Disusun oleh :
ALFI LAILA ROHMAWATI
(202010340311101)
Disusun oleh :
ALFI LAILA ROHMAWATI
(202010340311101)
Tugas besar ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti program Praktek
Kerja Nyata di Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Malang, 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas Besar Bangunan Air ini merupakan salah satu tugas besar yang
diwajibkan di Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang.
Secara umum hal - hal yang melatarbelakangi dari diadakannya tugas besar adalah
sebagai syarat untuk melakukan Praktek Kerja Nyata. Hal tersebut dapat
menjadikan motivator bagi kita semua untuk terus belajar secara mendalam.
Dengan adanya tugas besar ini diharapkan terbentuk insan-insan akademis
yang mampu bersaing dalam ilmu teknik sipil sehingga dalam menapaki era
globalisasi yang makin global kita tidak akan ketinggalan teknologi dari negara
lain. Jika dalam penanganan tugas-tugas besar kurang efektif maka, para
Mahasiswa akan kewalahan ketika menghadapi lapangan karena kurangnya
pengalaman.
C. Manfaat
Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air bermanfaat sebagai modal
untuk menghadapi lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan. Sehingga
dengan adanya Tugas Besar ini diharapkan nantinya bila menghadapi lapangan
sudah terbiasa.
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Analisa Hidrologi Secara Umum
Data hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal
bila tidak terjadi evaporasi, run off dan infiltrasi.
• Nilai rerata
logx
logXr =
n
• Standar deviasi
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
(logX − logXr )
Sd =
n −1
• Koefisien kepencengan (Cs)
n (logX − logXr )
3
Cs =
n (n −1)(n − 2)(logX )
3
Besarnya curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun adalah sebagai
berikut:
Log XT = log Xr + K.Sd
K = faktor frekuensi untuk distribusi Log Pearson III yang besarnya
tergantung harga Cs dan Kala ulang T
Bendung tetap atau bendung pelimpah adalah jenis bendung yang tinggi
pembendungannya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat
diatur sesuai yang dikehendaki. Bendung tetap terbuat dari pasangan batu, dibangun
melintang di sungai, sehingga akan memberikan tinggi air minimum kepada bangunan
intake untuk keperluan irigasi, dan merupakan penghalang selama terjadi banjir dan
dapat menyebabkan genangan di udik bendung.
Mercu bendung yaitu bagian atas tubuh bendung dimana aliran dari hulu dapat
melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai
bagian hulu bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai,
letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran
yang menuju bendung terbagi rata.
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Dari Gambar 2.2 tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu akan
berkisar antara 0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1
sampai 0,7 kali Hmaks. Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek
dengan pengontrol segi empat adalah:
2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻 1.5
J 1
3 3
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
H1 = Tinggi energi, m
Persamaan antara tinggi energy dan debit untuk bending mercu Ogee adalah :
2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻 1.5
J 1
3 3
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Lebar mercu bendung yaitu jarak antara dua tembok pangkal bendung
(abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan
lebar mercu bendung, yang harus diperhatikan :
1. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Oleh karena itu, lebar mercu bendung dapat diperkirakan sebagai berikut :
1. Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank full
dishcharge).
2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai yang
stabil.
2.3.3. Lebar Efektif Bendung
Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat mengalirkan
banjir secara efektif jadi berkurang, yang disebut lebar efektif (Beff). Pengurangan lebar
tersebut disebabkan oleh tiga komponen, yaitu :
1. Tebal pilar.
2. Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bending.
3. Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.
4. Tebal pilar.
5. Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bending.
6. Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.
Dalam perhitungan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya, diambil 80% dari
lebar rencana untuk mengompensasi perbedaan koefisien debit dibanding mercu bendung
yang berbentuk bulat.
Untuk model bendung pada Gambar 2.1. Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan
dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antar pangkal-pangkal bendung
dan/atau tiang pilar, dengan persamaan sebagai berikut:
Be = B – 2 x (n x Kp+Ka) x H1
Dimana :
Be = lebar effektif bendung
B = Lebar Optimal Bendung
Kp = koefisien kontraksi pada pilar
Ka = koefisien kontraksi pada dinding
n = jumlah pilar
H1 = tinggi energi (m)
Tinggi Jagaan berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang
melimpah ke tepi sungai/bendung. Pada umumnya semakin besar debit yang diangkut,
semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan.
Fb = C x V x 1/3 Hd
Atau,
Fb = 0,6 + 0,037 x V x 1/3 Hd
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Dimana :
Fb = Tinggi jagaan bendung, m
C = Koefesien debit (0,10)
V = Kecepatan air, m/dt
Hd = Tinggi air diatas bendung, m
Pintu pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang terletak di
dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan
angkutan muatan sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang
masuk ke intake.
2,5 m sedangkan untuk pintu yang dioperasikan dengan mesin dibuat antara 2,5- 5
m.
3. Pilar pembilas
Pilar pembilas berfungsi untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan
perlengkapan lainnya. Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai dengan 2
m dan sisi bagian dalam antara 1 – 1,5 m.
4. Sponeng dan stang pintu
Sponeng berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu. Ukuran sponeng
bervariasi yaitu 0,25 x 0,25 m atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi
untuk mengangkat dan menurunkan pintu.
5. Tembok baya-baya
Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari hulu
bendung ke atas plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil antara
0,5 m dan 1 m di atas mercu bendung.
6. Pembilas Shunt Undersluice
Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di luar
bentang sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping melengkung
ke dalam dan terlindung di belakang tembok pangkal.
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai
penyadap aliran air sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta menghindarkan
sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. Pintu pengambilan diletakkan 10
s/d 15 meter di hulu pintu penguras bending. Pengambilan di sisi kanan sungai, lay out
pengambilan direncanakan membentuk sudut 45o kea rah hulu. Intake terdiri dari
bermacam jenis, yaitu :
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu berlubang satu
atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong, tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di bagian hilir
gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas
atau bending.
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat
berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake bila di
awal kantong sedimen bisa berbentuk datar dan dengan kemiringan tertentu. Pintu
Sorong
Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih
dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk bukaan yang
lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk menangggulangi gaya gesekan
pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai
keuntungan tambahan karena di bagian atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu
dapat diangkat dengan kabel baja atau rantai baja. Ada dua tipe pintu rol yang dapat
dipertimbangkan, yaitu pintu Stoney dengan roda yang tidak dipasang pada pintu,
tetapi pada kerangka yang terpisah;dan pintu rol biasa yang dipasang langsung pada
pintu.
Lebar pintu intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran sebagai berikut:
Q = 2 x Cd x b x a x 2 𝑥 𝑔 x h 1.5
J 1
3 3
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
b = Lebar efektif mercu bendung, meter
a = Tinggi bukaan pintu, meter
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
h1 = Tinggi air di hulu, meter
Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir tubuh
bendung yang terdiri dari beberapa tipe, bentuk dan di kanan kirinya dibatasi oleh
tembok pangkal bendung dilanjutkan dengan tembok sayap hilir dengan bentuk
tertentu. Fungsi bangunan ini adalah untuk meredam energi air akibat
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung pada
energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan
konstruksi kolam olak.
V1 = ƒ2 𝑥 𝑔 𝑥 (0,5 𝑥 𝐻1 𝑥 𝑍)
Q
V1 =
F1 s Be
Dimana :
Dengan q = v1 x y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah:
F2
= ½ x (√1 + 8 𝑥 𝐹𝑟2 − 1)
F1
V1
Dimana : Fr =
ƒg.F1
Dimana :
Y2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
Fr = bilangan froude
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
Panjang kolam loncat air di belakang Potongan U (Gambar 2.5) biasanya kurang
dari panjang bebas loncatan tersebut adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang
berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak
Lj = 5 x (n + Y2)
Dimana :
Lj = panjang kolam loncat, m
n = tinggi ambang ujung, m
Syarat panjang kolam loncat adalah harus lebih panjang dari pada panjang
loncatan air sehingga loncatan masih atau tetap berada pada kolam loncat. Persamaan
yang digunakan untuk menentukan panjang loncatan adalah sebagai berikut:
Lj = 5 x (Y2 – Y1)
Dimana :
Lj = panjang loncatan air, m
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai uttuk
pasangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.3. Gambar ini dapat
dimasukkan dengan kecepatan rata-rata di atas ambang kolam. Jika kolam olak tidak
diperlukan karena Fru ≤ 1,7, maka Gambar 2.3 harus menggunakan kecepatan benturan
(impact velocity) Vu :
Vu = ƒ2 𝑥 𝑔 𝑥 ∆𝑧
Gambar 2.3 memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini berarti
bahwa 60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-batu yang
berukuran sama, atau lebih besar.
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air
akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar
perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan
tinggi energi rendah.
Gambar 2.6. Jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
(Sumber: Kp 02 halaman 139)
Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal. Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung
dengan cara membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai dengan panjang relatif
di sepanjang pondasi.
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang
dasar bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ls
Px = Hx − x ΔH
L
Dimana :
Tekanan lumpur dapat bekerja terhadap muka hulu bendung ataupun terhadap
pintu. Untuk sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30o untuk kebanyakan hal,
menghasilkan persamaan berikut :
Ps = 1,67 x h2
Dimana :
Ps = tekanan lumpur pada 2/3 kedalaman atas lumpur yang bekerja secara
horizontal
h = tinggi lumpur setiggi mercu bendung, m
Ad = n x [ac x z]m
ad
E =
g
Dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2
n = koefesien jenis tanah
m = koefesien jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar, cm/dt2
z = factor yang bergantung pada letak geografis
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
E = koefesien gempa
Sumber: KP 06 halaman 28
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier.
Tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
L ∑MT – ∑MG
e = –
2 ∑V
∑V 6se
P= x (1 ± )
L L
Dimana :
Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya
angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari
koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut.
∑V s f
Sf =
∑H
Dimana :
Sf = faktor keamanan
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
f = faktor gesekan = tan θ°
c s Æ + ∑V s tg Ø
Sf =
∑H
21
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Dimana :
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
c = kekuatan geser bahan, ton/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2
Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga- harga
yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 1,50 untuk kondisi normal dan 1,20 untuk
kondisi ekstrem. Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2.
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja
pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus
memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan mana pun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-
harga maksimal yang dianjurkan.
∑MT
Sf =
∑MG
Dimana :
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan
membuat jaringan aliran/flownet. Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane
(weighted creep ratio method), adalah yang dianjurkan untuk mengecek bangunan-
bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan
hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relative kecil,
metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi
penggunaannya lebih sulit.
22
TUGAS BESAR BANGUNAN
AIR ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
Di sepanjang jalur perkolasi, kemiringan yang lebih curam dari 450 dianggap
vertikal dan yang kurang dari 450. Oleh karena itu, rumusnya adalah:
1
XLv + 3 XLH
CL =
K
Dimana :
23
Tugas Besar Bangunan Air
Alfi Laila Rohmawati 202010340311101
BAB III
ANALISIS HIDROLOGI
3.1 Analisa Curah Hujan
Analisa curah hujan dilakukan untuk mendapatkan hujan rencana dengan
berbagai periode kala ulang, kemudian hasilnya dipergunakan untuk menentukan
besarnya debit banjir rencana. Tahapan dalam analisa hujan rencana meliputi :
3.2 Analisa Frekuensi
analisa frekuensi curah hujan dilakukan untuk mendapatkan hujan
rancangan sesuai dengan kala ulang dan hasilnya dipergunakan untuk menetapkan
debit banjir rencana. Kala ulang (return period) didefinisikan sebagai waktu
hipotetik dimana hujan atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampui sekali dalam jangka waktu tertentu, berikut data curah hujan ;
Hasil dari Analisa diatas dicocokan dengan syarat pemilihan jenis sebaran. Nilai
yang digunakan untuk menentukan metode jenis sebaran adalah nilai koefisien kemiringan
populasi (Cs) dan koefisien kurtoris (Ck). Dari nilai tersebut didapatkan normal, distribusi
gumbel dan distribusi log pearson type III. Pencocokan syarat ditunjukan oleh tablel 3.4
berikut.
3.4 Tabel Syarat
Metode Syarat Nilai yang kKeterangan
didapat
Distribusi Normal Cs = 0, Ck = 3 Cs=-0.582 ; Ck= Tidak
0.006 memenuhi
Distribusi Log Normal Cs= 3, (Cv, Cs selalu Cs=-1.103 ; Tidak
positif ) Ck=0.55 memenuhi
Distribusi Gumbel Cs=1.1396, Ck= 5.4002 Cs=-0.582 ; Tidak
Ck=0.006 memenuhi
Distribusi Log Jika tidak ada nilai yang memenuhi
Pearson Type III sesuai
Dari tabel 3.4 diatas dapat disimpulkan bahwa jenis metode sebaran yang
digunakan adalah metode distribusi log pearson type III. Maka data yang digunakan
untuk menghitung curah hujan rencana adalah data dari distribusi log pearson type III.
Tugas Besar Bangunan Air
Alfi Laila Rohmawati 202010340311101
3.3 Perhitungan curah hujan rancangan metode log pearson type III
Curah hujan rancangan dihitung menggunakan metode log pearson III.
Rekapitulasi perhitungan curah hujan rancangan metode log pearson III disajikan dengan
tabel 3.5 berikut ini,
3.5 Metode Log Pearson Type III
Curah (log Xi - log (log Xi (log Xi
No. Tahun
Hujan log Xi X) − log X)2 − log X)3
1 2002 60.00 1.78 -0.191 0.036 -0.007
2 2004 76.50 1.88 -0.085 0.007 -0.001
3 2011 90.00 1.95 -0.014 0.000 0.000
4 2003 91.00 1.96 -0.010 0.000 0.000
5 2007 94.00 1.97 0.004 0.000 0.000
6 2010 94.00 1.97 0.004 0.000 0.000
7 2006 100.00 2.00 0.031 0.001 0.000
8 2005 107.50 2.03 0.063 0.004 0.000
9 2009 113.50 2.05 0.086 0.007 0.001
10 2008 120.00 2.08 0.110 0.012 0.001
Total 946.50 19.69 0.000 0.068 -0.005
Selajutnya dihitung logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu (Log
Xt). Setelah didapat nilai curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu (Log Xt)
dilanjutkan menghitung curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu (Xt).
Rekapitulasi perhitungan ditunjukkan dengan tabel 3.6 berikut ini.
Perhitungan curah hujan rancangan metode log pearson III diambil pada kala ulang 100
tahun. Maka nilai curah hujan rancangan (XT) yang digunakan adalah 126,217 mm.
Dari data diatas dihitung debit banjir rancangan hingga kala ulang 100 tahun.
Rekapitulasi perhitungan dijabarkan pada tabel 3.7 berikut ini.
3.5 Kesimpulan
Dari perhitungan analisis curah hujan rencana yang dilakukan didapatkan
bahwa metode yang digunakan adalah log pearson III dan nilai curah hujan rencana.
Nilai yang diambil dari metode log pearson III adalah pada kala ulang 100 tahun. Nilai
curah hujan rencana ( XT ) = 126.22mm
Nilai curah hujan rencana digunakan sebagai acuan untuk menghitung debit
banjir rancangan. Debit banjir dihitung mrnggunakan metode haspers dan metode
rasional. Hasil dari kedua metode diambil pada nilai yang terkecil, sehingga didpatkan
nilai terkecil pada metode haspers dengan debit banjir rancanga ( QT ) = 212.07m3/jam.
X100 = 126,22 mm
Q100 = 212.07 m3/jam
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
BAB IV
DESAIN HIDRAULIK PINTU PENGAMBILAN (INTAKE)
Q(𝑚3 /𝑑𝑡) N
3 2,3
4 ?
4,5 2,7
4−3 𝑥−2.3
Interpolasi = (4.5−3 = 2.7−2.3)
X = 2,56
Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan
diterapkan rumus Strickler.
h = 2,553/8
h = 1,07 m (h di peroleh dari perhitungan atau di coba-coba)
• B = 2.56h
= 2,56.(1,07)
= 3,05 m
• V = 0,75h2/3
= 0,75(1,11)2/3
= 0,8 m/det
4) Subtitusi agar nilai Q diketahui = Q hitung
• Q = ((b+mh) . h) . (𝑘 . 𝑅 2/3 . 𝑆 1/2 )
= (A) . (V)
= (4,34h2).( 0,8 m/det)
= (4,34.1,072).(0,8)
= 3,97 m3/det ≈ 4,00 m3/det (OK)
= + 44,05 m
Elevasi dasar saluran primer (El.D.S) = El.M.A - h
= + 44,05 – 1,07 = 43,98 m
Elevasi tanggul saluran primer (El.T) = El.M.A + w
= + 44,05 + 0,6 = 45.26m
4.2 Analisa Hidrolik Bangunan Ukur Debit
Dipakai Alat Ukur Ambang Lebar :
Diketahui :
• Q = 4,00 𝑚3 /𝑑𝑡
• b = Lebar Saluran = 3,05 m
• z = 0,20 m (direncanakan)
Direncanakan Bangunan ukur debit Ambang Lebar
2 2
𝑄= √ . 𝑔. 𝑏. ℎ1 2/3
3 3
Q = 𝐶. 𝑏. ℎ1 3/2
• C = 1,71
• g = 9,81 m/s
Maka :
Q = 𝐶. 𝑏. ℎ1 3/2
4 = 1,71 𝑥 3,05 𝑥 ℎ1 3/2
4 = 5,2155 𝑥 ℎ1 3/2
4
ℎ1 3/2 =
5,2155
ℎ1 = 0,762/3
ℎ1 = 0,837 m
1
∆𝐻 > ℎ1
3
1
∆𝐻 > 𝑥 0,837
3
∆𝐻 ≈ 0,27 𝑚
𝐻
=1
𝐿
L=H
L = 0,83 m
Elevasi muka air diatas ambang = EL. muka air di saluran primer + ∆𝐻
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
= + 44,65 + 0,28
= + 44.927 m ≈ +44,92 m
Elevasi dasar salaruan ambang = El. muka air di atas ambang - H
= + 44,927 – 0,83
= + 44,097 m ≈ + 44,10 m
Elevasi dasar saluran di hulu = El. Dasar saluran ambang - H
ambang = + 44,097 – 0,83
= + 43,267 m ≈ + 43,27m
Elevasi Tanggul saluran = El. Muka air diatas ambang + w
di hulu ambang = + 44,927 + 0,60
= + 45,53 m
4.3 Analisa Hidrolik Pintu Pengambilan
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan
pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
Diketahui :
• Q = 4 m3/det
• μ = koefisien debit
• g = percepatan grafitasi (9,81 m/dt2)
• b = 3,05 m
• z = 0,20
Debit pintu pengambil direncana 120% dari debit saluran primer :
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Qn = 1,2 . Qintake
= 1,2 . (4)
= 4,8 m3/det
Kecepatan dipintu pengambil direncanakan 1-2 m/s agar memenuhi
kriteria butiran sedimen terlewat yang diijinkan
Qintake = A.V.C
• C = Koefisien yang disebabkan adanya pengaruh sudut bukaan pintu dan
perbandingan antara tinggi bukaan pintu (a) dengan tinggi air di hulu pintu
( ℎ1) dan tinggi air di hilir pintu (ℎ2).
Catatan :
Elevasi muka air di hilir pintu = El. muka air di atas ambang
= + 44,927 m ≈ + 44,93
Elevasi Dasar di hilir pintu = El. Dasar saluran di hulu ambang
= + 43,267m ≈ + 43,27
z = kehilangan energi di hulu pintu (0,15-0,3), asumsi z = 0,2
h2 (tinggi air di hilir pintu) = El. MA. di hilir pintu – El. DS di hilir pintu
= + 44,93 m – 43.25 m
= 1,676 m ≈ 1,68 m
h1 (tinggi air di hulu pintu) = h2 + z
= 1,676 m + 0,2
= 1,876 m ≈ 1,88 m
h1
Maka persamaan debit direncanakan = 1.7 ∶
𝑎
1,876
• 𝑎= = 1,10
1.7
ℎ1 1,876
• = = 1,7
𝑎 1,10
ℎ2 1,676
• = = 0,97
𝑎 1,7
Qintake = A.V
4,8 = 𝑎. 𝑏. μ√2. 𝑔. 𝑧
4,8 = 𝑎. (2𝑥 1,5). (0,73√2 𝑥 9,81 𝑥 0,2 )
4,8 = a.(4,34)
4,8
a = 4,34
a = 1.10m ≈ 1,10 m
V = μ√2. 𝑔. 𝑧
= + 45,127 + 0,1
= + 45,23
Elevasi Dasar Intake – Elevasi Dasar Sungai = + 43,25 - +42,194
= 1,06 m
• Syarat = 0,5 < x < 1,5 = 0,5 < 1,06 < 1,5 (OK)
Tinggi Mercu Bendung (P) = El. Mercu bendung – El. Dasar Sungai
= + 45,23 - 42,194
= 3,035 m ≈ 3,04
• Syarat (P) = 3 < x < 5 = 3 < 3,035 < 5 (OK)
BAB V
PERENCANAAN LEBAR PINTU PEMBILAS, PILAR PENGARAH DAN
LEBAR EFEKTIF BENDUNG
Lebar Pembilas
Lebar pembilas dapat di peroleh dengan :
1
= x 47,6 = 4,76 ≈ 5 m (disisi kanan)
10
Sehingga :
Be = B – 2(n . Kp + Ka) He
• Lebar Efektif
Be = B – 2(n . Kp + Ka) He
= 45,6 – 0,24 He
Mencari Hd dan He
He = 1,91m
Be = 45,6 – 0,24 He
= 45,14 m
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
𝑉2
He = Hd + 2𝑔
212,07
( )2
45,14𝑥 (3,04 + 𝐻𝑑)
1,91 = Hd +
2 𝑥 9,81
Hd = 1,86 m
• Kontrol :
1
2 2
Q100 = 𝐶𝑑 ( 3 𝑥 𝑔)2 𝐵𝑒 𝐻𝑒 1,5
3
1
2 2
Q100 = 3 1,03 ( 3 𝑥 9,81 )2 (45,14 𝑥 1,91) 1,911,5
BAB VI
MERCU BENDUNG TETAP DAN PROFIL ALIRAN
Diketahui : Hd = 1,86
Hd/L = 1,0
L = 1,0 x 1,86 (KP-04 Hal : 57)
= 1,86
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESARA BANGUNAN AIR
Dimana :
Q = Debit (m³/dt)
Yz = Tinggi muka air diatas ambang (m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dt²)
Be = Lebar Efektif mercu (m)
He = Tinggi energi diatas mercu (m)
Z = Tinggi jatuh (m)
Hasil Perhitungan :
Q = 212,07 m³/dt
Be = 45.14 m
He = 1,91 m
𝑄
− √2𝑔(𝑍 + 𝐻𝑒 + 𝑌𝑧) = 0
𝐵𝑒 𝑥 𝑌𝑧
212,07
→ − √2 . 9,81(𝑍 + 1,91 + 𝑌𝑧) = 0
45.14 𝑥 𝑌𝑧
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESARA BANGUNAN AIR
𝑄
Z Yz − √2𝑔(𝑍 + 𝐻𝑒 + 𝑌𝑧) = 0
𝐵𝑒 𝑥 𝑌𝑧
0 0.661 0.00
0.1 0.650 0.00
0.2 0.639 0.00
0.3 0.629 0.00
0.4 0.619 0.00
0.5 0.610 0.00
0.6 0.601 0.00
0.7 0.592 0.00
0.8 0.584 0.00
0.9 0.576 0.00
1 0.568 0.00
1.1 0.561 0.00
1.2 0.554 0.00
1.3 0.547 0.00
1.4 0.540 0.00
1.5 0.534 0.00
1.6 0.528 0.00
1.7 0.522 0.00
1.8 0.516 0.00
1.9 0.510 0.00
2 0.505 0.00
2.1 0.499 0.00
2.2 0.494 0.00
2.3 0.489 0.00
2.4 0.484 0.00
2.5 0.479 0.00
2.6 0.475 0.00
2.7 0.470 0.00
2.8 0.466 0.00
2.9 0.462 0.00
3 0.458 0.00
3.04 0.456 0.00
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
BAB VII
DESAIN PERDAM ENERGI
Perencanaan kolam peredam energi meliputi desain tipe kolam olak dan desain
hidrolis kolam olak. Dari data sebelumnya diperoleh :
Q = 212,07
Be = 45,14 m
He = 1,91
Tinggi mercu (P) = 3,04
Elevasi dasar kolam olak dipengaruhi tinggi muka air di hilir bendung (h2) dan tinggi
muka air setelah terjadi loncatan (Y2).
Perhitungan dalam menentukan tinggi muka air di hilir bendung ditentukan
berdasarkan rumus kontinuitas dan rumus Strickler, sebagai berikut:
𝑄 = 𝐴. 𝑣
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
2 1
𝑄 = 𝐴. 𝑘. 𝑅 3 . 𝐼 2
Dimana :
Q = 212,07 m³/dt
K = 40
W = 0,6 m
I = 0,0038 ( diperoleh dari kemirinan morfologi sungai )
m = 1,5
B = 45,6 m
A = (B + m.h) h
= (45,6 + 1,5 . h) h
= 45,6h + 1,5h2
𝑃 = 𝐵 + 2ℎ√𝑚2 + 1
= 45,6 + 2ℎ√1,5𝑚2 + 1
= 45,6 + 3,61h
2 1
𝑄 = 𝐴. 𝐾. 𝑅 3 . 𝐼 2
1
2 (40).
45,6ℎ + 1,5ℎ2 2 2
212,07 = (45,6ℎ + 1,5ℎ ). ( )3 . (0,0038)
45,6 + 3,61ℎ
h2 = 1,46 m
45,6(1,46)+1,5(1,46)2 2 1
V = (40) ( )3 . (0,0038)2 = 3,04 m/dt
45,6+3,61ℎ
𝑣2
𝐻𝑒2 = ℎ2 +
2𝑔
3,042
= 1,46 + = 1,93 m
2.9,81
1
𝑉1 = √2 × 𝑔 × ( 𝐻𝑒 + 𝑍)
2
1
= √2 × 9,81 × ( × 1,91 + 4,45) = 10,30 𝑚/𝑑𝑡
2
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
𝑞 4,70
Y1 = 𝑉1 = = 0,46 m
10,30
3 q2 3 4,702
dan Hc = √ g = √ 9,81 =1,310
Bilangan Froude:
10,30
= =4,87
√9,81 ×0,46
Karena Fr = 4,87 ( Fr > 4,5 , V1 < 20 m/s ), digunakan kolam olak USBR Tipe III
(tinggi muka air/energi dihilir kurang dari 2/3 tinggi air diatas mercu)
= + 45,23 + 1,91 m
= + 47,14
Dan untuk menghitung panjang LB dapat diperoleh dari grafik berikut ini :
Diketahui : Fr = 4,87
Y2 = 2,87 m
Dari grafik diperoleh nilai 2,21
𝐿
Maka : 2,21 = 𝑌2𝐵
𝐿𝐵 = 2,21 × 2,87 = 6,36m
ALFI LAILA ROHMAWATI (202010340311101)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
𝑄 212,07
𝑌𝑢 = = = 0,46𝑚
𝐵𝑒 × 𝑉1 45,14 × 10,30
𝑌𝑢 (18+𝐹𝑟) 0,46(18+4,87)
n= = = 0,579 𝑚
18 18
= + 40,78 + 2,87 m
= +43,65
BAB VIII
DESAIN STRUKTUR DAN STABILITAS
8.1 Keamanan Terhadap Rembesan
Metode Lane disebut juga sebagai metode angka rembesan (Lane), adalah
metode yang dianjurkan untuk mencek bangunan-bangunan uttam untuk
mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini membandingkan panjang
jalur
rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang kontak bangunan/pondasi
dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. (KP 02 halaman
149)
Rumus :
𝟏
∑ 𝑳𝑯+∑ 𝑳𝑽
𝟑
𝑪𝒍 = (KP 02 halaman 149)
𝑯
Dimana :
∑ LV = jumlah panjang vertical (m)
∑ LH = jumlah panjang horizontal(m)
CL = Angka rembesan Lane
H = beda tinggi muka air
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Apabila data jenis tanah diketahui pasir kasar, maka kontrol terhadap rembesan
sebagai berikut ;
a. Kondisi Normal
Panjang jalur rembesan (Ld) :
Ld = ∑ 1/3 LH + ∑ LV
= (8,09 m + 23,78 m)
= 31.87 m
b. Kondisi banjir
Panjang jalur rembesan (Ld)
Ld = ∑ 1/3 LH + ∑ LV
= (8.09 m + 31,87 m)
= m
- Perhitungan angka rembesan lane (CL)
Elevasi tinggi energi di hulu bendung = +47,14
Elevasi tinggi energi di hilir bendung = +44,12
= 10,55
c. Gaya angkat Uplift
𝑳𝒙
𝑷=𝑯−( ).𝒁
𝑳𝒅
(KP 02 halaman 140)
Dimana :
P = Gaya angkat (kN/m2)
H = Tinggi energy di hulu bendung (m)
Ld = Panjang rembesan (m)
L = Total panjang rembesan (m)
Z = Beda tinggi energi (m)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
• Perhitungan Uplift :
a.Kondisi Normal
Tabel 8.2 Perhitungan Uplift Kondisi Normal Metode Lane
Panjang Rembesan (Kondisi
Normal) Hx P=
1/3 Hx -
No Titi Vertika Horisonta (Lx/L).
Garis Horis Lx (Lx/L).
. k l l H
. H
(t/m²
(m) (m) (m) (m) (t/m²) (t/m²)
)
b. Kondisi Banjir
Tabel 8.3 Perhitungan Uplift Kondisi Banjir Metode Lane
Panjang Rembesan (Kondisi Banjir)
Hx P=
1/3 Hx -
No Titi Vertika Horisonta (Lx/L).
Garis Horis Lx (Lx/L).
. k l l H
. H
(t/m²
(m) (m) (m) (m) (t/m²) (t/m²)
)
dimana :
• Gaya Vertikal
1.Gaya vertikal akibat beban konstruksi bendung
2. Gaya vertikal akibat berat air di atas mercu bendung
3. Gaya vertikal akibat
• Gaya Horizontal
1. Gaya horizontal akibat tekanan air
2. Gaya horizontal akibat tekanan tanah dan lumpur
3. Gaya horizontal akibat
• Data perhitungan Stabilitas Bendung sebagai berikut:
beton = 2,40 t/m3
batu = 2,20 t/m3
b = 1,56 t/m3
sat = 1,72 t/m3
w = 1,00 t/m3
C = 3,08 t/m2
Diketahui :
Cara Perhitungan :
Pada kontrol stabilitas mercu kondisi normal akibat berat air, gaya – gaya yang bekerja :
Diketahui :
Cara Perhitungan :
Diketahui :
Berat Jenis Air (γair) = 1,0 t/m3
Cara Perhitungan :
Gaya = Volume (m3) x γair (t/m3) = ton
Lengan Momen = Jarak dari titik berat ke titik guling (m)
Momen = Gaya (ton) x Lengan Momen (m) = (tm)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Pada kontrol stabilitas mercu kondisi normal akibat uplift, gaya gaya yang bekerja :
Diketahui :
Berat Jenis Air (γair) = 1,0 t/m3
Cara Perhitungan :
Gaya = Volume (m3) x γair (t/m3) = ton
Lengan Momen = Jarak dari titik berat ke titik guling (m)
Momen = Gaya (ton) x Lengan Momen (m) = (tm)
Diketahui :
Berat Jenis Air (γair) = 1,0 t/m3
Cara Perhitungan :
Gaya = Volume (m3) x γair (t/m3) = ton
Lengan Momen = Jarak dari titik berat ke titik guling (m)
Momen = Gaya (ton) x Lengan Momen (m) = (tm)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Cara perhitungan : Pa
Gaya (ton) = ½ x (Ka x γ’ x H) x H
= ½ x Ka x γ’ x H2
L. Momen (m) = Jarak dari titik berat ke titik guling
Momen (tm) = Gaya x Lengan Momen
Cara Perhitungan : Pp
Gaya (ton) = ½ x (Kp x γ’ x H) x H
= ½ x Ka x γ’ x H2
L. Momen (m) = Jarak dari titik berat ke titik guling
Momen (tm) = Gaya x Lengan Momen
C. Gempa (G)
Tabel 8.12 Perhitungan Gaya Horizontal Akibat Gempa
∑𝐌𝐓
Rumus : SF =
∑𝐌𝐆
B. Kondisi Gempa
∑MT = Momen Ws + Momen Ww Normal + Momen Pp
∑MG = Momen Pa + Momen Ps + Momen Pw + Momen Uplift + Momen Gempa
∑𝐌𝐓
Rumus : SF =
∑𝐌𝐆
maka :
𝐜.𝐀+𝐟.∑𝐕
tanpa gempa : SF = ≥ 1,50
∑𝐇
𝐜.𝐀+𝐟.∑𝐕
SF = ≥ 1,50
∑𝐇
1,3.(1.10,13) + 𝑡𝑎𝑛29,41.53,32
SF = ≥ 1,50
4,93
Dimana :
SF = Angka Keamanan
∑V = Jumlah Gaya Vertikal (ton)
∑H = Jumlah Gaya Horizontal (ton)
f = tan Ø = Koefisien geser antara tanah dasar pondasi dengan dasar pondasi
maka :
𝐜.𝐀+𝐟.∑𝐕
tanpa gempa : SF = ≥ 1,20
∑𝐇
𝐜.𝐀+𝐟.∑𝐕
SF = ≥ 1,20
∑𝐇
1,3.(1.10,13) + 𝑡𝑎𝑛29,41.63,19
SF = ≥ 1,20
12,3
Dimana :
SF = Angka Keamanan
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
1,3.(1.10,13) + 𝑡𝑎𝑛29,41.53,32
SF = ≥ 1,20
17,21
Φ = 29,41°
C = 4,07 t/m2
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Tabel 8.13 Faktor Daya Dukung untuk Keruntuhan Setempat Menurut Terzaghi
Nc = 18,42
Nq = 7,92
Nγ = 4,01
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
A. Kondisi Normal
Rumus :
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 (𝜖𝑉−𝜖𝐻) 6𝑥𝑒
e=[ − ] 𝜎1 = 𝑥(1 ± )
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 𝐵 𝐵
(Berdasarkan Rumus Buku Desain Bendung Hal 9)
Diketahui : B = 8,04 m
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 𝐵
e= − ≤
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 6
(277,90−69,11) 8,04 8,04
= − ≤
(53,32−4,93) 2 6
= 0,29 m ≤ 1,34 m (sentris)
Karena termasuk beban sentris, maka perhitungan tegangan sebagai berikut :
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 6𝑥𝑒 (53,32−4,93) 6𝑥0,29
𝜎1 = 𝑥(1 ± )= = 𝑥(1 + ) = 7,32 𝑡/𝑚 2
𝐵 𝐵 8,04 8,04
Kesimpulan :
σ1 = 7,32 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
σ1 = 4,71 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
B. Kondisi Banjir
Rumus :
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 (𝜖𝑉−𝜖𝐻) 6𝑥𝑒
e=[ − ] 𝜎1 = 𝑥(1 ± )
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 𝐵 𝐵
(Berdasarkan Rumus Buku Desain Bendung Hal 9)
Diketahui : B = 8,04 m
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 𝐵
e= − ≤
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 6
(335,06−115,34) 8,04 8,04
= − ≤
(63,19−12,31) 2 6
= 0,3 m ≤ 1,34 m (sentris)
Karena termasuk beban sentris, maka perhitungan tegangan sebagai berikut :
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 6𝑥𝑒 (63,19−12,31) 6𝑥0,3
𝜎1 = 𝑥(1 ± )= = 𝑥(1 + ) = 7,74 𝑡/𝑚 2
𝐵 𝐵 8,04 8,04
Kesimpulan :
σ1 = 7,74 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
σ1 = 4,91 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
C. Kondisi Gempa
Rumus :
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 (𝜖𝑉−𝜖𝐻) 6𝑥𝑒
e=[ − ] 𝜎1 = 𝑥(1 ± )
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 𝐵 𝐵
(Berdasarkan Rumus Buku Desain Bendung Hal 9)
Diketahui : B = 8,04 m
(𝜖𝑀𝑇−𝜖𝑀𝐺) 𝐵 𝐵
e= − ≤
(𝜖𝑉−𝜖𝐻) 2 6
(277,90−103,53) 8,04 8,04
= − ≤
(53,32−17,21) 2 6
= 0,80 m ≤ 1,34 m (sentris)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
Kesimpulan :
σ1 = 7,14 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
σ1 = 1,84 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
Alfi Laila Rohmawati (20201034031110)
TUGAS BESAR BANGUNAN AIR
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
a. Debit Banjir Rancangan kala ulang 100 th :
X100 = 126,22 mm
Q100 = 212.07 m3/jam
3. Kondisi banjir
SF = 3,96 ≥ 1,20 (OK)
9.4 Analisa daya dukung Tanah
1. Kondisi Normal
e= 0,29 m ≤ 1,34 m (sentris)
2. Kondisi gempa
e= 0,80 m ≤ 1,34 m (sentris)
σ1 = 7,14 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
σ1 = 1,84 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
3. Kondisi banjir
e = 0,3 m ≤ 1,34 m (sentris)
σ1 = 7,74 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
σ1 = 4,91 t/m2 < 34,86 t/m² (OK)
9.5 Saran
b. para pembaca
untuk memudahkan pembaca memahami isi dari Laporan Tugas Besar
Bangunan Air, Laporan ini disusun serapi dan se-sistematis mungkin dengan
lampiran lampiran yang sudah di cantumkan . Dianjurkan juga pembaca
memiliki KP 1-2-3-4 untuk menunjang dan mengoreksi adanya kekurangan di
laporan ini, untuk kemudian saat pembaca menemukan tugas serupa bisa
digunakan sebagai bahan acuan dan pembelajaran.