5 – 1 mm
d. Mikroplankton Semua organisme berukuran 60 – 500 µm
e. Nanoplankton: Semua organisme berukuran 5 – 60 µm
f. Ultraplankton: Semua organisme berukuran < 5 µm
Menurut Nybakken (1992) dan Arinardi (1997), berdasarkan habitatnya
plankton digolongkan menjadi:
a. Plankton Laut (Haliplankton)
 Plankton Oceanik adalah plankton yang hidup di luar paparan benua.
 Plankton Neritik adalah plankton yang hidup di dalam paparan benua (100
km).
 Hypalmyroplankton adalah plankton yang hidup di air payau (Estuaria).
b. Plankton Air Tawar (Limnoplankton)
Plankton yang hidup di air tawar (sungai, danau, dll) atau di perairan
yang mempunyai salinitas rendah kurang dari 0,5%.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 10


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Berdasarkan distribusi ke dalam, plankton dibagi menjadi:


a. Pleuston
Pleuston adalah organisme yang hidup di laut, sebagian tubuhnya
muncul di permukaan air. Mereka kadang dipisahkan sebagai plankton karena
distribusinya lebih banyak disebabkan oleh angin dari pada arus, misalnya
Physalia dan Vetella (Cnidania).
b. Neuston
Neuston adalah organisme yang hidup beberapa sampai 10 m pada
lapisan permukaan air (serangga dipermukaan air).
c. Plankton Epipelagis
Plankton epipelagis adalah plankton yang hidup kurang dari 100 m di
bawah permukaan air pada siang hari.
d. Plankton Mesopelagis
Plankton mesopelagis adalah plankton yang hidup antara 300 -1 000 m
di bawah permukaan air pada siang hari.
e. Plankton Bathypelagis
Plankton bathypelagis adalah plankton yang hidup antara 1000 m dan
3000 - 4000 m pada siang hari.
f. Plankton Abyssopelagis
Plankton abyssopelagis adalah plankton yang hidup lebih dalam dari
antara 3000 – 4000 m
g. Plankton Epibentik (Plankton Demersal atau Plankton Dasar)
Plankton epibentik plankton yang hidup dekat dasar dan kadang-kadang
kontak dengan dasar perairan.

2.4 PARAMETER KUALITAS AIR DAN PENGARUH KEHIDUPAN


PLANKTON
2.4.1 Parameter Kualitas Air
a. pH atau Konsentrasi Hidrogen

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 11


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan


mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa
tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air
tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal
bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air
yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 –
8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya
proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Pada pH < 4, sebagian
besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah.
Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas acidophila mampu
bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
b. DO (Dissolved Oxygen) atau Oksigen Terlarut
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air
tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi
senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari
reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa
algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali
oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan
oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir.
Berdasarkan data – data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen
jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L
(Warlina, 1985).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh
fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan
oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini
bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di
perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik, sehingga
pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan
konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut,
1992 dalam Effendi, 2003).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 12


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen


oleh proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih
besar daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar
oksigen terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan
mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada
fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen
ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik
perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum
pada pagi hari.
c. BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Biokimia
Dekomposisi bahan organik terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya
bahan organik menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil
berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya Ammonia
mengalami oksidasi menjadi Nitrit atau Nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan
nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan
oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu.
Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi)
bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama.
Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah:
𝑎 𝑏 3𝑐 𝑎 3𝑐
CnHaObNc + (n + 4 – 2 – ) O2 → nCO2 + (2 – ) H2O + c NH3
4 2

Bahan organik oksigen bakteri aerob


Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap
selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup
lama. Penentuan BOD ditetapkan selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut
BOD5. Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga
dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi Ammonia yang
menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70%
- 80% bahan organik telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 13


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada


tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme
lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh
bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti Fenol,
Kreolin, detergen, asam Sianida, insektisida dan sebagainya, jumlah
mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD
nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar,
sebagai contoh adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk
kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah
3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan
berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu
limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan
II adalah 150 mg/L.
d. COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan
yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat
didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan
organik tersebut akan dioksidasi oleh Kalium Bichromat yang digunakan
sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O
serta sejumlah ion Chrom. Reaksinya sebagai berikut:
HaHbOc + Cr2O7 2- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+
Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap
degradasi biologis, misalnya Tannin, Fenol, Polisacharida dan sebagainya,
maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD.
Kenyataannya hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh oksidator
kuat seperti Kalium Permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% -
100% bahan organik dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan
bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang
tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 14


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/L (UNESCO, WHO/UNEP, 1992).

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton


a. Suhu
Suhu sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Suhu juga merupakan faktor penting yang sangat mendukung kehidupan
Phytoplankton dalam perairan.
b. Kecerahan dan Kekeruhan
Nilai kecerahan tergantung dari nilai kekeruhan. Nilai kecerahan hasil
pengukuran patokan penyebaran plankton, lebih dominan pada zona litoral,
karena pada zona ini masih tersedia cahaya dan mineral yang cukup untuk
membantu pertumbuhan organisme ini. (Odum, 1971 dan Vollenwieder,
1971 dalam Nofdianto).
c. pH (Derajat Keasaman)
Suatu perairan dengan pH antara 5,5 – 6,8 termasuk tidak produktif,
kisaran 6,5 – 7,5 termasuk produktif dan kisaran 7,5 – 85 mempunyai
produktifitas yang tinggi (Banerjea, 1975 dalam Mawardi, 2008).
d. Salinitas
Pada perairan laut atau pesisir nilai salinitas dapat mencapai 30 ppt –
40 ppt, perairan pesisir ini nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan
air tawar dari sungai (Effendi, 2003).
e. DO
Dalam perairan terbuka oksigen terlarut biasanya berada pada kondisi
yang alami, sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin
oksigen terlarut (Brotowidjoyoet al, 1995). Bertambahnya kedalaman dapat
menurunkan konsentrasi oksigen terlarut.

2.5. KELIMPAHAN PLANKTON


Kelimpahan adalah jumlah individu yang menempati wilayah tertentu
atau jumlah individu suatu spesies per kuadrat atau persatuan volume. (Michael,

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 15


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

1994, h. 89). Selain itu, kelimpahan relatif adalah proporsi yang direpresentasikan
oleh masing-masing spesies dari seluruh individu dalam suatu komunitas
(Campbell, dkk., 2010, h. 385). Sementara Nybakken (1992) mendefinisikan 14
kelimpahan sebagai pengukuran sederhana jumlah spesies yang terdapat dalam
suatu komunitas atau tingkatan trofik. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kelimpahan adalah jumlah atau banyaknya individu pada suatu
area tertentu dalam suatu komunitas.
Kelimpahan suatu spesies Zooplankton dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, nutrien, oksigen, kecerahan air dan
arus air dapat mempengaruhi kelimpahan dari spesies tersebut. Seperti contoh,
kandungan oksigen yang rendah pada suatu wilayah perairan akan mempengaruhi
kelimpahan dan keanekaragaman spesies atau dengan kandungan pH yang terlalu
rendah atau tinggi juga akan mempengaruhi jumlah spesies pada suatu wilayah.
Selain faktor tersebut, suatu spesies tidak dapat sintas dan
bereproduksi di suatu lingkungan yang baru. Hal tersebut diakibatkan oleh interkasi
negatif dengan organisme lain dalam bentuk pemangsaan, parasistisme atau
kompetisi. (Campbell, dkk., 2010, h. 331). Itu merupakan salah satu faktor
pembatas kelimpahan dan keanekaragaman spesies dalam suatu wilayah perairan.
Namun selain pemangsa dan herbivor, ketersediaan sumber makanan, parasit,
patogen dan organisme pesaing juga dapat bertindak sebagai faktor pembatas
terhadap kelimpahan dan keanekaragaman spesies tersebut. (Campbell, dkk., 2010,
h. 332).
Pada suatu perairan yang memiliki kelimpahan dan keanekeragaman
Zooplankton yang tinggi dapat dijadikan bio-indikator karena Zooplankton dapat
menggambarkan jumlah ketersediaan makanan bagi biota hewan di perairan
khususnya di lautan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 16


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESKRIPSI STASIUN PENGAMATAN


3.1.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi lingkungan dilakukan pada 13 Mei 2018
dan 22 Mei 2018 yang dilaksanakan di Bendungan Lahor Kabupaten
Malang dan di Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya Malang.

3.1.2 Peta Lokasi

Gambar 3.1. Peta Kabupaten Malang

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 17


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Gambar 3.2. Titik-titik Pengambilan Air Sampel di Bendungan Lahor,


Kabupaten Malang

Bendungan Lahor mempunyai koordinat yaitu 8°8’29”S dan 112°28’41”E,


yang beralamatkan di Jalan Raya Blitar-Malang, Kecamatan Sumberpucung,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Luas Bendungan Lahor mencapai 2,6
km2 yang mempunyai titik terdalam yaitu 30 m dan terletak 270 m di atas
permukaan air laut (mdpl).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 18


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Keadaan sekitar di titik 3, 4, dan 5 memiliki faktor biotik yaitu organisme


planktonik yang merupakan produsen dan konsumen primer dan organisme bentik,
jumlah organisme baik Phytoplankton, Zooplankton, Periphyton maupun bentos,
air, manusia, enceng gondok, lumut, rumput dan juga pepohonan. Faktor abiotik
terdiri dari pH air, suhu air dan udara, oksigen terlarut (DO), CO2 bebas, kecerahan
air, turbiditas, kedalaman, tanah, perahu, batu, jembatan dan juga keramba ikan.
Kondisi lingkungan yang ada di sekitar bendungan Lahor yaitu ramai, bersih,
memiliki kelembaban yang tinggi serta cuaca yang cerah.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

a. Suhu
 DO meter
 Gelas ukur
b. Turbidity
 Tabung sampel
 Turbidimeter
c. pH
 pH meter
d. CO2
 Buret
 Corong
 Gelas ukur
 Statif dan Klem
e. DO
 Botol winkler (Kratingdaeng)
 Buret
 Corong
 DO meter
 Erlenmeyer

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 19


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

 Gelas ukur (50 ml dan 100 ml)


 Pipet tetes
 Pipet volumetrik ( 25 ml dan 50 ml)
 Plastik hitam
 Statif dan Klem
f. BOD
 Botol winkler (kratingdaeng)
 Buret
 Corong
 DO meter
 Erlenmeyer
 Gelas ukur (50ml dan 100 ml)
 Pipet tetes
 Pipet volumetrik (25 ml dan 50 ml)
 Statif dan Klem
g. Analisis Plankton
 Plankton net
 Botol film
 Ember
 Mikroskop
 Preparat
3.2.2 Bahan
a. Suhu
Air sampel (air Bendungan Lahor)
b. Turbidity
Air sampel (air Bendungan Lahor)
c. pH
Air sampel (air Bendungan Lahor)
d. CO2
 Air sampel (air Bendungan Lahor)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 20


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

 NaOH (Natrium Hidroksida)


 PP (Phenolphtalein)
e. DO
 AIA (Alkali Iodida Azida)
 Air sampel (air Bendungan Lahor)
 Aquadest
 CH2O (Formalin)
 C6H10O5 (Amilum)
 H2SO4 (Asam Sulfat)
 Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat)
 NaOH (Natrium Hidroksida)
 PP (Phenolphthalein)
 MnSO4 (Mangan Sulfat)
f. BOD
 AIA (Alkali Iodida Azida)
 Air sampel (air Bendungan Lahor)
 Aquadest
 CH2O (Formalin)
 C6H10O5 (Amilum)
 H2SO4 (Asam Sulfat)
 Na2S2O3 (Natrium Thiosulfat)
 NaOH (Natrium Hidroksida)
 PP (Phenolphthalein)
 MnSO4 (Mangan Sulfat)
g. Analisis Plankton
 25 L air sampel (air Bendungan Lahor)
 CH2O (Formalin)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 21


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

3.3 PROSEDUR ANALISIS


a. Suhu

 Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air, setelah penuh


ditutup dalam posisi masih dalam air.

 Suhu air diukur dengan cara memasukkan ujung sensor termometer


kedalam air dan termometer menunjukkan angka atau suhu terukur.
b. Turbidity
 Botol sampel ditenggelamkan perlahan kedalam air. Setelah penuh,
botol ditutup dalam keadaan masih di dalam air.
 Memasangkan/menyambungkan turbidimeter dengan sumber listrik
 Larutan standar diletakan pada tempat sampel yang ada di
turbidimeter
 Lakukan pengukuran dengan menyesuaikan nilai pengukuran hingga
sesuai dengan nilai standar
 Sampel dimasukan pada tempat pengukuran sampel yang ada pada
turbidimeter
 Membaca skala pengukuran kekeruhan.
c. pH
 Botol sampel dimasukkan kedalam air dengan kedalaman
bervariasi, setelah penuh botol tersebut ditutup dengan keadaan
masih di dalam air.
 Sebelum digunakan pH meter dicuci dengan aquadest dan di
standarisasi dengan larutan standar yang telah disediakan.
 pH air diukur dengan cara memasukkan ujung sensor pH meter
kedalam air dan pH meter menunjukkan angka atau nilai pH
terukur.
d. Analisis Kadar CO2
 Botol sampel ditenggelamkan perlahan kedalam air dengan
kedalaman yang bervariasi. Setelah penuh, botol ditutup dalam posisi
masih didalam air.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 22


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

 Teteskan indikator Phenolpthalein (PP) sebanyak 3 tetes. Apabila air


sampel tersebut berwarna merah muda berarti tidak mengandung CO2
bebas.
 Air sampel yang tidak berubah warna dititrasi sampai berubah warna
menjadi merah muda.
e. Analisis Kadar DO
Pengambilan sempel air dilakukan dengan menggunakan metode
Mikro Winkler
1. DO0
 Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air dengan
kedalaman bervariasi, setelah penuh ditutup dalam keadaan
masih didalam air.
 Tambahkan 0,5 ml larutan MnSO4 diikuti dengan 0,5 ml AIA ke
dalam air sampel. Botol sampel ditutup kembali dan dikocok
dengan cari dibolak – balikkan sampai tercampur rata. Setelah
dikocok, air sampel dibiarkan selama 10 menit sampai
mengendap (berwarna cokelat). Setelah itu tambahkan 0,5 ml
H2SO4 kedalam air sampel sehingga warna berubah menjadi
lebih cerah (orange kecoklatan).
 Botol dikocok sampai endapan bercampur, lalu pindahkan ke
erlenmeyer.
 Air sampel tersebut kemudian dititrasi dengan Na2SO2O3 sampai
berubah warna menjadi kekuningan.
 Setelah berubah warna, kemudian air sampel ditambahkan 0,5
ml C6H10O5 hingga berwarna biru.
 Air sampel dititrasi kembali dengan Na2SO2O3 hingga bening.
2. DO5
 Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air dengan
kedalaman bervariasi, setelah penuh ditutup dalam keadaan
masih didalam air.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 23


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

 Air sampel ditambahkan 3 tetes formalin dan disimpan di tempat


yang terhindar dari cahaya selama 5 hari.
 Menggunakan pipet volumetrik ditambahkan 0,5 ml larutan
H2SO4 (berwarna orange kecoklatan).
 Botol dikocok sampai endapan bercampur kemudian pindahkan
ke erlenmeyer.
 Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai berwarna kuning muda.
 Setelah berwarna kuning muda ditambahkan C6H10O5 0,5 ml
hingga berwarna biru.
 Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 hingga bening.
f. Analisis Kadar BOD
 Botol sampel ditenggelamkan perlahan ke dalam air dengan
kedalaman bervariasi, setelah penuh ditutup dalam keadaan masih
didalam air.
 Tambahkan 0,5 ml larutan MnSO4 hingga terlihat endapan.
 Tambahkan 0,5 ml H2SO4 hingga berubah warna menjadi orange
kecoklatan. Dikocok sampai endapan bercampur, lalu pindahkan ke
erlenmeyer.
 Air sampel tersebut kemudian dititrasi dengan Na2SO2O3 sampai
berubah warna menjadi kuning muda.
 Setelah berubah warna, kemudian air sampel ditambahkan 0,5 ml
C6H10O5 hingga berwarna biru.
 Air sampel dititrasi kembali dengan Na2SO2O3 hingga bening.
g. Analisis Plankton
1. Pengambilan sampel
 Sampel air di ambil menggunakan ember sebanyak 25 L.
 Sampel air disaring dengan menggunakan plankton net.
 Plankton akan tertampung di botol film.
 Tambahkan formalin kedalam botol film.
 Disimpan pada incubator.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 24


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

2. Pembuatan preparat
 Dikalibrasi dengan menggunakan aquadest dan di lap dengan
tissu secara searah
 Titetesi object glass dengan sampel plankton dari botol film
sebanyak 1 tetes
 Ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 45o agar tidak
ada gelembung.
3. Pengamatan Plankton
 Plankton diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x,
100x, 400x, 1000x.
 Ambil gambar plankton yang telah di amati dan dihitung jumlah
kelimpahan plankton.
 Dilakukan beberapa kali untuk menghindari bias mata.
 Catat data yang telah di dapatkan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 25


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DATA HASIL PENGAMATAN dan PERHITUNGAN


4.1.1 Data Tabel Pengamatan Kualitas Air
Tabel 4.1 Pengamatan Kualitas Air
Parameter Kualitas Air
Kedalaman Volume Titrasi (mL)
(m) Suhu (ºC) pH Turbidity TDS DO0 DO5 BOD CO2
(NTU) (ppm)
0 26,9 8,3 0 29,3 6,01 2,97 3,04 0
5 26,8 8 1,4 29,7 5,28 1,98 3,3 1,5
10 26,7 7,9 1,5 29,7 4,95 1,32 3,63 3,5
(Sumber: Data Hasil Pengamatan Praktikum Mikrobiologi, 2018).
4.1.2 Perhitungan
1. Analisis Suhu (Titik 5)
- Pada kedalaman 0 m = 26,9 ºC
- Pada kedalaman 5 m = 26,8 ºC
- Pada kedalaman 10 m = 26,7 ºC
2. Analisis pH (Titik 5)
- Pada kedalaman 0 m = 8,3
- Pada kedalaman 5 m =8
- Pada kedalaman 10 m = 7,9
3. Konversi Turbidity (Titik 5)
0 𝑁𝑇𝑈
- Kedalaman 0 m = 2,35 𝑁𝑇𝑈× mg/L

= 0 mg/L
1,4 𝑁𝑇𝑈
- Kedalaman 5 m = 2,35 𝑁𝑇𝑈× mg/L

= 0,59 mg/L

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 26


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

1,5 𝑁𝑇𝑈
- Kedalaman 10 m = 2,35 𝑁𝑇𝑈× mg/L

= 0,64 mg/L

Jadi, nilai konversi turbidity pada kedalaman 0 m adalah 0 mg/L, pada


kedalaman 5 m adalah 0,59 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah
0,64 mg/L.

5. Konversi TDS (Titik 5)


1 ppm = 1 mg/L
- Pada kedalaman 0 m = 29,3 ppm
= 29,3 mg/L

- Pada kedalaman 5 m = 29,7 ppm

= 29,7 mg/L

- Pada kedalaman 10 m = 29,7 ppm

= 29,7 mg/L

Jadi, nilai konversi dari TDS pada kedalaman 0 m adalah 29,3 mg/L, pada
kedalaman 5 m adalah 29,7 mg/L da pada kedalaman 10 m adalah 29,7
mg/L.

6. Analisis DO (Titik 5)
 DO0 Pada Kedalaman 0 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 5,1 mL
Na2S2O3 akhir = 4,0 mL
N = 0,01

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 27


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

V = 125 mL
Ditanya = DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir

= 5,1 mL + 4 mL

= 9,1 mL

- Dicari nilai DO0


𝐴×𝑁×8000
DO0 = 𝑣−4
9,1 mL×0,01×8000
DO0 = 125 mL−4
728
= 121 × mg/L

= 6,01 mg/L

Jadi, konsentrasi DO0 pada titik 5 kedalaman 0 m adalah 6,01 mg/L.


 DO0 Pada Kedalaman 5 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 5 mL
Na2S2O3 akhir = 3 mL

N = 0,01

V = 125 mL

Ditanya = DO0 ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 28


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Penyelesaian :
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 5 mL + 3 mL
= 8 mL
- Dicari nilai DO0
𝐴×𝑁×8000
DO0 = 𝑣−4
8,0 mL×0,01×8000
DO0 = 125 mL−4
640
= 121 x mg/L

= 5,28 mg/L
Jadi, konsentrasi DO0 pada titik 5 kedalaman 5 m adalah 5,28 mg/L.
 DO0 Pada Kedalaman 10 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 4 mL
Na2S2O3 awal = 3,5 mL
N = 0,01
V = 125 mL
Ditanya = DO0 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 4 mL + 3,5 mL
= 7,5 mL

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 29


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

- Dicari nilai DO0


𝐴×𝑁×8000
DO0 = 𝑣−4
7,5 mL×0,01×8000
DO0 = 125 mL−4
600
= 121 x mg/L

= 4,95 mg/L
Jadi, konsentrasi DO0 pada titik 5 kedalaman 10 m adalah 4,95 mg/L.
 DO5 Pada Kedalaman 0 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 2,5 mL

Na2S2O3 awal = 2 mL

N = 0,01

V = 125 mL

Ditanya = DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 2,5 mL + 2 mL
= 4,5 mL

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 30


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

- Dicari nilai DO5


𝐴×𝑁×8000
DO5 = 𝑣−4
4,5 mL×0,01×8000
DO5 = 125 𝑚𝐿−4
360
= 121 x mg/L

= 2,97 mg/L
Jadi, konsentrasi DO5 pada titik 5 kedalaman 0 m adalah 2,97 mg/L.
 DO5 Pada Kedalaman 5 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 2,1 mL

Na2S2O3 akhir = 1 mL

N = 0,01

V = 125 mL

Ditanya = DO5 ?
Penyelesaian:
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 2,1 mL + 1 mL
= 3,1 mL
- Dicari nilai DO5
𝐴×𝑁×8000
DO5 = 𝑣−4
3,1 mL×0,01×8000
DO5 = 125 mL−4

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 31


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

248
= 121 x mg/L

= 2,04 mg/L
Jadi, konsentrasi DO5 pada titik 5 kedalaman 5 m adalah 2,04 mg/L.
 DO5 Pada Kedalaman 10 m
- Hasil titrasi awal dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada sampel menjadi kuning muda.
- Hasil titrasi akhir dengan larutan Na2S2O3 menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada sampel menjadi jernih.
- Perhitungan
Diketahui :
Na2S2O3 awal = 1 mL

Na2S2O3 akhir = 1 mL

N = 0,01

V = 125 mL

Ditanya = DO5 ?
Penyelesaian :
- Dicari nilai A
A = Na2S2O3 awal + Na2S2O3 akhir
= 1 mL + 1 mL
= 2 mL
- Dicari nilai DO5
𝐴×𝑁×8000
DO5 = 𝑣−4
2,0 mL×0,01×8000
DO5 = 125 mL−4
160
= 121 x mg/L

= 1,32 mg/L
Jadi, konsentrasi DO5 pada titik 5 kedalaman 10 m adalah 1,32 mg/L.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 32


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

6. Analisis BOD (Titik 5)


- BOD pada kedalaman 0 m
Diketahui:
DO0 = 6,01 mg/L
DO5 = 2,97 mg/L
Ditanya: BOD ?
Penyelesaian:
BOD = DO0 - DO5
= 6,01 mg/L - 2,97 mg/L
= 3,04 mg/L
Jadi, konsentrasi BOD pada titik 5 kedalaman 0 m adalah 3,04 mg/L.
- BOD pada kedalaman 5 m
Diketahui:
DO0 = 5,28 mg/L
DO5 = 1,98 mg/L
Ditanya: BOD ?
Penyelesaian:
BOD = DO0 - DO5
= 5,28 mg/L - 1,98 mg/L
= 3,3 mg/L

Jadi, konsentrasi BOD pada titik 5 kedalaman 5 m adalah 3,3 mg/L.


- BOD pada kedalaman 10 m
Diketahui:
DO0 = 4,95 mg/L
DO5 = 1,32 mg/L
Ditanya: BOD ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 33


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Penyelesaian:

BOD = DO0 - DO5

= 4,95 mg/L - 1,32 mg/L


= 3,63 mg/L

Jadi, konsentrasi BOD pada titik 5 kedalaman 10 m adalah 3,63 mg/L.

7. Analisis CO2 (Titik 5)


 Kedalaman 0 m
- Hasil penambahan 3 tetes phenolptalein menyebabkan terjadinya
perubahan warna merah muda pada sampel, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel di Bendungan Lahor pada titik kelima
kedalaman 0 m mengandung CO2 bebas.
- Perhitungan
Diketahui:
p = 0 mL
N = 0,01
V = 100 mL

Ditanya = CO2 ?

Penyelesaian :

1000
V0 = ×p×0,5
𝑉

1000
= 100 𝑚𝐿×0 mL×0,5

= 0 × mg/L

= 0 mg/L

Jadi, konsentrasi CO2 pada titik 5 kedalaman 0 m adalah 0 mg/L.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 34


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

 Kedalaman 5 m
- Sampel ditambahkan 3 tetes phenolptalein menyebabkan terjadinya
perubahan warna sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel di
Bendungan Lahor pada titik kelima kedalaman 5 m mengandung
CO2 terikat.
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan
warna pada sampel menjadi warna merah muda.
- Perhitungan
Diketahui:
p = 0,3 mL
N = 0,01
V = 100 mL

Ditanya: CO2 ?
Penyelesaian :
1000
V5 = ×p×0,5
𝑉
1000
= 100 𝑚𝐿×0,3 mL × 0,5

= 1,5 × mg/L
= 1,5 mg/L
Jadi, konsentrasi CO2 pada titik 5 kedalaman 5 m adalah 1,5 mg/L.
 Kedalaman 10 m
- Hasil penambahan 3 tetes phenolptalein menyebabkan terjadinya
perubahan warna pada sampel sehingga dapat disimpulkan bahwa
sampel di Bendungan Lahor pada titik kelima kedalaman 10 m
mengandung CO2 terikat.
- Hasil titrasi dengan larutan NaOH menyebabkan terjadi perubahan
warna pada sampel menjadi warna merah muda.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 35


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

- Perhitungan
Diketahui:
p = 0,7 mL
N = 0,01
V = 100 mL

Ditanya: CO2 ?
Penyelesaian :
1000
V10 = ×p×0,5
𝑉
1000
= 100 𝑚𝐿×0,7 mL × 0,5

= 3,5 × mg/L
= 3,5 mg/L

Jadi, konsentrasi CO2 pada titik 5 kedalaman 10 m adalah 3,5 mg/L.


8. Kelimpahan Plankton
- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboraturium Hidrobiologi
Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis
fitoplankton dengan spesies Microcystis flos aquae, sehingga dapat
ditentukan kelimpahan plankton sebagai berikut:
Diketahui:
D1 = 20 mm

D2 = 19,5 mm

n = 9 sel

T = 324 𝑚𝑚2

V = 25 mL

v = 0,045 mL

W = 25000 mL

Ditanya: N ?

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 36


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Penyelesaian:

- Dicari nilai D
D = D1 - D2
= 20 mm - 19,5 mm
= 0,5 mm
- Dicari LBP
1
LBP = 4πD2
1
= 4×3,14×(0,5 mm)2

= 0,196 mm2
- Dicari N

𝑇×𝑉
N=
𝐿×𝑣×𝑃×𝑊
×n

324𝑚𝑚2 ×25 𝑚𝐿
= × 9 sel
0,196 𝑚𝑚2 ×0,045 𝑚𝐿×5×25000 𝑚𝐿

8100
= × 9 sel
1.102,5

= 66,12 sel/mL
= 66 sel/mL
Jadi, kelimpahan jenis phytoplankton spesies Microcystis flos aquae
adalah 66 sel/mL.

- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboraturium Hidrobiologi


Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis
fitoplankton dengan spesies Navicula sp, sehingga dapat ditentukan
kelimpahan plankton.
Diketahui:
D1 = 15 mm

D2 = 14,5 mm

n = 2 sel

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 37


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

T = 400 mm2

V = 20 mL

v = 0,045 mL

W = 25000 mL

Ditanya: N ?
Penyelesaian:
- Dicari D
D = D1-D2
= 15 mm - 14,5 mm
= 0,5 mm
- Dicari LBP
1
LBP = πD2
4
1
= 4×3,14×(0,5 mm)2

= 0,196 mm2
- Dicari N

𝑇×𝑉
N=
𝐿×𝑣×𝑃×𝑊
×n

400 𝑚𝑚2 ×20


= × 2 sel
0,196 𝑚𝑚2 ×0,045 𝑚𝐿×5×25000 𝑚𝐿

8000
= × 2 sel
1.102,5

= 14,51 sel/mL
= 14 sel/mL
Jadi, kelimpahan jenis phytoplankton spesies Navicula sp. adalah 14
sel/mL.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 38


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboraturium Hidrobiologi


Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis
fitoplankton dengan spesies Nitzechia philippinarum sehingga dapat
ditentukan kelimpahan plankton.
Diketahui:
D1 = 15 mm

D2 = 14,5 mm

n = 2 sel

T = 324 mm2

V = 20 mL

v = 0,045 mL

W = 25000 mL

Ditanya: N ?
Penyelesaian:
- Dicari D
D = D1-D2
= 15 mm - 14,5 mm
= 0,5 mm
- Dicari LBP
1
LBP = 4πD2
1
= 4×3,14×(0,52)

= 0,196
- Dicari N

𝑇×𝑉
N= ×n
𝐿×𝑣×𝑃×𝑊

324 𝑚𝑚2 ×20


= × 2 sel
0,196 𝑚𝑚2 ×0,045 𝑚𝐿×5×25000 𝑚𝐿

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 39


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

6480
=
1.102,5
× 2 sel
= 11,75 sel/mL
= 12 sel/mL
Jadi, kelimpahan jenis phytoplankton spesies Nitzechia philippinarum
adalah 12 sel/mL.

- Berdasarkan hasil pengamatan di Laboraturium Hidrobiologi


Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018 diperoleh jenis
fitoplankton dengan spesies Microcystis aeruginosa, sehingga dapat
ditentukan kelimpahan plankton.
Diketahui:
D1 = 10 mm

D2 = 9,5 mm

n = 12 sel

T = 324 mm2

V = 25 mL

v = 0,045 mL

W = 25000 mL

Ditanya: N ?

Penyelesaian:

- Dicari nilai D
D = D1-D2
= 10 mm - 9,5 mm
= 0,5 mm

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 40


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

- Dicari LBP
1
LBP = 4πD2
1
= 4×3,14×(0,52)

= 0,196 mm2
- Dicari N

𝑇×𝑉
N= ×n
𝐿×𝑣×𝑃×𝑊

324 𝑚𝑚2 ×25 𝑚𝐿


= × 12 sel
0,196𝑚𝑚2 ×0,045 𝑚𝐿×5×25000 𝑚𝐿

8100
= × 12 sel
1.102,5

= 88,16 sel/mL
= 88 sel/mL
Jadi, kelimpahan jenis phytoplankton spesies Microcystis aeruginosa
adalah 88 sel/mL.

4.1.3 Tabel Hasil Perhitungan


4.2 Tabel Hasil Perhitungan Kualitas Air

Parameter Kualitas Air


Kedalaman Konsentrasi (mg/L)
(m) Suhu pH Turbidity TDS DO0 DO5 BOD CO2
(ºC)
0 26,9 8,3 0 29,3 6,01 2,97 3,04 0
5 26,8 8 0,59 29,7 5,28 2,04 3,3 1,5
10 26,7 7,9 0,64 29,7 4,95 1,32 3,63 3,5
(Sumber: Hasil Perhitungan Kualitas Air, 2018).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 41


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

4.1.4 Tabel Jenis, Gambar dan Klasifikasi Plankton

4.3 Tabel Jenis, Gambar dan Klasifikasi Plankton

Bidang Pandang Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur Jenis Plankton Klasifikasi
Fitoplankton
Phylum : Cyanophyta
Class : Cyanophyceae
Ordo : Chroococcales
5 Family : Chroococcaceae
Genus : Microcystis
Spesies : Microcystis flos aquae

Fitoplankton
Phylum : Heterokonta
Class : Bacillariophyceae
Ordo : Naviculales
Family : Naviculaceae
Genus : Navicula
5 Spesies : Navicula sp.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 42


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Bidang Pandang Gambar Hasil Pengamatan Gambar Literatur Jenis Plankton Klasifikasi

Fitoplankton Superfilum : Heterokonta


Class : Bacillariophyceae
Ordo : Bacillariales
Family : Bacillariaceae
5
Genus : Nitzechia
Spesies : Nitzechia
philippinarum

Fitoplankton Phylum : Cyanophyta


Class : Cyanophyceae
Ordo : Chroococcales
Family : Chroococcaceae
5 Genus : Microcystis
Spesies :Microcystis aeruginosa

(Sumber: Hasil Pengamatan Jenis Plankton, 2018).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 43


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

4.1.5 Tabel Hasil Perhitungan Kelimpahan Plankton


4.4 Tabel Perhitungan Kelimpahan Plankton
Phylum Genus N (sel) D (mm) N (sel/mL)
Cyanophyta Microcystis 9 0,5 66
Navicula sp. Navicula 2 0,5 14
Nitzechia Nitzechia
2 0,5 12
philippinarum
Microcystis Microcystis
12 0,5 88
aeruginosa
(Sumber; Hasil Perhitungan Kelimpahan Plankton, 2018).

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Kedalaman Terhadap Parameter Kualitas Air
Praktikum mikrobiologi yang dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2018 pukul
13.00 WIB, di Bendungan Lahor terdapat beberapa parameter kualitas air yang
dianalisis yaitu suhu, pH, Turbidity, TDS, DO0, DO5, BOD dan CO2. Pengambilan
sampel dilakukan 3 kali yaitu pada kedalaman 0 m, 5 m dan 10 m. Pengaruh masing-
masing parameter terhadap kedalaman antara lain :
a. Suhu
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter fisika
yaitu suhu yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil pada kedalaman 0 m memiliki suhu 26,9oC, kedalaman 5 m
memiliki suhu 26,8oC, dan kedalaman 10 m memiliki suhu 26,7oC. Suhu pada
setiap kedalaman berbeda, dikarenakan cahaya matahari yang masuk ke perairan
akan mengalami penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Pada lapisan
atas perairan akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil
dari pada lapisan bawah.
(Sumber: Rosyadi Intan Awaliyah, 2017).
b. pH
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu pH yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil pada kedalaman 0 m memiliki pH 8,3. pada kedalaman 5 m
memiliki pH 8, dan pada kedalaman 10 m pHnya 7,9. Secara teori, semakin

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 44


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

banyak karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH akan


semakin rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas fotosintesis semakin tinggi
maka akan menyebabkan pH semakin tinggi. Sehingga hubunganya dengan
kedalaman adalah pH akan semakin menurun jika semakin dalam kedalaman
perairan.
(Sumber: Rosyadi Intan Awaliyah, 2017).
c. Turbidity
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu turbidity yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil pada kedalaman 0 m memiliki nilai turbidity 0 mg/L, pada
kedalaman 5 m memiliki nilai turbidity 0,59 mg/L, dan pada kedalaman 10 m
memiliki nilai turbidity 0,64 mg/L. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa nilai
kekeruhan berbeda tiap kedalaman. Kekeruhan perairan atau yang biasa disebut
dengan turbiditas perairan merupakan suatu keadaan perairan disaat semua zat
padat berupa pasir, lumpur dan tanah liat atau partikel-partikel tersuspensi dalam
air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton.
Hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi
cahaya ke dalam kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting bagi algae
terutama dalam proses fotosintetik.
(Sumber: Maturbongs Modesta R, 2015).
d. TDS (Total Disolved Solid)
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu TDS yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai TDS pada kedalaman 0 m adalah 29,3 mg/L, pada kedalaman 5 m
adalah 29,7 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 29,7 mg/L.
TDS adalah terlarutnya zat padat, baik berupa ion, berupa senyawa, koloid
di dalam air. Kandungan TDS berbanding lurus dengan tingkat kekeruhan dimana
apabila tingkat kekeruhan tinggi maka kandungan TDS semakin tinggi, yang
artinya semakin dalam air maka kandungan TDSnya semakin besar.
(Sumber : Mayangsari Jesicha dan Sudarno dkk. 2016).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 45


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

e. DO (Dissolved Oxygen)
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu DO yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai DO0 pada kedalaman 0 m adalah 6,01 mg/L, pada kedalaman 5
m adalah 5,28 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 4,95 mg/L. Nilai DO5
pada kedalaman 0 m adalah 2,97 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 2,04 mg/L
dan pada kedalaman 10 m adalah 1,32 mg/L. Berdasarkan hasil yang diperoleh,
konsentrasi oksigen semakin menurun dikarenakan banyaknya mikroorganisme
yang terkandung di dalamnya, oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
menjadi semakin banyak.
Dari teori yang didapat bahwa kadar oksigen dipengaruhi oleh jumlah
mikroorganisme, dimana semakin dalam suatu perairan maka jumlah dari
mikroorganisme semakin banyak dan jumlah oksigen yang dibutuhkan semakin
banyak pula, sehingga mikroorganisme akan susah melakukan fotosintesis.
(Sumber : Novilyansa Elza, 2017).
f. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu BOD yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh nilai BOD pada kedalaman 0 m adalah 3,04 mg/L, pada kedalaman 5
m adalah 3,3 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 3,63 mg/L. Nilai BOD
berbanding terbalik dengan nilai DO, semakin meningkat kadar BOD yang
dibutuhkan maka nilai DO akan semakin menurun dimana nilai DO
berhubungan dengan kedalaman perairan.
(Sumber : Anastiti Putri Pangestika, 2016).
g. CO2 (Karbondioksida)
Pada praktikum mikrobiologi pengukuran kualitas perairan parameter kimia
yaitu CO2 yang dilakukan di Bendungan Lahor pada tanggal 13 Mei 2018
diperoleh hasil parameter CO2 pada kedalaman 0 m CO2 adalah 0 mg/L. pada
kedalaman 5 m adalah 1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 3,5 mg/L.
Dilihat dari teori bahwa nilai CO2 berbanding terbalik dengan nilai pH yaitu
semakin tinggi konsentrasi karbondioksida (CO2), maka pH semakin menurun.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 46


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai pH pada kedalaman 0 m adalah 8,3, pada
kedalaman 5 m adalah 8 dan pada kedalaman 10 m adalah 3,5. Hal ini
membuktikan bahwa kadar CO2 berhubungan dengan nilai pH dimana nilai pH
berhubungan dengan kedalaman air.
(Sumber : Sahabuddin dan Andi Kaheriyah dkk. 2017).

4.2.2 Hubungan Parameter Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Plankton


a. Suhu
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh suhu pada kedalaman
0 m adalah 26,9ºC, pada kedalaman 5 m adalah 26,8ºC dan pada kedalaman 10
m adalah 26,7ºC. Suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton baik
fitoplankton maupun zooplankton karena menurut Apridayanti (2009), dari
semua faktor fisika dan kimia yang memiliki peranan paling penting bagi
produktivitas fitoplankton adalah faktor cahaya dan nutrient atau unsur hara.
(Sumber : Noortsany Mokhammad Riza, 2017).
b. pH
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai pH pada
kedalaman 0 m adalah 8,3, pada kedalaman 5 m adalah 8 dan pada kedalaman
10 m adalah 7,9. Berdasarkan standar baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001
kelas II bahwa nilai pH yang optimum adalah 6-9 sehingga di perairan dengan
pH 6-9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dimana pada pada

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 47


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

kondisi tersebut dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik dan


menjadi unsur-unsur baru yang dapat di manfaatkan oleh fitoplankton untuk
pertumbuhannya.
(Sumber : Noortsany Mokhammad Riza, 2017).
c. Turbidity
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai turbidity pada
kedalaman 0 m adalah 0 mg/mL, pada kedalaman 5 m adalah 0,59 mg/L dan
pada kedalaman 10 m adalah 0,64 mg/L.
Tinggi rendahnya tingkat kekeruhan dalam suatu perairan dapat
mempengaruhi proses fotosintesis dalam air, hal ini berhubungan dengan tinggi
rendahnya tingkat cahaya matahari yang masuk ke dalam air.
(Sumber : Dina Sharah dan Barus Ternala Alexander, dkk. 2013).
d. TDS
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai TDS pada
kedalaman 0 m adalah 29,3 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 29,7 mg/L dan
pada kedalaman 10 m adalah 29,7 mg/L. Semakin tinggi padatan terlarut berarti
akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan. Hal ini secara
langsung akan berakibat terhadap penurunan aktivitas dari fotosintesis yang
dialami oleh fitoplankton.
(Sumber : Anggraini Aprilia dan Sudarsono, dkk. 2016).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 48


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

e. DO
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai DO0 pada
kedalaman 0 m adalah 6,01 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 5,28 mg/L dan
pada kedalaman 10 m adalah 4,95 mg/L. Nilai DO5 pada kedalaman 0 m adalah
2,97 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 2,04 mg/L dan pada kedalaman 10 m
adalah 1,32 mg/L. Fitoplankton dan zooplankton dapat hidup optimal pada
konsentrasi oksigen > 3 mg/L. Dari hasil diperoleh bahwa pada perairan tersebut
cukup baik untuk pertumbuhan kehidupan plankton.
(Sumber : Noortsany Mokhammad Riza, 2017).
f. BOD
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018
diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan
Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai BOD pada
kedalaman 0 m adalah 3,04 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 3,3 mg/L dan
pada kedalaman 10 m adalah 3,63 mg/L.
Kandungan BOD dalam air dapat membantu mikroorganisme dalam
mengurai bahan-bahan organik di perairan.
(Sumber : Ningsih Dian Tanti, 2017).
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar kandungan BOD suatu perairan
maka semakin banyak kelimpahan yang ada di perairan tersebut.
g. CO2
Berdasarkan praktikum mikrobiologi yang telah dilaksanakan di
Laboratorium Hidrobiologi Universitas Brawijaya pada tanggal 22 Mei 2018

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 49


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

diperoleh hasil kelimpahan plankton beberapa species dari perairan Bendungan


Lahor yaitu Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL, Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL,
Nitzechia philippinarum sebanyak 12 sel/mL dan Microcystis aeruginosa
sebanyak 88 sel/mL dan berdasarkan praktikum diperoleh nilai CO2 pada
kedalaman 0 m adalah 0 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 1,5 mg/L dan pada
kedalaman 10 m adalah 3,5 mg/L. Kadar karbondioksida yang tinggi dapat
mengakibatkan efek buruk baik untuk parameter kualitas air maupun organisme
perairan yang hidup di dalam perairan tersebut. Dari hasil yang diperoleh bahwa
konsentrasi CO2 pada perairan tersebut cukup baik untuk kehidupan plankton di
perairan tersebut.
(Sumber : Noortsany Mokhammad Riza, 2017).
Semakin tinggi konsentrasi karboondioksida (CO2), maka pH semakin
menurun dan fitoplankton dapat tumbuh maksimal pada konsentrasi
karbondioksida (CO2) rendah.
(Sumber: Sahabuddin dan Andi Kaheriyah, dkk. 2017).

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 50


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Suhu air Bendungan Lahor berkisar antara 26,7ºC-26,9ºC. Suhu air
menunjukkan penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal ini
dikarenakan intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan mengalami
penyerapan dan perubahan menjadi energi panas. Pada lapisan atas perairan
akan memiliki suhu yang lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil dari pada
lapisan bawah.
2. Dari hasil praktikum diperoleh nilai pH pada kedalaman 0 m adalah 8,3, pada
kedalaman 5 m adalah 8 dan pada kedalaman 10 m adalah 7,9. Hal ini
dikarenakan semakin banyak karbondioksida yang dihasilkan dari proses
respirasi, maka pH akan semakin rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas
fotosintesis semakin tinggi maka akan menyebabkan pH semakin tinggi.
Sehingga hubunganya dengan kedalaman adalah pH akan semakin menurun
jika semakin dalam kedalaman perairan.
3. Hasil analisis turbidity pada Bendungan Lahor diperoleh hasil pada kedalaman
0 m adalah 0 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 0,59 mg/L dan pada kedalaman
10 m adalah 0,64 mg/L. Hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh
terhadap penetrasi cahaya ke dalam kolom air karena cahaya mempunyai
peranan penting bagi algae terutama dalam proses fotosintesis.
4. Hasil analisis TDS pada Bendungan Lahor diperoleh hasil pada kedalaman 0
m adalah 29,3 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 29,7 mg/L dan pada
kedalaman 10 m adalah 29,7 mg/L. Kandungan TDS berbanding lurus dengan
tingkat kekeruhan dimana apabila tingkat kekeruhan tinggi maka kandungan
TDS semakin tinggi, yang artinya semakin dalam air maka kandungan TDSnya
semakin besar.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 51


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

5. Hasil analisis DO (Disolve Oxygen) pada Bendungan Lahor diperoleh nilai


DO0 pada kedalaman 0 m adalah 6,01 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 5,28
mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 4,95 mg/L. Dan nilai DO5 pada
kedalaman 0 m adalah 2,97 mg/L, pada kedalaman 5 m adalah 2,04 mg/L dan
pada kedalaman 10 m adalah 1,32 mg/L. Kadar oksigen dipengaruhi oleh
jumlah mikroorganisme, dikarenakan semakin dalam suatu perairan maka
jumlah dari mikroorganisme semakin banyak dan jumlah oksigen yang
dibutuhkan semakin banyak pula, sehingga mikroorganisme akan susah
melakukan fotosintesis.
6. Hasil analisis BOD (Biovhemical Oxygen Demand) pada Bendungan Lahor
diperoleh nilai BOD pada kedalaman 0 m adalah 3,04 mg/L, pada kedalaman
5 m adalah 3,3 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 3,63 mg/L. Semakin
meningkat kadar BOD yang dibutuhkan maka nilai DO akan semakin menurun
dimana nilai DO berhubungan dengan kedalaman perairan.
7. Hasil analisis Karbondioksida (CO2) pada Bendungan Lahor diperoleh hasil
parameter CO2 pada kedalaman 0 m CO2 adalah 0 mg/L. Pada kedalaman 5 m
adalah 1,5 mg/L dan pada kedalaman 10 m adalah 3,5 mg/L. Nilai CO2
berbanding terbalik dengan nilai pH yaitu semakin tinggi konsentrasi
karbondioksida (CO2), maka pH semakin menurun.
8. Pada pengamatan mikroskopis, didapatkan mikroorganisme plankton berjenis
fitoplankton diantaranya Cyanophyta, Navicula sp. Nitzechia philippinarum
dan Microcystis aeruginosa.
9. Berdasarkan hasil Praktikum Mikrobiologi yang telah dilaksanakan pada
tanggal 13 Mei 2018 di Bendungan Lahor dapat disimpulkan bahwa kondisi
perairan Bendungan Lahor dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan
Bendungan Lahor masih dalam keadaan yang baik sesuai dengan standar baku
mutu menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001
Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas II.
Berdasarkan hasil analisis kelimpahan plankton di Laboratorium Hidrobiologi
Universitas Brawijaya didapatkan jumlah plankton berjenis fitoplankton
sebanyak 180 sel/mL diantaranya spesies Cyanophyta sebanyak 66 sel/mL,

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 52


MIKROBIOLOGI DAN EKOLOGI LINGKUNGAN KELOMPOK 5

Navicula sp. sebanyak 14 sel/mL, Nitzechia philippinarumI sebanyak 12


sel/mL dan Microcystis aeruginosa sebanyak 88 sel/mL. Hal ini membuktikan
bahwa perairan di Bendungan Lahor masih dalam kondisi baik untuk
kehidupan plankton.

5.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan terdapat kesalahan pada pengukuran nilai
BOD tiap kedalaman. Hal tersebut dikarenakan kesalahan dalam pengambilan
sampel. Untuk itu diharapkan kedepannya lebih jeli pada saat pengambilan sampel
serta diharapkan laboratorium ITN Malang untuk meningkatkan sarana dan
prasarana yang dapat digunakan untuk menujang Praktikum Mikrobiologi supaya
mendapat hasil data yang lebih akurat.
Sebelum praktikum hendaknya asisten memberikan modul praktikum untuk
dipelajari dan dipahami oleh praktikan supaya tidak mengalami kebingungan pada
saat praktikum dilakukan. Diharapkan praktikan lebih serius dan fokus serta saling
bekerjasama dalam pembagian tugas agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
Bimbingan asisten juga sangat diperlukan sebelum dilaksanakannya praktikum
untuk meminimalisir kesalahan pada pengamatan, kebingungan praktikan di
lapangan, praktikum di laboratorium serta dalam proses penyusunan laporan.

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 53

Anda mungkin juga menyukai