Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar AMDAL
Disusun Oleh:
HAIKAL PUTRA TAMA 1113020010
RIZQI RAHAYU 1113020017
Kelas 3 SIPIL 2 PAGI
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas segala nikmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengantar AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan). Didalam makalah ini berisi pembahasan kami tentang studi
kasus mengenai Limbah Bahan Berbahaya & Beracun (B3).
Makalah ini dapat terselesaikan tentunya berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Wahyuni Susilowati, M.Si. selaku dosen pengajar mata kuliah
Pengantar AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta.
2. Kedua Orang Tua kami, atas Doa dan Motivasinya yang senantiasa
membantu kami dalam menyelesaikan makalah mengenai studi kasus
Limbah Bahan Berbahaya & Beracun (B3) ini dalam mata kuliah
Pengantar AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
3. Rekan - rekan yang telah memberikan semangat dan dukungan moril.
4. Berbagai pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih banyak
kekurangan yang dikarenakan kemampuan dan pengetahuan kami yang terbatas.
Untuk itu, kami mengharapkan berbagai kritik dan saran dari rekan - rekan pembaca
agar pada kesempatan berikutnya dapat lebih sempurna.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan inspirasi
serta pelajaran yang berharga untuk kita semua.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB V PENUTUP.................................................................................................14
5.1 Kesimpulan................................................................................................14
5.2 Saran..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dengan adanya permasalahan limbah B3 inilah yang melatarbelakangi
penulis untuk melakukan kajian mengenai limbah B3 sebagai salah satu unsur
perusak keseimbangan lingkungan hidup. Limbah B3 secara nyata telah menciptakan
dampak negatif bagi lingkungan hidup serta kelangsungan hidup dari semua mahluk
hidup yang ada. Agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengetahui mengenai
dampak negatif dari limbah B3 ini maka saya akan menyuguhkan pula contoh kasus
nyata mengenai pencemaran limbah B3 ini dan cara penanganan pengelolaan limbah
B3.
2
2.1. BAB II
3
3. Limbah B3 dari bahan kimia kedaluwarsa; tumpahan; sisa kemasan;
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
4
f. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil
dalam suhu tinggi.
4. Beracun (Toxic Waste)
2.14. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar
yang berkemampuan meracuni, melukai, menjadikan cacat bahkan
sampai membunuh makhluk hidup atau sakit yang serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui panca indera dalam jangka panjang ataupun
jangka pendek.
5. Penyebab Infeksi/Penyakit
2.15. Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah
laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung
kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan
cairan tubuh manusia yang terkena infeksi sehingga nantinya dapat
menularkan penyakit dari satu orang ke orang lainnya.
6. Bersifat Korosif (Menimbulkan karat)
2.16. Berikut ini adalah ciri-ciri limbah B3 yang tergolong sifat
korosif:
a. Limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit.
b. Menyebabkan proses pengkaratan pada baja dengan laju korosi >
6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55C
c. Memiliki pH 2,0 untuk limbah bersifat asam dan 12,5 untuk
yang bersifat basa.
7. Uji Toksikologi
2.17. Pengujian toksikologi yang dimaksud adalah dengan LD50
(Lethal Dose Fifty) adalah perhitungan dosis (gram pencemar per
kilogram berat badan) yang dapat menyebabkan kematian 50%
populasi makhluk hidup yang dijadikan percobaan. Apabila LD50
lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbah tersebut bukan
limbah B3.
2.18. Sumber Limbah B3 adalah setiap orang atau Badan Usaha
yang menghasilkan Limbah B3 dan menyimpannya untuk sementara waktu
di dalam lokasi kegiatan sebelum Limbah B3 tersebut diserahkan kepada
pihak yang bertanggung jawab untuk dikumpulkan dan diolah. Sumber
penghasil limbah B3 cukup beragam, diantaranya berasal dari rumah sakit,
PLN, Laboratorium Pengujian, dan Laboratorium Penelitian.
5
2.19. Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan dan
penimbunan B3. Pengolahaan ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3
serata melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang telah tercemar. (PP No.18
tahun 1999 Pasal 1).
2.20. Perbedaan paling penting yang membedakan pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan pengelolaan limbah lain adalah
pertanggungjawaban hukumnya (law liability). Pada limbah non-B3 hasil akhir
pengelolaan lebih penting dibandingkan dengan cara mencapai hasil tersebut.
Artinya, bila suatu perusahaan telah memenuhi baku mutu limbah, maka perusahaan
tersebut telah berhasil melakukan pengelolaan limbah. Namun, pada limbah B3,
selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan yang berlaku.
Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya memenuhi baku mutu
limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan, penyimpanan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi peraturan yang berlaku. Sekali
lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu hal yang penting untuk
diperhatikan. Dalam tuntutan hukum, limbah B3 tergolong dalam tuntutan yang
bersifat formal. Artinya, seseorang dapat dikenakan tuntutan perdata dan pidana
lingkungan karena cara mengelola limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan,
tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut telah mencemari lingkungan.
Sekali lagi, mengetahui cara pengelolaan limbah B3 yang memenuhi persyaratan
wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan limbah B3 (Anonim, 2007).
6
dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi
semula.
2.23.
2.24.
2.25.
2.26.
2.27.
2.28.
2.29.
2.30.
2.31.
2.32.
2.33.
2.34.
2.35.
2.36.
2.37.
7
2.38. BAB III
2.58. BAB IV
8
2.59. ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.63.
2.64. Prinsip Pengelolaan Limbah B3 adalah:
1. Meminimalisasi limbah
2. Pengelolaan limbah dekat dengan sumber
3. Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan
2.65. Sedangkan tujuan dari Pengolahan Limbah B3 adalah untuk
mengurangi, memisahkan, mengisolasi, dan/atau menghancurkan sifat atau
kontaminan berbahaya.
2.66. Apabila Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan
tahap yang benar maka diharapkan tidak ada lagi kasus-kasus mengenai pencemaran
lingkungan akibat tercemar oleh limbah B3.
2.67.
9
2.69. Berdasarkan dari contoh kasus pencemaran diatas Direktur Walhi
Babel Ratno Budi menilai pemerintah gagal memastikan hak atas lingkungan yang
baik dan sehat. Dia mencontohkan adanya aktifitas pertambangan timah di wilayah
PDAM Merawang Kabupaten Bangka. Selain itu, juga terdapat fakta bahwa terdapat
pencemaran sumber mata air dan persawahan warga di Babel yang sudah tercemar
oleh limbah pertambangan timah. Pencemaran sumber mata air dan persawahan
warga terjadi akibat adanya limbah proses pertambangan timah yang proses
pengolahan limbahnya tidak memenuhi standar sehingga ketika dibuang ke
lingkungan mencemari lingkungan sekitar.
2.70. Oleh karena itu, kami akan membahas bagaimana proses pengelolaan
lingkungan yang telah tercemar limbah B3 agar kondisi kualitas lingkungannya
dapat kembali seperti fungsi sebelumnya.
2.71. Sesuai dengan tujuan dari pengelolaan limbah B3 yaitu untuk
mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Maka seharusnya setiap
kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek
lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila
terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus
dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali seperti fungsi semula.
2.72. Hal tersebut jelas telah melanggar peraturan yang ada karena dalam
kegiatan penambangannya menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar yang
disebabkan oleh adanya limbah proses pertambangan timah yang proses pengolahan
limbahnya tidak memenuhi standar. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya dalam
menanggulangi kasus pencemaran limbah B3 diatas agar kualitas lingkungan sekitar
dapat berfungsi seperti semula.
2.73. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kasus
pencemaran dari artikel di atas adalah dengan melakukan pengelolaan dan
pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi oleh logam berat yaitu Timah. Hal
ini dilakukan untuk dapat mengembalikan keadaan tanah menjadi baik seperti
semula.
2.74. Logam berat tidak dapat didegradasi, sehingga untuk melakukan
remediasi area yang tercemar oleh logam berat dilakukan secara fisik, kimawi
ataupun biologis namun metode tersebut mahal, tidak efektif dan berdampak negatif
10
bagi lingkungan (Lasat, 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pemulihan
(remediasi) yang mudah, murah dan efisien agar lahan yang tercemar logam berat
dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan dengan aman.
2.75. Salah satu metode remediasi yang dapat digunakan adalah
fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan tercemar dengan
menggunakan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan
mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik.
Metode ini mudah diaplikasikan, efisien, murah dan ramah lingkungan (Schnoor and
McCutcheon, 2003).
2.76. Menurut Hidayati,dkk (2005) sejumlah tumbuhan terbukti dapat
beradaptasi terhadap lingkungan marginal dan ekstrim seperti tanah limbah yang
banyak terkontaminasi zat-zat beracun dan memiliki kualitas fisik, kimia maupun
biologis sangat rendah. Tumbuhan yang memiliki kemampuan untuk menyerap
logam berat dari tanah dikenal sebagai tumbuhan hiperakumulator (Hardiani,2008).
Tumbuhan yang termasuk hiperakumulator adalah Anturium merah/kuning,
Alamanda kuning/ungu, Akar wangi, Bambu air, Cana presiden merah/kuning/putih,
Dahlia, Dracenia merah/hijau, Heleconia kuning/merah, Jaka, Lidah mertua
loreng/sente/hitam, Kenyeri merah/putih, Lotus kuning/merah, Onje merah, Pacing
merah/mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang mas, Ponaderia, Sempol merah/putih,
Spider lili, dll.
2.77. Proses penyerapan logam oleh tanaman sama seperti saat ia menyerap
unsur hara. Kebanyakan jenis tanaman menyimpan logam berat dalam akar yang
kemudian dipindahkan ke bagian lain seperti batang, tunas, dan daun. Sekali logam
berat terdapat dalam tubuh tanaman, kebanyakan logam berat membentuk endapan
karbonat, sulfat atau fosfat (Dhir, 2010). Logam berat tidak akan terlepas, kecuali
bila tanaman mati dan terdegradasi. Beberapa tanaman memiliki kemampuan untuk
menyerap kontaminan dengan konsentrasi sangat tinggi dari lingkungan. Tanaman
jenis diberi label sebagai hiperakumulator. Hiperakumulasi logam dihubungkan
dengan mekanisme hipertoleransi yang menyediakan berbagai strategi adaptasi
tanaman untuk bertahan terhadap toksisitas (Dhir, 2010).
2.78.
2.79.
11
2.81. Baku mutu tanah (soil quality standard) belum tersedia karena sulit di
definisikan dan dikuantitatifkan serta tidak dikonsumsi langsung oleh
manusia dan hewan. Akibatnya di Indonesia, pemantauan dan pemulihan
mutu lingkungan tidak terlaksana secara terpadu karena hanya ada baku mutu
udara dan air.
2.82. Masalah utama yang dihadapi dalam menentukan mutu tanah adalah
tanah mempunyai banyak fungsi sehingga kalau baku mutu tanah ditetapkan
hanya berdasarkan suatu fungsi dapat bertentangan dengan fungsi yang lain.
1. Batasan dan lingkup mutu tanah
2.83. Mutu tanah tidak dapat diukur, tetapi indikatornya dapat diukur secara
kuantitatif. Berbagai definisi indicator yang ditemukan dalam literature
intinya menekankan pada sifat tanah yang dapat diukur dan dipantau yang
mempengaruhi kemampuan tanah untuk memperagakan fungsinya.
Departemen Pertanian Amerika Serikat mendefinisikan indikator mutu tanah
sebagai sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi serta proses dan karakteristik yang
dapat diukur untuk memantau berbagai perubahan dalam tanah. Hal ini
mengindikasikan bahwa nilai indikator mutu tanah akan menentukan
kemampuan tanah untuk memenuhi fungsinya.
2. Kriteria indikator mutu tanah
2.84. Banyak indikator potensial yang dapat digunakan untuk menetapkan
mutu tanah. Namun, perlu dipilih indicator utama sehingga dapat
diaplikasikan pada pola monitoring baik pada tingkat nasional, propinsi atau
kawasan DAS. Indikator mutu tanah harus memenuhi kriteria:
a.berkorelasi baik dengan berbagai proses ekosistem dan berorientasi
pemodelan;
b. mengintegrasikan berbagai sifat dan proses kimia, fisika, dan biologi
tanah;
c.mudah diaplikasikan pada berbagai kondisi lapang dan diakses oleh para
pengguna;
d. peka terhadap variasi pengelolaan dan iklim;
e.sedapat mungkin merupakan komponen dari basis data
3. Indikator dan indeks mutu tanah
2.85. Berdasarkan pengetahuan saat ini maka minimum data indikator mutu
tanah terdiri atas tekstur tanah, kedalaman tanah, infiltrasi, berat jenis,
kemampuan tanah memegang air, C organic, Ph, daya hantar listrik, N, P, K,
biomassa mikroba, potensi N dapat dimineralisasi, dan respirasi tanah.
12
2.86. Dalam menentukan suatu lahan terkontaminasi dikatakan bersih atau
tidaknya dari limbah B3, maka diperlukan suatu kualitas tanah sebagai pembanding
ataupun acuan. Kualitas tanah yang sangat bervariasi serta beragamnya jenis limbah
industri menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan standar
atau baku mutu tanah terkontaminasi limbah B3. Keberadaan titik referensi ataupun
acuan kualitas tanah sangat diperlukan dalam penanganan lahan tercemar limbah B3.
Standar yang dapat dipergunakan sebagai acuan tingkat keberhasilan dalam
penanganan lahan tercemar memenuhi salah satu dan atau gabungan sebagai berikut:
1. Titik Referensi
2.87. Metoda pengambilan titik referensi ini yaitu membandingkan tanah
sekitar yang belum tercemar untuk dijadikan acuan akhir. Kriteria unsur yang
perlu di analisa dari titik referensi sesuai dengan limbah B3 yang memiliki
jenis unsur atau senyawa utamanya.
2. Pendekatan Standar Penggunaan Lahan
2.88. Pendekatan standar penggunaan lahan, digunakan apabila kandungan
unsur atau senyawa utama limbah B3 pada titik acuan ataupun titik referensi
tidak dapat dicapai, karena pengangkatan limbah B3 di lahan tercemar pada
suatu lokasi dapat mengganggu fungsi air tanah , maka dapat digunakan
pendekatan standar penggunaan lahan dari di negara lain yang mendekati
kondisi tanah di Indonesia.
3. Tingkat Kajian Dasar Resiko (Risk Based Screening Level)
2.89. Tingkat Kajian Dasar Resiko (Risk Based Screening Level/RBSL) ditetapkan
berdasarkan perhitungan ilmiah, berdasarkan resiko, dan perlindungan untuk
komunitas terhadap paparan yang signifikan. Tahapan Penerapan Risk Based
Screening Level (RBSL) adalah Identifikasi Sumber atau Bahaya Racun,
Pengkajian Kandungan Racun, Pengkajian Penjalaran, identifikasi
karakteristik resiko dengan RBSL atau SSTL (Site-Specific Target Levels ).
2.90.
2.91.
2.92.
2.93.
2.94.
2.95. BAB V
2.96. PENUTUP
13
2.97. 5.1 Kesimpulan
1. Timah merupakan logam berat yang termasuk dalam kategori limbah B3.
2. Pertambangan Timah yang terjadi di Babel menghasilkan jenis limbah
kimia (limbah B3) yang memiliki karakteristik bermacam-macam yaitu
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab
infeksi/penyakit, dan bersifat korosif (menimbulkan karat).
3. Dari kasus tersebut dapat diketahui cara menangani pencemaran limbah
B3 yang berasal dari logam berat yaitu dengan teknik fitoremediasi
secara in-situ (langsung ditempat) dan proses yang digunakan adalah
secara alamiah.
2.109.
14
2.118. Diakses tanggal 5 Mei 2016.
2.119. http://dokumen.tips/documents/makalah-b3-5597941e04de0.html
2.120. Diakses tanggal 5 Mei 2016.
2.121. http://mengenalsungai.blogspot.co.id/2014/02/fitoremediasi-logam-
berat.html
2.122. Diakses tanggal 12 April 2016.
2.123. http://skpd.batamkota.go.id/dampaklingkungan/files/2012/04/Lampiran-
IV.pdf
2.124. Diakses tanggal 12 April 2016.
2.125. http://www.scribd.com/doc/53759011/Baku-Mutu-Lingkungan-Tanah
2.126. Diakses tanggal 11 April 2016
2.127. http://bangka.tribunnews.com/2015/04/23/walhi-nilai-sumber-air-di-babel-
tercemar-limbah-tambang
2.128. Diakses tanggal 5 Mei 2016
2.129. http://situsresmierzadiego.blogspot.co.id/2012/01/bahan-berbahaya-dan-
beracun-b3-padat.html?m=1
15