Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TEKNOLOGI AIR DAN BUANGAN INDUSTRI

“Limbah B3”

DOSEN PENGAJAR:
Dr. MASRULLITA, S.Si. M.T.
NIP:

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK V1
KELAS A3 TEKNIK KIMIA

NUR KHAIRANI NIM 190140082


AZZAHARA NIM 190140094
SINTA MORINA NIM 190140101
KHAIRUN NISSAH NIM 190140103
KHALIL GIBRAN NIM 190140118

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2020/2021

i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan dan dapat menyusun makalah ini tepat waktu.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. MASRULLITA, S.Si.
M.T. selaku dosen mata kuliah Teknologi Air dan Buangan Industri yang telah memberikan
tugas untuk menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang di tekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, 18 Desember 2020

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
1.1.       Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2.       Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3.       Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
2.1.       Mengenal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)...................................................3
2.1.1.  Pengertian Limbah B3..........................................................................................................3
2.1.2.  Sumber Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)....................................................3
2.1.3.  Karakteristik B3.....................................................................................................................3
2.2.       Akibat Limbah B3 Terhadap Manusia..................................................................................4
2.2.1.  Keracunan Air Raksa...........................................................................................................4
2.2.2.  Keracunan Cadmium............................................................................................................5
2.3.       Teknologi Pengolahan...........................................................................................................5
2.3.1.  Chemical Conditioning.........................................................................................................5
2.3.2.  Solidification/Stabilization....................................................................................................7
2.3.3.  Incineration............................................................................................................................7
2.4 Penanganan Limbah B3..............................................................................................................12
2.4.1 Metode kimia........................................................................................................................12
2.4.2 Metode termal........................................................................................................................13
2.4.3 Metode biologis.....................................................................................................................13
2.4.4 Metode fisik............................................................................................................................13
BAB III......................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................................14

iii
3.2. Saran............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................15

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang

Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga, perusahaan,  kantor-
kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat bahkan berupa zat gas dan semuanya
itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut
dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan merupakan
masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut
dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau bahkan melakukan penanganan yang
salah dalam menanganani limbah B3 tersebut, maka dampak dari Limbah Bahan Berbahaya
dan beracun tersebut akan semakin meluas, bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan
bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada kehidupan
makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun dampak yang
akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa yang akan datang.

Kita tidak akan tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi,namun seperti kata
pepatah”Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”, hal tersebut menjadi salah satu aspek
pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun tersebut, ketimbang menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut
telah terjadi dihadapan kita, dan kita semakin sulit untuk menanggulanginya

Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,bahwa segala sesuatu
yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menanggulanginya,khususnya
pada masalah limbah Bahan Berbahaya dan(B3) Beracun tersebut. Maka dari itu penulis
mengangkat topic ini untuk diketahui lebih lanjut tentang masalah B3 tersebut.

1.2.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1)   Apa Definisi dari Limbah B3 ?

2)   Apa akibat Limbah B3 terhadap manusia ?

3)   Bagaimana teknologi pengolahan Limbah B3 ?

4) Bagaimana penanganan Limbah B3 ?

1
1.3.       Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1)   Untuk  mengetahui Definisi dari Limbah B3

2)   Mengetahui dan memahami akibat Limbah B3 terhadap manusia.

3)   Dapat menjelaskan teknologi dalam pengolahan Limbah B3

4) Mengetahui cara penangan dari Limbah B3

2
BAB II

PEMBAHASAN
 

2.1.       Mengenal Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Limbah B-3 mungkin kata-kata ini tidak asing ditelinga kita, ketika melihat begitu banyak kasus
pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia, dimulai dari kasus PT Newmont di Teluk
Buyat, hingga kasus penolakan ekspor ikan Indonesia karena mengandung limbah B-3. Melihat
dan mendengar itu semua tentu saja menjadi suatu pertanyaan seperti apakah limbah B-3
tersebut sehingga begitu berbahaya serta diawasi dengan ketat sekali.

2.1.1.  Pengertian Limbah B3


Pengertian limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia.

2.1.2.  Sumber Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


a) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik. Berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal
dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarut kerak, pengemasan,
dll.

b) Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang
secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

 Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal
dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap.
 Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi
 Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan
lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil
proses tersebut.
 Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested
aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan
banyak mengandung padatan organik.

2.1.3.  Karakteristik B3
Secara konvensional terdapat tujuh kelas bahan berbahaya, yaitu:

1) Flammable (mudah terbakar), yaitu bahan padat, cair, uap, atau gas yang menyala
dengan mudah dan terbakar secara cepat bila dipaparkan pada sumber nyala, misalnya:
jenis pelarut ethanol, gas hidrogen, methane.

3
2) Materi yang spontan terbakar, yaitu bahan padat atau cair yang dapat menyala secara
spontan tanpa sumber nyala, mislanya karena perubahan panas, tekanan atau kegiatan
oksidasi.
3) Explosive (mudah meledak), yaitu materi yang dapat meledak karena adanya kejutan,
panas atau mekanisme lain, misalnya dinamit.
4) Oxidizer (pengoksidasi), yaitu materi yang menghasilkan oksigen, baik dalam kondisi
biasa atau bila terpapar dengan panas, misalnya amonium nitrat dan benzoyl perioksida.
5) Corrosive, bahan padat atau cair yang dapat membakar atau merusak jaringan kulit bila
berkontak dengannya.
6) Toxic, yaitu bahan beracun yang dalam dosis kecil dapat membunuh atau mengganggu
kesehatan, seperti hidrogen sianida.
7) Radioactive

2.2.       Akibat Limbah B3 Terhadap Manusia

Limbah B-3 ternyata menimbulkan berbagai penyakit yang membahayakan. Hal ini dikarenakan
penyakit itu timbul dari lingkungan di mana kita tinggal, sehingga tanpa menyadari kita terkena
penyakit tersebut. Penulis dalam kesempatan ini mendapatkan sumber dari sebuah buku
dimana memberikan uraian yang cukup menarik di dalam mengenai akibat langsung dari limbah
B-3 tersebut.

2.2.1.  Keracunan Air Raksa


Keracunan Air Raksa yang menyebabkan cacat bawaan pada bayi dikenal sebagai penyakit
Minamata. Penderita adalah masyarakat nelayan yang tinggal di kota pesisir Minamata di Pulau
Kyushu (Minamata Bay). Keracunan itu berlangsung tujuh bulan, yaitu dari 1953- 1968,
disebabkan pabrik plastic membuang air raksa ke dalam perairan ikan di Minamata
mengandung merkuri antara 27-102 ppm berat kering. Berbagai penelitian di Indonesia sudah
pula mendapatkan berbagai hewan laut dan air yang mengandung merkuri seperti yang terjadi
di Teluk Jakarta dan Medan. Gejala keracunan secara umum timbul sebagai sakit kepala,
mudah lelah dan teriritasi lengan dan kaki terasa kebal, sulit menelan, penglihatan kabur, luas
penglihatan menciut, ketajaman pendengaran berkurang dan koordinasi otot-otot lenyap.
Beberapa orang secara konstan merasa seperti ada logam di mulut, gusi membengkak, dan
diare terdapat secara meluas. Kematian terjadi infeksi sekunder maupun kelemahan yang
semakin parah.

Melalui peristiwa ini, gambaran limbah B-3 begitu berbahayanya seandainya kita memakan
ataupun mengkonsumsi ikan ataupun makanan yang mengandung merkuri. Walaupun
seharusnya merkuri digunakan di dalam Industri plastik dan industri pertambangan, tetapi
seharusnya hal tersebut tidak dibuang ke laut ataupun ke sungai dikarenakan membahayakan
jiwa penduduk sekitar, begitu juga membahayakan diri kita sendiri seandai suatu saat nanti
tanpa sadar anda memakan ikan yang berasal dari wilayah yang telah tercemari oleh
pembuangan merkuri itu sendiri. Oleh karena itu kesadaran kepada para pihak yang selalu
berurusan dengan Limbah B-3 untuk lebih memperhatikan kepentingan orang yang lebih
banyak daripada mementingkan kepentingan perusahaan yang sedang anda jalankan sehingga

4
para pihak di dunia industri juga memperhatikan tentang usaha-usaha untuk melanggengkan
bisnis anda di suatu tempat.

2.2.2.  Keracunan Cadmium


Limbah ini biasanya digunakan untuk proses stabilizer dalam pembuatan Polyvynil Khlorida. Di
masa silam Cadmium malah digunakan dalam pengobatan Sypilis dan Malaria. Hasil Otopsi di
Amerika Serikat menunjukkan akumulasi Cadmium dalam tubuh masyarakat umum secara rata-
rata di dapat 30 mgCd di dalam tubuh; 33% di dalam ginjal, 14% di dalam hati, 2% di dalam
paru-paru dan 0,3% di dalam pakreas. Cadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh
darah secara langsung maupun titik langsung lewat ginjal sebagai akibatnya terjadi kenaikan
tekanan darah. Percobaan hewan menunjukkan bahwa kematian dapat terjadi karena gagal
jantung, kasus keracunan Cadmium secara epidemis terjadi di kota Toyama Jepang.
Sekelompok masyarakat mengeluh tentang sakit pinggang selama beberapa tahun. Penyakit
tersebut kemudian menjadi parah tulang-tulang punggung terasa sangat nyeri yang diikuti oleh
osteomalacia (pelunakan tulang) dan fraktur tulang punggung yang multiple kematian dapat
diakibatkan oleh gagal ginjal.

Jika kita lihat dari uraian tentang Cadmium ternyata juga sangat membahayakan walaupun
cadmium tersebut digunakan untuk pengobatan malaria dan penyakt syphilis atau raja singa.
Oleh karena itu melalui uraian yang mungkin kebanyakan mengutip dari uraian buku yang
penulis dapat tetapi setidaknya dengan adanya uraian tersebut dapat memberikan uraian yang
cukup mengenai akibat dari Limbah B-3 yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan
mahkluk hidup lainnya. Harapan tentang tidak terjadi pencemaran yang selalu diidam-idamkan
masyarakat selama ini dapat tercapai dan bukan hanya untuk kepentingan uang semata,
dimana masyarakat merasa tidak peduli dengan kesehatan mereka dikarenakan mungkin
menurut mereka sudah bisa makan sehari saja merupakan berkah tak ternilai. Hal itu
dikarenakan edukasi yang kurang yang diberikan oleh pihak yang seharusnya memberikan
informasi bahwa dalam bekerja kesehatan itu penting.

2.3.       Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di
antaranya ialah chemical conditioning,  solidification/Stabilization, dan incineration.

2.3.1.  Chemical Conditioning
          Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Chemical
conditioning merupakan pengkondisian dengan menambahkan senyawa kimia sehingga
meningkatkan performa proses dewatering. Proses ini melibatkan penambahan ferric klorida, fly
ash, kapur, atau polimer. Tipe dan dosis bahan kimia yang digunakan berbeda tergantung
kualitas bahan baku, tipe lumpur, dan konsentrasi padatan yang diinginkan pada proses
thickening dan dewatering (Pratami, 2011). Montgomery (1985) mengungkapkan bahwa
polymer umumnya digunakan sebagai bahan kimia dalam proses ini, kapur umumnya
digunakan untuk lumpur alum (alum sludge). Dosis bahan kimia optimum yang dibutuhkan

5
dalam proses conditioning umumnya didapat dari penelitian lapangan. Tujuan utama
dari chemical conditioning ialah:

 Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur


 Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
 Mendestruksi organisme pathogen
 Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai
ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
 Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan
dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

 Concentratiothickening

       Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara
meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini
ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan
tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya.
Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah
menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.

 Treatment, stabilization, andconditioning

       Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan
patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika,
dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan
ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung
dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan
enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini
ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite
flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.

 De-wateringanddrying

       De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air
dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya
ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter
press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

 Disposal

       Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum
limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan
akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.

6
2.3.2.  Solidification/Stabilization
          Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/ stabilization juga dapat
diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai
proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju
migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap
mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat
dibagi menjadi enam golongan, yaitu:

1) Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus


dalam matriks struktur yang besar
2) Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar
terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
3) Precipitation
4) Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan
pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5) Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan
padat
6) Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain
yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

          Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan


bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ
mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkanKep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

2.3.3.  Incineration
          Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat
mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam
bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah.
Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran,
heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.

2.3.3.1 Incinerator
Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang
mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash).
Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada
temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang

7
sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A. Sutowo
Latief, 2012)

Patrick (1980) dalam Arif Budiman (2001) menyatakan bahwa incinerator adalah alat
yang digunakan untuk proses pembakaran sampah. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk
sampah menjadi lebih kecil dan praktis serta menghasilkan sisa pembakaran yang sterill
sehingga dapat dibuang langsung ke tanah. Energi panas hasil pembakaran dalam incinerator
dapat diguankan sebagai energi alternative bagi proses lain seperti pemanasan atau
pengeringan.

Menurut (Hadiwiyoto, 1983 dalam Arif Budiman, 2001) menyatakan bahwa untuk
merancang alat pembakar sampah diperlukan beberapa pertimbangan untuk diperhatikan, yaitu
jumlah udara pembakaran, sisa hasil pembakaran dan desain incinerator. Menurut (Hadiwiyoto,
1983 dalam Arif Budiman, 2001) alat pembakaran sampah terdapat dua jenis berdasarkan
metode pembakaran yang berlangsung pada alat tersebut, yaitu alat pembakar sampah tipe
kontinyu dan tipe batch. Pada alat pembakar sampah tipe kontinyu, sampah dimasukkan secara
terus-menerus dengan debit tetap, sedangkan pada alat pembakaran sampah tipe batch,
sampah dimasukkan sampai mencapai batas maksimum kemudian dibakar bersamaan.

Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary Chamber dan
Secondary Chamber (Gunadi Priyamba, 2013).

a. Primary Chamber

Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran dirancang dengan


jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari semestinya, sehingga disamping
pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi
menjadi karbon monoksida dan metana. Temperatur dalam primary chamber diatur pada
rentang 600oC-800oC dan untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary
chamber dibantu oleh energi dari burner dan energi pembakaran yang timbul dari limbah itu
sendiri. Udara (oksigen) untuk pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.

Padatan sisa pembakaran di primary chamber dapat berupa padatan tak terbakar
(logam, kaca) dan abu (mineral), maupun karbon berupa arang. Tetapi arang dapat
diminimalkan dengan pemberian suplai oksigen secara continue selama pembakaran
berlangsung. Sedangkan padatan tak terbakar dapat diminimalkan dengan melakukan
pensortiran limbah terlebih dahulu.

b. Secondary Chamber

Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan.
Pembakaran gas-gas tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang
tepat antara oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu tinggal
(retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di secondary chamber disuplai oleh
blower dalam jumlah yang terkontrol. Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur dengan udara
dibakar secara sempurna oleh burner didalam secondary chamber dalam temperatur tinggi

8
yaitu sekitar 800 -1000 . Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan Hidrokarbon lainnya)
terurai menjadi gas CO2 dan H2O.

2.3.3.2 Jenis-Jenis Incinerator


Jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary
kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai
kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
(Gunadi P. 2004).

a) Incinerator Rotary Kiln

Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah yang mempunyai kandungan air (water content)
yang cukup tinggi dan volumenya cukup besar. System incinerator ini berputar pada bagian
Primary Chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan pembakaran limbah yang merata
keseluruh bagian.

Proses pembakarannya sama dengan type static, terjadi dua kali pembakaran dalam
Ruang Bakar 1 (Primary Chamber) untuk limbah dan Ruang Bakar 2 (Seacondary Chamber)
untuk sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar dalam Primary Chamber. (Gunadi P. 2004)

Gambar 1. Incinerator Rotary Kiln

Sumber : http://bentengapirefractorindo.co.id/

b) Multiple Hearth Incinerator

Multiple Hearth Incinerator, yang telah digunakan sejak pertengahan tahun 1900-an, terdiri dari
suatu kerangka lapisan baja tahan api dengan serangkaian tungku (hearth) yang tersusun
secara vertikal, satu di atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah tungku, shaft rabble
arms beserta rabble teeth-nya dengan kecepatan putaran 3/4 – 2 rpm. Umpan sampah
dimasukkan dari atas tungku secara terus menerus dan abu hasil proses pembakaran

9
dikeluarkan melalui silo. Burner dipasang pada sisi dinding tungku pembakar di mana
pembakaran terjadi. Udara diumpan masuk dari bawah, dan sampah diumpan masuk dari atas.

Limbah yang dapat diproses dalam multiple hearth incinerator memiliki kandungan
padatan minimum antara 15-50 %-berat. Limbah yang kandungan padatannya di bawah 15 %-
berat padatan mempunyai sifat seperti cairan daripada padatan. Limbah semacam ini
cenderung untuk mengalir di dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan efektif. Jika
kandungan padatan di atas 50 % berat, maka lumpur bersifat sangat viscous dan cenderung
untuk menutup rabble teeth. Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan naik melalui tungku
dengan membawa produk pembakaran dan partikel abu. (Gunadi P. 2004)

Gambar 2 Multiple Hearth Incinerator

Sumber : http://bentengapirefractorindo.co.id/

c) Fluidized Bed Incinerator

Fluidized bed incinerator adalah sebuah tungku pembakar yang menggunakan media pengaduk
berupa pasir seperti pasir kuarsa atau pasir silika, sehingga akan terjadi pencampuran (mixing)
yang homogen antara udara dengan butiran-butiran pasir tersebut. Mixing yang konstan antara
partikel-partikel mendorong terjadinya laju perpindahan panas yang sangat cepat serta
terjadinya pembakaran sempurna. Fluidized bed incinerator berorienrasi bentuk tegak lurus,
silindris, dengan kerangka baja yang dilapisi bahan tahan api, berisi hamparan pasir (sand bed)
dan distributor untuk fluidasi udara. Fluidized bed incinerator normalnya tersedia dalam ukuran
berdiameter dari 9 sampai 34 ft.

10
Pembakaran dengan teknologi fluidized bed merupakan satu rancangan alternatif untuk
pembakaran limbah padat. Harapan pasir tersebut diletakkan di atas distributor yang berupa
grid logam dengan dilapisi bahan tahan api. Grid ini berisi suatu pelat berpori nosel-nosel injeksi
udara atau tuyere di mana udara dialirkan ke dalam ruang bakar untuk menfluidisasi hamparan
(bed) tersebut. Aliran udara melalui nosel menfluidisasi hamparan sehingga berkembang
menjadi dua kali volume sebelumnya. Fluidisasi meningkatkan pencampuran dan turbulensi
serta laju perpindahan panas yang terjadi. Bahan bakar bantu digunakan selama pemanasan
awal untuk memanaskan hamparan sampai temperatur operasi sekitar 750 sampai 900 ͦ C
sehingga pembakaran dapat terjaga pada temperatur konstan. Dalam beberapa instalasi, suatu
sistem water spray digunakan untuk mengendalikan temperatur ruang bakar.

Fluidized bed incinerator telah digunakan untuk macam-macam limbah termasuk limbah
perkotaan damn limbah lumpur. Reaktor unggun atau hamparan fluidisasi (fluidized bed)
meningkatkan penyebaran umpan limbah yang datang dengan pemanasan yang cepat sampai
temperatur pengapiannya (ignition) serta meningkatkan waktu kontak yang cukup dan juga
kondisi pencampuran yang hebat untuk pembakaran sempurna. Pembakaran normalnya terjadi
sendiri, kemudian sampah hancur dengan cepat, kering dan terbakar di dalam hamparan pasir.
Laju pembakaran sampah meningkat oleh kontak langsung dengan partikel hamparan yang
panas. Aliran udara fluidisasi meniup abu halus dari hamparan. Gas-gas pembakaran biasanya
diproses lagi di wet scrubber dan kemudian abunya dibuang secara landfill. (Gunadi P. 2004)

Gambar 3 Fluidized Bed Incinerator

Sumber : https://www.suezwaterhandbook.com/

11
2.3.3.3 Tahapan Proses Insenerasi
Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu (Dodika, 2009) :

a) Pengeringan

Merupakan penguapan air yang terkandung di dalam sampah, terutama pada sampah organik
yang mengandung kadar air > 70%. Penguapan air mulai terjadi pada temperatur 100OC. Pada
tahap ini dibutuhkan energi (panas) untuk menjaga temperatur tetap berada pada > 100OC.

b) Pembakaran 'volatile matters'

Yaitu reaksi oksigen dengan unsur unsur kimia yang terkandung di dalam sampah terutama
unsur N, S, P, Alkali dan lainnya sehingga tersisa unsur C (Karbon) yang kita kenal sebagai
arang. Secara kumulatif reaksi oksidasi ini akan menghasilkan kalor (panas). Untuk mencapai
temperatur reaksi oksidasinya maka dibutuhkan panas, meskipun pada akhir reaksinya akan
dihasilkan panas.

c) Pembakaran Sempurna (Karbon)

Yaitu reaksi oksigen dengan Karbon (arang) pada temperature 400 - 600 oC dengan tahapan
reaksi sbb:

C + O2  CO2

CO2 + C  2 CO

2 CO + O2  CO2

Secara kumulatif reaksi ini menghasilkan panas (eksotermik). Reaksi inilah yang menjelaskan
mengapa selalu terbentuk gas CO (karbon monoksida) pada pembakaran arang.

2.4 Penanganan Limbah B3

Ada beberapa cara dalam penanganan limbah B3. Itu selalu terbaik untuk mengurangi jumlah
limbah di sumbernya, atau bahkan mendaur ulang bahan yang dapat digunakan kembali secara
produktif. Namun, langkah-langkah ini tidak menyelesaikan masalah pembuangan limbah ini.

Beberapa penanganan limbah B3, dengan beberapa metode yang dapat diterapkan:

2.4.1 Metode kimia


Beberapa perlakuan kimia adalah pertukaran ion, oksidasi dan reduksi, pengendapan kimia,
dan netralisasi . Metode ini digunakan untuk mengubah limbah berbahaya menjadi gas tidak
beracun, dengan memodifikasi sifat kimianya.

Sebagai contoh, sianida dapat melalui proses oksidasi menjadikan residu beracun ini sebagai
produk tidak beracun. Proses kimia lainnya adalah pemisahan air, yang memungkinkan air
diekstraksi dari beberapa residu organik, dan kemudian dihilangkan melalui pembakaran.

12
2.4.2 Metode termal
Metode ini menggunakan suhu tinggi untuk pembakaran bahan. Metode termal tidak hanya
dapat mendetoksifikasi beberapa bahan organik, tetapi juga menghancurkannya sepenuhnya.

Ada peralatan termal khusus yang digunakan untuk pembakaran limbah padat, cair atau
lumpur.

Meskipun efektif dalam metode ini, tetapi, dan itu adalah bahwa pembakaran limbah berbahaya
dengan metode termal dapat menyebabkan polusi udara.

2.4.3 Metode biologis


Ini digunakan untuk pengolahan limbah organik, seperti yang berasal dari industri minyak. Salah
satu metode pengolahan limbah berbahaya biologis adalah budidaya tanah.

Teknik ini terdiri dari pencampuran residu dengan permukaan tanah di area tanah yang cocok.
Beberapa jenis mikroba dapat ditambahkan untuk memetabolisme limbah dan beberapa nutrisi.

Ada kasus di mana bakteri yang dimodifikasi secara genetik digunakan. Mikroba juga
digunakan untuk menstabilkan limbah berbahaya. Proses ini disebut bioremediasi. Perlu dicatat
bahwa tanah ini tidak cocok untuk menanam.

2.4.4 Metode fisik


Sementara metode di atas memanipulasi bentuk molekul limbah, perawatan fisik terdiri dari
berkonsentrasi, memadatkan atau mengurangi volume limbah. Beberapa proses yang
digunakan adalah evaporasi, flotasi, sedimentasi dan filtrasi.

Proses lain yang telah menjadi sangat populer adalah pemadatan, yang terdiri dari limbah
enkapsulasi dalam aspal, plastik atau beton. Enkapsulasi menghasilkan massa padat yang
tahan terhadap pencucian. Limbah tersebut juga dapat bercampur dengan fly ash, air, dan
kapur untuk membentuk jenis lain yang menyerupai semen.

13
BAB III

PENUTUP
 

3.1. Kesimpulan

Dari berbagai uraian di atas  dapat disimpulan sebagai berikut :

Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting
dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya perlu diketahui agar dalam penanggulangan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah
menambahkan masalah pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut

Pengaruh limbah B3 terhadap mahluk hidup, khususnya manusia terdiri atas 2 kategori yaitu:
(1) efek akut, dan (2) efek kronis. Efek akut dapat menimbulkan akibat berupa kerusakan
susunan syaraf, kerusakan sistem pencernaan, kerusakan sistem kardio vasculer, kerusakan
system pernafasan, kerusakan pada kulit, dan kematian.  Sementara itu, efek kronis dapat
menimbulkan efek karsinogenik (pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong
mutasi sel tubuh), efek teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan), dan kerusakan sistem
reproduksi.

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di
antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.

Ada empat metode dalam penangan limbah B3, yaitu metode kimia, metode termal, metode
biologis, dan metode fisik.

3.2. Saran

Mengingat penjelasan-penjelasan dalam makalah diatas sangat jauh dari kesempurnaan,


karena masih banyaknya kekurangan dan kurang merinci dan lengkapnya materi yang dikutip
atau disampaikan. Maka untuk masa-masa yang akan datang semoga makalah ini dapat lebih
disempurnakan, dan lebih mendalami serta memperinci materi-materinya lagi,sehingga
makalah ini dapat disajikan dengan lebih baik lagi.

Dan dari segi materi, berhubung penulis mengambil tema yaitu B3 atau Bahan Berbahaya dan
Beracun,maka selaku penulis berharap agar penanganan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun tersebut jangan dijadikan masalah yang sepele, namun hal tersebut tentunya dapat
menjadi perhatian kita bersama,bukan hanya pemerintah ,tetapi kita semua, karena apabila
dampak dari limbah B3 tersebut telah menyebar luas, maka bukan hanya satu ataupun dua
orang yang akan menerima akibatnya, tetapi juga akan berpengaruh terhadap orang banyak
termasuk mungkin diri kita sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA
http://donymei.blogspot.com/2010/09/dampak-limbah-b3.html.

http://mualliffachrozi. blogspot.com/2010/02/mengen-al-limbah-radioaktif-dalam.html.

Siahaan, N.H.T., Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, Jakarta: Erlangga

Slamet, Juli Soemirat. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuB3/B3.ht

https://formasibisnis.com/artikel/pengolahan-limbah-b3-sebagai-salah-satu-cara-penanganan

https://blog.ub.ac.id/yusriadiblog/2012/10/11/limbah-b3-bahan-berbahaya-beracun-makalah/

http://eprints.undip.ac.id/75142/3/BAB_II.pdf

http://eprints.polsri.ac.id/90/3/BAB%20II%20Laporan%20T.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai