Anda di halaman 1dari 7

Metode Analisis Ultimat (Ultimate Analysis)

Analisis ultimat adalah analisa laboratorium untuk menentukan kandungan abu,


karbon, hidrogen, oksigen dan belerang dalam batubara dengan metoda tertentu. Kandungan
itu dinyatakan dalam persen pada basis dan sampel dikeringkan pada suhu 105C dalam
keadan bebas kelembaban dan abu Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam karbon.
Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas, dengan memasukkan sampel karbon ke
dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer. Analisis ultimat
untuk menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) menggunakan alat LECO
CHN 2000 dengan teknik infra merah (IR) dan analisis sulfur memakai LECO SC 632
dengan teknik infra merah. Metode yang digunakan berdasarkan ASTM (American Society
for Testing and Materials)
Metode Analisis Ultimat
1.
Carbon dan hydrogen.
Dibebaskan sebagai CO2 dan H2O ketika batubara dibakar. CO2 bisa berasal dari
mineral karbonat yang ada, dan H2O bisa berasal dari mineral lempung atau inherent
moisture pada air-dried coal atau pada keduanya. Nilai kadar karbon ini semakin bertambah
seiring dengan meningkatnya kualitas batubara. Kadar karbon dan jumlah zat terbang
digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel
ratio.
2.
Nitrogen.
kandungan nitrogen dari batubara merupakan hal yang signifikan, khususnya dengan
hubungan polusi udara. jadi batubara dengan nitrogen yang rendah lebih diharapkan pada
industri. Batubara tidak boleh mengandung nitrogen lebih dari 1.5-2.0% (d.a.f.)
3.

Oksigen.
Oksigen merupakan komponen dari banyak campuran organic dan anorganik pada
batubara, sebagaimana kandungan moisture. Ketika batubara teroksidasi, oksigen dapat hadir
sebagai oksida, hidroksida dan mineral sulfat, seperti material orgaink yang teroksidasi. Perlu
diingat bahwa oksigen merupakan indicator penting rank coal.

4.

Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa
berupa bagian mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang
serius. Kebanyakan negara memiliki peraturan mengenai emisi gas tersebut ke atmosfir. Satu
persen adalah limit kandungan sulfur dalam batubara yang banyak dipakai oleh negara-

negara pengguna batubara. Kandungan yang tinggi dalam coking coal tidak diinginkan
karena akan berakumulasi di dalam cairan logam panas sehingga memerlukan proses
desulfurisasi.
Sulphur. sebagaimana nitrogen, kandungan sulfur dari batubara menyebabkan
masalah degnan polusi dan kegunaan. Sulfur menyebabkan korosi dan pengotoran pada pipa
boiler dan mneyebabkan polusi udara ketika dikeluarkan sebagai asap cerobong. Sulfur dapat
hadir di batubara dalam 3 bentuk:
Sulfur organic, hadir pada senyawa organic pada batubara.
Pyritic sulfur, hadir sebagai mineral sulfide pada batubara, pada dasarnya iron pyrite.
Mineral sulfat, biasanya hydrous iron atau kalsium sulfat, dihasilkan dari oksidasi

a.
b.
c.

fraksi sulfide pada batubara.


Kandungan total dari sulfur pada steam coal yang digunakan untuk pembangkit listrik
tidak boleh melebihi 0.8-1 % (air-dried); jumlah maksimum tergantung dari peraturan emisi
local. Pada industri semen, total sulfur > 2% masih diterima, tapi..di coking coals diperlukan
maksimum 0.8% (air-dried) karenan value yang lebih tinggi mempengaruhi kualitas baja.
5.
Calorivic Value
Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh
batubara di laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume
tetap dan dalam ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang
bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama
proses ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific
energy dan satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb.
6.
Relative Density
Relative density adalah perbandingan berat contoh batubara (+ 2 gram) yang telah
dihaluskan (-212 micron), dengan berat air yang dipindahkan oleh contoh batubara tersebut
dari pycnometer yang dipergunakan untuk pengujian pada suhu 30+0.1oC.
Relative density suatu batubara tergantung dari rank dan kandungan mineralnya.
Relative density dengan kandungan ash suatu batubara, dari rank dan jenis yang sama,
mempunyai korelasi yang baik sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
memperkirakan kandungan ash suatu batubara dari relative densitynya.
7.

Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat menimbulkan korosi
(pengkaratan) dan masalah fouling/slagging (pengkerakkan) pada ketel uap. Kadar chlorine
lebih kecil dari 0.2% dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5%

dianggap tinggi. Adanya elemen chlorine selalu bersama-sama dengan adanya elemen
natrium.
8.

Phosporus

Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak diinginkan karena
dalam peleburan baja, phosphorus akan berakumulasi dan tinggal dalam baja yang dihasilkan.
Baja yang mengandung phosphorus tinggi akan cepat rapuh. Phosphorus juga dapat
menimbulkan masalah pada pembakaran batubara di ketel karena phosphorus dapat
membentuk deposit posfat yang keras di dalam ketel. Kandungan Fosfor; Fosfor dalam
batubara dalam bentuk fosfat dan senyawa organic fosfat. Pada pembakaran semua fosfat ini
akan berubah menjadi abu. Kandungan fosfor tidak terlalu diperhitungkan dalam hal
pembakaran akan tetapi pada tahap metalurgi
9.
Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk mendapatkan angka yang dapat
dipergunakan sebagai pengoreksi hasil penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan
hanyalah karbon organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak perlu
dilakukan pada contoh batubara derajat rendah (brown coal dan lignite), karena batubara
derajat rendah atau lower rank coal bersifat asam sehingga carbonate carbon-nya akan
kosong.
PROXIMATE
Adila, (2007) m e n y a t a k a n

bahwa

analisis

proksimat

adalah

a n a l i s i s terhadap suatu bahan yang menyangkut air, protein, lemak, abu dan serat.
Amrullah (2004), Analisa proksimat merupakan uji analisa suatu bahan pakan yang
telah lama ada dan dapat digunakan untuk menduga nilai nutrien dan nilai energi dari bahan
atau campuran pakan yang berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut (NRC,
1994). Analisa proksimat dibagi ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar air, abu,
protein kasar, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Anonymous, (2002) menyatakan bahwa analisis proksimat merupakan
analisis yang diambil dari bahan pakan yang menguap serta bahan yang
tinggal adalah bahan kering yang dapat dihitung pada penentuan kadar air.
Barry, (2004) yang menyatakan bahwa indikator dari daya cerna dan
bulkiness suatu bahan pakan merupakan inti utama dari serat kasar.
Buckle (2005) menyatakan sifat-sifat lemak yaitu tidak larut dalam air dan lemak
adalah campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri dari suatu fase padat dan fase
cair.

Chandra (2001) Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan
hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak
monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki
kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa.
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih
terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.
Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu(ash).
Haryanto, (2002) yang menyatakan bahwa Kadar air merupakan banyaknya air yang
terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan
karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut.
Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air adalah perbedaan antara berat
bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara
terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang.
Herman, (2005) menyatakan bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi
makluk hidup untuk mendapatkan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Jossemariee (2010), Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas
pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di
dalamnya.
Karmia (2004) Istilah proksimat memiliki pengertian bahwa hasil analisisnya tidak
menunjukan angka sesungguhnya, tetapi mempunyai nilai mendekati. Hal ini disebabkan dari
komponen praktisi yang dianalisisnya masih mengandung komponen lain yang jumlahnya
sangat sedikit yang seharusnya tidak masuk kedalam fraksi yang dimaksud. Namun demikian
analisis kimia ini adalah yang paling ekonomis (relative) dan datanya cukup memadai untuk
digunakan dalam penelitian dan keperluan praktis.
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400600 derajat Celcius.
Khairul (2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak
kasar adalah ekstraksi dari klorofil, xanthofil, dan karoten.

M. Syarif, (2000) penentuan kadar abu yaitu usaha untuk mengetahui


kadar abu, dalam analisis secara umum ditentukan dengan membakar bahan pakan biasanya
hanya zat-zat organik selanjutnya ditimbang, sisanya disebut abu.
Mulyono, (2000) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan
secara kimiawi dengan metode mendell.
Poetra, (2005) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang
tidak larut dalam H 2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang bertururturutdimasak selama 30 menit.
Poetra, (2007) juga m e n y a t a k a n b a h w a K a n d u n g a n s e r a t k a s a r y a n g
t i n g g i dalam makanan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut,
karena serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna.
Susi (2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah kandungan zat
makanan dikurangi persentase air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. Kadar
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Sutardi, (2009) yang menyatakan bahwa protein merupakan komponen penting y a n g
terdapat

dalam

makanan,

dari

hasil

penelitian

bahwa

p r o t e i n s a n g a t berkualitas tinggi.
Winarno, (2004) yang menyatakan bahwa Kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari
suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau
alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan
dengan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Dari dua pernyataan yang disampaikan bahwa KA sangat mempengaruhi
kualitas pakan.
.Yunus (2008) yang mengatakan bahwa kandungan yang ada pada lemak
kasar merupakan bukanlah lemak murni melainkan campuran dari beberapa zat
yangterdiri dari klorofil, xantofil dan karoten.
DAPUS PROKSIMAT
Amrullah. 2004. Analisa Bahan Pakan. Universitas Hasanudin. Makassar
Anonymous. 2002. Wikipedia/Analisis-Proksimat/.html
Barry. 2004. Nutrisi Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas

Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


Buckle. 2005. Analisis kandungan pakan. Institut Pertanian Bogor
Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Herman. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/bt111062.pdf
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta
Khairul.2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Mulyono.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta : Erlangga.
Susi . 2001. Analisis dengan Bahan Kimia . Erlangga. Jakarta

furnace

oven

insenerator

Anda mungkin juga menyukai