Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR (TPA)

Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan

OLEH
KELOMPOK VIII KELAS 5F

Sharon Virginia Miracly Tampang 20111101234


Alya Fauziyyah Abidin 20111101237
Blessy Meily Sumampouw 20111101238
Aimar Daniel Golung 20111101239

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Analisis Kualitas Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir”. Makalah ini disusun
untuk melengkapi tugas dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan Prodi
Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Makalah ini tersusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
yang diberikan kepada penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Oksfriani J. Sumampouw, SPi, M.Kes selaku Dosen Pengajar MK yang
bersedia meluangkan waktu, pikiran serta memberikan motivasi yang sangat
bermanfaat untuk membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
2. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
pengetahuan, khususnya Dosen Pengajar mata kuliah Analisis Kualitas
Lingkungan.
3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak yang membaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Terima Kasih.

Manado, 03 November 2022


Penulis,

Kelompok VIII

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 5
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 6
BAB I ...................................................................................................................... 7
PENDAHULUAN .................................................................................................. 7
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 7
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 9
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................... 9
BAB II ................................................................................................................... 10
PEMBAHASAN ................................................................................................... 10
2.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir .................................................. 10
2.2. Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA ..................................... 10
2.3. Parameter Kualitas Lingkungan TPA..................................................... 10
2.4. Persyaratan Lokasi TPA ......................................................................... 16
2.5. Kriteria Penetapan Lokasi TPA .............................................................. 20
2.6. Metode Pengolahan Sampah .................................................................. 22
2.7. Studi Kasus Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA.............................. 25
1. Judul: Analisis Kualitas Udara Serta Keluhan Pernapasan Pada Pemulung di
Sekitar TPA Tamangapa Kota Makassar disusun oleh Adriana…………… …25
2. Judul: ANALISIS KUALITAS AIR DISEKITAR SITUS TPA SUMOMPO
disusun oleh Maria Insiana Su, Verry R. Ch Warouw, Karamoy Lientje
Theffie…………………………………………………………………… ……26
3. Judul: Analisi Emisi CH4 dan Potensi Energi dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Muara Fajar 2 Kota Pekanbaru .................................................... 29
4. Judul: Analisi Kadar Timbal (Pb) Pada Air Sumur Gali di Kawasan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Banjar Suwung Batan kendal Denpasar Selatan . 31
5. Judul: Analisis Mutu Air Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Studi
Kasus TPA Sampah Sukawinatan Palembang .................................................. 33
BAB III ................................................................................................................. 39
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 39
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 39

3
3.2. Saran ....................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pencemaran Lingkungan…………………………………… 22

Gambar 2. Metode Tempat Pembuangan Akhir Control Landfill……… 23

Gambar 3. Metode Tempat Pembuangan Akhir Sanitary Landfill……… 24

Gambar 4. Grafik Emisi Gas CH4 dari landfilling di TPA 2 Muara Fajar
(Gg/tahun)……………………………………………………………….. 30

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Analisis Fisika Air………………………………………… 36

Tabel 2. Hasil Analisi Kimia Air…………………………………………. 37

Tabel 3. Hasil WQI………………………………………………………. 38

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan salah satu tempat yang
digunakan untuk membuang sampah yang sudah menacapai tahap akhir dalam
pengelolaan sampah yang dimulai dari pertamakali sampah dihasilkan,
dikumpulkan, diangkut, dikelola dan dibuang. TPA adalah tempat pengumpulan
sampah yang merupakan lokasi yang harus terisolir secara baik sehingga tidak
menyebabkan pengaruh negatif pada lingkungan sekitar TPA

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang cepat akan secara tidak langsung


mempengaruhi peningkatan produksi limbah. Sistem pengelolaan limbah yang
tidak efektif dan efisien akan berdampak pada akumulasi limbah di lokasi
pemrosesan akhir. Tumpukan besar sampah berpotensi menghasilkan gas yang
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

Salah satu bentuk permasalahan lingkungan yang sering terjadi adalah


masalah sampah. Sampah organik maupun sampah anorganik adalah yang paling
banyak ditemukan di lingkungan permukiman. Indonesia diperkirakan
menghasilkan 64 juta ton sampah setiap tahun nya. Berdasarkan data Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh
sampah organik. Sampah plastik menempati posisi kedua, kemudian sampah kertas
dan karet. Sampah lainnya terdiri atas logam, kain, kaca, dan jenis sampah lainnya.

Pengaturan mengenai pengelolaan sampah perkotaan diatur dalam Undang-


Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Perda No 7 tahun
2016 Tentang pengelolaan persampahan. Mungkin salah manusia juga jika sampah
mengganggu. Manusia kurang arif dalam mengenali sampah. Sampah hanya
didefinisikan sebagai sesuatu yang harus dibuang karena tidak mempunyai manfaat
lagi. Tempat pembuangan bisa dimana saja. Bisa di selokan, di jalanan, sungai,
halaman, kantor, tempat parkir, bertebangan tidak teratur dan sangat menggangu
lingkungan. Terlebih lagi pada tempat pembuangan sampah sementara, sampah
meluap karena selain terbatasnya volume, juga armada truk pengangkut sampah

7
yang tidak biasa dimanfaatkan secara maksimal dalam kenyataanya tidak semua
truk yang siap operasional bisa ditingkatkan semaksimal mungkin, sehingga wajar
apabila pemerintah yang menangani sampah tidak mengangkut semuanya ke tempat
pembuangan akhir.

Sampah sebagai hasil samping dari berbagai aktifitas/kegiatan dalam


kehidupan manusia maupun sebagai hasil dari suatu proses alamiah, yang sering
menimbulkan permasalahan serius diberbagai Kabupaten/Kota di Indonesia.
Permasalahan sampah di berbagai perkotaan tidak saja mengancam aspek
keindahan dan kebersihan kota tersebut, namun lebih jauh akan memberikan
dampak negative bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat apabila
tidak ditangani secara baik. Pada suatu perubahan pembangunan suatu kota tentu
akan menimbulkan dampak bagi kota tersebut. Dengan bertambahnya populasi
penduduk kota maka, sudah tentu akan menghasilkan produk-produk sampah yang
memang harus dihadapi oleh kota tersebut. Peningkatan populasi dan pertumbuhan
ekonomi di mempengaruhi kondisi lingkungan terutama sampah. Sebanding
dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah di wilayah ini
jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kegiatan konsumsi
masyarakat memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah sampah yang terbagi
menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik masih menjadi komponen
terbesar yaitu sebesar 65 % diikuti oleh sampah kertas dan plastik. Sampah yang
dihasilkan hanya dibuang dari sumbernya tanpa diolah. Disisi lain pengelolaan
sampah oleh dinas terkait hanya fokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)?
2. Apa tujuan pengukuran kualitas lingkungan TPA?
3. Apa parameter kualitas lingkungan TPA?
4. Apa persyaratan lokasi TPA?
5. Apa kriteria pemilihan lokasi TPA?
6. Bagaimana metode pengolahan sampah?

8
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
2. Mengetahui tujuan pengukuran kualitas lingkungan TPA
3. Mengetahui parameter kualitas lingkungan TPA
4. Mengetahui persyaratan lokasi TPA
5. Mengetahui kriteria pemilihan lokasi TPA
6. Mengetahui metode pengolahan sampah

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan mengenai Analisis Kualitas Lingkungan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu dapat memahami kualitas lingkungan TPA
yang dapat berdampak buruk bagi Kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar TPA dan dapat meminimalisir dampak buruk tersebut dengan memenuhi
semua kriteria, persyaratan lokasi TPA dan metode pengolahan sampah yang sesuai
prosedur.

9
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir


Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, TPA sampah yaitu
sebagai pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengambilan sampah dan buangan
hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara umum.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan salah satu tempat yang


digunakan untuk membuang sampah yang sudah menacapai tahap akhir dalam
pengelolaan sampah yang dimulai dari pertamakali sampah dihasilkan,
dikumpulkan, diangkut, dikelola dan dibuang. TPA adalah tempat pengumpulan
sampah yang merupakan lokasi yang harus terisolir secara baik sehingga tidak
menyebabkan pengaruh negatif pada lingkungan sekitar TPA.

2.2. Tujuan Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA


Menurut Rianda (2017) dalam buku dasar-dasar analisis kualitas lingkungan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tujuan pengukuran kualitas lingkungan tempat
pembuangan akhir sampah yaitu untuk mengukur efisiensi dan efektivitas
pengelolaan lingkungan yang dilakukan, serta dampak yang akan ditimbulkan oleh
tempat pembuangan akhir sampah. Dampak yang terjadi adalah peningkatan
parameter komponen gas, partikulat, asap, dan peningkatan kebisingan.
(Kurniawan, A. 2019)

2.3. Parameter Kualitas Lingkungan TPA


Parameter kualitas lingkungan sangat penting dilakukan khususnya pada
tempat pembuangan akhir (TPA), parameter kualitas lingkungan TPA dibagi
beberapa macam yaitu:

1. Parameter fisika
a. Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang,
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

10
awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan
penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N 2 dan sebagainya
(Kurniawan, 2019).
b. TSS (Total Suspended Solid) Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-
bahan tersuspensi (diameter > 1μm) yang tertahan pada saringan millipore
dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi
tanah yang terbawa ke badan air. (Kurniawan, 2019)

2. Parameter Kimia
a. pH Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi
rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk
mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah
perairan tersebut bersifat asam atau basa. Selanjutnya beliau menambahkan
bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di
perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada
tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5-9,5 (Kurniawan,
2019)
b. DO (Dissolved oxygen) Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan
konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam
air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan
proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah
oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu,
aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar
oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung
pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis,
respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan

11
mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan
(Kurniawan, 2019).
c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Biochemical Oxygen Demand
adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik
yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut
BOD5. Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton,
keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Nilai BOD5
ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah
yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui
proses biologi (Kurniawan, 2019).
d. COD (Chemical Oxygen Demand) COD menyatakan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di
perairan, menjadi CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen
yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam
mengoksidasi air sampel. Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan
organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai,
biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah
total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non -
biodegradable). Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun
perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan.
Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat
yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Kurniawan, 2019).

3. Drainase

Drainase di TPA berfungsi untuk Mengendalikan limpasan air hujan dengan


tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.Seperti
diketahui,air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan.
Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah aakn
semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan
memperkecil kebutuhan unit pengolahannya (Hifdziyah, 2016).

12
Secara teknik drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan
aliran air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah.
Drainase penahan ini umumnya dibangun disekeliling blok atau zona
penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga
dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas
timbunan sampah tarsebut. Untuk itu permukan tanah penutup harus dijaga
kemiringannya mengarah pada saluran drainase. Kriteria sistem drainase adalah
sebagai berikut:
a. Merupakan saluran semipermanent atau permanent.
b. Diberi konstruksi penahan longsor.
c. Dinding saluran bersifat kedap air sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah
samping.
d. Periode ulang hujan didesain untuk 5 tahun (Hifdziyah, 2016).

4. Lapisan Kedap Air

Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang
terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk lapisan ini
harus dibentuk diseluruh permukaan dalam TPA baik dasr masupun dinding.
Bila tersedia ditempat, tanah lempung setebal ± 50 cm merupakan alternatif yang
baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti
dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekwensi biaya yang relatif tinggi
(Hifdziyah, 2016).

5. Penanganan Gas

Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
dngan komposisi hampir sama; disamping gasgas lain yang sangat sedikit
jumlahnya. Kedua gas teresbut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan
global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke tamosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa
ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu
(Hifdziyah, 2016).

13
Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah
penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih
mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran
sederhana dapat menurunkan potensi dalam pemanasan global (Hifdziyah,
2016).

Untuk pengamanan lingkungan diperlukan usaha pengendalian gas, berupa:


Pengamanan selama pengoperasian berupa saluran ventilasi. Saluran ventilasi
berupa pipa PVC diameter 10 cm yang dilubang-lubangi pada dinding-dinding
bukit lapisan tanah penutup. Pengamanan pasca pengoperasian (setelah
mencapai bukit akhir) merupakan:

a. Lanjutan saluran ventilasi selama pengoperasian


b. Panjang pipa tegak 2 m di atas bukit akhir.
c. Setiap pembukaan lahan dipasang 2 buah ventilasi yang dipasang di tengah-
tengah.
d. Antar pipa ventilasi dipasang berjarak 20 meter diatas tanah penutup antara
(Hifdziyah, 2016).

6. Penanganan Lindi

Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang


melarutkan banyak sekali senyawa yang memiliki kandungan pencemar
khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan
pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani
dengan baik. (Hifdziyah, 2016).

Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul


lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul
maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis
begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah
pada titik pengumpulan yang disediakan (Hifdziyah, 2016).

Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang


ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya.

14
Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat
menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan (Hifdziyah, 2016).

Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:


penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering,
sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas
maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya
pengolahan air limbah (Hifdziyah, 2016).

Dasar perencanaan bangunan pengolahan leachate ini, seperti dikemukakan


di atas adalah pertimbangan aspek ekonomi terhadap biaya investasi, operasi
serta pemeliharaan selain pertimbangan terhadap ketersediaan lahan untuk
pembangunan bangunan pengolahan leachate (BPL) (Hifdziyah, 2016).

7. Parameter fisik kimia


a. Kualitas Udara
Kegiatan pengoperasian TPA sampah, apabila tidak dikelola dengan baik
akan menyebabkan penurunan kualitas udara. Emisi kendaraan bermotor
menuju lokasi akan mengeluarkan gas CO2, CO, Sox, HC dan Pb dapat
menyebabkan menurunnya kualitas udara. Kegitan operasional pengolahan
akhir sampah yang berdampak terhadap penurunan kualitas udara adalah
konsentrasi dan jenis gas di lokasi landfill selama penimbunan. Gas-gas
utama yang dihasilkan adalhmetan dan CO2. Gas metan bila terakumulasi
akan mengakibatkan terjadinya ledakan, sedangkan gas CO2 akan
menyebabkan perubahan suhu lingkungan mikro (Kurniawan ,2019).
b. Kualitas Air Permukaan
Kegitan pengoperasian pengolahan akhir sampah akan berdampak terhadap
kualitas air permukaan yang akibat air leachate yang dihasilkan dari
timbunan sampah yang mengandung bahanbahan organik akan di buang ke
sungai/parit. Menurunnya kualitas air sungai ini pada akhirnya akan
berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan masyarakat, menurunnya
keanekaragaman flora dan fauna perairan gangguan kamtibmas dan persepsi
negatif masyarakat yang berada dihilir lokasi proyek (Kurniawan, 2019).

15
8. Parameter Hayati
a. Flora Perairan (Plankton)
Akibat penurunan kualitas air permukaan yang disebabkan oleh air leachate
yang di hasilkan oleh kegiatan pengolahan akhir sampah parameter utama
Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO akan
berdampak terhadap flora perairan (Plankton) (Kurniawan ,2019).
b. Fauna Perairan (Bentos dan Ikan)
Dampak kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah kota terhadap
fauna perairan (bentos dan ikan) disebabkan pula oleh air leachate yang
dihasilkan oleh kegiatan pengolahan sampah dengan parameter utama
Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO
(Kurniawan ,2019).

2.4. Persyaratan Lokasi TPA


Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-
hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti
tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:

1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman
air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan
teknologi)
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
minimal 1,5 – 3 km) 5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara

16
Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat
pembuangan akhir sampah adalah:
1. Jarak dari perumahan terdekat 500 m
2. Jarak dari badan air 100 m
3. Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
4. Muka air tanah > 3 m • Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik
< 10 -6 cm/ det
5. Merupakan tanah tidak produktif
6. Bebas banjir minimal periode 25 tahun
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode
pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang
komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang
memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat
digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station. TPA memerlukan fasilitas berdasarkan
komponen sampah yang masuk dan yang akan dikelola. Secara umum dibedakan
atas jenis dan fungsi fasilitas yaitu:
1. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan
sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup
beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPST
dengan konstruksi seperti Hotmix, Beton, Aspal dan Kayu (Kurniawan ,2019).
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: Jalan masuk/akses; yang
menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia; Jalan
penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain
dalam wilayah TPA tersebut; Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh
kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah; Pada TPA dengan
luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat
juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi (Kurniawan ,2019).
2. Prasarana Drainase

17
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang
dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah
akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan
memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA
dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPST agar
tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya
dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang
telah ditutup tanah, drainase TPST juga dapat berfungsi sebagai penangkap
aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk
itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada
saluran drainase (Kurniawan ,2019).
3. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang
datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah atau disebut
fasilitas preprocessing. Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal
pemisahan sampah, mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses-
proses sebagai berikut: Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.
Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi jika
sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut
sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan
dapat dijalankan (Kurniawan ,2019).
4. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk
di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus
dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila
tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang

18
baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti
dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi
(Kurniawan ,2019).
5. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit
jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan
global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-
pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik
tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA.
Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan
gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara
pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global
(Kurniawan ,2019).
6. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan
banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar
khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan
pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani
dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas
pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang lubang, saluran
pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara
otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada
mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan (Kurniawan ,2019).
Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang
ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit
pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi
sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan
beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah
dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk

19
menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan
biologis seperti halnya pengolahan air limbah (Kurniawan, 2019).
7. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah:
peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau
dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu
mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya
(permukiman, jalan raya, dll) (Kurniawan, 2019).
8. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian
TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist
blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain. (Kurniawan, 2019).

2.5. Kriteria Penetapan Lokasi TPA


Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian:

1. Kriteria regional. Tahapan analisis regional merupakan tahapan untuk


mendapatkan informasi lokasi layak dan tidak layak untuk TPA sampah.
Beberapa indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian
lokasi TPAS pada tahap regional ini antara lain kondisi geologi, kondisi
hirogeologi, kemiringan lereng, jarak terhadap lapangan terbang, dan daerah
lindung/cagar alam dan bahaya banjir.
(1) kondisi geologi.
a. tidak berlokasi di zona Holocene fault;
b. tidak boleh di zona bahaya geologi
(2) kondisi hidrogeologi
a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter;
b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6cm/det;
c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter
dihilir aliran;
d. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi criteria-kriteria tersebut di
atas, maka harus diadakan masukan teknologi;
(3) kemiringan zona harus kurang dari 20%;

20
(4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dai 3.000 meter unutk
penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dri 1.500 meter untuk jenis
lain;
(5) tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun;
2. Kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan
meliputi iklim, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah, demografi, batas
administrasi, kebisingan, bau, estetika dan ekonomi. Selanjutnya dilakukan
tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona
kelayakan pada tahap regional. Parameter pada tahap kriteria tahap penyisih
diperoleh melalui tahap regional yang dilakukan skoring dan pembobotan
meliputi parameter curah hujan, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah,
demografi, bau, estetika dan kebisingan. Pada tahap penyisih dilihat
transport sampah untuk mendapatkan rute terdekat dari centroid sampah
pasar menuju calon lokasi TPA.
(1) Iklim:
a. hujan: intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
b. angin: arah angina dominant tidak menuju kepemukiman dinilai
makin baik;
(2) Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;
(3) Lingkungan biologis:
a. habitat: kurang bervariasi, dinilai makin baik;
b. daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik;
(4) Kondisi tanah
a. produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih tinggi;
b. kapasitas dan umur: dapat menampung bahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik;
c. ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,
dinilai lebih baik;
d. status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;

21
(5) Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;
(6) Batas adminisrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik;
(7) Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
(8) Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
(9) Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.
3. Kriteria penetapan yaitu criteria yang digunaka Instansi yang berwenag
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan
kebijaksanaan Instansi yang berwenag setempat dan ketentuan yang
berlaku.

2.6. Metode Pengolahan Sampah


Metode pengolahan sampah pada tempat pembuangan akhir terdapat
berbagai cara yaitu:

1. Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan
terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.
Pemerintah daerah yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan
keterbatasan sumber daya manusia, dana, dan lain-lain. (Yuliani, 2016). Contoh
metode tempat pembuangan akhir open dumping:

Gambar 1. Pencemaran Lingkungan

22
Metode ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya seperti:
a. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
b. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
c. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul.
d. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.

2. Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga
dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA (Yuliani, 2016).
Contoh metode tempat pembuangan akhir control landfill:

Gambar 2. Metode Tempat Pembuangan Akhir Control Landfill

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan,untuk dapat


melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:

a. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan


b. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
c. Pos pengendalian operasional
d. Fasilitas pengendalian gas metan

23
e. Alat berat

3. Sanitary landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara
membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan
kemudian menimbunnya dengan tanah. Lokasi yang dipergunakan biasanya
jauh dari pemukiman untuk menghindarkan berbagai masalah sosial karena bau
menyengat yang dihasilkan dari pembusukan sampah. Hal ini juga dilakukan
agar bibit penyakit yang ada dalam sampah tidak sampai ke wilayah
pemukiman. Metode pengelolaan sampah dengan sanitary landfill adalah jenis
yang paling umum digunakan dibanyak negara, termasuk Indonesia (Admin,
2017). Contoh metode tempat pembuangan akhir sanitary landfill:

Gambar 3. Metode Tempat Pembuangan Akhir Sanitary Landfill

24
2.7. Studi Kasus Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA

1. Judul: Analisis Kualitas Udara Serta Keluhan Pernapasan Pada


Pemulung di Sekitar TPA Tamangapa Kota Makassar disusun
oleh Adriana

Salah satu aktivitas manusia yang mengakibatkan atau menyumbang


terjadinya pencemaran udara di daerah perkotaan adalah Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Berdasarkan data WHO tahun 2016 sekitar 6,5 juta orang meninggal
setiap tahun akibat polusi udara. Di Indonesia sendiri, pencemaran udara
mengakibatkan 16.000 kematian setiap tahunnya, 1 dari 10 orang menderita infeksi
saluran pernapasan atas, dan 1 dari 10 anak menderita asma. Penelitian ini bertujan
untuk mengetahui kadar SO2, NO2 dan H2S, suhu dan kelembaban di udara serta
keluhan pernapasan pada pemulung di sekitar TPA Tamangapa Kota Makassar.

Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian


deskriptif kuantitatif dengan memberikan gambaran suatu keadaan permasalahan
kesehatan dengan melakukan observasi atau pengamatan serta pengukuran kualitas
udara. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pemulung yang beraktivitas di
TPA Tamangapa yaitu sebanyak 150 KK. Teknik pengambilan sampel adalah
accidental sampling. Data dianalisis secara univariat untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari variabel penelitan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar SO2, NO2 dan H2S, suhu dan
kelembaban di titik I TPA Tamangapa masing-masing yaitu 106,63 μg/Nm3, 0,97
μg/Nm3, 0,01 ppm, 34,1ºC dan 56,2%. Sedangkan kadar SO2, NO2 dan H2S, suhu
dan kelembaban di titik II Pemukiman penduduk masing-masing yaitu 106,63
μg/Nm3, 0,60 μg/Nm3, 0,01 ppm, 36,3ºC dan 52,8%. Adapun responden yang
memiliki keluhan pernapasan adalah 46 orang (76,7%).

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah kadar SO2, NO2, H2S, suhu dan
kelembaban di titik TPA dan pemukiman warga masih memenuhi standar baku
mutu menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010.

25
Adapun jumlah responden yang memiliki keluhan pernapasan adalah 46 (76,7%)
dari 60 orang respoden.

2. Judul: ANALISIS KUALITAS AIR DISEKITAR SITUS TPA


SUMOMPO disusun oleh Maria Insiana Su, Verry R. Ch Warouw,
Karamoy Lientje Theffie

Tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah Sumompo merupakan tempat


pemrosesan akhir sampah utama yang disediakan bagi penduduk kota Manado.
Letak TPA sampah Sumompo ini di Kecamatan Tuminting, Manado Sulawesi
Utara. Menurut Roby Bawolo (2017) selaku pegawai Badan lingkungan Hidup
(BLH), menjelaskan awal dibangunnya TPA Sumompo ini sejak tahun 1971 dalam
kondisi lokasi yang berjurang dan terbuka, adapun penggunakan alat sewaktu itu
secara manualisasi. Operasi sistem pengelolaan sampah yang telah terealisasikan
yaitu sistem Open Dumping, dengan luas lahan yang tersedia berjumlah 6 hektar.
Seiring dengan berputarnya waktu dari tahun ke tahun penambahan sampah kota
Manado juga semakin meningkat.

Sejak tahun 2008, penambahan luas lahan TPA Sumompo berjumlah 4


hektar dengan sistem pengelolaan sampah TPA telah beralih ke sistem sanitary
landfill. Cara pengelolaan Sanitary ini adalah cara pengelolaan dimana sampah
TPA ditimbun dengan lapisan tanah setiap hari, pada lokasi yang bercekung
(lubang), yang bertujuan untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan yang
tinggi, seperti polusi udara, tanah dan air.

Hasil observasi awal wawancara dengan masyarakat disekitar tempat


pemrosesan akhir (TPA) sampah Sumompo Manado, pada pertengahan bulan
oktober tahun 2016 berpersepsi bahwa keberadaan (TPA) dapat memberikan
dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, salah satu dampak negatif yaitu
terhadap turunya kualitas air. Hal ini tidak hanya berdampak terhadap sumur milik
warga yang mengalami perubahan air secara fisik, akibat rembesan air lindi yang
dapat mengalir masuk ke dalam tanah tetapi juga dapat merembes ke bagian badan

26
permukaan sungai. Selain itu, penanganan dan pengelolaan air lindi TPA Sampah
Sumompo yang selama ini telah terlaksana dengan baik, namun tidak menutup
kemungkinan juga jika akan berdampak negatif pada turunnya kualitas air tanah
(Sumur) dan air permukaan (sungai).

Permasalahan yang paling signifikan dari tempat pemrosesan akhir (TPA)


sampah ini adalah lindi. Air Lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang timbul
dari hasil dekomposisi biologis sampah yang telah membusuk yang mengalami
pelarutan akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah.

Metode penelitian ini menggunakan metode survey dan cara menentukan


titik pengambilan sampel yaitu secara purpossive sampling. Setiap pengambilan
sampel air disekitar lokasi TPA dicatat dengan menggunakan alat GPS (global
position system). Kemudian cara pengambilan sampel air harus sesuai dengan (SNI
06-2412-1991) yaitu mengenai metode pengambilan sampel air permukaan.

Prosedur kerja

1. Menentukan jarak untuk pengambilan sampel air dengan menggunakan Global


Position System (GPS).
2. Pengambilan sampel air yang sudah terbagi dari tujuh bagian yaitu, mata air,
sumur kampung, sungai pembuangan lindi, bak lindi outlet, bak lindi inlet
drainase lindi, Sumur bor.
3. Pengambilan sampel air dengan menggunakan botol yang sudah disterilkan
terlebih dahulu, tali, aluminium foil, lebel sampel, dan box pengawet sampel
air.
4. Siapkan tujuh buah botol bersih yang tutupnya terbungkus kertas alumunium,
volumenya paling sedikit 100 ml dan telah disterilkan pada suhu 120°C selama
15 menit atau dengan cara sterilisasi lain sebagai sebagai wadah sampel.
5. Ikat botol dengan tali dan pasang pemberat di bagian dasar botol.
6. Buka pembungkus kertas di bagian mulut botol dan turunkan botol perlahan-
lahan ke dalam permukaan air sekitar 5 cm
7. Tarik tali sambil gulung.
8. Buang sebagian isi botol hingga volumenya ± 3/4 volume botol.
9. Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup kembali.

27
10. Beri label pada botol sampel.
11. Masukkan sampel kedalam box pendingin dan dibawah ke laboratorium.

Tahap pengambilan sampel air sumur bor kontrol, menurut (SNI 06-2412- 1991)

12. Sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar uap air
13. Buka kran dan biarkan air mengalir selama 1 - 2 menit.
14. Alirkan lagi air selama 1 - 2 menit.
15. Buka tutup botol steril dan isi sampai ± 3/4 volume botol.
16. Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi.
17. Masukkan sampel kedalam box pendingin dan dibawah ke laboratorium.

Parameter yang akan diamati yaitu,

Fisik (Warna, Kekeruhan, Bau, Suhu)

1) Warna (metode secara Visual)


2) Kekeruhan (metode Nephelometri)
3) Bau di uji secara organoleptik
4) Suhu (metode termometer)

Kimia (pH, BOD, COD TSS, TDS, Nitrat)

1. pH (metode Elektrometri)
2. BOD (metode Titrimetri)
3. COD (metode spektrofotometri)
4. TSS (metode gravimetri)
5. TDS (metode gravimetri)
6. Nitrat (metode spektrofotometri)

Biologi (total coliform) dengan metode Angka Paling Mungkin (APM).

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskritif, tabelaris dan grafik.

28
3. Judul: Analisi Emisi CH4 dan Potensi Energi dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Muara Fajar 2 Kota Pekanbaru

Metode Penelitian

Pada penelitian ini tingkat ketelitian yang di lakukan berada pada Tier 2
karena keterbatasan data yang ada. Data sampah yang masuk ke TPA telah
menggunakan data historis, namun untuk beberapa parameter antara lain
Degradable Organic Carbon (DOC), Fraction of Degradable Organic Carbon
(DOCf), Methane Correction Factor (MCF), konstanta reaksi (k), Faktor Oksidasi
(OX) dan Fraksi CH4 (F) masih menggunakan nilai default (standar) yang diperoleh
dari IPCC Guidelines 2019.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi


secara visual ke TPA Muara Fajar 2 untuk mengetahui kondisi eksisting
dari fasilitas-fasilitas pemrosesan akhir sampah di TPA tersebut. Data sekunder
yang diperoleh melalui instansi-instansi terkait berupa data jumlah sampah yang
masuk ke TPA pada tahun 2011˗2020 dari DLHK Kota Pekanbaru, data tahun
rencana operasi TPA hingga penutupan (2018-2048) dari Detail Engineering
Design (DED) TPA Muara Fajar 2 Kota Pekanbaru, data komposisi sampah Kota
Pekanbaru
berdasarkan penelitian Hapsari (2016), data parameter default dari IPCC Guidelines
2019 Volume 5 Waste, Chapter 3 Solid Waste Disposal berupa nilai Degradable
Organic Carbon (DOC), Fraction of Degradable Organic Carbon (DOCf), Methane
Correction Factor (MCF), konstanta reaksi (k), Faktor Oksidasi (OX) dan Fraksi
CH4 (F).

Analisis Emisi Gas CH4 Menggunakan Metode IPCC 2019

Analisis emisi gas CH4 yang dihasilkan dari kegiatan pengurugan di zona
landfill TPA 2 Muara Fajar dengan menggunakan metode IPCC 2019 berada pada
Tier 2. Perhitungan menggunakan Tier 2 dengan data aktivitas berupa timbulan
sampah Kota Pekanbaru yang masuk ke TPA 2 Muara Fajar selama beroperasi dari

29
tahun 2018 2048 serta persentase komposisi sampah Kota Pekanbaru yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2016) dapat dilihat pada
Tabel 2. Setelah seluruh data diinput pada IPCC Spreadsheet 2019 maka software
tersebut akan otomatis melakukan estimasi terhadap data-data tersebut beserta data
default-nya.

Gambar 4. Grafik Emisi Gas CH4 dari landfilling di TPA 2 Muara Fajar (Gg/tahun)

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan Metode IPCC 2019
Tier 2, didapatkan nilai estimasi emisi CH4 tertinggi yang dihasilkan dari kegiatan
Landfilling di TPA 2 Muara Fajar Kota Pekanbaru terjadi pada tahun 2049 sebesar
34.847 Mg/tahun dan volume CH4 sebesar 48.560.479 m3/tahun.

30
4. Judul: Analisi Kadar Timbal (Pb) Pada Air Sumur Gali di Kawasan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Banjar Suwung Batan
kendal Denpasar Selatan

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan


observasional. Penelitian ini dilakukan di wilayah TPA Suwung yaitu Banjar
Suwung Batan Kendal, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan.
Sedangkan proses pemeriksaan sampel dilakukan di UPTD Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Bali. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari –April
2019. Populasi dalam penelitian ini adalahsumur gali yang terdapat di wilayah
TPA Suwung yaitu Banjar Suwung Batan Kendal, Kelurahan Sesetan,
Denpasar Selatan yang berjumlah 11 sumur gali. Cara pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi untuk mengetahui jarak antara
sumber cemaran dengan sumur gali dan wawancara untuk mengetahui pemanfaatan
air sumur gali bagi warga di wilayah TPA Suwung Bajar Suwung Batan
Kendal, Denpasar Selatan. Selain itu terdapat beberapa parameter fisika yang
dianalisis pada penelitian ini antara lain kekeruhan, warna, suhu, dan bau serta
para,meter kimia berupa kandungan timbal dalam air sumur di wilayah TPA
Suwung Banjar Suwung Batan Kendal, Denpasar Selatan. Pengukuran kekeruhan
sampel ilakukan dengan metode turbidimetri dengan alat Nefelometer Hach
Turbidimetri 2100Q, warna sampel diukur secara spektrofotometri dengan alat
Spektrofotometer UV-Vis1610, suhu sampel air diukur dengan termometer air
raksa 100 °C, suhu udara diukur dengan alat Termo Hygrometer Hanna HI
9565, bau sampel air diukur secara organo leptik sedangkan kandungan timbal
dalam sampel diukur secara spektrometri dengan menggunakan spektrofotometri
serapan atomHitachi Z-2300. Data yang diperoleh diolah dalam bentuk tabel,
grafik dan narasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Pengukuran parameter fisika sampel

31
a. Kekeruhan sampel

Berdasarkan hasil pengukuran kekeruhan sampel dengan alat Nefelometer Hach


Turbidimetri 2100Q diketahui bahwa kekeruhan sampel berada pada rentang
0,47–2,81 NTU. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa seluruh
sampel air memiliki kekeruhan pada rentang nilai normal dan tidak melebihi
ambang batas yang dipersyaratkan yaitu 25 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel air mengandung partikel tersuspensi yang tidak melebihi standar
yang dipersyaratkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER//IX/1990.

b. Warna sampel

Pada penelitian ini, warna sampel diukur dengan alat Spektro fotometer UV
Visibel1610. Hasil pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
intensitas warna sampel berada pada rentang 1,527 –17,369 TCU (True color
unit). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, diketahui bahwa semua sampel
memiliki warna alami air yang tidak melebihi ambang batas yang
dipersayaratkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER /IX/1990 yaitu
sebesar 50 TCU.

c. Suhu sampel

Pada penelitian ini, suhu sampel diukur dengan menggunakan alat termometer.
Selanjutnya suhu air yang terukur dibandingkan dengan suhu udara di sekitar
sumur gali. Pengukuran suhu udara di sekitar sampel dilakukan dengan alat
Termohygrometer Hanna HI 9565. Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa
suhu air yang terukur adalah 30 oC dengan rata-rata suhu udara sebesar 33 oC.
Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel air memiliki suhu air sesuai standar
yang dipersyaratkan.

2. Analisis kadar timbal (Pb) dalam sampel

Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi sampel yang telah dilakukan,


diketahui bahwa rerata konsentrasi timbal yang terkandung dalam sampel
berkisar antara 0,0060 –1,023 ppm. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa
terdapat 1 sampel yang memiliki kandungan timbal melebihi ambang batas yang
diperbolehkan menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER /IX/1990 yaitu

32
sebesar 0,05 ppm. Tiga sampel yang lain memiliki kandungan timbal dibawah
ambang batas, sedangkan tujuh sisanya tidak terdeteksi mengandung timbal.

Simpulan

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika yang meliputi kekeruhan,


warna dan suhu, diketahui bahwa semua sampel memenuhi syarat kualitas air
bersih. Sedangkan berdasarkan hasil analisis timbal diketahui bahwa terdapat
sampel yang mengandung kadar timbal melebihi ambang batas yang
dipersayaratkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, disarankan kepada pihak terkait seperti dinas kesehatan
atau puskesmas setempat untuk dapat memberikan edukasi tentang pentingnya
penggunaan air bersih yang berkualitas. Selain itu diperlukan monitoring yang
kontinyu terhadap beberapa parameter kualitas air untuk mencegah munculnya
dampak negatif kesehatan di masyarakat.

5. Judul: Analisis Mutu Air Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Studi
Kasus TPA Sampah Sukawinatan Palembang

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada riset ini adalah penelitian


observasional analitik yang menggunakan rancangan cross sectional yang
dilakukan pada bulan November 2018 – Januari 2019. Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah semua sumur gali yang berdekatan dengan TPA
Sukawinatan yaitu di RT 68 Kelurahan Sukarame, Kecamatan Sukarame
Palembang. Cara pengambilan sampel air sumur warga RT 68 menggunakan
metode purposive sampling yaitu dengan kriteria sumur warga yang masih
dipergunakan untuk kebutuhan air bersih,dan untuk beberapa keperluan domestik
rumah tangga umumnya mulai dari mencuci baju, mencuci peralatan makan, mandi,
memasak dan kegiatan lainnya.

Metode pengambilan sampel penelitian ini yang berupa sampel air tanah di
RT 68 dilakukan secara langsung mengunakan metode grab sampling yaitu metode

33
pengambilan sampel air warga sesaat yang telah menunjukkan karakteristik air
hanya pada saat pengambilan sampel mengunakan alat pengambil sampel air
berupa water sample sesuai dengan SNI 6989.59:2008. Sebelum dianalisa di
laboratorium analisa air dilakukan perlakuan pre analitik sampel berupa
pengawetan yang bertujuan agar tidak terjadi perubahan kimia dan fisika pada
sampel air. Parameter yang dianalisis dari sampel air meliputi parameter fisika dan
kimia Menurut survey pendahuluan, jumlah sampel sumur di RT 68 berjumlah 12
sumur dan layak untuk diambil air nya terdiri dari 5 sumur.

Beberapa metode pemeriksaan fisika dan kimia yang digunakan antara lain
untuk kekeruhan dilakukan dengan metode SNI 06-6989.25-2005. Untuk pengujian
suhu air di lapangan menggunakan metode SNI 06-6989.23.23-2005. Kelima
sampel diuji dengan metode SNI 06-6989.29-2004 untuk analisa flourida.

Analisis data yang digunakan adalah analisis menggunakan Water Quality


Index yang memiliki lima tingkatan kualitas yaitu sangat baik, baik, buruk, sangat
buruk dan air tidak cocok untuk dikonsumsi. Water Quality Index dihitung
berdasarkan standar dari World Health Organization (Brown, Clelland, Dininger
&Tozer, 1970) secara aritmatika sesuai rumusan dibawah ini.

Qn = 100 [(Vn-Vi/(Sn-Vi)]. (1)

Dimana:

Qn = Water Quality Rating tiap parameter


Vn = Nilai hasil pemeriksaan’
Sn = Batas maksimal kadar yang diizinkan tiap parameter
Vi = Nilai ideal tiap parameter

Perhitungan berat tiap unit (Wn)

Wn = K / Sn...(2)

Dimana:

Wn = unit berat tiap parameter


Sn = Batas maksimal kadar yang

34
diizinkan tiap parameter
K = Konstanta proporsional

Konstanta proporsional dihitung menggunakan rumus

K = 1 / Σ (1/Sn) ....................... (3)

Perhitungan Water Quality Indeks(WQI) dihitung menggunakan rumus

WQI = Σ Qn.Wn/ Σ Wn........... (4)

Hasil dan Pembahasan


Sampel penelitian ini adalah 5 sumur warga yang masih digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari di RT 68 kelurahan Sukarame dan tidak berdinding beton
yang akan dianalisis secara Fisika dan Kimia.
a. Parameter Fisika
Air yang sesuai persyaratan kualitas fisik adalah air yang tidak berbau,
berwarna, berasa, tidak keruh dan memiliki suhu air dibawah suhu udara
sekitarnya. Pengujian bau dan rasa dilakukan menggunakan metode
Organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel air yang
digunakan dalam penelitian ini tidak berasa dan tidak berbau sehingga sesuai
dengan persyaratan maksimum yang diperbolehkan sesuai dengan Permenkes
No 492/Menkes/Per/IV/2010 mengenai persyaratan mutu air minum dan air
bersih.
Hasil lengkap pemeriksaan parameter fisika yang diujikam di Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Palembang dapat
dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

35
Tabel 1. Hasil Analisis Fisika Air

Berdasarkan hasil penelitian air sumur di RT 68 dapat dilihat bahwa 5


sampel air sumur yang diperiksa karakteristik bau memenuhi syarat, 5 sampel
air sumur yang diperiksa karakteristik rasa memenuhi syarat, 4 sampel air sumur
yang diperiksa karakteristik jumlah padatan terlarut memenuhi syarat, 3 sampel
air sumur yang diperiksa karakteristik kekeruhan memenuhi syarat, dan 5 sampel
air sumur yang diperiksa karakteristik suhu danwarna memenuhi syarat.

b. Parameter Kimia

Hasil pengujian lengkap lima sampel yang diujikan di laboratorium Balai


Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)
Palembang dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.

36
Tabel 2. Hasil Analisi Kimia Air

Parameter kimia yang diujikan terhadap 5 sampel air sumur berupa pengujian kadar
Besi (Fe), Flourida (F), Kadmium (Cd), Kesadahan (CaCO3), Mangan (Mn), Nitrat
sebagai N (NO3), Nitrit sebagai N (NO2), pH, Seng (Zn), Sianida (CN), Sulfat
(SO4) dan logam timbal (Pb).

Water Quality Index dihitung berdasarkan standar dari World health organization
(Brown, Clelland, Dininger & Tozer, 1970) secara aritmatika sesuai rumusan
dibawah ini:

WQI = Σ Qn.Wn/ Σ Wn

Dimana:

WQI = Water Quality Index

Qn =Water Quality Rating tiap parameter

Wn = unit berat tiap parameter

Hasil perhitungan Water Quality Index dari kelima sampel sumur dapat dilihat pada
tabel dibawah ini

37
Sampel WQI Kesimpulan
Sumur A 45,66811 Excellent
Sumur B 45,42535 Excellent
Sumur C 45,84581 Excellent
Sumur D 46,34022 Excellent
Sumur E 45,59327 Excellent

Tabel 3. Hasil WQI

Berdasarkan parameter kimia disimpulkan bahwa kelima sampel tidak ada


yang melebihi batas maksimal kadar yang diizinkan kecuali untuk parameter pH.
Water Quality Indeks semua sampel < 50 yang menunjukkan semua sampel dalam
kondisi baik.

38
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan ini yaitu:
1. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) adalah tempat pembuangan akhir
sekaligus sarana untuk pengolahanan sampah secara tuntas dan aman.
2. Tujuan pengukuran kualitas lingkungan tempat pembuangan akhir sampah
yaitu untuk mengukur efisiensi dan efektivitas pengelolaan lingkungan serta
dampak yang akan ditimpulkan.
3. Parameter kualitas lingkungan TPA meliputi parameter fisika yang terdiri dari
indikator suhu dan Total Suspended Solid; parameter kimia yang terdiri dari
indikator PH dan Dissolved oxygen, Biochemical Oxygen Demand dan
Chemical Oxygen Demand; Drainase; Lapisan kedap air; penanganan gas;
Penanganan lindi; Parameter fisik kimia terdiri dari kualitas udara dan kualitas
air; Parameter hayati terdiri dari Flora Perairan (Plankton) dan Fauna Perairan
(Bentos dan Ikan).
4. Persyaratan lokasi TPA menurut kriteria SNI antara lain bukan daerah rawan
geologi, bukan daerah rawan hidrogeologis, bukan daerah rawan topografis,
bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara dan bukan
daerah/kawasan yang dilindungi.
5. Kriteria Pemilihan Lokasi TPA menurut SK SNI dibagi menjadi 3 bagian antara
lain: kriteria regional terdiri dari bukan daerah dilindungi dll, kriteria penyisih
terdiri dari iklim, lingkungan biologis dan demografis.
6. Metode pengolahan sampah terdiri dari open dumping, kontrol landfill dan
sanitary landfill.
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka penulis dapat memberikan saran
yaitu:
1. Bagi masyarakat lebih menjaga dan memelihara lingkungan agar tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya vektor penyakit terutama yang disebabkan oleh
keberadaan sampah. Untuk masyarakat hendaknya menerapkan PHBS agar

39
kesehatan dan kebersihan lingkungan selalu tetap terjaga. Bagi masyarakat yang
bermukim disekitar TPA dg jarak <3Km dari TPA hendaknya mencari tempat
tinggal yang jauh dari TPA yaitu ±3Km, karena bermukim didaerah TPA atau
daerah bekas TPA tidak baik untuk kesehatan masyarakat.
2. Untuk instansi terkait atau petugas kesehatan harus selalu melakukan
pengawasan pada daerah dan masyarakat sekitar TPA Batulayang karena sangat
berisiko terhadap penyakit yang disebabkan banyaknya gas polutan yg di
hasilkan dari penimbunan sampah, dan banyaknya vektor penyakit terutama
vektor lalat yang dapat menyebabkan penyakit diare.

40
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, A., 2021. Analisis Kualitas Udara Serta Keluhan Pernapasan pada
Pemulung di Sekitar TPA Tamangapa Kota Makassar (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).

Anggara, O., Febrina, I.N., Krama, A.V. and Hakim, D.M., 2021. Penentuan
Alternatif Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Bandar
Lampung Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Geodika:
Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 5(1), pp.112-122.

Agung, K., Juita, E. and Zuriyani, E., 2021. Analisis Pengelolaan Sampah Di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sido Makmur Kecamatan
Sipora Utara. JPIG (Jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi), 6(2),
pp.115-124.

Handriyani, K.A.T.S., Habibah, N. and Dhyanaputri, I.G.A.S., 2020. Analisis


Kadar Timbal (Pb) Pada Air Sumur Gali di Kawasan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Banjar Suwung Batan Kendal Denpasar
Selatan. JST (Jurnal Sains dan Teknologi), 9(1), pp.68-75.

Hamsah, Iryawan, Nirmawala. 2017. Kesesuaian tempat Pembuangan Akhi


Sampah Dengan Lingkungan Di Desa Kalitirto Yogyakarta. PLANO
MADANI, (Online). VOLUME 6 NOMOR 1, APRIL 2017, 1 – 14,
(https://doi.org/10.24252/planomadani.6.1.1-14 di akses 1
November 2022)

Kurniawan, A. (2019). DASAR-DASAR ANALISIS KUALITAS


LINGKUNGAN. Malang Jawa Timur, Wineka Media

Malikah, S., Widiyanti, B. L., Apriyeni, B. A. R., & Hadi, H. (2020). Analisis
Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Lokasi Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Lombok Timur. Geodika:
Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 4(2), 172-181.

41
Mariadi, P.D. and Kurniawan, I., 2020. Analisis Mutu Air Tanah Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) (Studi Kasus TPA Sampah Sukawinatan
Palembang). Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, 17(1), pp.61-71.

Mutmainnah, A., 2020. Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa)


Patommo Sidrap (Tinjauan Yuridis Peraturan Daerah No. 7 Tahun
2016 Tentang Pengelolaan Persampahan). Jurnal Madani, 4.

Rochmawati, R., 2019. analisis kualitas lingkungan dan status kesehatan


masyarakat di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah batu
layang kota pontianak. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat)
Khatulistiwa, 4(4), pp.252-263.

Sasmita, A., Asmura, J. and Nurmaida, B., 2022. Analisis Emisi CH4 dan Potensi
Energi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar 2 Kota
Pekanbaru. Rekayasa, 15(1), pp.64-70.

Sinanto, R.A., Axmalia, A., Hariyono, W. and Mulasari, S.A., 2022. GANGGUAN
KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERMUKIM DI
SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH
PIYUNGAN. VISIKES: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 21(2).

Su, M.I., Warouw, V.R.C. and Theffie, K.L., 2017, May. Analisis Kualitas Air
Disekitar Situs Tpa Sumompo Kota Manado. In Cocos (Vol. 1, No.
5).

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengeloaan Sampah.

Yuliani, S., 2016. Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung
Terhadap Kualitas Air Tanah. Desa Sinargalih, Kec. Cilaku Kab.
Lombok Barat.

42

Anda mungkin juga menyukai