Anda di halaman 1dari 24

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN DAN INDUSTRI

“Timbal (Pb)”

OLEH

KELOMPOK 2:

1. Audrey Faiza Rosa 1611211023


2. Septi Wulandari 1611211055
3. Sucy Ramadany 1611211057
4. Azzah Nesri Edison 1611213027
5. Puthi Kunanty 1611215002

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas pada mata kuliah Toksikologi Lingkungan dan Industri mengenai “Timbal (Pb)”.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari cara penulisan, penyusunan, penguraian, maupun isinya. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil dalam proses penulisan makalah ini. Akhirnya, kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, baik bagi pembaca
maupun kami sendiri.

Padang, 16 Februari 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4


2.1 Pengertian Timbal ....................................................................................................... 4

2.2 Jenis-jenis Keracunan Pada Timbal ............................................................................ 4

2.2.1 Keracunan Akut ................................................................................................... 4


2.2.2 Keracunan Subakut .............................................................................................. 5
2.2.3 Keracunan Kronis ................................................................................................ 5
2.3 Proses Masuknya Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia ............................................... 5

2.3.1 Absorbsi ............................................................................................................... 6


2.3.2 Distribusi Senyawa Toksik .................................................................................. 8
2.3.3 Ekskresi Senyawa Toksik .................................................................................... 9
2.4 Risiko Timbal (Pb) pada Organ Tubuh ..................................................................... 10

2.4.1 Risiko timbal (Pb) pada sistem hemopoietik ..................................................... 10


2.4.2 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Saraf. .............................................................. 11
2.4.3 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem ginjal. ............................................................. 12
2.4.4 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Gastrointestinal .............................................. 12
2.4.5 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Kardiovaskuler............................................... 12
2.4.6 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Reproduksi dan Endokrin. ............................. 12
2.4.7 Risiko Karsinogenik........................................................................................... 13
2.5 Contoh Timbal dalam Kehidupan Sehari-hari .......................................................... 13

2.6 Paparan Timbal ......................................................................................................... 14

2.7 Perjalanan Timbal (Pb) Mencemari Lingkungan ...................................................... 15

2.8 Batas Baku mutu pencemaran udara indonesia ......................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 18


3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 18

ii
3.2 Saran .......................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan merupakan tempat hidup makhluk hidup. Kualitas lingkungan sangat
mempengaruhi kondisi makhluk hidup, terutama manusia. Bila interksi antara manusia
dengan lingkungan berada dalam keadaan seimbang, maka kondisinya akan berada dalam
keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab yang mengganggu keseimbangan lingkungan
ini, maka akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan (Pallar, 1994).

Zat atau senyawa hasil kegiatan industri (limbah) biasanya berbahaya dan mempunyai
sifat beracun (toksik). Keberadaan zat atau senyawa tersebut di lingkungan akan sangat
membahayakan dan menurukan kualitas lingkungan (Darmono, 1995).

Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan


keracunan, hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lamanya dan seringnya
pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh, dan gejala keracunan antara lain disebabkan oleh
adanya pencemaran atau polusi yaitu keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan
yang berubah karena akibat masukan dari bahan- bahan pencemar . Bahan pencemar
umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organism hidup. Toksisitas
atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran
(wardhayani, 2006).

Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua zat


adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu racun
dengan obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang
berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah
sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan) yang
secara tiba-tiba. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik seperti radiasi, kimiawi seperti
timbal maupun biologis seperti bisa ular. Juga terdapat dalam beragam wujud yaitu cair,
padat, gas. Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan
banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri (Budiman, 2008).

Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak
mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam

1
toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadap
organisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi
melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan
besar (akut), atau dosis rendah namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis)
(Budiman, 2008).

Timbal tersebar di alam dalam jumlah yang sangat sedikit. Penyebaran logam ini
diseluruh lapisan bumi hanya sekitar 0,0002% dari kerak bumi (Palar, 2008). Timbal dapat
berbentuk logam murni maupun senyawa inorganik dan organik. Dalam bentuk apapun
logam ini memiliki dampak toksisitas yang sama bagi makhluk hidup (Darmono, 2001)

Timbal sifatnya lunak dan berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari
pertambangan. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan seluruh dunia (Titin,
2010). Logam ini bertitik lebur rendah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang aktif,
sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur
dengan logam lain, membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam
murninya, mempunyai kepadatan melebihi logam lain (Darmono, 1995).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian timbal?
2. Apa saja efek toksik yang disebabkan oleh timbal?
3. Bagaimana pemajanan dari timbal?
4. Bagaimana fase eksposisi dari timbal?
5. Berapa nilai ambang batas timbal?
6. Bagaimana dosis respon akibat timbal?
7. Bagaimana toksikokinetik timbal?
8. Bagaimana toksikodinamik timbal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian timbal
2. Mengetahui efek toksik yang diakibatkan oleh timbal
3. Mengetahu fasei pemajanan timbal
4. Mengetahui fase eksposisi timbal

2
5. Mengetahui nilai ambang batas timbal
6. Mengetahui dosis respon akibat timbal
7. Mengetahui toksikokinetik dari timbal
8. Mengetahui toksikodinamkik dari timbal

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Timbal


Timbal adalah unsur kelima kolom keempat belas dalam tabel periodik. Hal ini
diklasifikasikan sebagai logam pasca-transisi, logam berat, dan logam miskin. Atom Timbal
memiliki 82 elektron dan 82 proton dengan 4 elektron valensi di kulit terluar.

Timbal tersebar di alam dalam jumlah yang sangat sedikit. Penyebaran logam ini
diseluruh lapisan bumi hanya sekitar 0,0002% dari kerak bumi (Palar, 2008). Timbal dapat
berbentuk logam murni maupun senyawa inorganik dan organik. Dalam bentuk apapun
logam ini memiliki dampak toksisitas yang sama bagi makhluk hidup (Darmono, 2001)

Timbal sifatnya lunak dan berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari
pertambangan. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan seluruh dunia (Titin,
2010). Logam ini bertitik lebur rendah, mudah dibentuk, mempunyai sifat kimia yang aktif,
sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. Bila dicampur
dengan logam lain, membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam
murninya, mempunyai kepadatan melebihi logam lain (Darmono, 1995).

2.2 Jenis-jenis Keracunan Pada Timbal

2.2.1 Keracunan Akut


Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang
pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit
setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya.
Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau
inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa
terbakar pada mulut.

Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna
putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan
nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan
hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita
berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.
Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan
vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga

4
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai
(foot drop).

2.2.2 Keracunan Subakut


Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis
kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang
lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai.
Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum
meliputi penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami
gangguan sistem pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis
fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.

2.2.3 Keracunan Kronis


Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan
akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal
dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai
penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media
cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas
pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15
mikrogram/m3, atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga
dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada
orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam
bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal,
sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat
pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.

2.3 Proses Masuknya Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia


Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali menjadi
rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh manusia. Jarang sekali
suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya didalam tubuh. Bahan kimia, ketika
memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi. Misalnya, setelah memasuki tubuh, heroin dengan segera termetabolisme
menjadi senyawa lain dan akhirnya menjadi morfin, menjadikan investigasi yang lebih detil
perlu dilakukan seperti jenis biomarker (petanda biologik) zat racun tersebut, jalur paparan
zat, letak jejak injeksi zat pada kulit dan kemurnian zat

5
tersebut untuk mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat toksik juga kemungkinan dapat
mengalami pengenceran dengan adanya proses penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit
untuk terdeteksi. Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau miligram, sampel
yang diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya dalam ukuran
mikrogram atau nanogram, bahkan hingga pikogram (Budiawan, 2008) .

Pada dasarnya disposisi senyawa toksik meliputi beberapa fase di antaranya


absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi (Maharani, 2013):

2.3.1 Absorbsi
Absorbsi senyawa toksik sama dengan absorbsi dengan senyawa obat dalam hal
ini absorbsinya sangat bergantung terhadap membran sel. Agar mampu dilalui oleh suatu
senyawa maka suatu membran haruslah bersifat semi permeabel. Sebagaimana kita
ketahui membran sel bersifat lipid bilayer, yakni terdiri atas lapisan fosfolipid dan bagian
yang bersifat lifofobik. Pada bagian fosfolipid tersebut terdapat protein yang tertanam
diantara lapisan-lapisan lipid ini, tentu saja protein ini memiliki fungsi tersendiri yang akan
dibahas kemudian. Seanyawa yang mudah larut dalam lemak akan snagat mudah melewati
lapisan ini dibandingkan dengan senyawa sifatnya mudah larut dalam air. Kelarutan suatu
senyawa dipengaruhi pula dengan koefissien partisi dari senyawa tersebut. Koefisien
partisi dalam hal ini diartikan sebagai perbandingan kelarutan suatu zat dalam air dan
dalam pelarut organik.

Pengangkutan senyawa dalam melintasi membran dapat dibagi dengan beberapa


cara diantaranya:

1. Filtarsi melalui pori-pori

Senyawa dengan molekul kecil mungkin melewati membran sel dengan melalui protein
yang ada pada membran. Perpindahan ini akan menurunkan gradient konsentrasi dan
substansi-substansi seperti urea dan etanol.

2. Difusi passive melaui membran fosfolipid

Proses terjadinya diffusi pasif harus melalui beberapa kondisi diantaranya:

· Gradient konsentrasi harus mampu melewati membran

· Senyawa harus larut dalam lipid

6
· Senyawa bersifat non-ion

Difusi pasif tidak sama halnya dengan transpor aktif yang membutuhkan energi, yang
dibutuhkan dalam difusi pasif hanyalah gradient konsentrasi, gradient konsentrasi harus
melewati membran sel. Selain itu kelarutan senyawa dalam lipid juga mnejadi hal yang
tidak kalah penting, sebagaimana diketahui bahwa membran sel terdiri atas membran lipid
bilayer yang terdiri atas fosfolipid yang bersifat non-polar. Senyawa yang dapat melintasi
lapisan lemak ini adalah senyawa yang sifatnya sama atau hampir sama dengan membran
yakni bersifat nonpolar. Dan yang tidak kalah penting sifat dari senyawa tersebut apakah
bersifat ion tau non ion. Senyawa yang mudah melintasi membran adalah senyawa yang
bersifat non-ion karena senyawa yang bersifat non-ion molekulnya lebih kecil
dibandingkan dengan senyawa ionik. Sebagaimana teori pH partision menjelaskan “hanya
senyawa non-ionik yang larut lemak ynag mampu diabsorbsi oleh membran sel secara
difusi pasif melalui penurunan radient konsentrasi”

3. Transport aktif

Transport aktif sangat berbeda dengan difusi pasif, difusi pasif terjadi tanpa harus melawan
gradient konsentrasi. Sedangkan transport aktif dapat terjadi dengan cara melawan
gradient konsentrasi dan adanya energi yang diperoleh dari hasil metabolisme. Energi
dibutuhkan untuk memompa natrium-kalium, masuk dan keluar dari sel. Proses ini tidak
akan terjadi tanpa adanya protein sebagai perantara, ketika ada ATP atau energi maka
pompa natrium akan terbuka dan ion Na akan masuk kedalam sel bersamaan dengan
masuknya pula senyawa-senyawa lain dan dikeluarkannya kalium. Jadi pada dasranya
transport aktif ini sanagt dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:

a. Carrier spesifik dari membran

b. Energi

c. Proses yang mungkin dihambat dngan adanya metabolic racun

d. Proses yang lebih mengikuti orde nol dibandingkan dengan orde satu

e. Transport yang melawan gradient konsentrasi

f. Substart yang sama kemungkinan akan berkompetisi

7
4. Difusi terfasilitasi

Dalam difusi terfasilitasi faktor-faktor yang mempengaruhi adalah carrier spesifik dari
membran, gardient konsentrasi yang melewati membran, dan proses yang mungkin jenuh
karena tingginya konsentrasi dari sibstrat.

5. Fagositosis dan pinositosis

Fagositosis adalah kemampuan suatu membran untuk memasukkan senyawa dari luar
dengan cara membentuk semacam kantong kemudian melepaskannya kedalam sel. Yang
membedakan antara fagositosis dan pinositosis hanyalah jenis zatnya, fagositosis biasanya
berupa bahan padat sedangkan pinositosis berupa bahan cair.

Adapun proses absorbsi ini dapat berlangsung melalui kulit, paru-paru dan saluran
pencernaan.

2.3.2 Distribusi Senyawa Toksik


Setelah terabsorbi senyawa kemudian akan didistribusikan ke jaringan tubuh,
proses pendistribusian ini kembali lagi pada sifat fisiko-kimia dari sneyawa. Hanya bentuk
yang tidak terionisasi yang akan melewati aliran darah dan masuk ke jaringan tubuh secara
difusi pasif, sedangkan transport spesifik dibutuhkan untuk senyawa-senyawa tententu,
dan adapun fagositosis dan pinositosis dibutuhkan untuk senyawa yang molekulnya besar.
Parameter penting dari distribusi suatu senyawa kedalam jaringan tubuh adalah volume
distribusi. Volume distribusi ini dapat menunjukkan keberadaan suatau senyawa di dalam
jaringan, jadi apabila subtansi didistribusikan kedalam jaringan adiposa maka konsentrasi
plasma akan menjadi rendah, akibatnya volume distribusi semakin besar.

Selain volume distribusi, faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi senyawa ke


jaringan adalah waktu paruh. Waktu yang dibutuhkan oleh suatu bahan atau senyawa untuk
meluruh setengahnya di dalam plasma. Senyawa yang memiliki waktu paruh panjang akan
mengalami kontak dengan sistem biologi lebih lama akibatnya dibandingakan dengan
senyawa yang waktu paruhnya pendek, akibatnya ada kemungkinan senyawa tersebut
terakumulasi kembali.

Aspek lain dari distribusi yang memungkinkan adanya implikasi toksikoligi adalah
interaksi antara senyawa asing dengan protein plasma. Banyak senyawa asing yang terikat
dengan protein plasma nonkovalen, hal ini menyebabkan distribusi berubah. Distribusi ke

8
jaringan akan berkurang karena adanya pengikatan dengan molekul plasma, dan dapat pula
membatasi sistem ekskresi.

2.3.3 Ekskresi Senyawa Toksik


Eliminasi senyawa asing dari tubuh sangat penting bagi efek biologis, ekskresi yang
cepat dapat mengurangi tosisitas yang mungkin terjadi, dan mengurangi pula durasi efek
terhadap sistem biologis.

1. Ekskresi melalui urinaria

Ekskresi ini melalui organ ginjal, dimana sisa metabolisme dari senyawa asing akan
dibawah ke ginjal kemudian diolah sedemikian rupa hingga akhirnya dikeluarkan melalui
urin.

2. Ekskresi melalui empedu

Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi jika melalui ekskresi empedu yaitu:
peningkatan waktu paruh senyawa, kemungkinan dihasilkan toksik metabolit pada saluran
cerna, meningkatkan pengeluaran pada siklus enterohepatik, dan gangguan pada hati.

Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan (respirasi),
juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di distribusikan ke dalam
darah, dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan dalam jaringan lunak dan tulang,
sebagian diekskresikan lewat kulit, ginjal dan usus besar, skematis dapat dilihat di bawah
ini (Wardhayani, 2006):

Timbal (Pb) bersirkulasi dalam darah setelah diabsorbsi dari usus, terutama
berhubungan dengan sel darah merah (eritrosit). Pertama didistribusikan kedalam jaringan
lunak dan berinkorporasi dalam tulang, gigi, rambut untuk dideposit (storage).17,20
Timbal (Pb) 90 % dideposit dalam tulang dan sebagian kecil tersimpan dalam otak, pada
tulang timbal (Pb) dalam bentuk Pb fosfat / Pb3(PO4)2. Secara teori selama timbal (Pb)
terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi yang
berbahaya ialah toksisitas Pb yang diakibatkan gangguan absorbsi Ca karena terjadi
desorpsi Ca dari tulang yang menyebabkan penarikan deposit timbal (Pb) dari tulang
tersebut (Wardhayani, 2006).

9
Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah
35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30
hari (Wikipedia, 2013).

2.4 Risiko Timbal (Pb) pada Organ Tubuh


Timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat komulatif sehingga mekanisme
toksisitasnya dibedakan menurut organ yang dipengaruhi yaitu (Wardhayani, 2006):

2.4.1 Risiko timbal (Pb) pada sistem hemopoietik


Timbal (Pb) mempengaruhi sistem darah dengan cara:

a. Memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam sumsum tulang
yang menyebabkan terjadinya anemi.

b. Mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Eritrosit yang diberi perlakuan
dengan timbal (Pb), memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan
pergerakan. Selain itu juga memperlihatkan penghambatan Na-K-ATP ase yang
meningkatkan kehilangan kalium intraseluler. Hal ini membuktikan bahwa kejadian anemi
karena keracunan timbal (Pb) disertai dengan penyusutan waktu hidup eritrosit.

c. Menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim delta-


ALAD dan enzim ferroketalase 15

Proses kehidupan organisme merupakan rangkain proses fisiologis, maka dibutuhkan


enzim-enzim untuk kelancaran rangkaian-rangkaian reaksi yang dibentuknya. Enzim
adalah katalisator protein (zat yang mempercepat reaksi biokimia dalam sistem biologis).
Pada umumnya semua reaksi biokimia dikatalisasi oleh enzim. Sifat enzim yang paling
bermakna adalah kesanggupannya untuk mengkatalisis suatu reaksi spesifik, dan pada
hakekatnya tidak mengkatalisis reaksi lain.

Keberadaan suatu zat racun dapat mempengaruhi aktifitas enzim fisiologis tubuh.
Logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim. Ikatan itu dapat
terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam
yang berfungsi sebagai ko-faktor enzim. Enzim-enzim tertentu memiliki gugus sulfihidril
(- SH) sebagai pusat aktifnya .Enzim-enzim yang mempunyai gugus sulfihidril ini
merupakan kelompok enzim yang paling mudah terhalang daya kerjanya . Keadaan ini
disebabkan gugus sulfihidril dengan mudah berikatan dengan ion-ion logam berat. Akibat

10
dari ikatan yang dibentuk antara gugus sulfihidril dengan ion logam berat, daya kerja yang
dimiliki oleh enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak bekerja .

Timbal (Pb) mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta
aminolevulinik acid (delta ALAD) menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari
Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta
aminolevulinik asid dehidratase (delta ALAD) dan feroketalase yang akhirnya
meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb.

Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat timbal (Pb) adalah peningkatan


produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian
dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil (basophilic stippling) merupakan gejala dari
adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-
tanda keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut
menyisakan organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel, akhirnya
poliribosoma ireguler pada agregat RNA membentuk sel stipel.

2.4.2 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Saraf.


Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun . Risiko dari
keracunan keracunan timbal (Pb) dapat menimbulkan keruskan pada otak. Penyakit-
penyaakit yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan timbal (Pb) adalah
epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula.

Sistem saraf yang kena pengaruh timbal (Pb) dengan konsentrasi timbal dalam darah
diatas 80 μg / 100 ml, dapat terjadi ensefalopati. Hal ini dapat dilihat melalui gejala seperti
gangguan mental yang parah, kebutaan dan epilepsi dengan atrofi kortikal, atau dapat
secara tidak langsung berkurangnya persepsi sensorik sehingga menyebabkan kurangnya
kemampuan belajar, penurunan intelegensia (IQ), atau mengalami gangguan perilaku
seperti sifat agresif, destruktif, atau jahat. Kerusakan saraf motorik menyebabkan
kelumpuhan saraf lanjutan dikenal dengan lead palsy. Keracunan kandungan timbal (Pb)
dapat merusak saraf mata pada anak-anak dan berakhir pada kebutaan. Centers for disease
Control (CDC) menyatakan bahwa kandungan timbal (Pb) dalam darah 70 μg / 100 ml
merupakan batas darurat medis akut pada pasien anak.

11
2.4.3 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem ginjal.
Senyawa timbal (Pb) yang terlarut dalam darah dibawa ke seluruh system tubuh .
Sirkulasi darah masuk ke glomerolus merupakan bagian dari ginjal. Glomerolus
merupakan tempat proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa darah. Timbal
(Pb) yang terlarut dalam darah akan berpindah ke sistem urinaria (ginjal) sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada ginjal. Kerusakan terjadi karena terbentuknya
intranuclear inclusion bodies disertai dengan gejala aminociduria, yaitu terjadinya
kelebihan asam amino dalam urine. Nefropatis (kerusakan nefron pada ginjal) dapat di
deteksi dari ketidak seimbangnya fungsi renal dan sering diikuti hipertensi.

2.4.4 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Gastrointestinal


Gejala awal muncul pada konsentrasi timbal (Pb) dalam darah sekitar 80 μg / 100 ml,
gejala-gejala tersebut meliputi kurangnya nafsu makan, gangguan pencernaaan, gangguan
epigastrik setelah makan, sembelit dan diare. Jika kadar timbal (Pb) dalam darah melebihi
100 μg / 100 ml, maka kecenderungan untuk munculnya gejala lebih parah lagi, yaitu
bagian perut kolik terus menerus dan sembelit yang lebih parah. Jika gejala ini tidak segera
ditangani, maka akan muncul kolik yang lebih spesifik. Konsentrasi timbal (Pb) dalam
darah diatas 150 μg / 100 ml penderita menderita nyeri dan melakukan reaksi kaki ditarik-
tarik kearah perut secara terus menerus dan menggeretakkan gigi, diikuti keluarnya
keringat pada kening. Jika tidak dilakukan penanganan lebih lanjut, maka kolik dapat
terjadi selama beberapa hari, bahkan hingga satu minggu.

2.4.5 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Kardiovaskuler.


Tahap akut keracuan timbal (Pb) khususnya pada pasien yang menderita kolik, tekanan
darah akan naik. Jika terjadi hal demikian, maka pasien tersebut akan mengalami
hipotonia. Kemungkinan kerusakan miokardial harus diperhatikan. Dalam penelitian
ditemukan jenis kelainan perubahan elektrokardiografis pada 70 % dari total pasien yang
ditangani. Temuan utama dari penelitian adalah takhikardia, atrial disritmia, gelombang T
dan atau sudut QRS-T yang melebar secara tidak normal.

2.4.6 Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Reproduksi dan Endokrin.


Efek reproduktif meliputi berkurangnya tingkat kesuburan bagi wanita maupun pria
yang terkontaminasi Timbal (Pb), logam tersebut juga dapat melewati placenta sehingga
dapat menyebabkan kelainan pada janin. Dapat menimbulkan berat badan lahir rendah dan

12
prematur. Timbal (Pb) juga dapat menyebabkan kelainan pada fungsi tiroid dengan
mencegah masuknya iodine.

2.4.7 Risiko Karsinogenik.


International Agency for Research on Center (IARC) menyatakan bahwa timbal (Pb)
inorganic dan senyawanya termasuk dalam grup 2B, kemungkinan menyebabkan kanker
pada manusia. Tahap awal proses terjadinya kanker adanya kerusakan DNA yang
menyebabkan peningkatan lesi genetik herediter yang menetap atau disebut mutasi.
Timbal (Pb) diperkirakan mempunyai sifat toksik pada gen sehingga dapat mempengaruhi
terjadinya kerusakan DNA / mutasi gen dalam kultur sel mamalia. Patogenesis kanker otak
akibat terpapar timbal (Pb) adalah sebagai berikut: timbal (Pb) masuk kedalam darah
melalui makanan dan akan tersimpan dalam organ tubuh yang mengakibatkan gangguan
sintesis DNA, proliferensi sel yang membentuk nodul selanjutnya berkembang menjadi
tumor ganas.

2.5 Contoh Timbal dalam Kehidupan Sehari-hari


Pembuangan logam berat Pb sangat luas di bumi,salah satunya pada kendaraan
bermotor yang akan menggagu kualitas udara dibumi kita. Proses pembuangan limbah
tersebut yaitu:

Fase eksposisi

Dimana pada fase ini, premium yang digunakan pada kendaraan bermotor dibakar
oleh mesin kendaraan bermotor tersebut. Keluarnya buangan pembakaran hasil bahan bakar
tersebut akan menyebar ke seluruh bumi yang dapat menyebabkan udara dibumi
terkontaminasi oleh gas emisi yang dihasilkan pada kendaraan bermotor.

Fase toksikokinetik

Pada fase ini, gas emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor akan terbawa arus
angin yang berkumpul mengikuti arah mata angin.

Fase toksikodinamik

Fase toksikodinamik ini merupakan kiumpulan gas emisi yang mengandung logam
berat yang telah dibawa oleh arus angin akan menempel pada pohon-pohon yang ada di
pinggir jalan. Semakin banyaknya kandungn logam yang menempel pada tumbuhan akan

13
menyebabkan bahaya bagi kesehatan makhluk hidup melalui proses pernafasan atau
respirasi.

Efek

Efek yang ditimbulkan dalam penyebaran logam berat Pb yang terkandung pada hasil
pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yaitu keracunan. Keracunan terjadi karena
masuknya persenyawaan logam tersebut kedalam tubuh. Selain menyebabkan keracunan
efek yang lain yaitu dapat menyebabkan kematian karena menumpukknya logam berat
dalam tubuh.

2.6 Paparan Timbal


Timbal sangat beracun dan karenanya penggunaannya dalam berbagai produk, seperti cat,
bensin, dll,telah sangat berkurang saat ini. Sumber utama paparan timbal adalah cat
memimpin berbasis, bensin, kosmetik, mainan, debu rumah tangga, tanah yang
terkontaminasi, emisi industri (Gerhardsson et al.,2002). Keracunan timbal yang disebabkan
oleh pekerjaan dapat terjadi dalam industri baterai, cat, percetakan, pembuatan tembikar, dan
proses peleburan timbal (Wong et al., 2003).

Paparan timbal dapat terjadi selama proses pembuatan tangki, pemasangan pipa, dan
peralatan lain yang membawa gas dan cairan yang bersifat korosif superkonduktor, teknologi
serat optik, selama magnetic resonance imaging (MRI) obat-obatan nuclear. Tanpa disadari,
timbal dapat mengontaminasi tubuh melalui udara tercemar, timbal yang terhirup, berkontak
dengan kulit, makanan dan minuman yang tercemar, serta benda-benda mengandung timbal
yang tertelan (Kadirvelu et al, 2001).

Alur Pajanan Pb di lingkungan

14
2.7 Perjalanan Timbal (Pb) Mencemari Lingkungan
Meningkatnya konsentrasi Pb di udara dapat berasal dari hasil pembakaran bahan bakar
bensin dalam berbagai senyawa Pb terutama PbBrCl dan PbBrCl.2PbO. Senyawa Pb halogen
terbentuk selama pembakaran bensin, karena dalam bensin yang sering ditambahkan cairan
anti letupan (anti ketok) yang terdiri dari 62% TEL, 18% etildiklorida dan 2% bahan-bahan
lainnya. Senyawa yang berperan sebagai zat anti ketok adalah timbal oksida.

Timbal oksida ini terdapat dakam partikel-partikel yang tersebar dala ruang bakar
bensin . Senyawa Pb sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam minyak atau lemak
(Fardiaz, 1992). Tujuan penambahan bahan tersebut untuk mendapatkan tingkat oktan yang
lebih tinggi, agar pemakaian bahan bakar bensin lebih ekonomis. Pada proses pembakaran
mesin, senyawa ini dilepaskan dalam bentuk partikel melalui asap gas buang kendaraan
bermotor ke udara, dimana sebagian besar mengandung partikel Pb berdiameter dibawah 1
mikron. Besarnya ukuran partikel tersebut merupakan batas ukuran partikel yang dapat diserap
melalui pernafasan.

Pada proses pembakaran mesin yang menggunakan bahan bakar bensin, dihasilkan
gugus radikal bebas yang dapat menyebabkan letupan pada mesin, sehingga mengakibatkan
menurunnya efisiensi mesin. Untuk mengatasi hal tersebut ditambahkan bahan berupa TEL
atau TML. Tujuannya adalah untuk mengikat radikal bebas yang terbentuk selama proses
pembakaran.

Bahan tersebut akan bereaksi dengan gugus radikal bebas, dan menghalangi terjadinya
reaksi pembentukan PbO. Pb dalam bensin akan bereaksi dengan oksigen dan bahan-bahan
pengikat, selanjutnya dikeluarkan melalui system pembuangan dalam bentuk partikel. Partikel
yang mengandung Pb akan diemisikan ke dalam lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya
pencemaran udara oleh Pb (Kumar, De, 1979).

Melalui buangan mesin kendaraan tersebut unsur Pb terlepas ke udara. Sebagian di


antaranya akan membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur–unsur lain, sedangkan
sebagian lainnya akan menempel dan diserap oleh daun tumbuh – tumbuhan yang ada di
sepanjang jalan. Timbal yang terdapat dalam makanan yang diduga berasal dari pencemaran
udara dilakukan penelitian beberapa sampel makanan yang diambil dari pasar di suatu kota.

15
Kadar Pb dalam Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam – logam berat,
salah satunya adalah Pb. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada
kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH
tanah, dan spesies tanaman (Darmono dalam Charlena, 2004).

Timbal sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar, dan
akar umbi-umbian (bawang merah). Akumulasi tertinggi Pb dalam akar dibuktikan oleh Kohar
(2005) melalui studi kandungan Pb dalam tanaman kangkung. Pada tanaman kangkung yang
berumur 6 minggu, Pb terdapat dalam akar sebanyak 3.36 mg/kg sampel dan di bagian lain dari
tanaman terdapat kandungan Pb sebesar 2.09 mg/kg sampel. Sedangkan pada tanaman
kangkung yang berumur 3 minggu, kandungan Pb nya dalam akar adalah 1.86 mg/kg sampel
dalam bagian lain dari tanaman sebesar 1.13 mg/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa pajanan Pb
pada tanaman kangkung lebih banyak terdapat pada bagian akar. Selain itu, kandungan Pb
dalam tanaman kangkung yang berumur 3 minggu baik di akar maupun di bagian lain tidak
melebihi ambang batas yang ditetapkan 2 mg/kg, sehingga dianjurkan untuk memanen
kangkung pada umur tidak lebih dari 3 minggu.

Perpindahan Pb dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah, serta KTK
(Kemampuan Tukar Kation). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan
tanah, kandungan bahan organik, serta KTK tanah rendah. Pada Keadaan ini logam berat Pb
akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika
logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar
tanaman. Menurut Supardi dalam Charlena (2004), timbal tidak akan larut ke dalam tanah jika
tanah tidak terlalu masam. Tingginya tingkat keasaman dapat diatasi dengan pengapuran.
Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penyerapannya oleh tanaman. Timbal
akan diendapkan sebagai hidroksida, fosfat dan karbonat. Ion-ion Ca2+ bersaing dengan timbal
untuk menempati tempat - tempat petukaran pada akar dan permukaan tanah.

Pencemaran tanah oleh timbal selain disebabkan oleh limbah B3 dapat pula disebabkan
dari air yang tercemar Pb, kemudian terserap oleh tanah dan hendaknya tidak melampaui
konsentrasi alami Pb dalam sedimen yaitu 10 – 70 ppm.

16
2.8 Batas Baku mutu pencemaran udara indonesia

Zat Nilai Ambang Batas (ppm)


SO2 0.10
CO 20
NO 115
O3 0.10
Debu 0.26
Pb 0.06
H2S 0.03
NH3 2.0
Sumber: Baku mutu lingkungan udara ambien di Indonesia menurut Kepmen KLH
02/MENKLH/1988.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih
tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan
meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik
(beracun) terhadap manusia Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi
makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.

Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan (respirasi),
juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di distribusikan ke dalam
darah, dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan dalam jaringan lunak dan tulang,
sebagian diekskresikan lewat kulit, ginjal dan usus besar.

Keracunan akibat kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam hal diantaranya:

1. Menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin


(Hb)
2. Meningkatnya kadar asam δ-aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan kadar
protoporphin dalam sel darah merah
3. Memperpendek umur sel darah merah
4. Menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit, serta meningkatkan
kandungan logam Fe dalam plasma darah.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah:

1. Sistem haemopoietik; dimana Pb menghambat sistem pembentukan


hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.
2. Sistem saraf; di mana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala
epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
3. Sistem urinaria; dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis,
lengkung henle, serta menyebabkan aminosiduria.
4. Sistem pencernaan; di mana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.
5. Sistem kardiovaskular; di mana Pb dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.

18
6. Sistem reproduksi; di mana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak
berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan
teratospermia pada pria.
7. Sistem endokrin; di mana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan
fungsi adrenal
8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

3.2 Saran
Kesehatan tubuh sangatlah penting untuk dijaga, maka dari tindakan pencegahan agar
tidak terpapar atau bahkan terpajan timbal sangat diperlukan. Pencegahannya dapat
dilakukan seperti, sebaiknya menggunakan masker untuk meminimalkan Timbal masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, serta meggunakan baju tertutup khusus bagi Polantas
dan petugas SPBU yang setiap hari kontak dengan gas-gas asap kendaraan bermotor serta
aroma bensin bagi petugas SPBU, karena timbal dapat pula diabsorpsi melalui
kulit.Menjaga kebersihan diri sebelum makan dan mengganti pakaian yang telah dipakai
bertugas. Serta memiliki makanan yang tidak pernah terkontaminasi oleh timbal, tidak
menggunakan kosmetik, bensin yang mengandung timbal dan lain-lain.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 2013. Toksikologi Timbal (pb). http//:bio-science.wordpress.com/. diakses pada


tanggal 16 Februari 2019 pada pukul 13.05 WIB.

---------- b, 2013. Penyakit yang Disebabkan Oleh Timbal. http//:public-health.com/. diakses


pada tanggal 16 Februari 2019 pada pukul 13.33 WIB.

Budiawan, nat, rer, Dr, 2008. Peran Toksikologi Forensik Dalam Mengungkap Kasus
Keracunan Dan Pencemaran Lingkungan. Indonesian Journal of Legal and Forensic
Sciences 2008; 1(1):35-39. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai