OLEH
KELOMPOK VIII KELAS 5F
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Analisis Kualitas Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir”. Makalah ini disusun
untuk melengkapi tugas dalam Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan Prodi
Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
Makalah ini tersusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak
yang diberikan kepada penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Oksfriani J. Sumampouw, SPi, M.Kes selaku Dosen Pengajar MK yang
bersedia meluangkan waktu, pikiran serta memberikan motivasi yang sangat
bermanfaat untuk membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini.
2. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
pengetahuan, khususnya Dosen Pengajar mata kuliah Analisis Kualitas
Lingkungan.
3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak yang membaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Terima Kasih.
Kelompok VIII
2
DAFTAR ISI
3
3.2. Saran ....................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. Grafik Emisi Gas CH4 dari landfilling di TPA 2 Muara Fajar
(Gg/tahun)……………………………………………………………….. 30
5
DAFTAR TABEL
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
yang tidak biasa dimanfaatkan secara maksimal dalam kenyataanya tidak semua
truk yang siap operasional bisa ditingkatkan semaksimal mungkin, sehingga wajar
apabila pemerintah yang menangani sampah tidak mengangkut semuanya ke tempat
pembuangan akhir.
8
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
2. Mengetahui tujuan pengukuran kualitas lingkungan TPA
3. Mengetahui parameter kualitas lingkungan TPA
4. Mengetahui persyaratan lokasi TPA
5. Mengetahui kriteria pemilihan lokasi TPA
6. Mengetahui metode pengolahan sampah
9
BAB II
PEMBAHASAN
1. Parameter fisika
a. Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang,
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan
10
awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan
penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N 2 dan sebagainya
(Kurniawan, 2019).
b. TSS (Total Suspended Solid) Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-
bahan tersuspensi (diameter > 1μm) yang tertahan pada saringan millipore
dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi
tanah yang terbawa ke badan air. (Kurniawan, 2019)
2. Parameter Kimia
a. pH Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi
rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk
mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah
perairan tersebut bersifat asam atau basa. Selanjutnya beliau menambahkan
bahwa nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas
fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di
perairan tersebut. Menurut Pohland dan Harper (1985) nilai pH air lindi pada
tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1,5-9,5 (Kurniawan,
2019)
b. DO (Dissolved oxygen) Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan
konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam
air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan
proses difusi dari udara (Fardiaz, 1992). Faktor yang mempengaruhi jumlah
oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu,
aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar
oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung
pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis,
respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air, sehingga akan
11
mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan
(Kurniawan, 2019).
c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Biochemical Oxygen Demand
adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik
yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut
BOD5. Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton,
keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Nilai BOD5
ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah
yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui
proses biologi (Kurniawan, 2019).
d. COD (Chemical Oxygen Demand) COD menyatakan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di
perairan, menjadi CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen
yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam
mengoksidasi air sampel. Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan
organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai,
biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah
total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non -
biodegradable). Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun
perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan.
Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat
yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Kurniawan, 2019).
3. Drainase
12
Secara teknik drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan
aliran air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah.
Drainase penahan ini umumnya dibangun disekeliling blok atau zona
penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga
dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas
timbunan sampah tarsebut. Untuk itu permukan tanah penutup harus dijaga
kemiringannya mengarah pada saluran drainase. Kriteria sistem drainase adalah
sebagai berikut:
a. Merupakan saluran semipermanent atau permanent.
b. Diberi konstruksi penahan longsor.
c. Dinding saluran bersifat kedap air sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah
samping.
d. Periode ulang hujan didesain untuk 5 tahun (Hifdziyah, 2016).
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang
terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk lapisan ini
harus dibentuk diseluruh permukaan dalam TPA baik dasr masupun dinding.
Bila tersedia ditempat, tanah lempung setebal ± 50 cm merupakan alternatif yang
baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti
dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekwensi biaya yang relatif tinggi
(Hifdziyah, 2016).
5. Penanganan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
dngan komposisi hampir sama; disamping gasgas lain yang sangat sedikit
jumlahnya. Kedua gas teresbut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan
global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke tamosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa
ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu
(Hifdziyah, 2016).
13
Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah
penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih
mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran
sederhana dapat menurunkan potensi dalam pemanasan global (Hifdziyah,
2016).
6. Penanganan Lindi
14
Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat
menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan (Hifdziyah, 2016).
15
8. Parameter Hayati
a. Flora Perairan (Plankton)
Akibat penurunan kualitas air permukaan yang disebabkan oleh air leachate
yang di hasilkan oleh kegiatan pengolahan akhir sampah parameter utama
Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO akan
berdampak terhadap flora perairan (Plankton) (Kurniawan ,2019).
b. Fauna Perairan (Bentos dan Ikan)
Dampak kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah kota terhadap
fauna perairan (bentos dan ikan) disebabkan pula oleh air leachate yang
dihasilkan oleh kegiatan pengolahan sampah dengan parameter utama
Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), COD, BOD dan DO
(Kurniawan ,2019).
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman
air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan
teknologi)
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
minimal 1,5 – 3 km) 5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara
16
Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat
pembuangan akhir sampah adalah:
1. Jarak dari perumahan terdekat 500 m
2. Jarak dari badan air 100 m
3. Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
4. Muka air tanah > 3 m • Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik
< 10 -6 cm/ det
5. Merupakan tanah tidak produktif
6. Bebas banjir minimal periode 25 tahun
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode
pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang
komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang
memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat
digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station. TPA memerlukan fasilitas berdasarkan
komponen sampah yang masuk dan yang akan dikelola. Secara umum dibedakan
atas jenis dan fungsi fasilitas yaitu:
1. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan
sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup
beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPST
dengan konstruksi seperti Hotmix, Beton, Aspal dan Kayu (Kurniawan ,2019).
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: Jalan masuk/akses; yang
menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia; Jalan
penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain
dalam wilayah TPA tersebut; Jalan operasi/kerja yang diperlukan oleh
kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah; Pada TPA dengan
luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat
juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi (Kurniawan ,2019).
2. Prasarana Drainase
17
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang
dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah
akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan
memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA
dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPST agar
tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya
dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang
telah ditutup tanah, drainase TPST juga dapat berfungsi sebagai penangkap
aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk
itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada
saluran drainase (Kurniawan ,2019).
3. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang
datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah atau disebut
fasilitas preprocessing. Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal
pemisahan sampah, mengetahui jenis sampah yang masuk, meliputi proses-
proses sebagai berikut: Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.
Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi jika
sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut
sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan
dapat dijalankan (Kurniawan ,2019).
4. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk
di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus
dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila
tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang
18
baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti
dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi
(Kurniawan ,2019).
5. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit
jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan
global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-
pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik
tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA.
Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan
gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara
pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global
(Kurniawan ,2019).
6. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan
banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar
khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan
pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani
dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas
pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang lubang, saluran
pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara
otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada
mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan (Kurniawan ,2019).
Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang
ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit
pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi
sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan
beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah
dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk
19
menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan
biologis seperti halnya pengolahan air limbah (Kurniawan, 2019).
7. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah:
peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau
dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu
mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya
(permukiman, jalan raya, dll) (Kurniawan, 2019).
8. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian
TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist
blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain. (Kurniawan, 2019).
20
(4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dai 3.000 meter unutk
penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dri 1.500 meter untuk jenis
lain;
(5) tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun;
2. Kriteria penyisih digunakan untuk memilih lokasi terbaik sebagai tambahan
meliputi iklim, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah, demografi, batas
administrasi, kebisingan, bau, estetika dan ekonomi. Selanjutnya dilakukan
tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona
kelayakan pada tahap regional. Parameter pada tahap kriteria tahap penyisih
diperoleh melalui tahap regional yang dilakukan skoring dan pembobotan
meliputi parameter curah hujan, utilitas, lingkungan biologis, kondisi tanah,
demografi, bau, estetika dan kebisingan. Pada tahap penyisih dilihat
transport sampah untuk mendapatkan rute terdekat dari centroid sampah
pasar menuju calon lokasi TPA.
(1) Iklim:
a. hujan: intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
b. angin: arah angina dominant tidak menuju kepemukiman dinilai
makin baik;
(2) Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;
(3) Lingkungan biologis:
a. habitat: kurang bervariasi, dinilai makin baik;
b. daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik;
(4) Kondisi tanah
a. produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih tinggi;
b. kapasitas dan umur: dapat menampung bahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik;
c. ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup,
dinilai lebih baik;
d. status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;
21
(5) Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;
(6) Batas adminisrasi: dalam batas administrasi dinilai semakin baik;
(7) Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
(8) Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
(9) Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik.
3. Kriteria penetapan yaitu criteria yang digunaka Instansi yang berwenag
untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan
kebijaksanaan Instansi yang berwenag setempat dan ketentuan yang
berlaku.
1. Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan
terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.
Pemerintah daerah yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan
keterbatasan sumber daya manusia, dana, dan lain-lain. (Yuliani, 2016). Contoh
metode tempat pembuangan akhir open dumping:
22
Metode ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya seperti:
a. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
b. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
c. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul.
d. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.
2. Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga
dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA (Yuliani, 2016).
Contoh metode tempat pembuangan akhir control landfill:
23
e. Alat berat
3. Sanitary landfill
Sanitary Landfill adalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara
membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan
kemudian menimbunnya dengan tanah. Lokasi yang dipergunakan biasanya
jauh dari pemukiman untuk menghindarkan berbagai masalah sosial karena bau
menyengat yang dihasilkan dari pembusukan sampah. Hal ini juga dilakukan
agar bibit penyakit yang ada dalam sampah tidak sampai ke wilayah
pemukiman. Metode pengelolaan sampah dengan sanitary landfill adalah jenis
yang paling umum digunakan dibanyak negara, termasuk Indonesia (Admin,
2017). Contoh metode tempat pembuangan akhir sanitary landfill:
24
2.7. Studi Kasus Pengukuran Kualitas Lingkungan TPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar SO2, NO2 dan H2S, suhu dan
kelembaban di titik I TPA Tamangapa masing-masing yaitu 106,63 μg/Nm3, 0,97
μg/Nm3, 0,01 ppm, 34,1ºC dan 56,2%. Sedangkan kadar SO2, NO2 dan H2S, suhu
dan kelembaban di titik II Pemukiman penduduk masing-masing yaitu 106,63
μg/Nm3, 0,60 μg/Nm3, 0,01 ppm, 36,3ºC dan 52,8%. Adapun responden yang
memiliki keluhan pernapasan adalah 46 orang (76,7%).
Adapun kesimpulan penelitian ini adalah kadar SO2, NO2, H2S, suhu dan
kelembaban di titik TPA dan pemukiman warga masih memenuhi standar baku
mutu menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010.
25
Adapun jumlah responden yang memiliki keluhan pernapasan adalah 46 (76,7%)
dari 60 orang respoden.
26
permukaan sungai. Selain itu, penanganan dan pengelolaan air lindi TPA Sampah
Sumompo yang selama ini telah terlaksana dengan baik, namun tidak menutup
kemungkinan juga jika akan berdampak negatif pada turunnya kualitas air tanah
(Sumur) dan air permukaan (sungai).
Prosedur kerja
27
10. Beri label pada botol sampel.
11. Masukkan sampel kedalam box pendingin dan dibawah ke laboratorium.
Tahap pengambilan sampel air sumur bor kontrol, menurut (SNI 06-2412- 1991)
12. Sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar uap air
13. Buka kran dan biarkan air mengalir selama 1 - 2 menit.
14. Alirkan lagi air selama 1 - 2 menit.
15. Buka tutup botol steril dan isi sampai ± 3/4 volume botol.
16. Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi.
17. Masukkan sampel kedalam box pendingin dan dibawah ke laboratorium.
1. pH (metode Elektrometri)
2. BOD (metode Titrimetri)
3. COD (metode spektrofotometri)
4. TSS (metode gravimetri)
5. TDS (metode gravimetri)
6. Nitrat (metode spektrofotometri)
Analisis Data
28
3. Judul: Analisi Emisi CH4 dan Potensi Energi dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Muara Fajar 2 Kota Pekanbaru
Metode Penelitian
Pada penelitian ini tingkat ketelitian yang di lakukan berada pada Tier 2
karena keterbatasan data yang ada. Data sampah yang masuk ke TPA telah
menggunakan data historis, namun untuk beberapa parameter antara lain
Degradable Organic Carbon (DOC), Fraction of Degradable Organic Carbon
(DOCf), Methane Correction Factor (MCF), konstanta reaksi (k), Faktor Oksidasi
(OX) dan Fraksi CH4 (F) masih menggunakan nilai default (standar) yang diperoleh
dari IPCC Guidelines 2019.
Pengumpulan Data
Analisis emisi gas CH4 yang dihasilkan dari kegiatan pengurugan di zona
landfill TPA 2 Muara Fajar dengan menggunakan metode IPCC 2019 berada pada
Tier 2. Perhitungan menggunakan Tier 2 dengan data aktivitas berupa timbulan
sampah Kota Pekanbaru yang masuk ke TPA 2 Muara Fajar selama beroperasi dari
29
tahun 2018 2048 serta persentase komposisi sampah Kota Pekanbaru yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2016) dapat dilihat pada
Tabel 2. Setelah seluruh data diinput pada IPCC Spreadsheet 2019 maka software
tersebut akan otomatis melakukan estimasi terhadap data-data tersebut beserta data
default-nya.
Gambar 4. Grafik Emisi Gas CH4 dari landfilling di TPA 2 Muara Fajar (Gg/tahun)
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan Metode IPCC 2019
Tier 2, didapatkan nilai estimasi emisi CH4 tertinggi yang dihasilkan dari kegiatan
Landfilling di TPA 2 Muara Fajar Kota Pekanbaru terjadi pada tahun 2049 sebesar
34.847 Mg/tahun dan volume CH4 sebesar 48.560.479 m3/tahun.
30
4. Judul: Analisi Kadar Timbal (Pb) Pada Air Sumur Gali di Kawasan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Banjar Suwung Batan
kendal Denpasar Selatan
Metode Penelitian
31
a. Kekeruhan sampel
b. Warna sampel
Pada penelitian ini, warna sampel diukur dengan alat Spektro fotometer UV
Visibel1610. Hasil pengukuran yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
intensitas warna sampel berada pada rentang 1,527 –17,369 TCU (True color
unit). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, diketahui bahwa semua sampel
memiliki warna alami air yang tidak melebihi ambang batas yang
dipersayaratkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER /IX/1990 yaitu
sebesar 50 TCU.
c. Suhu sampel
Pada penelitian ini, suhu sampel diukur dengan menggunakan alat termometer.
Selanjutnya suhu air yang terukur dibandingkan dengan suhu udara di sekitar
sumur gali. Pengukuran suhu udara di sekitar sampel dilakukan dengan alat
Termohygrometer Hanna HI 9565. Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa
suhu air yang terukur adalah 30 oC dengan rata-rata suhu udara sebesar 33 oC.
Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel air memiliki suhu air sesuai standar
yang dipersyaratkan.
32
sebesar 0,05 ppm. Tiga sampel yang lain memiliki kandungan timbal dibawah
ambang batas, sedangkan tujuh sisanya tidak terdeteksi mengandung timbal.
Simpulan
5. Judul: Analisis Mutu Air Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Studi
Kasus TPA Sampah Sukawinatan Palembang
Metode Penelitian
Metode pengambilan sampel penelitian ini yang berupa sampel air tanah di
RT 68 dilakukan secara langsung mengunakan metode grab sampling yaitu metode
33
pengambilan sampel air warga sesaat yang telah menunjukkan karakteristik air
hanya pada saat pengambilan sampel mengunakan alat pengambil sampel air
berupa water sample sesuai dengan SNI 6989.59:2008. Sebelum dianalisa di
laboratorium analisa air dilakukan perlakuan pre analitik sampel berupa
pengawetan yang bertujuan agar tidak terjadi perubahan kimia dan fisika pada
sampel air. Parameter yang dianalisis dari sampel air meliputi parameter fisika dan
kimia Menurut survey pendahuluan, jumlah sampel sumur di RT 68 berjumlah 12
sumur dan layak untuk diambil air nya terdiri dari 5 sumur.
Beberapa metode pemeriksaan fisika dan kimia yang digunakan antara lain
untuk kekeruhan dilakukan dengan metode SNI 06-6989.25-2005. Untuk pengujian
suhu air di lapangan menggunakan metode SNI 06-6989.23.23-2005. Kelima
sampel diuji dengan metode SNI 06-6989.29-2004 untuk analisa flourida.
Dimana:
Wn = K / Sn...(2)
Dimana:
34
diizinkan tiap parameter
K = Konstanta proporsional
35
Tabel 1. Hasil Analisis Fisika Air
b. Parameter Kimia
36
Tabel 2. Hasil Analisi Kimia Air
Parameter kimia yang diujikan terhadap 5 sampel air sumur berupa pengujian kadar
Besi (Fe), Flourida (F), Kadmium (Cd), Kesadahan (CaCO3), Mangan (Mn), Nitrat
sebagai N (NO3), Nitrit sebagai N (NO2), pH, Seng (Zn), Sianida (CN), Sulfat
(SO4) dan logam timbal (Pb).
Water Quality Index dihitung berdasarkan standar dari World health organization
(Brown, Clelland, Dininger & Tozer, 1970) secara aritmatika sesuai rumusan
dibawah ini:
WQI = Σ Qn.Wn/ Σ Wn
Dimana:
Hasil perhitungan Water Quality Index dari kelima sampel sumur dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
37
Sampel WQI Kesimpulan
Sumur A 45,66811 Excellent
Sumur B 45,42535 Excellent
Sumur C 45,84581 Excellent
Sumur D 46,34022 Excellent
Sumur E 45,59327 Excellent
38
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan ini yaitu:
1. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) adalah tempat pembuangan akhir
sekaligus sarana untuk pengolahanan sampah secara tuntas dan aman.
2. Tujuan pengukuran kualitas lingkungan tempat pembuangan akhir sampah
yaitu untuk mengukur efisiensi dan efektivitas pengelolaan lingkungan serta
dampak yang akan ditimpulkan.
3. Parameter kualitas lingkungan TPA meliputi parameter fisika yang terdiri dari
indikator suhu dan Total Suspended Solid; parameter kimia yang terdiri dari
indikator PH dan Dissolved oxygen, Biochemical Oxygen Demand dan
Chemical Oxygen Demand; Drainase; Lapisan kedap air; penanganan gas;
Penanganan lindi; Parameter fisik kimia terdiri dari kualitas udara dan kualitas
air; Parameter hayati terdiri dari Flora Perairan (Plankton) dan Fauna Perairan
(Bentos dan Ikan).
4. Persyaratan lokasi TPA menurut kriteria SNI antara lain bukan daerah rawan
geologi, bukan daerah rawan hidrogeologis, bukan daerah rawan topografis,
bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara dan bukan
daerah/kawasan yang dilindungi.
5. Kriteria Pemilihan Lokasi TPA menurut SK SNI dibagi menjadi 3 bagian antara
lain: kriteria regional terdiri dari bukan daerah dilindungi dll, kriteria penyisih
terdiri dari iklim, lingkungan biologis dan demografis.
6. Metode pengolahan sampah terdiri dari open dumping, kontrol landfill dan
sanitary landfill.
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka penulis dapat memberikan saran
yaitu:
1. Bagi masyarakat lebih menjaga dan memelihara lingkungan agar tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya vektor penyakit terutama yang disebabkan oleh
keberadaan sampah. Untuk masyarakat hendaknya menerapkan PHBS agar
39
kesehatan dan kebersihan lingkungan selalu tetap terjaga. Bagi masyarakat yang
bermukim disekitar TPA dg jarak <3Km dari TPA hendaknya mencari tempat
tinggal yang jauh dari TPA yaitu ±3Km, karena bermukim didaerah TPA atau
daerah bekas TPA tidak baik untuk kesehatan masyarakat.
2. Untuk instansi terkait atau petugas kesehatan harus selalu melakukan
pengawasan pada daerah dan masyarakat sekitar TPA Batulayang karena sangat
berisiko terhadap penyakit yang disebabkan banyaknya gas polutan yg di
hasilkan dari penimbunan sampah, dan banyaknya vektor penyakit terutama
vektor lalat yang dapat menyebabkan penyakit diare.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, A., 2021. Analisis Kualitas Udara Serta Keluhan Pernapasan pada
Pemulung di Sekitar TPA Tamangapa Kota Makassar (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).
Anggara, O., Febrina, I.N., Krama, A.V. and Hakim, D.M., 2021. Penentuan
Alternatif Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Bandar
Lampung Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Geodika:
Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 5(1), pp.112-122.
Agung, K., Juita, E. and Zuriyani, E., 2021. Analisis Pengelolaan Sampah Di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Sido Makmur Kecamatan
Sipora Utara. JPIG (Jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi), 6(2),
pp.115-124.
Malikah, S., Widiyanti, B. L., Apriyeni, B. A. R., & Hadi, H. (2020). Analisis
Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Lokasi Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah di Kabupaten Lombok Timur. Geodika:
Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 4(2), 172-181.
41
Mariadi, P.D. and Kurniawan, I., 2020. Analisis Mutu Air Tanah Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) (Studi Kasus TPA Sampah Sukawinatan
Palembang). Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, 17(1), pp.61-71.
Sasmita, A., Asmura, J. and Nurmaida, B., 2022. Analisis Emisi CH4 dan Potensi
Energi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar 2 Kota
Pekanbaru. Rekayasa, 15(1), pp.64-70.
Sinanto, R.A., Axmalia, A., Hariyono, W. and Mulasari, S.A., 2022. GANGGUAN
KESEHATAN MASYARAKAT YANG BERMUKIM DI
SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH
PIYUNGAN. VISIKES: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 21(2).
Su, M.I., Warouw, V.R.C. and Theffie, K.L., 2017, May. Analisis Kualitas Air
Disekitar Situs Tpa Sumompo Kota Manado. In Cocos (Vol. 1, No.
5).
Yuliani, S., 2016. Dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung
Terhadap Kualitas Air Tanah. Desa Sinargalih, Kec. Cilaku Kab.
Lombok Barat.
42