Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KLIMATOLOGI

“GAMBARAN KONDISI IKLIM DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DALAM

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI KEC. TIWORO TENGAH, KAB. MUNA BARAT,

PROVINSI SULAWESI TENGGARA”

DOSEN: Prof. Dr. Ir. Aminuddin Mane Kandari, M.Si

Disusun Oleh:

NAMA : HELMALYA PUTRI

NIM : M1B121027

KELAS :A

JURUSAN ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. Atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang bejudul “Gambaran

Kondisi Iklim Dan Dampak Perubahan Iklim Dalam Kehidupan Masyarakat Di

Kec. Tiworo Tengah, Kab. Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara” dapat

penulis selesaikan hingga waktu yang telah ditentukan. Tak lupa shalawat serta salam

semoga selalu tercurah kepada Rasul akhir zaman, panutan dalam segala hal, Nabi

Muhammad SAW.

Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai pemenuhan syarat perkuliahan

mata kuliah Klimatologi. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen

pengampu yaitu Prof. Dr. Ir. Aminuddin Mane Kandari, M.Si, karena terdapat banyak

hal yang dapat penulis pelajari dalam pembuatan makalah ini. Selain itu, makalah ini

juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca.

Demikian makalah ini penulis buat, apabila terdapat kesalahan dalam

penulisan, ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang penulis angkat, penulis

mohon maaf. Tiada yang sempurna di dunia ini, melainkan Allah SWT., Tuhan yang

maha sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang membangun

bagi perbaikan makalah selanjutnya.

Kendari, 20 Desember 2022

Penulis
i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

BAB I.PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3.Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Iklim ...................................................................................... 3

2.2.Macam-Macam Iklim Di Indonesia .......................................................... 4

2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Di Indonesia ............................ 5

2.4.Faktor-Faktor Yang Dipengaruhi Iklim Di Indonesia ................................ 18

2.6.Kondisi Perubahan Iklim Di Indonesia ..................................................... 20

2.7.Hubungan Iklim Bagi Pertanian di Indonesia ........................................... 22

2.8.Klasifikasi Iklim di Indonesia ................................................................... 25

BAB III. PEMBAHASAN

3.1.Letak dan Batas Wilayah ........................................................................ 27

3.2.Iklim ........................................................................................................ 28

3.3.Pemerintahan ......................................................................................... 29

3.4.Kependudukan ........................................................................................ 30

3.5.Sosial ...................................................................................................... 32

3.6.Pertanian ................................................................................................ 33
ii
3.7.Data Iklim Kecamatan Tiworo Tengah Tahun 2016-2020 ....................... 34

3.8.Data Suhu Udara Kecamatan Tiworo Tengah Tahun 2016-2020 ............ 38

BAB IV. PENUTUP

4.1.kesimpulan .............................................................................................. 40

4.2.saran ....................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 44

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data iklim kecamatan tiworo tengah tahun 2016-2017 .......................... 29

Tabel 2. Data iklim kecamatan tiworo tengah tahun 2018-2020 .......................... 30

Tabel 3. Data suhu udara kecamatan tiworo tengah tahun 2016-2017 ................ 30

Tabel 4. Data suhu udara kecamatan tiworo tengah tahun 2018-2020 ................ 31

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Macam-macam iklim di Indonesia ...................................................... 4

Gambar 2. Batas-batas wilayah kecamatan tiworo tengah ................................... 17

Gambar 3. Dampak dari perubahan iklim ............................................................. 19

Gambar 4. Pertanian dikecamatan tiworo tengah ................................................. 22

v
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iklim di Indonesia telah menjdai lebih hangat selama Abad 20. Suhurata-

rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3°C sejak tahun 1900an dan merupakan

tahun terhangat. Pemanasan global yangberujung pada perubahan iklim telah

mengakibatkan anomali cuaca serta pola hujan yang berubah-ubah dan sulit

dipredikasi.

Pertambahan jumlah penduduk merupakan salah satu hal yang menyebabkan

pemanasan global. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, semakin

meningkat pula segala segi aktivitas yang berkaitan dengan upaya pemenuhan

ekonomi, konsumsi, pemukiman, ruang gerak migrasi, dan mobilisasinya. Hal ini tentu

saja memberi pengaruh dalam pola interaksi manusia dengan kingkungan dan

pemanfaatan sumberdaya alamnya. Setidaknya ada dua hal utama mengapa

pertambahan jumlah penduduk berperan dalam pemanasan global. Hal pertama

adalah terjadinya alih fungsi lahan, dan kedua terkait dengan kebutuhan konsumsi

energi. Adanya alih fungdi lahan akan semakin mengurangi ruang terbuka hijau,

ditambah lagi terjadi pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang menyumbang

emisi gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti

pertanian, perternakan dan persampahan.

Pemanfaatan energi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kegiatan ekonomi,

dan perkembangan teknologi. Faktor industri sebagai penyumbang emisi karbon

di Indonesia pun tak lepas pengaruhnya dari masalah kependudukan. Fenomena

1
serupa juga terjadi di bidang transportasi yang berkontribusi sebagai penyumbang

emisi karbon di Indonesia. Menggeliatnya penggunaan alat transportasi juga tidak

lepas dari bertambahnya populasi penduduk sebagai bagian dari konsumsi

masyarakatnya, jumlah emisi karbon tersebut masih ditambah lagi dengan

meningkatnya gaya hidup masyarakat melalui penggunaan barang-barang elektronik

tentu saja bergantung pada listrik. Sementara pembangunan kelistrikan

yang saat ini masih bergantung pada pembangkitan listrik dari sumber energi fosil

seperti minyak dan batu bara yang memiliki emisi karbon tinggi. Gas-gas rumah

kaca (GRK) terpenting menimbulkan pemansan global tersebut adalah karbon

dioksisa, metan, nitrous oksida, termasuk sulfur hekasafluorida, hidrofluorokarbon dan

perfluorokarbon. Uap air, kerbondioksisa (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida(N2O),

dan CFC adalah utama gas yang memainkan peran penting dalam efek rumah kaca

(Hairiah, 2008 : 2). Menurut Intergovernmental Panel onClimateChange/ IPCC (1996)

dalam Malla (2008) gas CO2, Ch4 dan N20 adalah 3 gas utama yang memberikan

kontribusi sekitar 88% peran dalam pemanasan global. Gas-gas ini menimbulkan efek

rumah kaca pada bumi yang meningkatkan suhu bumi dan menimbulkan perubahan

iklim.

Perubahan iklim ditandai dengan adanya perubahan beberapa parameter

iklim atau kejadian, antar lain perubahan suhu permukaan bumi, perubahan curah

hujan, perubahan pada kejadian cuaca ekstrim, perubahan tutupan es/salju, dan

perubahan tinggi muka laut. Trenberth, HoughtonandFilho (1995) dalam visa

(2006) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim dipengaruhi

langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang mengubah komsposisi

atmosfer yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang

cukup panjang. Perubahan iklim ditandai dengan kenaikan suhu atmosfer yang
2
lebih tinggi dari sebelumnya. Kondisi tersebut biasa diikuti oleh kenaikan curah

hujan yang disebabkan oleh kenaikan aktivitas konveksi (naiknya massa udara

karena pemanasan) di wilayah tersebut. Curah hujan yang merupakan salah satu

unsur iklim dapat dijadikan salah satu indikator perubahan iklim. Hujan

merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya

sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh karena itu kajian

tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Oleh karena itu klasifikasi iklim

untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)seluruhnya dikembangkan

dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Hal ini dilakukan

karena keragaman (variasi) curah hujan untuk wilayah ini sangat nyata sedangkan

unsur-unsur iklim yang lainnya tidak berfluktuasi secara nyata sepanjang tahun

(Lakitan, 1994: 40). Oleh karena itu, fluktuasi curah hujan rata-rata baik bulanan

maupun tahunan serta intensitas hujannya dapat menggambarkan perubahan

iklim.

Perubahan iklim menimbulkan berbagai macam dampak seperti kenaikan

permukaan air laut akibat gletser mencair dan melelehnya lapisan es di Artik dan

Antartika. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya anomali cuaca yaitu musim

kemarau lebih panjang dari musim hujan atau sebaliknya. Perubahan iklim dapat

menyebabkan perubahan arah dan kecepatan angin, meningkatkan badai atmosfer

seperti angin puting beliung, meningkatkan gelombang pasang, meningkatkan

intensitas petir, perubahan pola tekanan udara, perubahan pola curah hujan (banjir

dan longsor serta kekeringan), dan siklus hidrologi, serta perubahan ekosistem,

hingga bertambahnya jenis organisme penyebab penyakit (Hairiah, 2008 : 5).

Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir diperkirakan akan memberikan

dampak negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan.
3
Dampak perubahan iklim akan diperparah oleh masalah lingkungan,

kependudukan, dan kemiskinan. Lingkungan yang rusak membuat alam akan

lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat

terjadi apabila terdapat penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi

yang memicu terjadinya gerakan tanah yang berpotensi menimbulkan bencana

alam, berupa : banjir dan tanah longsor.

1.2 Rumusan Masalah

Kecenderungan perubahan iklim di Indonesia oleh ulah dan aktivitas

manusia seperti urbanisasi, deforestasi, industrialisasi, dan oleh aktivitas alam

seperti pergeseran kontinen, letusan gunung berapi, perubahan orbit bumi

terhadap matahari, noda matahari dan El- Nino. Pembangunan berwawasan

lingkungan perlu memperhatikan usaha pemeliharaan sistem alami dan perlu

menganalisis dampak pembangunan terhadap iklim. Atmosfer diatas kota besar

dan dikawasan industri terasa lebih panas dan lebih kotor oleh gas buangan

kendaraan bermotor dan oleh proses industri dibandingkan dengan atmosfer diatas

hutan atau didaerah pegunungan yang terasa sejuk dan lebih bersih. Aktivitas

manusia kota menginjeksikan sejumlah polutan berbentuk gas dan partikel kecil

ke dalam atmosfer. Beberapa pencemar yang berada di atmosfer bawah terutama

di troposfer dapat mengganggu keseimbangan radiasi yang pada gilirannya dapat

mengubah iklim. Pencemar berupa gas dapat mempengaruhi iklim melalui efek

rumah kaca. Sebagai aerosol, maka pencemar mengubah keseimbangan radiasi

melalui hamburan, pemantulan dan penyerapan, dan pembentukan awan. Sebagai

akibat pencucian aerosol sulfat dan nitrat oleh tetes awan dan hujan, maka terjadi

hujan asam yang menyebabkan penurunan pH dalam tanah dan air. Aerosol dapat

dibagi menjadi 2 menurut aslanya, yaitu aerosol primer dan aerosol sekunder, juga
4
dapat dibagi dalam aerosol natural dan antropogenik. Aerosol primer, misalnya

percikan garam laut, hembusan debu atau abu vulkanik. Aerosol antropogenik

misalnya debu dari proses pembakaran dalam industri atau pembakaran dalam

penyerapan radiasi matahari, dan melalui emisi radiasi gelombang panjang.

Setelah di uraikan pada paragraf sebelumnya, yang menjadi pertanyaan untuk

pembuatan makalah ini yaitu:

1. Bagaimana gambaran kondisi iklim di Kab. Muna barat, Sulawesi Tenggara?

2. Apakah Iklim mempengaruhi tanaman pangan ?

3. Apa dampak aktivitas manusia pada iklim ?

4. Apa dampak perubahan iklim di Indonesia ?

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Dapat mengetahui gambaran kondisi iklim di kab. Muna barat, Sulawesi Tenggara

2. Dapat mengetahui hubungan iklim terhadap tanaman pangan

3. Mengetahui dampak aktivitas manusia pada iklim

4. Mengetahui dampak perubahan iklim di Indonesia

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu yang relatif lama dan

meliputi wilayah luas (Miftahuddin, 2006). Iklim di Indonesia hampir seluruhnya

tropis. Seragam air hangat yang membentuk 81% dari daerah di Indonesia

memastikan bahwa suhu di darat tetap cukup konstan, dengan dataran pantai rata-

rata 28 °C, daerah pedalaman dan gunung rata-rata 26 °C, dan daerah pegunungan

yang lebih tinggi, 23 °C. Suhu bervariasi sedikit dari musim ke musim, dan

Indonesia relatif mengalami sedikit perubahan pada panjang siang hari dari satu

musim ke musim berikutnya, perbedaan antara hari terpanjang dan terpendek hari

tahun ini hanya empat puluh delapan menit. Hal ini memungkinkan tanaman dapat

tumbuh sepanjang tahun.

Variabel utama iklim di Indonesia tidak suhu atau tekanan udara, namun

curah hujan. Daerah itu kelembaban relatif berkisar antara 70 dan 90%. Angin

yang moderat dan umumnya dapat diprediksi, dengan musim hujan biasanya

bertiup dari selatan dan timur pada bulan Juni hingga September dan dari barat

laut pada bulan Desember sampai Maret. Topan dan badai skala besar

menimbulkan bahaya sedikit untuk pelaut di perairan Indonesia; bahaya besar

berasal dari arus deras di saluran.

Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang cukup ramai dibicarakan

belakangan ini. Hal ini disebabkan karena dampak perubahan iklim tersebut sudah

sangat dirasakan pada setiap aspek-aspek kehidupan manusia. Indonesia

merupakan salah satu negara dengan sumberdaya alam yang cukup melimpah.

Namun pada kenyataanya, tingkat kerusakan lingkungan juga cukup tinggi terjadi

6
di Indonesia. Kerusakan lingkungan ini disinyalir berkontribusi menyebabkan

terjadinya perubahan iklim belakangan ini. Kecenderungan perubahan iklim di

Indonesia oleh ulah dan aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi,

industrialisasi, dan oleh aktivitas alam seperti pergeseran kontinen, letusan

gunung berapi, perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda matahari dan El-

Nino. Perubahan iklim yang tenjadi menyebabkan beberapa dampak seperti:

(a) Seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang

lebih rendah dibanding wilayah subtropics

(b) Wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan

wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan.

Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang

musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin

pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila

tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan

irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi

kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan

meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di wilayah Indonesia bagian

utara,meningkatnya hujan pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks

penanaman(Julismin, 2013).

7
Gambar 1. Siklus hidrologi pada proses iklim

2.2. Macam-Macam Iklim Di Indonesia

Iklim di Indonesia hampir seluruhnya tropis. Seragam air hangat yang

membentuk 81% dari daerah di Indonesia memastikan bahwa suhu di darat tetap

cukup konstan, dengan dataran pantai rata-rata 28 °C, daerah pedalaman dan

gunung rata-rata 26 °C, dan daerah pegunungan yang lebih tinggi, 23 °C. Suhu

bervariasi sedikit dari musim ke musim, dan Indonesia relatif mengalami sedikit

perubahan pada panjang siang hari dari satu musim ke musim berikutnya,

perbedaan antara hari terpanjang dan terpendek hari tahun ini hanya empat puluh

delapan menit. Hal ini memungkinkan tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun.

Variabel utama iklim di Indonesia tidak suhu atau tekanan udara, namun

curah hujan. Daerah itu kelembaban relatif berkisar antara 70 dan 90%. Angin

yang moderat dan umumnya dapat diprediksi, dengan musim hujan biasanya

bertiup dari selatan dan timur pada bulan Juni hingga September dan dari barat
8
laut pada bulan Desember sampai Maret. Topan dan badai skala besar

menimbulkan bahaya sedikit untuk pelaut di perairan Indonesia; bahaya besar

berasal dari arus deras di saluran.

Gambar 2. Macam-macam iklim di indonesia

Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim

musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.

1. Iklim Musim (Iklim Muson)

Iklim Muson terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti

arah tiap-tiap setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas Musim

Barat Daya dan Angin Musim Timur Laut.

a. Angin Musim Barat Daya.

Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober

sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami

musim penghujan.

9
b. Angin Musim Timur Laut.

Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April

sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut,

Indonesia mengalami musim kemarau.

2. Iklim Tropika (Iklim Panas)

Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, Indonesia

termasuk daerah tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas

mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat

banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika. Sebuah iklim tropis adalah iklim

yang tropis. Dalam klasifikasi iklim Köppen itu adalah non- kering iklim di mana

semua dua belas bulan memiliki temperatur rata-rata di atas 18 ° C (64 ° F). Berbeda

dengan ekstra-tropis, dimana terdapat variasi kuat dalam panjang hari,

dan karenanya suhu, dengan musim, suhu tropis tetap relatif konstan sepanjang

tahun dan variasi musiman yang didominasi oleh presipitasi. Iklim tropis terletak

antara 0° – 231/2° LU/LS dan hampir 40 % dari permukaan bumi.

Ciri-ciri iklim tropis adalah sebagai berikut:

a. Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal. Umumnya

suhu udara antara 20- 23°C. Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu

tahunannya mencapai 30°C.

b. Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di kwatulistiwa antara 1 – 5°C,

sedangkan ampitudo hariannya lebih besar.

c. Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan

beraturan.

d. Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia

10
3. Iklim Laut.

Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan

Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudra. Itulah sebabnya di Indonesia terdapat

iklim laut. Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan.

Iklim laut berada di daerah :

a. Tropis dan sub tropis. Ciri iklim laut di daerah tropis dan sub tropis sampai garis

lintang 40°, adalah sebagai berikut:

 Suhu rata-rata tahunan rendah;

 Amplitudo suhu harian rendah/kecil;

 Banyak awan, dan

 Sering hujan lebat disertai badai.

b. Daerah sedang.

Ciri-ciri iklim laut di daerah sedang, yaitu sebagai berikut:

 Amplituda suhu harian dan tahunan kecil

 Banyak awan

 Banyak hujan di musim dingin dan umumnya hujan rintik-rintik;

 Pergantian antara musim panas dan dingin terjadi tidak mendadak dan tiba-

tiba.

Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis

Khatulistiwa, sehingga dalam setahun matahari melintasi ekuator sebanyak dua

kali. Matahari tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September.

Sekitar April-September, matahari berada di utara ekuator dan pada Oktober-

Maret matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya

menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu


11
musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator,

sebagian wilayah Indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari

ada di selatan, sebagaian besar wilayah Indonesia mengalami musim penghujan.

Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah

hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama.

Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan

tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing.

Distribusi hujan bulanan dengan pola monsun adalah adanya satu kali hujan

minimum. Hujan minimum terjadi saat monsun timur sedangkan saat monsun

barat terjadi hujan yang berlimpah. Monsun timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan

Agustus yaitu saat matahari berada di garis balik utara. Oleh karena matahari

berada di garis balik utara maka udara di atas benua Asia mengalami pemanasan

yang intensif sehingga Asia mengalami tekanan rendah. Berkebalikan dengan

kondisi tersebut di belahan selatan tidak mengalami pemanasan intensif sehingga

udara di atas benua Australia mengalami tekanan tinggi. Akibat perbedaan

tekanan di kedua benua tersebut maka angin bertiup dari tekanan tinggi

(Australia) ke tekanan rendah (Asia) yaitu udara bergerak di atas laut yang

jaraknya pendek sehingga uap air yang dibawanyapun sedikit.

12
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Di Indonesia

Faktor-faktornya dapat diperinci sebagai berikut :

1. Faktor alami

a. Pada skala global ( bumi secara keseluruhan )

Kepulauan Indonesia dikelilingi oleh dua samudra yaitu samudera hindia dan

samudera pasifik dan berbatasan dengan dua benua yaitu benua austalia dan

benua asia.

b. Pada skala regional

Kepulauan Indonesia terdiri atas lima pulau besar dan ribuan pulau kecil ,

dikelilingi dan diantarai oleh laut – laut dan selat – selat.

c. Pada Skala Lokal

Gunung-gunung yang menjulang tinggi besar pengaruhnya atas penyebaran

curah hujan dan suhu. Iklim dapat dipengaruhi oleh pegunungan. Pegunungan

menerima curah hujan lebih dari daerah dataran rendah karena suhu di atas

gunung lebih rendah daripada suhu di permukaan laut.

2. Faktor buatan

Faktor di atas mempengaruhi iklim secara alami, namun kita tidak bias

melupakan pengaruh manusia di iklim kita miliki. Kami telah mempengaruhi iklim

sejak kita muncul di bumi ini jutaan tahun lalu. Pada waktu itu, yang mempengaruhi

iklim kecil. Pohon-pohon ditebang untuk menyediakan kayu untuk api. Pohon

mengambil karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Penurunan pohon karena

itu akan telah meningkatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer.

Revolusi Industri, mulai pada akhir abad 19, telah memiliki pengaruh yang

besar pada iklim.. Penemuan motor mesin dan meningkatkan pembakaran bahan

bakar fosil telah meningkatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer Jumlah pohon

13
yang ditebang juga meningkat, yang berarti bahwa karbon dioksida dihasilkan

ekstra tidak dapat diubah menjadi oksigen.

Iklim akan mengalami perubahan kalau ada proses yang mempengaruhi

sistem iklim tersebut. Disatu pihak proses ini dapat berasal dari perubahan di luar

sistem yang disebut perubahan eksternal dan dilain pihak dapat bersumber dari

perubahan di dalam sistem yang dinamakan perubahan internal. Perubahan

eksternal dapat berupa perubahan banyaknya radiasi matahari yang sampai di

bagian luar atmosfer dan perubahan konfigurasi atau perubahan distribusi daratan

dan lautan pada permukaan bumi. Perubahan internal terjadi di dalam sistem iklim.

Perubahan temperatur atmosfer anomali parameter cuaca tersebut akan

menyebabkan terjadinya perubahan iklim.menyebabkan kondisi fisik atmosfer

semakin tak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap

parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomaly. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan iklim, yaitu sebagai berikut:

1. Efek Gas Rumah Kaca

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada

1824. Efek rumah kaca merupakan proses pemanasan dari permukaan suatu

benda langit atau benda angkasa yang disebabkan oleh komposisi serta

keadaan atmosfernya. Beda-benda langit yang dimaksudkan terutama adalah

planet maupun satelit. Sebenarnya efek rumah kaca hampir ada di berbagai

planet di tata surya seperti Mars, Venus, dan benda-benda langit lainnya.

Efek rumah kaca tentu saja mempunyai kaitan yang sangat erat dengan

gas rumah kaca. Hal ini lantaran gas rumah kaca merupakan sekumpulan gas-

gas pada atmosfer yang menjadi sebuah adanya efek rumah kaca. Gas-gas

14
yang disebut gas rumah kaca bisa muncul secara alami di lingkungan Bumi,

namun bisa juga timbul akibat aktifitas manusia.

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah istilah kolektif untuk gas-gas yang

memiliki efek rumah kaca, seperti kloroflurokarbon (CFC), karbon dioksida

(CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), ozon (O3), dan uap air (H2O).

Beberapa gas tersebut memiliki efek rumah kaca lebih besar daripada gas

lainnya. Sebagai contoh, metana memiliki efek 20-30 kali lebih besar

dibandingkan dengan karbon dioksida, dan CFC diperkirakan memiliki efek

rumah kaca 1000 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbon dioksida

(Kusumawardhani, 2015).

Secara global tercatat sekitar 5,3 miliar ton karbon dihasilkan setiap

tahunnya yang bersumber dari deforestasi dan transportasi. Hal ini dianggap

sebagai salah satu penyebab emisi karena deforestasi berakibat kepada

penurunan kemampuan hutan dalam menyerap karbon dioksida dan juga dapat

melepaskan karbon dioksida ke atmosfer, sehingga menyebabkan

meningkatnya suhu bumi dan berpengaruh langsung terhadap perubahan iklim.

Penyebab lain dari peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer yaitu

pembuangan gas karbon dioksida dari kendaraan bermotor Di dunia setidaknya

tercatat 600 juta mobil, 400 juta motor dan ratusan ribu pesawat yang

menyumbang aktif dalam peningkatan emisi karbon dunia. Hal ini akan

mengakibatkan konsentrasi gas rumah kaca semakin meningkat dan

berdampak pada kenaikan suhu bumi.

15
2. Emisi Gas Metana (CH4)

Gas metan yang dilepas ke udara (atmosfer) lebih banyak berasal dari

aktivitas manusia (antropogenic) daripada hasil dari proses alami. Termasuk

pembakaran biomassa dan beberapa kegiatan yang berasal dari dekomposisi

bahan organik dalam keadaan anaerob. CH4 merupakan gas rumah kaca

dengan konsentrasi terbesar kedua setelah karbondioksida. Diperkirakan tiap

molekul CH4 memiliki radiative forcing 21 kali lebih besar daaripada CO2 per

molekul. CH4 menyumbangkan 20% radiative forcing sehingga pengaruhnya

terhadap pemanasan global cukup signifikan. Radiative forcing merupakan

perubahan pada selisih antara energi radiasi yang masuk dan yang keluar di

tropopause. Radiative forcing yang semakin besar akan menyebabkan suhu

bumi semakin panas. Emisi CH4 dapat berasal dari sumber alami maupun

aktivitas antropogenik. Sumber alami CH4 antara lain lahan basah, laut,

persawahan, proses fermentasi oleh bakteri dan ternak. Sedangkan CH4 dari

aktivitas antropogenik berasal dari pemakaian bahan bakar fosil, pembakaran

lahan dan biomassa serta pengeboran gas alam. Aktivitas antropogenik

diperkirakan menyumbang lebih kurang 60% dari emisi CH4 ke atmosfer.

Metana adalah penyumbang utama pembentukan ozon permukaan

tanah, pencemaran udara berbahaya dan gas rumah hijau, pendedahan yang

menyebabkan 1 juta kematian pramatang setiap tahun. Metana juga merupakan

gas rumah hijau yang kuat. Dalam tempoh 20 tahun, pemanasannya 80 kali lebih

kuat daripada karbon dioksida.

16
Permasalahan perubahan iklim atau yang lebih familiar dengan penyebutan

climate change merupakan permasalahan global yang pada dasarnya akan

mempengaruhi dalam kehidupan manusia. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh

The Royal Society dan US National Academy of Science (Wolff, et.al, 2014)

memberikan gambaran bahwa permasalahan perubahan iklim ini sudah terjadi

sejak era tahun 1900-an (Haryanto,2019).

Beberapa indikator yang menjadi perhatian akibat adanya permasalahan

perubahan iklim ini terdeteksi dengan adanya peningkatan temperatur hingga 0,8

derajat celcius atau 14 derajat Fahrenheit. Peningkatan tersebut disertai dengan

peningkatan suhu yang lebih hangat di lautan, pencairan es di kutub dalam jumlah

yang cukup besar, terjadinya cuaca yang ekstrim juga menjadi beberapa indikator

sedang terjadinya perubahan iklim. Ancaman akan perubahan iklim memiliki

dampak yang nyata serta memberikan efek yang merusak yang berimbas pada

kondisi air, habitat, hutan, kesehatan, pertanian dan pesisir (Direktorat Jenderal

Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjenppi) Kementerian Lingkungan Hidup, 2017).

keberadaan perubahan iklim akan menyebabkan penurunan kualitas serta kuantitas

air. Kenaikan suhu sebagai situasi ekstrem yang lain akan menurunkan jumlah

klorin yang ada dalam air sehingga sangat dimungkinkan akan mempengaruhi

tingginya jumlah mikroorganisme yang berbahaya di air.

Efek dari perubahan iklim akan menyebabkan pada dua hal yaitu perubahan

habitat serta punahnya spesies. Keberadaan kenaikan suhu di bumi, kenaikan

batas air laut, terjadinya banjir dan badai sebagai akibat cuaca ekstrem akan

membawa dampak perubahan besar terhadap kondisi habitat sebelumnya yang

secara alami sebagai tempat tinggal berbagai spesies binatang, tumbuhan maupun

organisme yang lain. Dampak perubahan habitat ini tidak terlepas dari rusaknya

17
habitat yang akan mempengaruhi keberlangsungan hidup organisme-organisme

yang selama ini bergantung pada habitat tersebut.

Punahnya berbagai spesies menjadi ancaman yang nyata ketika habitat

menjadi rusak sehingga akan mempengaruhi secara langsung pada ekosistem dan

rantai makanan. Kondisi hutan sendiri, ancaman akan perubahan iklim

mengarahkan pada permasalahan kualitas dan kuantitas hutan serta meningkatnya

gas rumah kaca akibat deforestasi. Keberadaan perubahan iklim mengarahkan

pada cuaca yang ekstrem salah satunya kemarau. Keberadaan kemarau yang

ekstrem ini bias mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan. Dengan permasalahan

kebakaran ini hutan tidak lagi mampu berfungsi dengan baik sebagai paru-paru

dunia dengan memproduksi O2 dan membantu menyerap gas rumah kaca maupun

karbondioksida sebagai penyebab terjadinya pemanasan global. Berkaitan dengan

kesehatan, penyebaran wabah penyakit seperti malaria, kolera, maupun demam

berdarah mudah meningkat saat kenaikan curah hujan. Keberadaan penyakit

tersebut juga berkembang biak pada saat cuaca panas dan lembab yang mana

kondisi tersebut merupakan efek dari perubahan iklim. Untuk kondisi pertanian,

permasalahan perubahan iklim dapat berimbas pada berkurangnya area pertanian

serta produktivitas pertanian.

Hal ini tidak terlepas dari efek kenaikan suhu yang bisa memicu kemarau

panjang sehingga berkurangnya air untuk perairan pertanian. Selain hal tersebut,

perubahan iklim dapat memicu bencana alam lain yaitu banjir akibat adanya curah

hujan. Dengan kedua kondisi bencana tersebut dapat menjadikan areal pertanian

menjadi tidak produktif serta rusak. Untuk permasalahan terakhir dan tidak kalah

penting menjadi perhatian terkait dengan keberadaan pesisir. Kondisi pesisir ini

tidak terlepas dari tenggelamnya sebagian daerah pesisir maupun pulau-pulau

18
kecil. Kenaikan suhu bumi yang menyebabkan mencairnya es di kutub

meningkatkan permukaan air laut yang dapat menenggelamkan daerah pesisir

maupun pulau-pulau terkecil. Ancaman-ancaman yang sudah dipaparkan

sebelumnya menjadi permasalahan yang nyata khususnya di Indonesia. Seperti

halnya juga menjadi fokus perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui

Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian PPN/Bappenas

(Perencanaan Pembangunan Nasional).

Kementerian Lingkungan Hidup melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan Republik Indonesia tahun 2016 (Ditjenppi, 2018) menyusun

Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim yang substansinya

mencakup 5 hal yaitu pertama, identifikasi target cakupan wilayah dan/atau sektor

spesifik dan masalah dampak perubahan iklim; kedua, penyusunan kajian

kerentanan dan risiko iklim; ketiga, penyusunan pilihan aksi adaptasi perubahan

iklim; keempat, penetapan prioritas aksi adaptasi perubahan iklim; dan kelima

pengintegrasian aksi adaptasi perubahan iklim ke dalam kebijakan, rencana,

dan/atau program pembangunan. Peraturan tersebut, dalam tiga tahun setelah

disahkannya pedoman tersebut, capaian Kementerian Lingkungan Hidup dalam

penanganan perubahan iklim terlihat dalam paparannya dalam

mengimplementasikan Paris Agreement dan Pencapaian Target National

Determined Contribution (NDC) dalam acara Festival Iklim 2018 yang digelar oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPID Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan, 2018). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah

mencapai beberapa kemajuan yaitu telah tersusunnya instrumen kebijakan dan

pelaksanaan aktivitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim hingga tingkat

lapangan (tapak) berupa peraturan pemerintah, sistem informasi, sistem registri,

19
cara-cara penilaian dan pengukuran emisi GRK, hingga pembangunan program

kampung iklim. Pemerintah pada dasarnya sudah memiliki infrastruktur yang kuat

berupa sistem, aturan, maupun kebijakan dalam menghadapi ancaman perubahan

iklim.

Permasalahan yang perlu diperhatikan saat ini yaitu keberadaan individu

terkait peran aktif yang memberikan dampak nyata melalui perilaku. Clayton, dkk.

(2015) menjelaskan keterkaitan penyelesaian masalah perubahan iklim dengan

perilaku manusia. Perilaku akan menjadi sumber utama dalam memahami sejauh

mana sebuah aturan, teknologi maupun sistem dapat berjalan dengan efektif dan

baik. Perilaku individu yang tidak mampu beradaptasi mengikuti teknologi, sistem

maupun aturan yang sudah dibangun sebelumnya untuk menghadapi sebuah

ancaman perubahan iklim, maka keberadaan infrastruktur aturan tersebut menjadi

tidak efektif. Perilaku manusia menjadi respon yang akan mengarahkan pada

sebuah potensi gelombang massal dalam memaksimalkan hasil menghadapi

ancaman perubahan iklim.

2.4 Faktor-Faktor Yang Dipengaruhi Iklim Di Indonesia

A. Suhu udara

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan

molekul-molekul. Suhu merupakan keadaan yang menentukan kemampuan

benda untuk memindahkan panas benda ke benda lain. Jika panas dialirkan

pada suhu benda, maka suhu benda tersebut akan turun jika benda yang

bersangkutan kehilangan panas. Berdasarkan data dari 89 stasiun pengamatan

BMKG, normal suhu udara periode 1981-2010 di Indonesia adalah sebesar

26.6 oC dan suhu udara rata-rata tahun 2021 adalah sebesar 27.0 oC.

20
Gambar 3 Perubahan Suhu Udara

Menurut Kartasapoetra (2004), suhu adalah derajat panas atau dingin yang

diukur berdasarkan skala tertentu. Satuan suhu digunakan derajat celcius (ºC), di

Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan ºF yang menetapkan titik didih

air dalam 212ºF dan titik lebur es 32ºF. Dalam skala perseratusan (skala Celcius)

ditetapkan titik didih air 100º dan titik lebur es 0º. Kedua skala tersebut

menunjukkan suhu yang sama pada -40º. Suhu Fahrenheit dapat diubah menjadi

derajat Celcius: F 32 (9 / 5)C.

Karena posisi Indonesia terletak pada lintang yang rendah, maka Indonesia

memiliki suhu rata –rata tahunan yang tinggi yaitu kurang lebih 26 °C. suhu udara

di pengaruhi oleh iklim karena suhu yang tinggi akan mengakibatkan banyak

penguapan apalagi dilihat dari letak geografis Indonesia, memungkinkan adanya

penguapan yang besar, oleh karena itu pada musim kemarau kadang – kadang juga

masih banyak hujan. Dengan demikian tidak ada batas yang jelas Antara musim

kemarau dan musim penghujan.

21
Gambar 4 suhu udara

B. Kelembaban udara

Kelembaban udara ialah keadaan fisik atmosfer dalam hubungannya dengan

uap air. Dalam kaitannya dengan air yang selalu terdapat dalam atmosfer, berupa

uap (gas), butir-butir air atau es yang melayang-layang(awan, kabut). Jumlahnya

sekitar 2% dari massa seluruh atmosfer. Tetapi jumlah ini tidak tetap dan berkisar

antara hampir 0%-5%. Sebagai Negara kepulauan yang memiliki laut yang luas,

iklim tropis dan suhu yang tinggi , maka penguapan di Indonesia sangat banyak

sehingga kelembaban udara selalu tinggi.

Menurut Kartasapoetra (2004), kelembaban adalah banyaknya kadar uap air

yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah. Kelembaban

mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satu satuan udara, yang

dinyatakan gram/m3. Kelembaban spesifik merupakan perbandingan massa uap

air di udara dengan satuan massa udara, yang dinyatakan gram/kg. Kelembaban

relatif merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah

maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu, dinyatakan

22
dalam %. Angka kelembaban relatif dari 0–100%, dimana 0% artinya udara kering,

sedang 100% artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air.

Besaran yang digunakan untuk menyatakan kelembaban udara adalah kelembaban

nisbi, dimana kelembaban tersebut berubah sesuai dengan tempat dan waktu.

Menjelang tengah hari kelembaban nisbi berangsur turun, kemudian pada sore hari

sampai menjelang pagi bertambah besar.

C. Curah hujan

Sebagai Negara kepulauan yang memiliki laut yang luas, iklim tropis dan suhu

yang tinggi , maka penguapan di Indonesia sangat banyak sehingga kelembaban

udara selalu tinggi. Kelembaban udara yang tinggi inilah yang akan menyebabkan

curah hujan yang tinggi pula. Meskipun demikian, banyaknya curah hujan di

Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya yaitu :

Letak daerah konvergensi antartropis

fis daerahnya.

Rata – rata curah hujan di Indonesia tergolong tinggi, yaitu lebih dari 2000

mm/tahun. Daerah yang paling tinggi curah hujannya yaitu daerah baturaden di

lereng gunung slamet dengan rata – rata curah hujan kurang lebih 589 mm/bulan.

Daerah yang paling kering adalah daerah palu, Sulawesi tengah dengan curah

hujan rata-rata kurang lebih 45,.5 mm/bulan.

D. Kebutuhan pangan atau memproduksi pangan

Hal tersebut di pengaruhi iklim karena penting mengingat setiap jenis tanaman

pada berbagai tingkat pertumbuhan memerluhkan kondisi iklim yang berbeda-beda.

23
Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi Antara factorgenetic dan factor

lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim, teknologi dan

factor ekonomi. Dari factor lingkungan, maka factor tanah telah banyak dipelajari

dan difahami dibandingkan dengan factor iklim. Dan iklim ini merupakan salah satu

peubah dalam produksi pangan yang sukar di kendalikan. Oleh karena itu dalam

usaha pertanian, pada umumnya cara – cara

bertani disesuaikan dengan kondisi iklim setempat.

2.6 Kondisi Perubahan Iklim Di Indonesia

Pada saat yang sama, Indonesia beresiko mengalami kerugian yang signifikan

karena perubahan iklim. Karena keberadaannya sebagai Negara kepulauan,

Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kekeringan yang

semakin panjang, frekuensi peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering, dan

curah hujan tinggi yang berujung pada bahaya banjir besar, semuanya merupakan

contoh dari dampak perubahan iklim. Terendamnya sebagian daratan negara,

seperti yang terjadi di Teluk Jakarta, telah mulai terjadi. Demikian pula,

keberagaman spesies hayati yang sangat kaya dimiliki Indonesia juga berada dalam

resiko yang sangat besar. Pada gilirannya, hal ini akan membawa efek yang

merugikan bagi sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, sehingga berujung

kepada terciptanya ancaman atas ketersediaan pangan dan penghidupan.

Pemanasan global akan meningkatkan temperatur, memperpendek musim

hujan, dan meningkatkan intensitas curah hujan. Kondisi ini dapat mengubah

kondisi air dan kelembaban tanah yang akhirnya akan mempengaruhi sector

pertanian dan ketersediaan pangan. Perubahan iklim dapat menurunkan tingkat

kesuburan tanah sebesar 2-8 %, sehingga menurunkan hasil panen beras. Suatu

24
model simulasi perubahan iklim telah memproyeksikan penurunan yang signifikan

dari hasil panen di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Pemanasan global juga akan menaikkan level permukaan air laut, sehingga

menggenangi daerah pesisir produktif yang sekarang digunakan sebagai lahan

pertanian. Tak hanya itu, perubahan iklim juga akan meningkatkan dampak buruk

dari wabah penyakit yang ditularkan melalui air atau vektor lain seperti nyamuk.

Pada akhir dekade 1990an, El Nino dan La Nina diasosiasikan dengan wabah

malaria dan DBD. Akibat dari meningkatnya temperatur, malaria kini juga

mengancam daerah yang sebelumnya tak tersentuh karena suhu dingin, seperti

dataran tinggi Irian Jaya (2013 m. di atas permukaan laut) pada tahun 1997

(ClimateHotmap). Riset juga telah mengkonfirmasi hubungan antara peningkatan

temperatur dan mutasi virus DBD. Ini berarti kasus-kasus DBD yang ada menjadi

lebih sulit ditangani dan menimbulkan lebih banyak korban jiwa.

Gambar 5. Dampak perubahan iklim

Problem kesehatan lainnya juga dapat diperparah karena perubahan iklim.

Contohnya, manusia dengan penurunan fungsi jantung sangat mungkin menjadi

lebih rentan dalam cuaca yang panas karena mereka membutuhkan energi lebih
25
untuk mendinginkan tubuh mereka. Suhu panas juga dapat mencetuskan masalah

pernapasan. Konsentrasi zat ozone di level permukaan tanah akan meningkat

karena pemanasan suhu. Ini akan menyebabkan kerusakan pada jaringan paruparu

manusia.

2.7 Hubungan Iklim Bagi Pertanian di Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris, tentu ada keterkaitannya dengan

bidang pertanian di Indonesia. Selain itu, sekitar 70% penduduk Indonesia bekerja

di sektor pertanian. Begitu halnya iklim sangat berpengaruh pada pertanian.

Pertanian sangat penting memgingat setiap jenis tanaman pada berbagai tingkat

pertumbuhan yang memerlukan kondisi iklim yang berbeda-beda. Dengan

memperhatikan unsur-unsur iklim kita dapat memperkirakan tanaman yang cocok

dengan keadaan iklim ditempat tersebut karena tanaman sebagai makhluk hidup

tentunya ada interaksi dengan iklim. Oleh sebab itu, iklim sangat berpengaruh

khususnya bagi pertanian di Indonesia. Untuk itu perhatian dan kerjasama Antara

para ahli klimatologi atau ahli meterologi dengan ahli pertanian semakin meningkat

terutaman dalam rangka menunjang produksi tanaman pangan di Indonesia.

2.8 Klasifikasi Iklim di Indonesia.

1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933)

Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan

oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering

(BK) dan jumlah Bulan Basah (BB) yang dihitung sebagai harga rata-rata dalam

waktu yang lama.

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah

curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Kering (BK) : Bulan dengan curah hujan kurang dari 60 mm

26
(jumlah curah hujan lebih kecil dari jumlah penguapan).

Tahap-tahap penentuan kelas iklim menurut Mohr :

1. Ambil data curah hujan bulanan dari jangka waktu lama (30 tahun).

2. Jumlahkan curah hujan pada bulan yang sama selama jangka pengamatan.

3. Cari curah hujan rata-rata bulanan.

4. Dari harga rata-rata curah hujan bulan itu pilih BK dan BB nya.

5. Dari kombinasi BK dan BB itu dapat ditentukan kelas iklimnya.

Klasifikasi Iklim Mohr (1933)

Jadi contoh perhitungan di atas BK=3, BB=6 berarti termasuk kelas iklim III,

berarti “daerah dengan masa kering yang sedang”.

2. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson (1951)

Klasifikasi iklim di Indonesia menurut Schmidt-Ferguson (1951) didasarkan

kepada perbandingan Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB).

Kriteria BK an BB yang digunakan dalam klasifikasi iklim menurut

Schmidt-Ferguson sama dengan kriteria BK dan BB oleh Mohr (1933), namun

perbedaan utama yakni dalam cara perhitungan BK dan BB akhir selama jangka

waktu data curah hujan itu dihitung.

Bulan Kering : Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm.

Bulan Basah : Bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm.

Bulan Lembab : Bulan dengan curah hujan antara 60-100 mm.

Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam urmus penentuan tipe curah

hujan (rainfalltype) yang dinyatakan dalam nilai Q (quotient Q).Dari besarnya nilai

Q inilah selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah.Tahap-

27
tahap cara penentuan tipe curah hujan suatu tempat menurut Schmidt-Fergusom,

yaitu :

1. Gunakan data curah hujan dalam jangka waktu 30 tahun.

2. Dari data curah hujan tiap tahun pilih masing –masing BK dan BB nya.

3. Jumlahkan masing-masing BK dan BB seluruh tahun dan hitung harga

rataratanya.

4. Harga rata-rata BK dan harga rata-rata BB dimasukkan dalam rumus O.

5. Lihat tabel atau setigitaSchmidt-Ferguson yang berisi kisaran nilai O untuk

menentukan tipe curah hujannya.

Tabel Schmidt-Ferguson :

Dari tabel 5-F atau segitiga S-F, maka daerah contoh tersebut di atas termasuk tiper

curah hujan D (sedang).

Tipe curah hujan Schmdit-Ferguson terdiri dari 8 tiper (8 rainfalltypes). Tiap-tiap

tipe mempunyai perbedaan 1,5 BK. Misalnya : tipe curah hujan A O - 1,5 BK (O

0,14), Tipe B mempunyai 1,5-33 BK, tipe C mempunyai 3-4,5 BK dan seterusnya.

Meskipun dengan klasifikasi ini dapat ditentukan sifat suatu daerah mulai dari

kering, lembab dan basah, namun belum cukup memberikan informasi lengkap

mengenai potensi pertaniannya, karena kriteria BB hanya disasarkan kepada

penguapan (evaporasi).

3. Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975)

Klasifikasi iklim menurut Oldeman (1975) disebut juga dengan klasifikasi

agroklimat. Peta cuaca pertanian ditampilkan sebagai “peta agroklimat” atau

Atroclimatic map. Klasifikasi iklim ini terutama ditujukan kepada komoditi pertanian

tanaman makanan utama seprti padi, jagung, kedelai dan tanaman palawija lainnya.

28
Karena penggunaan air bagi tanaman-tanaman utama merupakan hal yang

penting di lahan tadah hujan, maka dnegna data curah hujan dlam jangka lama,

peta agroklimatddidasarkan pada periode kering. Curah hujan melebihi 200 mm

sebulan dianggap cukup untuk padi sawah, sedangkan curah hujan paling sedikit

100 mm per bula diperlukan untuk bertanam di lahan kering.

Dasar klasifikasi agroklimat ini ialah kriteria Bulan Basah dan Bulan Kering.

Bulan Basah (BB) Bulan dengan curah hujan sama atau lebih besar dari 200

mm.

Bulan Kering (BK) : Bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 100 mm.

Evapotranspirasi dianggap sebagai banyaknya air yang dibutuhkan oleh

tanaman. Dalam klasifikasi agroklimat ini maka pembagian zoneagroklimat

didsasarkan pada seberan BB berturutan dan kombinasi BB dan BK.

1. Berdasarkan BB

Suatu BB didefinisikan sebagai bulan dengan cukup air utnuk pertanaman

padi sawah, yakni paling sedikit 200 mm curah hujannya. Meskipun umur

tanaman padai ditentukan oleh varietasnya, periode dengan 5 BB berturutan

dianggap optimal untuk satu pertanaman padi sawah. Apabila terdapat periode

lebih dari 9 BB berturutan petani dapat bertanam padi 2 kali. Namun bila BB

kurang dari 3 bulan berturutan, tanaman padi mengandung resiko gagal kecual

ada pengairan.

2. Berdasarkan BB dan BK :

Pembagian Zoneagroklimat selanjutnya didasrkan pula pada jumlah BK

berturutan. Bulan Kering mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm. Bila

terdapat kurang dari 2 BK dalam setahun, petani dengan mudah dapat mangatasi

kelangkaan air hujan, sebab pada umumnya masih terdapat cukup air dalam

29
tanah untuk kebutuhan air tanaman. Bila terdapat 2-4 BK rencana pola tanam

harus hati-hati apabila ingin bertanam sepanjang tahun. Suatu periode 5-6 BK

berturutan dianggap terlalu lama bila tidak ada irigasi bagi tanaman. Apabila bila

periode kering melebihi 6 bulan, maka kemungkinan gagalnya tanaman makin

besar.

30
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Letak dan Batas Wilayah

Secara astronomis, Kecamatan Tiworo Tengah terletak di bagian Barat Pulau Muna.

Secara geografis, Tiworo Tengah terletak di bagian selatan garis khatulistiwa,

memanjang dari utara ke selatan di antara 04°52’226” - 04°83’514” Lintang Selatan

dan membentang dari barat ke timur diantara 122°35’194” - 122°40’079” Bujur Timur.

Batas wilayah administrasi Kecamatan Tiworo Tengah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tiworo Utara.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Tiworo Kepulauan.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Maginti.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Tiworo.

Secara administratif, Kecamatan Tiworo Tengah terdiri dari 8 Desa/kelurahan. Dari

jumlah kelurahan yang ada, yang memiliki wilayah terluas adalah Desa Wanseriwu

dengan luas 24,75 Km2 (30,05 %), sedangkan Kelurahan yang memiliki Wilayah

terkecil adalah desa Wapae dengan luas 4,55 Km2 (5,53 %) dari luas Kecamatan

Tiworo Tengah.

31
Gambar 6. Batas wilayah kecamatan tiworo tengah

3.2 Iklim

Kabupaten Muna Barat mempunyai iklim tropis seperti sebagian besar daerah

di Indonesia, dengan suhu rata-rata sekitar 26°C–30°C. Demikian juga dengan musim,

Kabupaten Muna Barat mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim

kemarau.

Pada umumnya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai Juni dimana

angin yang mengandung banyak uap air bertiup dari Benua Asia dan Samudra Pasifik

sehingga menyebabkan hujan. Sedangkan musim kemarau terjadi antara Juli sampai

November, pada bulan ini angin bertiup dari Benua Australia yang sifatnya kering dan

mengandung uap air.

32
Secara rata-rata, banyaknya hari hujan tiap bulan pada tahun 2018 adalah 14

hari dengan rata-rata curah hujan 214,8 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Juni sebesar 477,0 mm dengan jumlah hari hujan sebesar 16 hari hujan.

3.3.Pemerintahan

Kecamatan Tiworo Tengah merupakan kecamatan yang berada di bawah

administrasi pemerintahan Kabupaten Muna Barat.

Kecamatan Tiworo Tengah terdiri dari 8 desa/kelurahan. Kelurahan/Desa di

kecamatan Tiworo Tengah yaitu Wanseriwu, Langku-Langku, Mekar Jaya, Wapae,

Labokolo, Lakabu, Momuntu dan Suka Damai.

Dalam membantu menjalankan pemerintahan, aparat desa dibantu oleh kepala

dusun dan kepala RT. Rata-rata 1 dusun terdiri dari dari 4 RT. Jumlah dusun di

kecamatan Tiworo Tengah sebanyak 16 dusun. Sedangkan jumlah RT mencapai 53

RT.

3.4. Kependudukan

Penduduk Kecamatan Tiworo Tengah berdasarkan proyeksi penduduk tahun

2018 sebanyak 7.318 jiwa yang terdiri atas 3.703 jiwa penduduk laki-laki dan 3.615

jiwa penduduk perempuan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.768 rumah

tangga. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk laki-

laki terhadap penduduk perempuan sebesar 3.615.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Tiworo Tengah tahun 2018 mencapai

1.004 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga adalah 4 orang.

Kepadatan Penduduk di kecamatan Tiworo Tengah cukup beragam. Kepadatan


33
penduduk tertinggi adalah desa Suka Damai dengan kepadatan sebesar 261 jiwa/km2

dan terendah di desa Lakabu sebesar 30 jiwa/km2.

Berikut jumlah penduduk tiap desa di kecamatan Tiworo Tengah ;

1. Wanseriwu, luas 24,75 km2, penduduk 806 jiwa, kepadatan 32 jiwa/km2.

2. Langku-Langku, luas 15 km2, penduduk 528 jiwa, kepadatan 35 jiwa/km2.

3. Mekar Jaya, luas 6 km2, penduduk 1.638 jiwa, kepadatan 170 jiwa/km2.

4. Wapae, luas 4,55 km2, penduduk 1.059 jiwa, kepadatan 230 jiwa/km2.

5. Labokolo, luas 24,75 km2, penduduk 806 jiwa, kepadatan 32 jiwa/km2.

6. Lakabu, luas 15 km2, penduduk 462 jiwa, kepadatan 30 jiwa/km2.

7. Momuntu, luas 6 km2, penduduk 645 jiwa, kepadatan 106 jiwa/km2.

8. Suka Damai,luas 5 km2, penduduk 1.320 jiwa, kepadatan 261 jiwa/km2.

3.5. Sosial

Pelaksanaan pembangunan pendidikan di kecamatan Tiworo Tengah terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu indikator yang dapat

mengukur tingkat perkembangan pembangunan pendidikan di kecamatan Tiworo

Tengah adalah banyaknya sekolah, guru dan murid.

Jumlah fasilitas pendidikan di kecamatan Tiworo Tengah sebanyak 12 unit yang

terdiri dari 9 unit SD sederajat, 1 unit SMP sederajat, dan 2 unit SMA sederajat.

Salah satu indicator untuk mengukur perkembangan kesehatan di kecamatan

Tiworo Tengah adalah ketersediaan infrastruktur kesehatan hingga ke desa-desa.

34
Jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Tiworo Tengah hingga

tahun 2018 yaitu 15 unit, yang terdiri dari 1 unit puskesmas, 11 unit posyandu, 2 unit

apotek, dan 1 unit polindes.

Tenaga medis yang ada di Kecamatan Tiworo Tengah yaitu 1 orang Dokter

umum, 16 orang bidan, 11 orang perawat dan 10 tenaga kesehatan lainnya.

Perkembangan keagamaan di kecamatan Tiworo Tengah juga dapat dilihat dari

ketersediaan saranan peribadatan. Pada tahun 2018 jumlah tempat peribadatan di

kecamatan Tiworo Tengah berjumlah 37 unit, terdiri dari 18 unit mesjid, 12 unit

mushola, 5 unit pura, dan 2 unit vihara.

3.6 Pertanian

Penggunaan lahan di kecamatan Tiworo Tengah digunakan untuk perumahan

dan pekarangan. Luas lahan sawah tahun 2018 mencapai 327 ha yang terdiri dari 40

ha sawah irigasi dan 287 hektar sawah non irigasi.

Gambar 7. Pertanian dikecamatan tiworo tengah

35
Tanaman pangan yang diusahakan di kecamatan Tiworo Tengah yang utama

yaitu padi sawah, jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi jalar.

Ragam tanaman hortikultura yang diusahakan di di kecamatan Tiworo Tengah

cukup bervariasi. Untuk tanaman sayuran terdapat cabai rawit, kacang panjang,

kangkung, petsai/sawi, cabai besar, bawang daun, tomat, terung, ketimun, dan

lainnya. Tanaman menghasilkan produksi yang paling besar adalah kacang panjang,

dan kangkung. Tanaman buah-buahan seperti, jeruk siam, pisang, pepaya, dan

rambutan menjadi komoditas utama di kecamatan Tiworo Tengah.

Jagung menjadi komoditi perkebunan yang paling banyak diusahakan di

kecamatan Tiworo Tengah. Tahun 2018 luas tanam jambu mete mencapai 985 hektar.

Selain itu, terdapat tanaman jambu mete, kelapa, cokelat dengan luas tanam masing-

masing sebesar 156,50 hektar, 101 hektar dan 1.302,54 hektar.

Produksi perikanan di kecamatan Tiworo Tengah terdiri dari perikanan tangkap

dan perikanan budidaya. Pada tahun 2018 produksi perikanan tangkap mencapai

550,56 ton. Produksi perikanan di kecamatan Tiworo Tengah sebagian besar

didominasi oleh perikanan laut.

3.7. Data Iklim Kecamatan Tiworo Tengah Tahun 2016-2020

Kecamatan Tiworo Tengah pada umumnya beriklim tropis dengan suhu rata-

rata antara 25ºC – 27ºC. Seperti halnya daerah lain di Kabupaten Muna Barat, pada

bulan November sampai Juni angin bertiup dari benua asia dan samudera pasifik

mengandung banyak uap air yang menyebabkan terjadinya hujan di sebagian besar

wilayah Indonesia, termasuk Kecamatan Tiworo Tengah.

36
Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan juli dan oktober, dimana pada

bulan ini angin bertiup dari benua Australia yang sifatnya kering dan sedikit

mengandung uap air. Seperti halnya daerah Sulawesi Tenggara pada umumnya, di

Kecamatan Tiworo Tengah angina bertiup dengan arah yang tidak menentu, yang

mengakibatkan curah hujan yang tidak menentu pula, dan keadaan ini dikenal sebagai

musim pancaroba.

Berdasarkan data iklim di kecamatan tiworo tengah dari tahun 2016 sampai

2020 diperoleh data berikut :

Tabel 1. Data iklim kecamatan tiworo tengah tahun 2016-2017

37
Tabel 2. data iklim kecamatan tiworo tengah tahun 2018-2020

Pada tahun 2018 curah hujan di Kabupaten muna barat mencapai 194,8 mm3

dalam 168 hari hujan (hh). Curah hujan pada tahun 2018 ini lebih rendah jika

dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar 324,4 mm3 dengan 100 hari hujan. Curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan jumlah 22 hari hujan. Curah hujan

terendah terjadi pada bulan Agustus dan September. Selama bulan tersebut tidak

terjadi hujan sama sekali. Selama tahun 2018 rata-rata curah hujan sebesar 153,9

mm3 dengan rata-rata 14 hari hujan.

38
3.8 data suhu udara kecamatan tiworo tengah tahun 2016-2020

Tabel 3. Data suhu udara kecamatan tiworo tengah tahun 2015-2017

Tabel 4. Data suhu udara kecamatan tiworo tengah tahun 2018-2020

39
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Klimatologi berasal dari kata klima : kemiringan bumi atau lintang tempat dan

logos ; ilmu, diartikan sebagai ilmu yang mengkaji jenis iklim di muka bumi dan

faktor penyebabnya.

2. Cuaca adalah keadaan udara pada suatu saat di tempat tertentu. Kondisi

cuaca senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Cuaca merupakan kedaan

atmosfer sehari-hari yang dapat terjadi dan berubah dalam waktu singkat di

daerah yang sempit. Sedangkan, iklim adalah rata-rata kondisi cuaca tahunan

dan meliputi wilayah yang luas.

3. Adapun beberapa komponen atau unsur-unsur dari cuaca dan iklim adalah

temperatur udara, angin, kelembaban udara, dan lain-lain.

4. Perubahan iklim juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak stabil sebagai

contoh curah hujan yang tidak menentu, sering terjadi badai, suhu udara yang

ekstrim, serta arah angin yang berubah drastic.

5. Dengan mempelajari kondisi iklim akan sangat bermanfaat dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pendugaan di berbagai bidang kegiatan,

seperti pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, perhubungan, serta

perdagangan dan pariwisata. menjadi kering atau menjadi lembab serta

proses perubahan cuaca lainnya.

6. Perubahan iklim adalah perubahan pola dan intensitas unsur iklim dalam

periode waktu yang sangat lama. Bentuk perubahan berkaitan dengan

perubahan kebiasaan cuaca atau perubahan persebaran kejadian cuaca.

Penyebab utama terjadinya perubahan iklim yaitu pemanasan global.

Percepatan pemanasan global merupakan akibat dari meningkatnya

40
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer Bumi yang mengubah peran dari efek

rumah kaca. Aktivitas manusia juga dapat mengubah iklim bumi, dan saat ini

mendorong perubahan iklim melalui pemanasan global.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah dengan disusunnya

makalah ini kami mengharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami

mengenai kondisi cuaca dan iklim serta apa saja dampak dari perubahan cuaca

dan iklim. Penulis berharap kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan

saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian

saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi

semua pembaca.

41
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2022. Iklim (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/Iklim. (27 Oktober 2022).

Atap. 2021. Perubahan iklim global di Indonesia (Online).

https://www.gramedia.com/literasi/perubahan-iklim- global/. (26 Oktober

2022).

Febrianti, N. 2018. Perubahan Zona Iklim Di Indonesia Dengan Menggunakan

Sistem Klasifikasi Koppen. Jurnal Prosiding Workshop . 2(3): 252- 259.

Hastutiningrum, S., S. Sunarsih, dan Imelda. 2018. Analisis Hubungan Aktivitas

Kendaraan Bermotor Terhadp Konsentrasi SO2 Dan NO2, Di Udara Ambien

(Studi Kasus: Jl. Panembahan Senopati Yogyakarta). Jurnal teknologi

technoscientia. 11(1): 85-94.

Kamalang, D. I. M. 2021. Pengaruh iklim terhadap bentuk dan bahan arsitektur

bangunan. Jurnal Radial. 7(2): 1-14.

Lek, Y., Sangkertadi., L. Ingerid, dan Moniaga. 2014. Kepadatan bangunan

dan karakteristik iklim mikro Kecamatan Wenang Kota Manado.

Jurnal Sabua. 6(3): 285-292.

Miftahuddin, 2016. Analisis Unsur-unsur Cuaca dan Iklim Melalui Uji MannKendall

Multivariat, Vol. 13, No. 1, 26-38

Julismin, 2013. DAMPAK DAN PERUBAHAN IKLIM DI Indonesia Vol 5. No.1

Safuan, L. O., Kandari, A. M., Natsir, M. 2013. Evaluasi kesesuaian tanaman kakao

(Theobromacacao L.) berdasarkan analisis data iklim menggunakan aplikasi

sistem informasi geografi. Jurnal Agroteknos. 3 (2): 80-85.

Wirjohamidjojo, S dan Y.S., Swarinoto. 2007. Praktek meteorology pertanian. Jakarta:

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

42
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-2. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Puspita, E.S dan Yulianti L. 2016. Perancangan Sistem Peramalan Cuaca Berbasis

Logika Fuzzy. Jurnal Media Infotama Vol. 12 No. 1.

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. ITB.

Yulianto, M dan Afriyantari, P. 2020. Pengembangan Game Edukasi Pengenalan Iklim

Dan Cuaca Untuk Siswa Kelas III Sekolah Dasar. Jurnal Teknik Elektro Vol.20

No. 02.

43

Anda mungkin juga menyukai