Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Semen

Semen berasal dari bahasa latin “Caementum” yang berarti bahasa perekat,
secara sederhana definisi semen adalah bahan perekat atau lem, yang bias
merekatkan bahan – bahan material seperti batu bata dan batu koral sehingga
membentuk suatu bangunan.
Sedangkan dalam pengertian secara umum diartikan sebagai bahan perekat
yang memiliki sifat mampu mengikat bahan – bahan padat menjadi satu
kesatuan yang kompak dan kuat.
Perkembangan infrastruktur juga semakin meningkat. Hal ituterlihat dari
berbagai macam bangunan yang telah berdiri kokoh dan tinggi menjulang
menghiasi wajah wajah perkataan baik yang diperuntukkan sebagai tempat
hunian,perkantoran, maupun sarana umum lainnya. Hal ini tidak lepas dari
peran penting konstruksi bangunan dimanaperan semen sebagai bahan baku
sangat penting untuk menjulang kekokohan konstruksi.
Dalam perkembangan peradaban manusia khusus dalam bagian bangunan,
menunjukkan fungsi semen sejak zaman dulu. Kata semen yang diterjemahkan
dari bahasa latin yaitu caementum yang berarti "dipotong menjadi bagian-
bagian kecil yang tidak beraturan" sedangkan menurut pengertiannya semen
yang berarti bahan perekat yang mampu menyatukan atau mengikat antara dua
atau lebih bahan sehingga menjadi kompak atau dalam pengertian yang luas
adalah materi yang plastis yang memberikan sifat rekat antara batu-batu
konstruksi bangunan.
B. Jenis – Jenis Semen

1. Semen Portland

Menurut SNI-15-2049-2015 Semen portland adalah semen hidrolis yang


dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri
atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan
bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat
dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Semen merupakan bahan
pengikat yang paling terkenal dan paling banyakdigunakan dalam proses
konstruksi beton. Semen yang umum dipakai adalah semen tipe I dan
ketergantungan kepada pemakaian semen jenis ini masih sangatbesar. Semen
portland jika dilihat dari sisi fungsi masih memiliki kekurangan dan
keterbatasan yang pada akhirnya akan mempengaruhi mutu mortar.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI-15-2049-2015 Semen Portland
diklasifikasikan dalam lima tipe, yakni tipe I – tipe V.
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen tipe I adalah semen portland yang digunakan secara umum yang
tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan
pada jenis-jenis lain.
b. Tipe II (Moderate Heat Portland Cement)
Semen tipe II adalah semen yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen Portland tipe II
dipergunakan untuk bangunan tepi laut, bendungan, dan irigasi, atau beton
masa yang membutuhkan panas hidrasi rendah.
c. Tipe III (High Strength Portland Cement)
Semen tipe III adalah Semen yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan yang tinggi pada fase permulaan setelah terjadi pengikatan. Semen
Potland tipe III dipergunakan untuk bangunan yang memerlukan kekuatan
tekan yang tinggi (sangat kuat) seperti, jembatan-jembatan dan pondasi-
pondasi berat.
d. Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Semen tipe IV adalah Semen yang dalam penggunaannya memerlukan
panas hidrasi rendah. Semen Portland tipe IV dipergunakan untuk kebutuhan
pengecoran yang tidak menimbulkan panas, pengecoran dengan penyemprotan
(setting time lama).
e. Tipe V (Shulphat Resistance Portland Cement)
Semen tipe V adalah Semen yang dalam penggunaannya hanya memerlukan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen Portland tipe V dipergunakan
untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
2. Semen Putih (Gray Cement)

Semen putih adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan
untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler ataupengisi.
Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)

Semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam


prosespengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas
pantai.
4. Semen Portland Komposit (PCC)

Berdasarkan SNI-15-2049-2015 tentang spesifikasi semen Portland,


Portland Composite Cement (PCC) didefinisikan sebagai pengikat hidrolis
hasil penggilingan bersama-sama klinker semen Portland dan gypsum dengan
satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen
Portland dengan bubuk bahan organik lain. Bahan anorganik antara lain
pozzolan, senyawa silikat, batu kapur dengan kadar total bahan anorganik 6-
35% dari massa semen.
C. Bahan Baku Semen

Bahan baku pembuatan semen Portland adalah klinker. Klinker dibuat dari
batu kapur dan tanah liat sebagai bahan baku utamanya, dan di campurkan
dengan bahan korektif yaitu pasir silica dan pasir besi kemudian dihaluskan
menggunakan Raw Mill. Kemudian dibakar pada suhu ± 1450ºC dan di
dinginkan secara cepat dengan menggunakan Cooler hingga suhu ± 60ºC.
1. Batu Kapur (Limestone)

Batu Kapur merupakan sumber utama senyawa Kalsium. Batu kapur murni
umumnya merupakan kalsit atau aragonit yang secara kimia keduanya
dinamakna (CaCO3).
Kalsium Karbonat (CaCO3) di alam sangat banyak terdapat di berbagai
tempat. Kalsium karbonat berasal dari pembentukan geologis yang pada
umumnya dapat dipakai untuk pembuatan semen Portland sebagai sumber
utama senyawa Ca.

Gambar 2.1 Batu Kapur 1


2. Tanah Liat

Tanah liat (Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O) merupakan bahan baku semen yang


mempunyai sumber utama senyawa silikat dan aluminat dan sedikit senyawa
besi.
Tanah liat memiliki berat molekul 796,49 g/mol dan secara umum
mempunyai warna coklat kemerah – merahan serta tidak larut dalam air. Dalam
jumlah amat kecil kadang – kadang juga di dapatkan senyawa – senyawa alkali
(Na dan K) yang dapat mempengaruhi mutu semen.
Gambar 2.2 Tanah Liat

D. Bahan Baku Penunjang

Bahan baku penunjang adalah bahanmentah yang dipakai hanya apabila


terjadi kekurangan salah satu komponen pada pencampuran bahan mentah.
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida
silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika dan pasir
besi.
1. Pasir Silika

Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang
rendah.

Gambar 2.3 Pasir Silika 1


2. Pasir Besi

Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya


terdapat pada bahan baku utama yang masih kurang.

Gambar 2.4 Pasir Besi 1

E. Bahan Tambahan

1. Gypsum

Di dalam proses penggilingan terak di tambahkan bahan tambahan gisum.


Gypsum dengan rumus kimia CaSO4.2H2O merupakan bahan yang harus
ditambahkan pada proses penggilingan klinker menjadi semen. Fungsi gypsum
adalah mengatur waktu pengikatan dari semen atau yang di kenal dengan
retarder.
Gambar 2.5 Gypsum 1
2. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler
pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat
fozzolan yang dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air
membentuk senyawa yang bersifat mengikat.
F. Proses Pembuatan Semen:

1. Quarry

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika, tanah liat, dan material-
material lain yang mengandung kalsium, silicon, aluminium, dan besi oksida.
Bahan baku utama yang digunakan adalah batu kapur dan tanah liat.
2. Crushing

Penghancuran material menjadi bentuk yang lebih kecil dan siap di umpan
ke Raw Mill, hasil penghancuran di simpan dalam gudang. Tanah liat yang
berasal dari quarry mengalami dua tahap proses di uraikan, yakni dengan
primary crusher dan secondary crusher yang keluar dari primary crusher
berukuran lebih kecil dari 125 mm setelah melewati secondary crusher
berukuran lebih kecil 80 mm.
Bersama dengan itu tanah liat berasal dari ammassangeng / bungaeja juga
mengalami proses penghancuran. Komposisi tanah liat yang telah di campur
dalam mix crusher untyk selanjutnya ditampung di dalam gudang mix pile.
Disamping itu bahan – bahan korektif seperti pasir silika dan pasir besi juga
mengalami proses penghancuran terlebih dahulu sebelum di tampung pada
gudang adiktif juga harus tersedia limestone murni yang telah melewati dua
tahap penghancuran. Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk mendapatkan
sejumlah material yang homogen secara terus menerus dan siap untuk diangkut
oleh transportasi lainnya. Material–material ditampung dalam gudang mix pile.
3. Penggilingan dan Homogenisasi (Raw Milling and Blending)

Yaitu proses penggilingan materi penyusun dan homogenisasi. Maksud dari


penggilingan bahan mentah adalah untuk menyiapkan campuran homogen
dengan kehalusan tertentu sesuai dengan keperluan pembakaran di kilen. Pada
proses penggilingan biasanya selalu bersamaan dengan proses pengeringan,
Semua material yang berada dalam kedua gudang penyimpanan di
umpankan kedalam raw mill untuk proses penggilingan, masing-masing
terlebih dahulu ditampung kedalam kilen yang berbeda untuk memudahkan
dalam pengontrolan dalam komposisi pengumpanan. Komposisi yang
diumpankan dalam raw mill di atur sesuai komposisi yang di sebutkan
sebelumnya atau sesuai rekomendasi quality assurance dan quality control
department berdasarkan set point yang diinginkan untuk raw mix.
Semen Portland tipe I. tipe raw mill yang digunakan adalah tipe roller mill
dengan 4 buah roller yang dilengkapi peggilingan menjadi material-material
yang sangat halus (berbentuk tepung). Disamping mengalami proses
pengeringan (karena adanya kontak langsung gas panas tinggi yang keluar dari
tanur) sampai kandungan air maximal 1%.
Material yang akan digiling terlebih dahulu ditimbang menggunakan weight
feeder untuk mendapatkan porsi masing-masing marerial, yang mana porsi
masing-masing material ini dikalkulasi oleh komputer menggunakan program
“X-Ray” (Quality Qontrol baik X-Ray komputer) sehingga di dapatkan kualitas
standar sebelum dibakar pada unit selanjutnya.
Pencegahan material yang terdiri dari beberapa macam ukuran kemudian
dikeringkan oleh adanya tekanan negative (vakum) yang terdiri dalam system
mill yang diakibatkan oleh isapan fan. Oleh sebab itu pemisahan class ifer,
material yang berukuran besar dengan berat memiliki gaya besar dengan berat
memiliki gaya isapan dan akan kembali jatuh keatas meja setelah terjadi
pemisahan pada class efer sedangkan yang berukuran lebih besar tidak
terangkat oleh isapan akan masuk bersama umpan yang baru.
Udara yang masuk kedalam raw mill berasal dari udara buangan keluar dari
preheater dan klinker cooler pada temperature 300-330oC yang terlebih dahulu
dikondisikan suhunya mengunakan condition tower untuk mendapatkan udara
dengan temperature yang di perlukan pada operasi rawmill. Sedangkan untuk
mengatur suhu dalam raw mill digunakan water spary tower, jika temperature
gas inlet mill mencapai tingkat maximum, air disemprot kedalam mill untuk
membantu pendinginan. Sistem penyeprotan air dikontrol secara otomatis jika
suhu gas yang tinggi yang tidak dapat diatasi oleh water spary sistem maka
secara otomatis maka rangkaian terhenti.
Material tepung yang keluar dari raw mill dengan bantuan class efer
ditampung diblanding silo. Dengan adanya elektrotacis presipitaor hampir
semua tepung yang keluar dari raw mill dapat ditangkap dan dimasukkan
kedalam blanding silo. Material tepung biasanya disebut raw mill mengalami
homogenisasi sebelum diumpankan kedalam tanur (kilen) di homogeniasi. Raw
mill dimaksudkan supaya kondisi pembakaran di kilen unit berubah-ubah
(dapat dijaga kestabilannya). Kapasitas optimum umpan raw mill PT.Semen
Bosowa Maros adalah sebesar 500 metrik ton/jam.
4. Pembakaran dan Pendinginan

Yaitu pembakaran material penyusun yang telah berbentuk tepung yang


melalui pemanasan dipreheater (pemanasan bertahap) lalu melalui pembakaran
di kilen pada suhu 1400oC dan menjadi material yang disebut klinker atau terak
dilanjutkan dengan pendinginan di cooler dan akhirnya klinker ditampung di
klinker silo.
Material tepung yang keluar dari blending silo dan diisap untuk diumpan ke
tanur disebut klin feed. Untuk proses PT. Semen Bosowa menggunakan umpan
tanur putar yang dilengkapi dengan preheater 5 stage (2 string) dengan 2 buah
calsiner (ILC dan LSC). Dengan adanya 5 stage preheater maka kontak antar
klin feed dengan udara panas akan berlangsung dengan baik sehingga proses
pemanasan awal akan berlangsung dengan sempurna.
Adanya 2 buah calsiner yang dipakai untuk mengurangi kebutuhan panas
didalam kilen larema proses kalsinasi telah terjadi pada 85-95% didalam 2
buah calsiner tersebut. Dengan demikian umur kilen akan bertahan lebih lama
dan kestabilan operasi prabrik dapat dipertahankan.
Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan
udara hasil pemanasan di kilen melalui preheater. Namun dalam pembakaran
teknologi, proses pemanasan ini dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian
dari bahan baku didalam calsiner yang ditambahkan sebagai perangkat alat
proses di preheater yang memungkinkan ditambahnya bahan bakar dan udara
untuk memenuhi kebutuhan energi yang di perlukan untuk proses kalsinasi
tersebut sehingga pada saat masuk di kilen, derajat kalsinasi raw mix dapat
mencapai 90-95%.
Peralatan ini sudah banyak ditemukan di pabrik lainnya dengan kapasitas
produksi yang cukup besar, sehingga disebut suspension preheater derngan
kalsinasi.
Tungku putar merupakan peralatan utama dipabrik semen ini, karena
didalam kilen terbagi semua proses kimia pembentukan klinker. Secara garis
besar didalam klin terbagi menjadi dengan 3 zona, yaitu zona kalsinasi, zona
transisi, zona klinkeriasi. Dengan perkembangan teknologi mengakibatkan
zona kalsinasi dipindahkan kesuspension preheater dan kalsiner, sehingga
proses yang terjadi didalam klin ini adalah proses radiasi sehingga pada proses
ini diperlukan isolater yang baik untuk mencegah panas keluar. Isolator yang
digunakan adalah batu tahan api.
Klinker panas yang terbentuk sebelum ditampung di silo klinker mengalami
proses pendinginan didalam greate color sampai suhu dibawah 100 OC.
Pendinginan dilakukan untuk menjaga mutu klinker dan untuk memudahkan
proses transportasi dan penyiapan klinker. Produksi klinker optimum PT.
Semen Bosowa Maros adalah 5500 ton/hari dengan umpan klin feed sebesar
380 ton/jam.
Proses pendinganan klinker PT.Semen Bosowa Maros menggunakan great
color dengan tipe CFG. Sistem pendinginan ini menyuplai udara pendingin dari
color fun melalui celah-celah tersebut.
a. Penurunan panas lebih sempurna.
b. Penurunan pemakaian pendingin
c. Menghilangkan aliran material diatas cooler
d. Mengendalikan distribusi dengan baik
e. Konstribusi great dengan sangat baik
f. Debu yang lolos ke greate color sangat kecil
g. Biasanya peralatan color sangat rendah
Senyawa-senyawa utama semen (mineral-mineral potensial) yang terbentuk
di dalam kiln adalah:
Trikalsium Silika 3CaO.SiO2 disingkat C3S
Dikalsium Silikat 2CaO.SiO2 disingkat C2S
Trikalsium Alumina 3CaO.Al2O3 disingkat C3A
Tetrakalsium Alumino Ferrat 4CaO.Al2O3.Fe2O3 disingkat C4AF
Keempat senyawa tersebut mempunyai sifat masing-masing, yaitu :
1) Trikalsium Silika (C3S).
Sifatnya hamper sama dengan sifat semen pada umumnya yaitu apabila
ditambahkan air akan mengeras. C3S menunjang kekuatan awal semen
dan menimbulkan panas hidrasi ± 500 joule/gram. Kandungan C3S pada
semen Portland bervariasi diantara 35% - 55% dan rata-rata 45%.
2) Dikalsium Silika (C2S).
Pada penambahan air segera terjadi reaksi, menyebabkan pasta
mengeras dan menimbulkan panas 250 joule/gram. Pasta mengeras
pengembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu,
kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hamper sama dengan C3S.
Kandungan C2S pada semen Portland bervariasi antara 15% - 35% dan
rata=rata 25%.
3) Trikalsium Aluminat (C3A).
Dengan air bereaksi menimbulkan panas hidrasi yang tinggi yaitu 850
joule/gram. Perkembangan kekuatan terjadi pada 1-2 hari, tetapi sangat
rendah. Kandungan C3A pada semen Portland bervariasi 7% - 15%
4) Tetrakalsium Alumino Ferrit (C4AF).
Dengan air bereaksi dengan cepat dan pasta terbentuk dalam beberapa
menit, menimbulkan panas hidrasi 420 joule/gram. C4AF juga
mempengaruhi warna pada semen Portland dengan kandungan
bervarias 5% - 10%.
5. Penggilingan (finish milling)

Penggilingan terak bersama-sama bahan baku penolong agar menjadi


semen. Gypsum bisa menjadi bahan baku penolong atau tambahan yang
merupakan sumber oksigen belerang dan berfungsi untuk mengatur waktu
pengikatan atau pengerasan semen. Penambahan gypsum mutlak harus
dilakukan karena semen yang terbentuk tanpa gypsum tidak dapat disebut
sebagai semen Portland.
Untuk proses ini PT.Semen Bosowa Ball Mill yang dilengkapi dengan HRP
(Hydrolic Roller Press). HRP bertujuan untuk penggilingan klinker awal dari
bola-bola padatan yang sangat keras menjadi batu cake atau batu lempeng yang
rapuh, sehingga dengan adanya HRP tersebut energy yang dibutuhkan didalam
Ball Mill menjadi kurang. Dengan kata lain bahwa dengan adanya HRP
tersebut kapasitas Ball Mill dapat ditingkatkan sehingga dapat memproduksi
semen dengan jumlah besar.
Didalam Ball Mill klinker di giling bersama-sama dengan gypsum sebanyak
4-5% sampai menjadi bentuk tepung yang sangat halus (semen). Penambahan
gypsum harus dilakukan untuk melakukan mengatur pengikatan semen pada
saat semen digunakan. Dengan adanya EP (Elektrostatis Presipitaor) maka
hampir semua tepung yaitu debu semen yang dipisahkan dalam siklon dapat
ditangkap untuk kemudian ditampung kedalam silo-silo semen dan siap untuk
pengekapan di packer houses. Kapasitas optimum finish mill PT.Semen
Bosowa Maros adalah 275 matrik ton/jam.
6. Pengantongan (Packing)

Pengantongan adalah proses pengantongan dalam berbagai kemasan ukuran.


Semen yang dalam semen silo dikantongkan (Bag) sebelum dijual ke pasar.
Disamping itu, ada juga produk semen yang tidak dikemas tetapi langsung
diangkut oleh truk khusus dalam bentuk curah sehingga dinamakan semen
curah.
BAB III

METODE ANALISA

A. Bagian Tak Larut

1. Standar Acuan
SNI – 15 – 2049 – 2015
2. Tujuan Analisa
Untuk mendapatkan bagian yang tidak larut dalam semen
3. Dasar Prinsip
Bagian Tak Larut dari semen di tentukan dengan Mendigest contoh dalam
HCl. Setelah penyaringan selanjutnya didigest (dipanaskan dan dibiarkan
selama 15 menit pada suhu hampir mendidih) dengan Natrium Hidroksida,
Residu yang di peroleh dipijarkan dan ditimbang.
4. Alat dan Bahan
 Kertas
 Desikator
 Saring No.41
 Gegep
 Corong
 Pipet Tetes
 Gelas Kimia
 Neraca Digital
 Cawan Platina
 Indikator MM
 Pengaduk
 HCl 37 %
 Hot Plate
 NaOH 1 %
 Labu Semprot
 NH4Cl
 Tanur
5. Cara Kerja
a. Ditimbang 1gram sampel, dimasukkan kedalam gelas kimia 250 ml.
Ditambahkan 25 Aquadest dan 5 ml HCl pekat.
b. Dipanaskan larutan, dan ditekan – tekan dengan batang pengaduksampai
terurai sempurna.
c. Diencerkan larutan hingga 50 ml dengan aqudest panas sambil di panaskan
hingga titik didih.
d. Disaring dengan menggunakan kertas saring No.41 (simpan Filtrat untuk
penguian Sulfur Trioksida (SO3 ).
e. Dicuci endapan dengan menggunakan Aquadest panas.
f. Dicuci gelas kimia, lalu ditambahkan NaOH 100 ml, kemudian di panaskan.
g. Endapan dan kertas saring dipindahkan kedalam gelas piala yang telah
ditambahkan 100 ml NaOH Panas, didigest selama 15 menit.
h. Ditambahkan 2 tetes indikator MM lalu di asamkan dengan HCl hingga
terjadi perubahan warna dari kuning ke merah muda.
i. Dimasukkan kertas saring kedalam cawan yang telah diketahui bobotnya
dengan tepat.
j. Dipijarkan di dalam tanur pada suhu 1000 °C selama 45 menit, didinginkan
di dalam desikator kemudian ditimbang.

6. Perhitungan

Perhitungan Bagian Tak Larut adalah sebagai berikut :


𝑊1−𝑊2
% BTL = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 100
Keterangan :
W1 = Berat Cawan Sebelum Pemijaran (g)
W2 = Berat Cawan Setelah Pemijaran (g)

B. Hilang Pijar

1. Standar Acuan
SNI – 15 – 2049 – 2015
2. Tujuan Analisa
Untuk mengetahui bagian yang hilang pada semen.
3. Dasar Prinsip
Dalam metode uji ini semen dipijarkan dalam tanur dengan suhu yang telah
di atur, bagian yang hilang menunjukkan jumlah air dan CO 2 yang terkandung
dalam semen.
4. Alat dan Bahan
 Cawan Platina
 Desikator
 Neraca Diital
 Gegep
 Spatula
 Sampel Semen
 Tanur
5. Cara Kerja
a. Ditimbang 1 gramsampel ke dalam cawan platina yang telah diketahui
bobotnya.
b. Dipijarkan di dalam tanur pada suhu 1000 °C selama 30 menit.
c. Didinginkan di dalam desikator
d. Ditimbang kembali cawan yang tealah dipijarkan.
6. Perhitungan
Perhitungan Hilang Pijar adalah sebagai berikut :
% Hilang Pijar = 𝑊1−𝑊2
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 100
Keterangan :
W1 = Berat cawan + Sampel sebelum pemijran (g)
W2 = Berat cawan + Sampel setelah pemijaran(g)
C. Sulfur Trioksida

1. Standar Acuan
SNI – 15 – 2049 – 2015
2. Tujuan Analisa
Untuk mengetahui kadar sulfur trioksida pada semen.
3. Dasar Prinsip
Dalam metode ini sulfat diendapakan dari larutan asam dari semen
dengan barium klorida (BaCl2). Endapan dipijarkan ditimbangsebagai
barium sulfat (BaSO4) dan dihitung keadaan sulfur trioksida (SO3).
4. Alat dan Bahan
 Cawan
 Hot Plate
 Tanur
 Corong
 Gelas piala 400 ml
 Pengaduk
 Pipet tetes
 Semen
 Aquades
 larutan BaSO4
 Kertas saring
5. Cara Kerja
a. Mengencerkan filtrat pengujian bagian tak larut sampai 250 ml dan
didihkan. Kemudian menambahkan perlahan lahan, tetes demi tetes 10
ml BaCl2 dan melanjutkan pendidihan sampai endapan terbentuk
sempurna. Digest larutan selama 12 – 24 jam pada suhu hampir
mendidih, pertahankan volume larutan (catatan : apabila penentuan cara
cepat dibutuhkan waktu digest dapat di percepat menjadi 3 jam,
Meskipun demikian semen dapat ditolak karna memenuhi persyaratan
spesifikasi, hanya berdasarkan hasil yang di peroleh bila menggunakan
waktu digest 12 – 24 jam).
b. Menyaring melalui kertas No.42,mencuci endapan dengan air destilasi
panas kemudian memindahkan kertas saring ke dalam cawan yang telah
ditimbang (W1) dan perlahan – lahan mengarangkan dan mengabukan
kertas saring tanpa nyala. Kemudian memijarkan pada suhu 800 –
900°C. Mendinginkan di dalam desikator dan menimbang (W2).
6. Perhitungan
𝑊1−𝑊2
% SO3= 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑥 3,34
Keterangan :
W1 = Berat cawan + Sampel sebelum pemijran(g)
W2 = Berat cawan + Sampel setelah pemijaran (g)

Anda mungkin juga menyukai