Anda di halaman 1dari 55

TUGAS AKHIR

PENENTUAN ANGKA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN KADAR


(%) VOLATILE MATTER DALAM BATU BARA

PROGRAM STUDI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS FAJAR


TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

PENENTUAN ANGKA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN KADAR (%)


VOLATILE MATTER DALAM BATU BARA

OLEH :

ASRI BASRI

NIM : 2020421014

Menyetujui Tim

Pembimbing

Tanggal ………………………..

Pembimbing I Pembimbing II

_______________________ _______________________

(NIK/NIDN/NIP) (NIK/NIDN/NIP)

Mengetahui
Dekan Ketua Program Studi

_______________________ _______________________

(NIK/NIDN/NIP) (NIK/NIDN/NIP)
Penulis dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir:

“PENENTUAN ANGKA KETIDAKPASTIAN PENGUJIAN KADAR (%)


VOLATILE MATTER DALAM BATU BARA” adalah karya orisinal saya dan setiap
serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai dengan Panduan Penulisan Ilmiah yang
berlaku di Fakultas Teknik Universitas Fajar.

Makassar,15 januari 2021

Yang menyatakan

(Materai 6000)

Asri Basri
ABSTRAK

Penentuan Angka Ketidakpastian Pengujian Kadar (%) Volatile Matter Dalam


Batu Bara, Asri Basri. Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam.
Batubara dapat didefinisikan sebagai Batuan sedimen yang terbentuk dari
dekomposisi tumpukan Tanaman selama kira-kira 300 Juta tahun. Dekomposisi
tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba dimana banyak oksigen
dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Perubahan
yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan,
pemanasan yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat pengaruh
panas bumi dalam jangka waktu berjuta-juta tahun, sehingga lapisan tersebut
akhirnya memadat dan mengeras (Mutasim, 2007). Pola yang terlihat dari proses
perubahan bentuk tumbuh – tumbuhan hingga menjadi batubara yaitu dengan
terbentuknya karbon. Kenaikan kandungan karbon dapat menunjukkan tingkatan
batubara. Dimana tingkatan batubara yang paling tinggi adalah antrasit,sedangkan
tingkatan Yang lebih rendah dari antrasit akan lebih banyak mengandung hidrogen
dan oksigen (Yunita, 2000). Ketidakpastian adalah suatu parameter yang
menetapkan rentang nilai yang didalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur
berada.(Arbie yakub, 2012).

Kata Kunci : Batu Bara, volatile matter, ketidakpastian.


ABSTRACT

Determination of Uncertainty Rate of Level Testing (%) of Volatile Materials in


Coal, Asri Basri. Coal is one of the minerals from nature. Coal can be defined as a
sedimentary rock formed from the decomposition of piles of plants over
approximately 300 million years. Plant decomposition occurs due to biological
processes with microbes in which a lot of oxygen in cellulose is converted into carbon
dioxide (CO2) and air (H2O). Changes that occur in the material content are caused
by pressure, which then forms a thick layer of influence as the influence of
geothermal energy over a period of millions of years, so that the layer eventually
solidifies and hardens (Mutasim, 2007). The visible pattern of the process of changing
the form of plants to coal is the formation of carbon. The increase in carbon content
can indicate the level of coal. Where the highest level of coal is anthracite, while the
lower level of anthracite will contain more hydrogen and oxygen (Yunita, 2000).
Uncertainty is a parameter that is determined by a range of values in which it is
estimated that the value can actually be measured (Arbie Yakub, 2012).

Keywords: Coal, volatile matter, uncertainty.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proposal
Tugas Akhir (TA) Fakultas Teknik Universitas Fajar Makassar dapat terselesaikan.
Penelitian ini disusun dengan maksud untuk memberikan gambaran untuk
mengetahui cara penentuan angka ketidakpastian pengujian kadar (%) Volatile Matter
dalam Batubara.
Penulis sangat berterima kasih pada(bapak/Ibu) sebagai ketua Tim Pembimbing,
atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penelitian berlangsung dan selama
penulisan Tugas Akhir ini.
Penulis juga berterima kasih atas saran, kritik dan nasihat dari anggota Tim
Pembimbing (bapak/Ibu) dan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas Berkat dan Rahmat-Nya sehingga laporan ini
dapat terselesaikan dengan baik.
2. Orang Tua, yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun material,
serta doa bagi penyusun.
3. Serta seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penyusun.

Penyusun menyadari bahwa masih kekurangan dalam penyusun laporan


mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penyusun, maka dari itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak
yang membaca laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penyusun.

Pangkep, Februari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

PENGESAHAN PERUSAHAAN.......................................................................i
PENGESAHAN PEMBIMBING.......................................................................ii
PENGESAHAN SEKOLAH...............................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................3
1.3 Tujuan penelitian..................................................................................4
1.4 Batasan Masalah...................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Teori Batubara......................................................................................29
2.2 Teori ketidakpastian.............................................................................39
2.3 Teori Kalibrasi.....................................................................................49
BAB 3 METODA ANALISA
3.1 volatile Matter (kandungan zat terbang)..............................................54
3.2 Moisture In The Analysis sample .......................................................55

BAB 4 HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Analisa........................................................................................58
4.2 Pembahasan..........................................................................................63

BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan...........................................................................................66
6.2 Saran.....................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................68
LAMPIRAN.........................................................................................................69
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel II.1 Harga variabel pada beberapa titik pembebanan.......................8


Tabel III.1 Perkiraan kesalahan pada beberapa titik pembebanan.............18
Tabel IV......................................................................................................20
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
Halaman

Gambar I.1 Harga variabel pada beberapa titik pembebanan....................8


Gambar II.1 Perkiraan kesalahan pada beberapa titik pembebanan...........18
Gambar IV..................................................................................................20
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama kali


pada halaman
N.M.R Nuclear Magnetic 1
Resonance
HPLC High Performance Liquid 2
Chromatography
PCR Polymerase Chain Reaction 3
SIMBOL
A Konstanta pada hubungan 4
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I
(………..)....................................................................................................1
(………..)....................................................................................................3
(………..)....................................................................................................3
LAMPIRAN II
(………..)....................................................................................................1
(………..)....................................................................................................3
(………..)....................................................................................................3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam. Batubara dapat
didefinisikan sebagai Batuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi tumpukan
Tanaman selama kira-kira 300 Juta tahun.
Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba
dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (H2O). Perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan
oleh adanya tekanan, pemanasan yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai
akibat pengaruh panas bumi dalam jangka waktu berjuta-juta tahun, sehingga
lapisan tersebut akhirnya memadat dan mengeras (Mutasim, 2007).
Ketidakpastian adalah suatu parameter yang menetapkan rentang nilai yang
didalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur berada.(Arbie yakub, 2012)
Dewasa ini secara luas telah dipahami bahwa konsep ketidakpastian
merupakan bagian penting dari suatu analisis kuantitatif. Tanpa pengetahuan
tentang ketidakpastian pengukuran maka pernyataan suatu hasil pengujian belum
dikatakan lengkap.
Dalam melakukan penelitian ketidakpastian, kita memerlukan pengukuran-
pengukuran. Karena itu, pengukuran merupakan bagian yang sangat penting dalam
melakukan penelitian angka ketidakpastian. Pengukuran dilakukan untuk
membandingkan suatu besaran dengan besaran lain sejenis yang dipergunakan
sebagai satuannya. Namun, pengukuran tersebut tentu juga pernah atau akan
mengalami kesalahan, jika kita tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan untuk
melakukan pengukuran tersebut. Sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam
pengukuran.
Oleh karena adanya ketidakpastian dalam pengukuran tersebutlah, kami
sebagai orang penulis, harus memiliki ketelitian yang tinggi agar bisa meminalisir
kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam melakukan pengukuran-pengukuran.
Karena pengukuran tersebut adalah salah satu kegiatan yang amat penting dalam
praktik laboratorium untuk mendapatkan hasil yang tepat dan akurat.
Dari latar belakang tersebut, penulis mengambil topic penulisan tugas akhir
yang berjudul “Penentuan Angka Ketidakpastian Pengujian kadar (%) VM
Dalam Batu Bara” . dalam penelitian akan dilakukan analisa pada pengujian kadar
VM.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1.2.1. Jelaskan teori batubara, teori ketidakpastian dan teori Kalibrasi?
1.2.2. Cara membuat urutan pengujian?
1.2.3. Cara menentukan sumber ketidakpastian?
1.2.4. Cara menghitung ketidakpastian masing-masing sumber?
1.2.5. Cara menggabungkan sumber-sumber ketidakpastian?
1.2.6. Cara menentukan nilai ketidakpastian pengujian?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Untuk mengetahui angka ketidakpastian pada pengujian kadar(%) Volatile
Matter dalam sampel Batubara.

1.4. BATASAN MASALAH


Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus sempurna dan mendalam maka
penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi
variabelnya. Oleh sebab itu, penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan
“Penentuan Angka Ketidakpastian Pengujian kadar (%) Volatile Matter Dalam
Batu Bara”, Adapun hal - hal yang ada diluar objek tersebut tetapi terdapat pada
penelitian ini, hanya merupakan bahan penunjang untuk melengkapi penulisan guna
kesempurnaan laporan ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Batubara


2.1.1. Definisi Batubara

Batubara merupakan salah satu bahan galian dari alam. Batubara dapat
didefinisikan sebagai Batuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi
tumpukan Tanaman selama kira-kira 300 Juta tahun.

Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba


dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2)
dan air (H2O). Perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut
disebabkan oleh adanya tekanan, pemanasan yang kemudian membentuk
lapisan tebal sebagai akibat pengaruh panas bumi dalam jangka waktu berjuta-
juta tahun, sehingga lapisan tersebut akhirnya memadat dan mengeras
(Mutasim, 2007).

Pola yang terlihat dari proses perubahan bentuk tumbuh – tumbuhan hingga
menjadi batubara yaitu dengan terbentuknya karbon. Kenaikan kandungan
karbon dapat menunjukkan tingkatan batubara. Dimana tingkatan batubara yang
paling tinggi adalah antrasit,sedangkan tingkatan Yang lebih rendah dari antrasit
akan lebih banyak mengandung hidrogen dan oksigen (Yunita, 2000).
2.1.2. Proses Pembentukan Batubara
Proses pembentukan batubara terdiri atas dua tahap, yaitu:
2.1.2.1. Tahap biokimia (penggambutan) adalah tahap ketika
sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi
bebas oksigen (anaeorobik) di daerah rawa dengan sistem
penisiran (drainage system) yang buruk dan selalu tergenang air
beberapa inci dari permukaan air rawa. Material tumbuhan yang
busuk tersebut melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk
senyawa CO2, H2O dan NH3 untuk menjadi humus.
Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi, material
tumbuhan itu diubah menjadi gambut (Stach, 1982, opcit.
Susilawati 1992).
2.1.2.2. Tahap pembatubaraan (coalification)merupakan
proses diagenesis terhadap komponen organik dari gambut
yang menimbulkan peningkatan temperatur dan tekanan
sebagai gabungan proses biokimia, kimia dan fisika yang terjadi
karena pengaruh pembebanan sedimen yang menutupinya
dalam kurun waktu geologi. Pada tahap tersebut, persentase
karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang sehingga menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat maturitas material organiknya (Fischer,
1927, opcit. Susilawati 1992).

Teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :


• Teori In-situ

Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal


dari hutan di tempat dimana batubara tersebut. Batubara yang
terbentuk biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga
pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung
tenggelam ke dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna dan akhirnya menjadi
fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik. (Fischer, 1927,
opcit. Susilawati 1992).

• Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal
dari hutan yang bukan ditempat dimana batubara tersebut.
Batubara yang terbentuk biasanya terjadi di delta mempunyai ciri-
ciri lapisannya yaitu tipis, tidak menerus (splitting), banyak
lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu
cenderung tinggi). (Fischer, 1927, opcit. Susilawati 1992). Proses
pembentukan batubara dapat dilihat pada Gambar 1.

Waktu, Tekanan dan Panas

Sub-
Peat Lignit
Bituminu
Antrasit

s
Bituminus

(Sumber : Rusnadi, 2014)

Gambar 1. Proses Pembentukan Batubara

Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk


batubara, yaitu:

1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat


dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri
dari karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, total sulfur,
senyawa hidrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah
kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang
tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut
umumnya terdiri dan senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3,
TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O dan senyawa logam lainnya
dalam jumlah kecil) yang akan membentuk abu dalam batubara.
Kandungan non combustible material ini umumnya tidak diingini
karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Klasifikasi Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: gambut, lignit,
sub- bitumus, bituminus, dan antrasit.
1. Gambut
Berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
2. Lignit
Lignit merupakan batubara peringkat rendah dimana kedudukan lignit
dalam tingkat klasifikasi batubara berada pada daerah transisi dari jenis
gambut ke batubara. Lignit adalah batubara yang berwarna cokelat
kehitaman dan memiliki tekstur seperti kayu.
3. Sub-bituminus
Batubara jenis ini merupakan peralihan antara jenis lignit dan bituminus.
Batubara jenis ini memiliki warna hitam yang mempunyai kandungan air,
zat terbang, dan oksigen yang tinggi serta memiliki kandungan karbon
yang rendah. Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa batubara jenis sub-
bituminus ini merupakan batubara tingkat rendah.
4. Bituminus
Batubara jenis ini merupakan batubara yang berwarna hitam dengan
tekstur ikatan yang baik. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon
(C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
5. Antrasit

Antrasit merupakan batubara paling tinggi tingkatan yang mempunyai


kandungan karbon lebih dari 93% dan kandungan zat terbang kurang dari
10%. Antrasit umumnya lebih keras, kuat dan seringkali berwarna hitam
mengkilat seperti kaca (Yunita, 2000 ).
2.1.3. Analisa Batubara
Secara garis besar, analisis dan pengujian batubara dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
2.1.3.1. Analisa Proksimat (Analisa pendekatan)
Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan
kadar moisture (air dalam batubara) kadar moisture ini
mencakup pula nilai free moisture serta total moisture,
ash(abu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon
tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam
batubara sedangkan ash (abu) merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika
oksida (SiO2), kalsium dioksida (CaO), karbonat, dan mineral-
mineral lainnya.
Volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan
pada temperatur tinggi tanpa keadaan oksigen (misalkanya CxHy,
H2, SOx, dan sebagainya). Fixed carbon ialah kadar karbon tetap
yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan
dari batubara. Kadar fixed carbon ini berada dengan kadar karbon
(C) hasil analisis ultimat karena sebagian karbon berikatan
membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

2.1.3.2. Analisa Ultimat (Analisa Elementer)

Analisa Ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon (C),


hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S) dalam
batubara. Seiring dengan perkembangan teknologi, analisis ultimat
batubara sekarang sudah dapat dilakukan dengan cepat dan
mudah. Analisa ultimat ini sepenuhnya dilakukan oleh alat yang
sudah terhubung dengan komputer. Prosedur analisis ultimat ini
cukup ringkas, cukup dengan memasukkan sampel batubara ke
dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar
komputer.
2.1.3.3. Analisa Lain-Lain

Analisa lain-lain adalah analisa untuk menentukan


calorfic value (nilai kalor), total sulfur, ash (susunan kandungan
abu), ash fusion temperature (AFT) (titik leleh abu), hardgrove
grindability index (HGI) dan lain-lain. Penyajian data kualitas
batubara harus berdasarkan dasar atau basis-basis tertentu, antara
lain :
a. As Received (ar), adalah suatu analisis yang didasarkan
pada kondisi dimana batubara diasumsikan seperti dalam
keadaan diterima.
b. Air Dried Base (adb), adalah suatu analisis yang dinyatakan
pada basis contoh batubara dengan kandungan air dalam
kesetimbangan dengan atmosfir laboratorium.
c. Dry Based (db), adalah suatu analisis yang didasarkan pada
kondisi dimana batubara diasumsikan bebas air total.
d. Dry Ash Free (daf), adalah suatu analisis yang dinyatakan pada
kondisi dimana batubara diasumsikan bebas air total dan kadar
abu.
e. Dry Mineral Matter Free (dmmf), adalah suatu analisis yang
dinyatakan pada kondisi dimana batubara diasumsikan bebas
air total dan bahan mineral. Dasar analisis pengujian kualitas
batubara dapat dilihat pada Gambar 2.
Total Moisture Free Moisture

Inherent Moisture

Ash
Mineral
Matter Volatile
Mineral ar
Matter
adb
Volatile Volatile
db
Matter Organic daf
Pure Coal Matter
dmmf
Fixed Carbon
2.1.4. Kualitas Batubara

Kualitas batubara dapat dinyatakan dengan parameter yang ditunjukkan


pada saat memberikan perlakuan panas terhadap batubara, cara ini biasa
disebut analisa proksimat dan analisa ultimat. (Fischer, 1927, opcit. Susilawati
1992).

Parameter-parameter yang terukur pada analisa proksimat adalah


kandungan abu (ash), lengas tertambat (inherent moisture), kadar karbon,
hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen. (Fischer, 1927, opcit. Susilawati 1992).

Pengujian sifat fisik batubara yang juga sering dilakukan yaitu pengujian
nilai kalor (calorific value), indeks kegerusan hirdgrove (hirdgrove gridability
index), analisis titik leleh abu (ash fusion temperature), pengujian nilai muai
bebas (free swelling index) dan lain-lain.
2.1.4.1. Lengas
2.1.4.1.1. Lengas permukaan merupakan lengas yang berada pada
permukaan batubara akibat pengaruh dari luar seperti
cuaca, iklim, penyemprotan di stock pile pada saat
penimbangan atau pada saat transportasi batubara.
2.1.4.1.2. Lengas tertambat (inherent moisture) merupakan nilai
yang menunjukkan persentasi jumlah lengas yang terikat
secara kimiawi batubara.
2.1.4.1.3. Lengas total merupakan banyaknya air yang terkandung
dalam batubara sesuai dengan kondisi diterima, baik yang
terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi luar
seperti iklim, ukuran butiran, maupun proses penambangan.
(Yunita, 2000).
2.1.4.2. Zat terbang

Zat terbang (volatile matter) merupakan nilai yang


menunjukkan persentasi jumlah zat-zat terbang yang terkandung
di dalam batubara, seperti H2, CO, metana dan uap-uap yang
mengembun seperti gas CO2, dan H2O. Volatile matter sangat
erat kaitannya dengan peringkat batubara, makin tinggi
kandungan volatile matter makin rendah kelasnya. .(Yunita,
2000).

Dalam pembakaran batubara dengan volatile matter tinggi akan


mempercepat pembakaran fixed carbon (karbon tetap). Sebaliknya
bila volatile matter rendah mempersulit proses pembakaran.
Volatile matter merupakan salah satu parameter yang sangat
penting dalam klasifikasi batubara dan dipakai sebagai parameter
dalam penentuan proporsi blending (pencampuran). .(Yunita,
2000).
2.1.4.3. Abu
Abu di dalam batubara atau disebut mineral matter yaitu yang
dapat dicuci dari batubara extraneous mineral matter yang tidak
dapat dicuci atau dihilangkan dari batubara. Kandungan abu
adalah zat organik yang dihasilkan setelah batubara dibakar.
Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam
proses pembentukan batubara maupun pengotoran yang
berasal dari proses penambangan. Kandungan abu terutama
sodium (Na2O) sangat berpengaruh terhadap titik leleh abu dan
dapat menimbulkan pengotoran atau kerak pada peralatan
pembakaran batubara. .(Yunita, 2000).
2.1.4.4. Karbon tetap (fixed carbon)
Fixed carbon merupakan karbon yang tertinggal sesudah
pendeterminasian zat terbang. Dengan adanya pengeluaran zat
terbang dan kandungan air maka, karbon tertap secara otomatis
akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas
batubara semakin baik. Karbon tetap menggambarkan penguraian
sisa komponen organik batubara dan mengandung sebagian kecil
unsur kimia nitrogen, belerang, hidrogen dan oksigen atau terikat
secara kimiawi. Perbandingan antara karbon tetap dengan zat
terbang disebut fuel ratio. Berdasarkan fuel ratio tersebut dapat
ditentukan derajat batubara. .(Yunita, 2000).
2.1.4.5. Nilai kalor
Nilai kalor batubara adalah panas yang dihasilkan oleh
pembakaran setiap satuan berat batubara pada kondisi standar. .
(Yunita, 2000).Terdapat 2 macam nilai kalor yaitu:
a. Nilai kalor bersih (net calorific value) yang merupakan nilai
kalor pembakaran dimana semua air (H2O) dihitung dalam
keadaan wujud gas.
Nilai kalor kotor (gross calorific value) yang merupakan nilai
kalor pembakaran dimana semua air (H 2O) dihitung dalam
keadaan wujud cair.

2.1.5. Batubara Lignit

Batubara lignit adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung


air 35-75% dari beratnya. Lignit berasal dari kata lignum dari bahasa latin,
yang artinya kayu, dinamakan begitu karena warnanya yang coklat. Batubara
ini memiliki nilai kalori yang rendah yang menghasilkan gross batubara sekitar
1500 sampai 4500 kkal/kg (adb). .(Yunita, 2000). Batubara lignit memiliki
sifat-sifat yaitu:

1. Warna hitam, sangat rapuh


2. Nilai kalor rendah
3. Kandungan air sedikit
4. Kandungan abu sangat banyak
5. Kandungan sulfur sangat banyak

Batubara lignit sering disebut sebagai batubara kelas rendah (low rank
coal) dan juga dikenal sjm ebagai brown coal. Bentuk batubara lignit dapat
dil nihat pada Gambar 3.
Gambar 3.2.5 Bentuk Batubara Lignit

2.2. TEORI KETIDAKPASTIAN

Ketidakpastian adalah suatu parameter yang menetapkan rentang nilai yang


didalamnya diperkirakan nilai benar yang diukur berada.(Arbie yakub, 2012)
-µ +µ
Hasil Uji

INTERVAL
Dimana nilai benar diperkirakan berada
Menghitung rentang/ interval tersebut sebagai ukuran ketidakpastian.
 Komponen Ketidakpastian
 Tipe A : Berdasarkan pekerjaan eksperimental dan dihitung dari rangkaian
pengamatan berulang
 Tipe B : berdasarkan selain pekerjaan eksperimental biasanya berdasarkan
informasi yang dapat dipercaya.
Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Saat melakukan
pengukuran mengunakan alat, tidaklah mungkin kita mendapatkan nilai yang pasti
benar (xo), melainkan selalu terdapat ketidakpastian. Apakah penyebab
ketidakpastian pada hasil pengukuran? Secara umum penyebab ketidakpastian hasil
pengukuran ada tiga, yaitu kesalahan umum, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak.
(fisika zone, 2013)
2.2.1. Kesalahan Umum
Kesalahan umum  adalah kesalahan yang disebabkan keterbatasan pada pengamat
saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan
membaca skala kecil, dan kekurangterampilan dalam menyusun dan memakai alat,
terutama untuk alat yang melibatkan banyak komponen.

2.2.2. Kesalahan Sistematik


Kesalahan sistematik  merupakan kesalahan yang disebabkan oleh alat yang
digunakan dan atau lingkungan di sekitar alat yang memengaruhi kinerja alat.
Misalnya, kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan komponen alat atau
kerusakan alat, kesalahan paralaks, perubahan suhu, dan kelembaban.

2.2.2.1. Kesalahan Kalibrasi


Kesalahan kalibrasi terjadi karena pemberian nilai skala pada saat
pembuatan atau kalibrasi (standarisasi) tidak tepat. Hal ini mengakibatkan
pembacaan hasil pengukuran menjadi lebih besar atau lebih kecil dari nilai
sebenarnya. Kesalahan ini dapat diatasi dengan mengkalibrasi ulang alat
menggunakan alat yang telah terstandarisasi. (fisikazone.com,2013)

2.2.2.2. Kesalahan Titik Nol


Kesalahan titik nol terjadi karena titik nol skala pada alat yang digunakan
tidak tepat berhimpit dengan jarum penunjuk atau jarum penunjuk yang tidak
bisa kembali tepat pada skala nol. Akibatnya, hasil pengukuran dapat
mengalami penambahan atau pengurangan sesuai dengan selisih dari skala
nol semestinya. Kesalahan titik nol dapat diatasi dengan melakukan koreksi
pada penulisan hasil pengukuran. (fisikazone.com,2013)

2.2.2.3. Kesalahan Komponen Alat


Kerusakan pada alat jelas sangat berpengaruh pada pembacaan alat ukur.
Misalnya, pada neraca pegas. Jika pegas yang digunakan sudah lama dan
aus, maka akan berpengaruh pada pengurangan konstanta pegas. Hal ini
menjadikan jarum atau skala penunjuk tidak tepat pada angka nol yang
membuat skala berikutnya bergeser. (fisikazone.com,2013)

2.2.2.4. Kesalahan Paralaks


Kesalahan paralaks terjadi bila ada jarak antara jarum penunjuk dengan
garis-garis skala dan posisi mata pengamat tidak tegak lurus dengan jarum.
(fisikazone.com,2013).

2.2.3. Kesalahan Acak


Kesalahan acak adalah kesalahaan yang terjadi karena adanya fluktuasi
fluktuasi halus pada saat melakukan pengukuran. Kesalahan ini dapat disebabkan
karena adanya gerak brown molekul udara, fluktuasi tegangan listrik, lkitasan
bergetar, bising, dan radiasi. (fisikazone.com,2013)

2.2.3.1. Gerak Brown Molekul Udara


Molekul udara seperti kita ketahui keadaannya selalu bergerak secara tidak
teratur atau rambang. Gerak ini dapat mengalami fluktuasi yang sangat cepat
dan menyebabkan jarum penunjuk yang sangat halus seperti pada
mikrogalvanometer terganggu karena tumbukan dengan molekul udara.
(fisikazone.com,2013)

2.2.3.2. Fluktuasi Tegangan Listrik


Tegangan listrik PLN atau sumber tegangan lain seperti aki dan baterai
selalu mengalami perubahan kecil yang tidak teratur dan cepat sehingga
menghasilkan data pengukuran besaran listrik yang tidak konsisten.
(fisikazone.com,2013)

2.2.3.3. Lkitasan yang Bergetar


Getaran pada lkitasan tempat alat berada dapat berakibat pembacaan skala
yang berbeda, terutama alat yang sensitif terhadap gerak. Alat seperti
seismograf butuh tempat yang stabil dan tidak bergetar. Jika lkitasannya
bergetar, maka akan berpengaruh pada penunjukkan skala pada saat terjadi
gempa bumi(fisikazone.com,2013)
2.2.3.4. Bising
Bising merupakan gangguan yang selalu kita jumpai pada alat elektronik.
Gangguan ini dapat berupa fluktuasi yang cepat pada tegangan akibat dari
komponen alat bersuhu. (fisikazone.com,2013)
2.2.3.5. Radiasi Latar Belakang

Radiasi gelombang elektromagnetik dari kosmos (luar angkasa) dapat


mengganggu pembacaan dan menganggu operasional alat. Misalnya, ponsel
tidak boleh digunakan di SPBU dan pesawat karena bisa mengganggu alat
ukur dalam SPBU atau pesawat. Gangguan ini dikarenakan gelombang
elektromagnetik pada telepon seluler dapat mengasilkan gelombang radiasi
yang mengacaukan alat ukur pada SPBU atau pesawat. (fisikazone.com,2013)

Adanya banyak faktor yang menyebabkan kemungkinan terjadinya


kesalahan dalam suatu pengukuran, menjadikan kita tidak mungkin
mendapatkan hasil pengukuran yang tepat benar. Oleh karena itu, kita harus
menuliskan ketidakpastiannya setiap kali melaporkan hasil dari suatu
pengukuran. Untuk menyatakan hasil ketidakpastian suatu pengukuran dapat
menggunakan cara penulisan x = (xo ± Δx), dengan x merupakan nilai
pendekatan hasil pengukuran terhadap nilai benar, xo merupakan nilai hasil
pengukuran, dan Δx merupakan ketidakpastiannya (angka taksiran
ketidakpastian). (fisikazone.com,2013)

2.2.4. Ketidakpastian pada Pengukuran Tunggal

Pengukuran tunggal merupakan pengukuran yang hanya dilakukan sekali


saja. Pada pengukuran tunggal, nilai yang dijadikan pengganti nilai benar adalah
hasil pengukuran itu sendiri. Sedangkan ketidakpastiannya diperoleh dari setengah
nilai skala terkecil instrumen yang digunakan. Misalnya, kita mengukur panjang
sebuah benda menggunakan mistar. (fisikazone.com,2013)

Pada gambar diatas ujung benda terlihat pada tanda 15,6 cm lebih sedikit.
Berapa nilai lebihnya? Ingat, skala terkecil mistar adalah 1 mm. Telah kita sepakati
bahwa ketidakpastian pada pengukuran tunggal merupakan setengah skala terkecil
alat. Jadi, ketidakpastian pada pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.

Karena nilai ketidakpastiannya memiliki dua desimal (0,05 mm), maka hasil
pengukurannya pun harus kita laporkan dalam dua desimal. Artinya, nilai x harus
kita laporkan dalam tiga angka. Angka ketiga yang kita laporkan harus kita taksir,
tetapi taksirannya hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung benda lebih sedikit dari 15,6
cm, maka nilai taksirannya adalah 5. Jadi, pengukuran benda menggunakan mistar
tersebut dapat kita laporkan sebagai berikut.
Panjang benda (l)
l = x0± Δx

  = (15,6 ± 0,05) cm

Arti dari laporan pengukuran tersebut adalah kita tidak tahu nilai x (panjang benda)
yang sebenarnya. Namun, setelah dilakukan pengukuran sebanyak satu kali kita
mendapatkan nilai 15,6 cm lebih sedikit atau antara 15,60 cm sampai 15,70 cm.
Secara statistik ini berarti ada jaminan 100% bahwa panjang benda terdapat pada
selang 15,60 cm sampai 15,7 cm atau (15,60 ≤ x ≤ 15,70) cm.
(fisikazone.com,2013)
2.2.5. Ketidakpastian pada Pengukuran Berulang

Agar mendapatkan hasil pengukuran yang akurat, kita dapat melakukan


pengukuran secara berulang. Lantas bagaimana cara melaporkan hasil pengukuran
berulang? Pada pengukuran berulang kita akan mendapatkan hasil pengukuran
sebanyak N kali. Berdasarkan analisis statistik, nilai terbaik untuk menggantikan
nilai benar x0adalah nilai ratarata dari data yang diperoleh (x0). Sedangkan untuk
nilai ketidakpastiannya (Δx  ) dapat digantikan oleh nilai simpangan baku nilai rata-
rata sampel.(fisikazone.com,2013). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

Keterangan:
x0: hasil pengukuran yang mendekati nilai benar
Δx : ketidakpastian pengukuran
N : banyaknya pengkuran yang dilakukan
Pada pengukuran tunggal nilai ketidakpastiannya (Δx ) disebut ketidakpastian
mutlak. Makin kecil ketidakpastian mutlak yang dicapai pada pengukuran tunggal,
maka hasil pengukurannya pun makin mendekati kebenaran. Nilai ketidakpastian
tersebut juga menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada laporan
hasil pengukuran. Bagaimana cara menentukan banyaknya angka pada pengukuran
berulang?
Cara menentukan banyaknya angka yang boleh disertakan pada pengukuran
berulang adalah dengan mencari ketidakpastian relatif pengukuran berulang
tersebut. Ketidakpastian relatif dapat ditentukan dengan membagi ketidakpastian
pengukurandengan nilai rata-rata pengukuran. Secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut.
ketidak pastian relatif  =   
Setelah mengetahui ketidakpastian relatifnya, kita dapat menggunakan aturan yang
telah disepakati para ilmuwan untuk mencari banyaknya angka yang boleh
disertakan dalam laporan hasil pengukuran berulang. Aturan banyaknya angka yang
dapat dilaporkan dalam pengukuran berulang adalah sebagai berikut.
 ketidakpastian relatif 10% berhak atas dua angka
 ketidakpastian relatif 1% berhak atas tiga angka
 ketidakpastian relatif 0,1% berhak atas empat angka.
Ketidakpastian dibedakan menjadi dua,yaitu ketidakpastian mutlak dan relatif.
Masing masing ketidakpastian dapat digunakan dalam pengukuran tunggal dan
berulang. (fisikazone.com,2013)
2.2.5.1. Ketidakpastian mutlak

Suatu nilai ketidakpastian yang disebabkan karena keterbatasan alat


ukur itu sendiri. Pada pengukuran tunggal, ketidakpastian yang
umumnya digunakan bernilai setengah dari NST. Untuk suatu besaran X
maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:
Δx = ½NST
dengan hasil pengukuran dituliskan sebagai
X = x ± Δx
Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, dantaranya adalah menggunakan kesalahan ½ – rentang atau bisa
juga menggunakan standar deviasi. (fisikazone.com,2013)
Kesalahan ½ – Rentang
Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan tidak lagi seperti
pada pengukuran tunggal. Kesalahan ½ – Rentang merupakan salah satu
cara untuk menyatakan ketidakpastian pada pengukuran berulang. Cara
untuk melakukannya adalah sebagai berikut:
 Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable x. Misalnya n buah,
yaitu x1, x2, x3, … xn
 Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar
x-bar = (x1 + x 2 + … + xn)/n
 Tentukan x-mak dan x-min dari kumpulan data x tersebut dan
ketidakpastiannya dapat dituliskan
Δx = (xmax – xmin)/2
 Penulisan hasilnya sebagai:
x = x-bar ± Δx

Akurasi dan Presisi

Akurasi menunjukkan kedekatan hasil pengukuran dengan nilai


sesungguhnya, presisi menunjukkan seberapa dekat perbedaan nilai
pada saat dilakukan pengulangan pengukuran.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, industri rekayasa, dan statistik,
akurasi[1] dari suatu sistem pengukuran adalah tingkat kedekatan
pengukuran kuantitas terhadap nilai yang sebenarnya. Kepresisian
dari suatu sistem pengukuran, disebut juga reproduktifitas (bahasa
Inggris: reproducibility) atau pengulangan bahasa
Inggris: repeatability, adalah sejauh mana pengulangan pengukuran
dalam kondisi yang tidak berubah mendapatkan hasil yang sama.[2]
(Wikipedia, 2017)
Sebuah sistem pengukuran dapat akurat dan tepat, atau akurat tetapi
tidak tepat, atau tepat tetapi tidak akurat atau tidak tepat dan tidak
akurat. (Wikipedia, 2017)

Akurasi vs Presisi

Akurasi tinggi, tetapi presisi rendah

Presisi tinggi tetapi akurasi rendah

Ilustrasi di samping digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara


akurasi dan presisi. Dalam ilustrasi ini, pengukuran berulang
diibaratkan dengan anak panah yang menembak target beberapa kali.
Akurasi menggambarkan kedekatan panah panah dengan pusat
sasaran. Panah yang menancap lebih dekat dengan pusat sasaran
dianggap lebih akurat. Semakin dekat sistem pengukuran terhadap
nilai yang diterima, sistem dianggap lebih akurat. (Wikipedia, 2017)

Jika sejumlah besar anak panah ditembakkan, presisi adalah ukuran


kedekatan dari masing-masing anak panah dalam kumpulan tersebut.
Semakin menyempit kumpulan anak panah tersebut, sistem dianggap
semakin presisi. (Wikipedia, 2017)

Standar Deviasi
Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x
dan terkumpul data x1, x2, x3, … xn, maka rata-rata dari besaran ini
adalah:
Kesalahan dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x
(yang tidak mungkin kita ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh
standar deviasi.(fisikazone.com,2013)

Standar deviasi diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya


dapat menyatakan bahwa nilai benar dari besaran x terletak dalam
selang (x – σ) sampai (x + σ). Dan untuk penulisan hasil
pengukurannya adalah x = x ± σ
2.2.5.2. Ketidakpastian relative

Ketidakpastian Relatif adalah ketidakpastian yang


dibandingkan dengan hasil pengukuran. Hubungan hasil pengukurun
terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:
KTP relatif = Δx/x
Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran
dilaporkan sebagai
X = x ± (KTP relatif x 100%)
2.2.6. Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian)

Jika suatu variable merupakan fungsi dari variable lain yng disertai oleh
ketidakpastin, maka variable ini akan diserti pula oleh ketidakpastian. Hal ini
disebut sebagai permbatan ketidakpastian. Untuk jelasnya, ketidakpastian variable
yang merupakan hasil operasi variabel-variabel lain yang disertai oleh
ketidakpastian akan disajikan dalam tabel berikut ini.
Misalkan dari suatu pengukuran diperoleh (a ± Δa) dan (b ± Δb). Kepada kedua
hasil pengukuran tersebut akan dilakukan operasi matematik dasar untuk
memperoleh besaran baru. (fisikazone.com, 2013)

2.3. TEORI KALIBRASI


2.3.1. Definisi Kalibrasi

Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International


Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara
nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang
diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan
dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.(Wikipedia,2017)

Dengan kata lain. Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran


konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara
membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) ke standar
nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau inter nasional dan
bahan-bahan acuan tersertifikasi.

2.3.2. Tujuan Kalibrasi

 Mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran dapat


dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang lebih tinggi/teliti (standar primer
nasional dan / internasional), melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.
 Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai konvensional penunjukan
suatu instrument ukur.
 Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional.

2.3.3.Manfaat Kalibrasi
 Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan
spesefikasinya
 Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai industri pada
peralatan laboratorium dan produksi yang dimiliki.
 Bisa mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara harga benar dengan harga
yang ditunjukkan oleh alat ukur.
2.3.4.Prinsip Dasar Kalibrasi
 Objek Ukur (Unit Under Test)
 Standar Ukur(Alat standar kalibrasi, Prosedur/Metrode standar (Mengacu ke
standar kalibrasi internasional atau prosedur yg dikembangkan sendiri oleh
laboratorium yg sudah teruji (diverifikasi))
 Operator / Teknisi ( Dipersyaratkan operator/teknisi yg mempunyai kemampuan
teknis kalibrasi (bersertifikat))
 Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 bahwa semua alat ukur setelah melewati
mobilisasi atau pergeseran dari satu tempat ke tempat lainnya, maka sebaiknya
di lakukan kalibrasi menyeluruh untuk mendapatkan keakuratan
 Lingkungan yg dikondisikan (Suhu dan kelembaban selalu dikontrol, Gangguan
faktor lingkungan luar selalu diminimalkan & sumber ketidakpastian
pengukuran)

2.3.5.Hasil Kalibrasi antara lain:


 Nilai Objek Ukur
 Nilai Koreksi/Penyimpangan
 Nilai Ketidakpastian Pengukuran(Besarnya kesalahan yang mungkin terjadi
dalam pengukuran, dievaluasi setelah ada hasil pekerjaan yang diukur & analisis
ketidakpastian yang benar dengan memperhitungkan semua sumber
ketidakpastian yang ada di dalam metode perbandingan yang digunakan serta
besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran)
 Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.
2.3.6.Persyaratan Kalibrasi
 Standar acuan yang mampu telusur ke standar Nasional / Internasional
 Metode kalibrasi yang diakui secara Nasional / Internasional
 Personil kalibrasi yang terlatih, yang dibuktikan dengan sertifikasi dari
laboratorium yang terakreditasi
 Ruangan / tempat kalibrasi yang terkondisi, seperti suhu, kelembaban, tekanan
udara, aliran udara, dan kedap getaran
 Alat yang dikalibrasi dalam keadaan berfungsi baik / tidak rusak
 Sistem manajemen kualitas memerlukan sistem pengukuran yang efektif,
termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi, untuk
semua perangkat pengukuran. ISO 9000 dan ISO 17025 memerlukan sistem
kalibrasi yang efektif.

2.3.7.Kalibrasi diperlukan untuk:

 Perangkat baru
 Suatu perangkat setiap waktu tertentu
 Suatu perangkat setiap waktu penggunaan tertentu (jam operasi)
 Ketika suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi
mengubah kalibrasi
 Ketika hasil pengamatan dipertanyakan

Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran


atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari
standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat
dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan
disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut
menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu
di skala.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, memiliki lembaga metrologi nasional


(National metrology institute). Di Indonesia terdapat Pusat Penelitian Kalibrasi
Instrumentasi dan Metrologi (Puslit KIM LIPI) yang memiliki standar pengukuran
tertinggi (dalam SI dan satuan-satuan turunannya) yang akan digunakan sebagai
acuan bagi perangkat yang dikalibrasi. Puslit KIM LIPI juga mendukung
infrastuktur metrologi di suatu negara (dan, seringkali, negara lain) dengan
membangun rantai pengukuran dari standar tingkat tinggi/internasional dengan
perangkat yang digunakan. (Wikipedia,2017).
BAB 3
METODE ANALISA

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan Penelitian ini dimulai pada tanggal 1 Januari 2021 yang bertempat di
PT. Semen Tonasa, Pangkep

3.2. Alat Dan Bahan


3.2.1. Volatile Matter (Kandungan Zat Terbang)
3.2.1.1. Peralatan
Neraca Analitik, Cawan silica, Gegep, Tanur VM, Stand Cawan,
Stopwatch
3.2.1.2. Bahan
Sampel Batubara IRR agustus 2018
3.2.2. Moisture In The Analysis Sample
3.2.2.1. Peralatan
Neraca Analitik, desikator, oven, petridish, stopwatch dan tray
logam.
3.2.2.2. Bahan
Sampel Batubara IRR agustus 2018

3.3. Pelaksanaan Penelitian


3.3.1. Volatile Matter (Kandungan Zat Terbang)
3.3.1.1. Prinsip
Sebagian sampel dipanaskan dari kontak dengan udara pada 900 °
C selama 7 menit. Persentase fraksi massa dari bahan yang
mudah menguap dihitung dari kehilangan massa bagian
pengujian setelah dikurangi kehilangan massa karena
kelembaban.
3.3.1.2. Instruksi Kerja
3.3.1.2.1. Naikkan suhu tanur VM hingga suhu 900 ± 5 °C untuk standard
ISO.
3.3.1.2.2. Tempatkan 10(empat) cawan dan penutupnya ke penyangga dan
taruh kedalam tanur selama 7 menit lalu pindahkan dari tanur,
dinginkan dan bersihkan cawan
3.3.1.2.3. Timbang cawan silica yang bersih beserta tutupnya sebagai M1.
3.3.1.2.4. Masukkan 1.0000 ± 0.0005 gram sampel batubara kedalam
cawan, tutup cawan kemudian ketukkan cawan secara pelan-pelan
agar terbentuk lapisan yang datar dari sampel
3.3.1.2.5. Catat massa dari cawan, penutupnya dan contoh sebagai M2.
3.3.1.2.6. Masukkan ke dalam tanur dan panaskan selama 7 menit suhu 900
± 5 oC
3.3.1.2.7. Timbang dan catat sebagai M3.

3.3.2. Moisture In The Analysis Sample


3.3.2.1. Prinsip
Contoh yang telah diketahui massanya dikeringkan dalam oven yang telah
dikalibrasi pada suhu 105 - 110 oC. Kadar Air Lembab dalam contoh dihitung
dari massa yang hilang setelah pemanasan.
3.3.2.2. Instruksi Kerja
3.3.2.2.1. Naikkan suhu oven hingga suhu, yaitu : 105 - 110 C.
3.3.2.2.2. Set kecepatan aliran gas (udara kering) hingga 400 cm 3/menit.
3.3.2.2.3. Selanjutnya, timbang dan catat massa dari petridish kosong dan
tutupnya sebagai M1
3.3.2.2.4. Timbang contoh 1.0000 ± 0.0005 g ke dalam petridish
3.3.2.2.5. Catat massa petridish, tutupnya dan contoh sebagai M2
3.3.2.2.6. Buka penutup petridish letakkan di atas pan logam kemudian
masukkan ke dalam oven dan keringkan selama 1 (satu) jam.
3.3.2.2.7. Ambil petridish dan penutupnya, tutup petridis dengan
penutupnya, kemudian dinginkan di dalam desikator selama 15
menit.
3.3.2.2.8. Timbang dan catat massa dari petridis, penutupnya dan contoh
kering sebagai M3
3.3.2.2.9. Parameter diatas dikerjakan duplo, dengan waktu yang sama
untuk setiap contoh.

3.4. Metode Pengumpulan Data


3.4.1. Volatile Matter (Kandungan Zat Terbang)
3.4.1.1. Standard Acuan
ISO 562 : 2010
3.4.1.2. Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk menentukan kandungan senyawa
volatile atau zat terbang (VM) sesuai dengan metode ISO
standard.
3.4.2. Moisture In The Analysis Sample
3.4.2.1. Standard Acuan
ASTM D3173 – 11
3.4.2.2. Ruang Lingkup
Metoda ini untuk menentukan kadar air lembap dalam contoh
yang akan dianalisa dan metode yang digunakan adalah ASTM.

3.5. Analisis Data


3.5.1. Volatile Matter (Kandungan Zat Terbang)

Perhitungan kandungan senyawa volatile adalah sebagai berikut :

M 2−M 3
LOSS = × 100 %
M 2−M 1

Zat Terbang (%VM) = (LOSS – M)%

3.5.2. Moisture In The Analysis Sample

Perhitungan kandungan air lembab dalam contoh adalah sebagai berikut:


M 2−M 3
%MAS = x 100%
M 2−M 1

Hasil yang dilaporkan adalah nilai rata-rata hasil analisa duplo.

M1 = Massa petridish kosong

M2 = Massa petridish + sample sebelum pemanasan

M3 = Massa petridish + sample setelah pemanasan

3.6. Bagan Alur Penelitian


3.6.1. Volatile Matter (Kandungan Zat Terbang)

3.6.2. Moisture In The Analysis Sample


oven
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL ANALISA


4.1.1. Data pendukung
4.1.1.1. Data Reference Material

Reference Reference Value (%


Category ±
material db)

IRR-Agustus volatile
43,84 0,55
2018 matter

4.1.1.2. Data pengujian Akurasi dan Presisi

Analysis Value

No. VM
MAS (%adb) VM (%db)
(%adb)
1 41.55 4.10 43.32
2 41.42 4.10 43.19
3 41.49 4.10 43.26
4 41.77 4.10 43.55
5 42.09 4.10 43.88
6 41.91 4.10 43.70
7 42.04 4.10 43.83
8 41.79 4.10 43.57
9 41.79 4.10 43.57
10 42.23 4.10 44.03
X 43.59
S 0.2785
%RSD 0.0063
CV horwitz 2.2662
2/3 CV horwitz 1.5108

4.1.1.3. Data Peralatan yang dipakai


No. Nama Alat No. seri No. sertifikat ketidakpastian

 06538/CGI-
1 Neraca Analitik 28850026 0.00006 g
Sert/04/18
 06562/CGI-
2 Furnace 21-800001 1.6 ⁰C
Sert/04/18

4.1.1.1. Data Percobaan Efek Temperatur

Analisa pada temperature 850o Analisa pada temperature 900o


No.
C C
No.
VM MAS VM VM MAS(%a VM
(%adb) (%adb) (%db) (%adb) db) (%db)
1 42.68 4.10 44.50 1 41.42 4.10 43.19
4.1.1.2. Akurasi

Nilai volatile matter dalam 43.84 ± 0,55 berarti rentang nilainya


adalah 43.29 s/d 44.39
Nilai rata-rata(X) hasil uji volatile matter untuk sampel IRR adalah
43.59
Berarti nilai hasil uji volatile matter masih masuk dalam rentang
nilai IRR agustus.

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengujian volatile matter dalam IRR agustus, nilai
hasil uji masih masuk dalam rentang nilai IRR agustus, akurasi
pengujian volatile matter dalam batubara dapat diterima.

4.1.1.3. Presisi

Nilai CV hortwitz diketahui = 2.2662 maka 2/3 CV horwitz = 1.5108


Dari hasil pengujian IRR agustus didapat nilai % RSD = 0.0063
Presisi suatu analisa bisa memenuhi syarat kebeterimaan jika %RSD
≤ 2/3 CV hortwitz
0.0063 ≤ 1.5108
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pengujian dalam IRR agustus nilai %rsd lebih
kecil dari 2/3 CV horwitz, karena hasil pengujian volatile matter
dalam IRR nilai %RSD lebih kecil dari 2/3 CV horwitz, maka presisi
pengujian volatile matter dalam batu bara dapat diterima.

4.1.2. Estimasi Ketidakpastian pengujian Volatile Matter


4.1.2.1. Estimasi Ketidakpastian Urutan Pengujian

Penimbangan cawan
Kalibrasi timbangan

Penimbangan cawan +
contoh sebelum dipijarkan

Kalibrasi timbangan

Dipijarkan 900 oC (ISO 562)


selama 7 menit

Kalibrasi furnace

Penimbangan cawan +
contoh setelah dipijarkan

Kalibrasi timbangan

hasil
4.1.2.2. Sumber Ketidakpastian

M1 M2 M3 Peminjaran(furnace)

kalibrasi

kalibrasi Kalibrasi Kalibrasi


Efek suhu

VM

presisi

4.1.2.2.1. Ketidakpastian Dari Timbangan Analitik

Dari sertifikat kalibrasi timbangan didapat ketidakpastian


= 0.00006 gram dengan tingkat kepercayaan 95 %
Maka ketidakpastian bakunya adalah :
[Kt (ketidakpastian Timbangan) = 0.00006 g]
Ut = Kt/2
Ut = 0.00006 g/2
Ut = 0.00003g
Kp baku timbangan (kbt) =0.00003 g
Penimbangan 3x, maka Kp gabungan = √ 3 x(kbt )2

= √ 3 x( 0.00003 g)2
= 0.00005196 g.
4.1.2.2.2. Ketidakpastian dari Pemijaran
Dari sertifikat kalibrasi furnace didapat nilai
ketidakpastian = 1.6 oC dengan tingkat kepercayaan 95 %
Maka ketidakpastian bakunya adalah
KF (ketidakpastian Furnace) = 1.6 oC
Kp baku furnace = kf/2
Kp baku furnace = 1.6 oC/ 2
= 0.8 oC
Dari uji coba efek suhu didapat hasil :
Perbedaan suhu contoh : volatile matter

850 oC 44.50%
900 oC 43.19%

(43.19 %−44.50 %)
Efek suhu = [ (900 ° C−850 ° C) ]
−1.31 %
Efek suhu = [ −50 ° C ]
Efek suhu = 0.02 % / oC
Kp. Baku dari efek suhu = efek suhu x Kp baku Furnace
Kp. Baku dari efek perbedaan suhu contoh = 0.02%

Ringkasan Nilai Kp. Penentuan Volatile Matter (tanpa


presisi metode)
Asal Nilai x Satuan Nilai µx Nilai µx/x
Penimbangan 1.0005 g 0.00005 0.00005
Efek Suhu 43.19 % 0.0262 0.0006

5.1.1.1.1.
Dari sertifikat kalibrasi furnace didapat nilai
ketidakpastian = 1.6 oC dengan tingkat kepercayaan 95 %
Maka ketidakpastian bakunya adalah
KF (ketidakpastian Furnace) = 1.6 oC
Kp baku furnace = kf/2
Kp baku furnace = 1.6 oC/ 2

= 0.8 oC
Dari uji coba efek suhu didapat hasil :
Perbedaan suhu contoh : volatile matter
850 oC 44.50%
900 oC 43.19%

(43.19 %−44.50 %)
Efek suhu = [ (900 ° C−850 ° C) ]
−1.31 %
Efek suhu = [ −50 ° C ]
Efek suhu = 0.02 % / oC
Kp. Baku dari efek suhu = efek suhu x Kp baku Furnace
Kp. Baku dari efek perbedaan suhu contoh = 0.02%

Ringkasan Nilai Kp. Penentuan Volatile Matter (tanpa


presisi metode)
Asal Nilai x Satuan Nilai µx Nilai µx/x
Penimbangan 1.0005 g 0.00005 0.00005
Efek Suhu 43.19 % 0.0262 0.0006

5.1.1.1.1.

4.1.2.2.3. Kp Gabungan Dari Pengujian Volatile Matter (Tanpa


Perhitungan Presisi)
Un / %N = √ ( penimbangan )2 + efek suhu 2

Un / %N = √ ( 1.0005 )2+(43.19)2
Un / %N = 0.0006 %
Un = 0.02 %

Kp Gabungan Dari Pengujian Volatile Matter (Dengan


Memperhitungkan Presisi)
Un =√ ( Untanpa presisi )2 + presisi2

Un =√ ( 0.02 % )2 +0.27852
Un = 0.27 %
4.1.2.2.4. Kp Diperluas Pengujian Volatile Matter Untuk
Tingkat Kepercayaan 95% Dengan Faktor Cakupan Ke-2
Un = Un gab dgn presisi x 2
Un = 0.27 % x 2
Un = 0.55 %
Maka pelaporan ketidakpastian uji volatile matter = 43.59
± 0.55 %

4.2. PEMBAHASAN

Cara menentukan urutan pengujian yang digunakan didapatkan melalui


percobaan yang dilakukan, urutan tersebut sebagi berikut : Penimbangan cawan
yang dilakukan dengan menimbang cawan kosong lalu mencatat bobot cawan
tersebut. Kemudian menimbang cawan + contoh sebelum dipijarkan. Cawan
kosong yang sudah ditimbang digunakan sebagai wadah/ contoh dengan
memasukkan contoh sebanyak 1 gram dengan ketelitian 0,0005 gram. Bobot
tersebut dicatat sebagai bobot sebelum pemijaran. Cawan yang berisi contoh
dipijarkan pada suhu 900o C (ISO 562) selama 7 menit, metode yang digunakan
pada pengujian ini adalah metode (ISO 562) dengan cara memijarkan sampel
yang sudah ditimbang pada suhu 900oC selama 7 menit lalu didinginkan. Cawan
tang telah dipijarkan tadi ditimbang dan dicatat sebagai bobot setelah pemijaran.
Kemudian menghitung hasil dari pengujian tersebut.
Cara menentukan sumber ketidakpastian dengan mencari tahu apa saja yang
menyebabkan terjadinya ketidakpastian. Adapun penyebab ketidakpastian yaitu,
Ketidakpastian dari timbangan analitik, Ketidakpastian dari pemijaran.
Bagaimanakah cara menghitung ketidakpastian masing-masing sumber?
Cara menghitung ketidakpastian dari Sumber-sumber yang digunakan pada
pengujian ini yaitu : mengetahui Ketidakpastian dari timbangan analitik yaitu
dengan cara menentukan ketidakpastian bakunya, dan mengetahui
ketidakpastian dari pemijaran. kemudian menentukan kp gabungan masing-
masing sumber.
Cara menggabungkan sumber-sumber ketidakpastian yaitu dengan
menentukan sebagai berikut :
Kp gabungan dari pengujian kadar Volatile Matter (tanpa perhitungan
presisi) Ketidakpastian dari perhitungan tanpa presisi pengujian yang dilakukan
didapatkan melalui percobaan yang dilakukan dengan rumus Un/%N =

√( penimbangan)2+(efek suhu)2 dimana %N adalah rata-rata dari %db


Kp gabungan dari pengujian kadar Volatile Matter (dengan
memperhitungkan presisi), Ketidakpastian dari perhitungan dengan presisi
pengujian yang dilakukan didapatkan melalui percobaan yang dilakukan.
Dengan rumus Un= √ (Un tanpa presisi)2 +(presisi)2 dimana presisi adalah nilai
standar deviasi.
Kp diperluas pengujian kadar abu untuk tingkat kepercayaan 95% dengan
faktor cakupan K=2 jadi Un= Un gabungan dengan presisi dikalikan dengan
dua.
Maka pelaporan ketidakpastian uji kadar Volatile Matter adalah rata-rata dari
%db dengan ± dari hasil kp diperluas.
Bagaimana cara menentukan nilai ketidakpastian pengujian?
Cara menentukan nilai ketidakpastian dengan mengetahui nilai akurasi dan
presisi, kemudian menentukan urutan pengujian, mengetahui sumber-sumber
ketidakpastian (ketidakpastian dari timbangan analitik, ketidakpastian alat
furnace, menentukan ketidakpastian gabungan pengujian volatile matter,
Ketidakpastian diperluas pengujian volatile matter untuk tingkat kepercayaan
95% dengan faktor cakupan ke-2 ). Hasil volatile matter didapatkan dari kp
diperluas pengujian volatile matter untuk tingkat kepercayaan 95%.
Dari hasil perhitungan, diperoleh angka/nilai ketidakpastian pengujian
volatile matter dalam sampel IRR-Agustus 2018 adalah ±0,55%, artinya hasil
pengukuran Volatile Matter dibawah atau di atas rentang ketidakpastian
(±0,55%) atas nilai benar/sertifikat adalah dapat diterima.
BAB 5

PENUTUP

5.2. Kesimpulan
Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa pada penentuan angka
ketidakpastian pengujian kadar (%) Volatile Matter dalam Batubara didapatkan
nilai ketidakpastian pengujian sebesar ± 0,55 % sehingga pelaporan nilai Volatile
Matter untuk sampel IRR-Agustus 2018 adalah 43.59 ± 0.55 %

5.3. Saran
Setelah penyusun melaksanakan Penelitian di PT. Semen Tonasa, selama kurang
lebih 6 bulan penyusun banyak mendapat pengalaman baik dari pengamatan
langsung di lapangan maupun yang diperoleh di laboratorium. Dari hasil
pengamatan, penyusun hendak memberi masukan berupa saran yang ditujukan
kepada perusahaan antara lain :
5.3.1. Untuk perusahaan:
5.3.1.1. Diharapkan agar kerjasama antara sekolah dengan perusahaan
lebih ditingkatkan dengan banyak memberi peluang kepada siswa/i
SMK untuk Praktik Kerja Industri (PRAKERIN).
5.3.1.2. Hubungan karyawan dengan siswa/i Prakerin diharapkan selalu
terjaga keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerjasama yang
baik.
5.3.2. Untuk Universitas
5.3.2.1.
Daftar pustaka

Anonim. 2007. Semen. [online]:http://id.wikipedia.org/wiki/Semen

Ramadani, Nurjana (2014) Upaya Peningkatan Mutu Batubara Lignit


Menggunakan Minyak Jelantah.  Politeknik Negeri Sriwijaya.

Tekmira Puslitbang. 2018. Batubara


:http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Batubara(di akses 05 januari)

Anonim . 2018. Profil Singkat PT. Semen Tonasa. http://www.sementonasa.co.id

College Loan Consolidation.2013. Ketidakpastian Pengukuran. Fisikazone.com

Anonim.2018.NilaiKalor. https://ahmadtarmizi.blogspot.com/2013/01/volatile-
matter.html

Morris, Alan S. kalibrasi . https://id.wikipedia.org/wiki/Kalibrasi

Anonim. 2018 .ketidakpastian . http://fisikazone.com/ketidakpastian-pengukuran/

Rahman, Arief. 2013. Makalah Tentang Semen Portland.


http://ariefrvi.blogspot.com/2013/07/makalah-tentang-semen-portland.html

Gemilang, fhajri. 2012. Proses Pembuatan Semen Secara Umum pada PT.
Semen Padang .http://gigil123.blogspot.com/2012/07/proses-pembuatan-semen-secara-
umum-pada.html
LAMPIRAN - LAMPIRAN

Moisture In the Analysis Sample (MAS)

Data Penimbangan
M2(M1+ Sampel
No.
M1(Bobot Cawan Sebelum Pemijaran) , M3(Bobot Setelah
Kosong) , gram gram Pemijaran), gram
1 38.2408 39.2408 39.2003
2 40.6622 41.6623 41.6207
3 38.8739 39.8738 39.8322
4 35.6289 36.6292 36.5887
5 40.8183 41.8184 41.7773
6 41.4190 42.4191 42.3771
7 41.3681 42.3631 42.3265
8 40.1934 41.1934 41.1532
9 40.8650 40.8654 41.8246
10 41.3279 42.3284 42.2878

Volatile matter (VM)

Data penimbangan
No. M1(Bobot Cawan M2(Bobot Sampel M3(M1+Bobot Setelah
Kosong) Sebelum Pemijaran) Pemijaran)
1. 12.7695 1.0004 13.3132
2. 13.3342 1.0005 13.8793
3. 13.2521 1.0002 13.7963
4. 13.0363 1.0004 13.5778
5. 12.6733 1.0005 13.2117
6. 12.6743 1.0000 13.2142
7. 13.0366 1.0002 13.5753
8. 13.2511 1.0003 13.7924
9. 12.7712 1.0000 13.3103
10. 13.3319 1.0001 13.8686

Sampel No. 1 :
(M 2−M 3)
Kadar(%) MAS = X 100 %
contoh
(39.2408 g−39.2003 g)
% MAS = X 100 %
1.0000 g
= 4.05 %

( M 1+ M 2 )−M 3
VM(%adb) = ( M2 )
×100 % −%IM

VM(%adb) = ( ( 12.7695 g+ 1.0004 g )−13.3132 g


1.0004 g
×100 % ) −¿ 4.10 %

= ( 0.4567 g
1.0004 g
× 100 % )−4.10 %

= 45.65 % - 4.10 %

= 41.55

100
VM%db = x (%adb)
( 100− {rata−rata kadar ℑ } )

100
VM%db = x( 41.55 %)
( 100− { 4.10 % })
= 43.32 %

Untuk sampel nomor 2 sampai 10, perhitungan sama dengan sampel nomor 1, hasilnya
sebagai berikut:

VM
No. MAS (%adb) VM (%db)
(%adb)

1. 41.55 4.05 43.32


2. 41.42 4.16 43.19
3. 41.49 4.16 43.26
4. 41.77 4.05 43.55
5. 42.09 4.11 43.88
6. 41.91 4.20 43.70
7. 42.04 4.16 43.83
8. 41.79 4.02 43.57
9. 41.79 4.08 43.57
10. 42.23 4.06 44.03
RATA-RATA 4.10 43.59

Anda mungkin juga menyukai