Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

“PENIMBUNAN DAN PEMBUANGAN PADA LIMBAH B3”

Dosen Mata Kuliah :


Winarko, SKM., M.Kes
Fitri Rokhmalia, SST., M.KL

Disusun Oleh :
1. Lylia Ayu N (P27833118049)
2. Bella Rossalama I (P27833118054)
3. Firda Yusy A (P27833118060)
4. Putri Nur R (P27833118063)
5. Oddy Juniar M (P27833118064)
6. Istiqomah Farah N.D (P27833118065)
7. Dhika Raras W.M (P27833118066)
8. RR. Khairunnisa A.W (P27833118067)
9. Shelli Aprilia S.A (P27833118068)
10. Amanda Evi R (P27833118069)
11. Muhammad Gilang R (P27833118070)
12. Miftakhul Jannah (P27833118073)
13. Putri Sartika P (P27833118075)
14. Amalia Raafika S (P27833118076)
15. Esthi Ratnawati (P27833118077)
16. Dwi Erlina F (P27833118078)
17. Muhammad Lazuardi I (P27833118079)
18. Satria Indra S (P27833118041)
19. Putri Aulia L (P27833117070)

KELOMPOK B D3 SEMESTER 4

PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA


POLITEKKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tugas penyusunan makalah yang berjudul “ Makalah Limbah
B3 Penimbunan Dan Pengangkutan Pada Limbah B3” dapat terselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
pengelolaan B3 semester genap. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Winarko, SKM., M.Kes dan Ibu Fitri Rokhmalia, SST., M.KL selaku dosen mata
kuliah yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Hal itu disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sekalian demi perbaikan laporan ini di masa yang akan datang. Kami berharap
makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Surabaya, 21 Maret 2020

Penyusun

P a g e i | 64
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II.......................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 4
A. Tata kelolaan Penimbunan ................................................................................. 4
B. Fasilitas Penimbunan ......................................................................................... 14
C. Perijinan Penimbungan ...................................................................................... 17
D. Persyaratan Penimbunan ................................................................................... 23
E. Pemantauan Lingkungan Hidup Bekas Lokasi dan Fasilitas Penimbunan ........ 29
F. Persyaratan Dan Tata Cara Perijinan Pembuangan (Dumping) ......................... 47
G. Persyaratan Izin Dumping Limbah B3 Ke Laut ................................................ 50
BAB III ...................................................................................................................... 57
PENUTUP.................................................................................................................. 57
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 57
B. Saran ............................................................................................................... 58

P a g e ii | 64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi seperti industri yang


mencemari dan rumah tangga yang menghasilkan berbagai limbah lingkungan
dan mengganggu kesehatan masyarakat.Jenis limbah yang paling berbahaya bagi
lingkungan maupun kesehatan adalah limbah yang dikategorikan sebagai limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pencemaran limbah B3 dapatmelalui tanah,
air, maupun udara. Pencemaran tersebut menyebabkan penurunan kualitas
lingkungan. Salah satu limbah B3 yang harus menjadi perhatian adalah limbah-
limbah yang mengandung logam berat yaitu Timbal (Pb), Merkuri (Hg), dan
Arsen (As). Limbah logam beratini bersifat racun dan persisten, sehingga dapat
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Salah satu dampak
yang signifikan bagi kesehatan manusia adalah penurunan IQ terutama bagi anak
–anak dan balita, merusak produksi haemoglobin darah, menyebabkan
ketidaksuburan bagi wanita/ pria, keguguran, dan bayi meninggal dalam
kandungan.

Belakangan ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga,


perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang berupa cair, padat
bahkan berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita.
Memang, limbah merupakan hal yang wajar dalam kehidupan manusia. Tetapi
diluar kewajaran itu, ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan
limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan
merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya,
atau bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menanganani limbah B3
tersebut, maka dampak dari Limbah Bahan Berbahaya dan beracun tersebut akan
semakin meluas, bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan bagi lingkungan
sekitar kita, dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada kehidupan

P a g e 1 | 64
makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun
dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa yang akan datang.

Seiring dengan berjalannya waktu, limbah semakin hari semakin meningkat


jumlahnya. Limbah sangatlah berbahaya bagi kehidupan manusia atau makhluk
hidup lainnya. Banyak orang membuang, menimbun, bahkan menyimpan limbah
dengan jumlah yang banyak serta tidak dikelola dengan baik. Ternyata limbah-
limbah tersebut termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pada
penulisan makalah ini, akan mengupas semua tentang bagaimana cara
penimbunan Limbah B3 dan bagaimana sistem pembuangan Limbah B3 yang
baik dan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tata kelola penimbunan Limbah B3 yang baik dan benar ?
2. Apa saja fasilitas yang harus ada pada tahap penimbunan Limbah B3 ?
3. Bagaimana persyaratan dan perijinan penimbunan Limbah B3 ?
4. Bagaimana persyaratan dan tata cara perijinan pembuangan (dumping)
Limbah B3 ?
5. Apa saja persyaratan dan kewajiban pemegang izin pembuangan
(dumping) Limbah B3 ?
C. Tujuan
1. Tujuan Khusus : Dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan
penimbunan dan pembuangan Limbah B3

2. Tujuan Umum : - Dapat mengetahui tata kelola pada tahap


penimbunan Limbah B3.
- Dapat Mengetahui apa saja fasilitas yang ada pada
tahap penimbunan Limbah B3.
- Dapat mengetahui persyaratan dan perijinan
penimbunan Limbah B3.

P a g e 2 | 64
- Dapat mengetahui persyaratan dan tata cara
perijinan pembuangan Limbah B3.
- Dapat mengetahui apa saja persyaratan dan
kewajiban dari pemegang izin pembuangan
Limbah B3.

P a g e 3 | 64
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata kelolaan Penimbunan


Penimbunan limbah B3 harus dilakukan secara tepat, baik dalam hal
penentuan lokasi, teknik penimbunan, dan teknik pengendalian pencemaran.
Penimbunan limbah B3 merupakan tahap terakhir dari rangkaian kegiatan
pengelolaan limbah B3. Tujuan dari penimbunan limbah B3 adalah untuk
menampung dan mngisolasi limbah B3 yang sudah tidak dimanfaatkan lagi,
dan menjamin perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
untuk jangka panjang. Selain itu lokasi pasca penimbunan pun harus
ditangani dengan baik untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Dua
teknik penimbunan limbah B3 yang akan dibahas adalah teknik penimbunan
akhir limbah B3 (Secure Landfilling) dan teknik sumur dalam. (Yulinah,
2016)
1) Teknik Penimbunan Akhir Limbah B3
a. Persyaratan Lokasi Persyaratan
Yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi tempat penimbunan
akhir limbah B3 yang ditetapkan oleh US-EPA (2011) dan pemerintah
Indonesia (Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014) adalah
(Yulinah, 2016):
1) Dapat menjamin isolasi limbah B3 untuk jangka panjang
2) Mudah untuk melakukan karakterisasi lahan yang mencakup
identfikasi, pemodelan, analisis, dan pemantauan paling sedikit
faktor-faktor verikut ini :
a. Arah dan keceatan aliran tanah
b. Kualitas air tanah
c. Tingkat pencemaran yang mungkin terjadi
3) Memiliki drainase yang baik, dan bebas dari banjir serta genangan

P a g e 4 | 64
4) Bebas dari banjir 100 tahunan
5) Daerah hulu tidak menyebabkan runoff tinggi yang dapat
mengakibatkan terjadinya erosi, atau mebanjiri timbunan limbah
B3
6) Tidak berdekatan atau merupakan tempat atau monumen
bersejarah, habitat flora-fauna langka, dan taman nasional
7) Stabil untuk mendukung struktur landfill berikut limbah B3 yang
ditimbun
8) Kondisi geologik
a. Merupakan daerah dengan litologi batuan sedimen berbutir
sangat halus ( misal srpih, batu lempung), batuan beku atau
batuan lain yang bersifat kedap air (koefisien permeabilitas
<10-7 cm/detik), tidak berongga, tidak bercela, dan tidak
berongga intensif.
b. Bukan merupakan daerah berpotensi bencana alam, seperti
letusan gunung berapi, gempa bumi, dan patahan aktif akibat
proses tektonik
c. Kondisi geologi permukaan tidak menyebabkan terjadinya
gerakan tanah, erosi, pergeseran tanah, atau pelapukan yang
menyebabkan terganggunya fungsi secure landfill
9) Eksploitasi sumber daya alam yang terdapat di sekitar lokasi tidak
menyebabkan terganggunya fungsi tempat penimbunan akhir
limbah B3
10) Kondisi hidrogeologik
a. Bukan merupakan daerah resapan air tanah tertekan maupun
air tanah tidak tertekan
b. Bagian dasarnya tidak terdapat lapisan air tanah (akuifer).
Jika terdapat akuier, maka jarak terdekat dari lapisan landfill
minimum 4m

P a g e 5 | 64
11) Kondisi hidrologi permukan , bukan daerah genangan air dan
berjarak minimum 500 m dari sungai yang mengalir sepanjang
tahun, danau, waduk untuk irigasi atau sumber air bersih
12) Kondisi iklim dan curah hujan, diutamakan lokasi dengan
a. Curah hujan rendah, berada di daerah kering
b. Keadaan angin yaitu kecepatan tahunan rendah, berarah
dominan ke daerah tidak berpenduduk atau berpenduduk
jarang
13) Lokasi harus seusai dengan rencana tata ruang daerah, agar tidak
menganggu peruntukan lahan di sekitarnya
b. Persyaratan Rancang Bangun Tempat Penimbunan Akhir Limbah B3
1) Sistem Linear
Pemasangan linear pada tempat penimbunan akhir limbah B3
bertujuan untuk memcegah perpindahan cairan dan material dari
limbah B3 dari fasilitas penimbunan akhir ke sistem air tanah.
Liner juga data mencegah pergerakan gas. Ada 4 kategori liner,
yaitu:
a. Clay alami dengan permeabilitas rendah
Lebih bervariasi komposisinya dibandingkan tipe Clay liner
lainnya. Namun, clay alami potensial untuk retak akibat sifat
alaminya. Oleh karenanya dalam aplikasinya liner clay alami
harus lebih tebal.
b. Clay liner yang dikompaksi
Banyak digunakan sebagai lapisan penghalang dalam sistem
liner dan penutup tempat penimbunan limbah B3. Memiliki
daya tagan tinggi terhadap kontaminan organik dan logam
berat, namun jenis ini dapat dilewati oleh kontaminan yang
berbentuk garam sehingga diperlukan kehati-hatian dalam
penggunaanya, terutama terkait dengan kesesuaiaannya
terhadap interaksi lindi dan liner.

P a g e 6 | 64
c. Clay liner jenis geosintetik (goesynthetic clay liner, GCL)
Merupakan liner yang terbuat dari geosintetik dan bentonit.
Dengan ketebalan 4-5cm, GCL memiliki konduktifitas
hidrolik yang sangat rendah, hingga 5x10-9 cm/detik.
Keunggulannya adalah memiliki stabilitas yang lebih baik
terhadap kemiringan dan lebih tahan terhadap bahan kimia
dibandingkan clay alami. Jenis liner ini umum
dikombinasikan penggunaanya dengan liner alami guna
mencegah difusi kontaminan.
d. Geomembran
Merupak liner yang sangat tipis. Kelemahannya dapat sobek
dan berlubang yang mengakibatkan terjadinya kebocoran.
Geomembran dapat menahan aliran cairan serta difusi
kontaminan yang bersifat ionik seperti logam berat dan klorida
dengan sangat baik. Namun geomembran mudah dilewati
kontaminan organik melalui proses difusi.
Sistem liner sebaiknnya terdiri atas:
a) Lapisan pengumpul lindi dengan ketebalan minimum 0,5m
dan konduktifitas hidrolik minimum 1x10-5 cm/detik.
b) Bagian atas liner komposit harus terdiri atas liner jenis
membran yang dapar berupa HDPE 2mm atau jenis membran
lain yang ekivalen.
c) Bagian bawah liner komposit merupakan tanah dikompaksi
hingga ketebalan 1,5m dengan konduktifitas hidrolik yang
disyaratkan berdasar peraturan
2) Geotekstil
adalah material geosintetik hasil rekayasa yang memiliki fungsi
hidrolik sebagai berikut:
a. Filtasi, mampu memisahkan padatan tersuspensi dari
kontaminan cair

P a g e 7 | 64
b. Drainase, mampu melewatkan cairan yang melintasinya
Geotekstil dapat diklasifikasikan menjadi geotekstil
woven/bergelombang dan non woven.. Jenis woven leih tahan
tekanan dibandingkan jenin non woven dan banyak digunakkan
untuk fungsi poengokohan dan penahan tanah. Geotekstik non
woven banyak digunakkan dalam filtrasi, pemisahanm dan
sebagai lapisan pelindung geomembran.
3) Rancang Bangun Landfill
a. Bagian dasar landfill
1) Lapisan tanah dasar
Sebelum dilakukan konstruksi lapisan dasar landfill, harus
dilakukan pekerjaan persiapan lahan sebagai berikut
(Yulinah, 2016):
a. Pengupasan tanah yang tidak kohesif
b. Perbaikan kondisi tanah dengan perataan pemadatan
c. Pemenuhan konstruksi daya dukung beban lahan
2) Lapisan flexible membrane liner (FML) bawah
Pemasagan liner sinetik harus dirancang agar tahan
terhadap semua tekanan selama instalasi, pengoperasian
dan penutupan landfill.
3) Sistem pendeteksi kebocoran
Pendeteksi kebocoran adalah laju kebocoran liner
minimum yang secara teoritik tidak dapat dihitung.
Sedangkan waktu pendeteksi kebocoran adalah waktu
minimum yang dibutuhkan lindi untuk melewati liner
hingga dapat dideteksi, ditampung, dan dialirkan oleh pipa
pengumpul lindi
4) Lapisan flexible membrane liner (FML) atas

P a g e 8 | 64
Liner sintetk ini harus dirancang agar tahan terhadap
semua tekanan selama proses instalasi, konstruksi,
pengoperasian, dan penutupan landfill
5) Sistem pengumpulan dan pengaliran lindi (SPPL)
SPPL harus memiliki kemiringan tertentu agar aliran lindi
menuju ke bak penampungan
6) Lapisan pelindung
Lapisan ini dirancang untuk mencegah kerusakan
komponen pelapisan dasar selama operasi landfill.

b. Lapisan penutup akhir


Setelah landfill terisi penuh dengan limbah B3, harus
dilakukan penutupan dengan lapisan penutup akhir. Lapisan
penutup akhir ini harus dirancang agar memiliki kemampuan:
1) Meminimumkan pemeliharaan landfill pada masa pasca
operasi; 2) Meminimumkan infiltrasi air permukaan ke dalam
landfill; 3) Mencegah terlepasnya unsur-unsur limbah dari
landfill ke lingkungan.
c. Persyaratan limbah B3 yang dapat dibuang ke landfill
Limbah B3 yang ditimbun di landfill harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Yulinah, 2016):
1. Memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah seperti
lolos uji Toxicity Leaching Procedure (TCLP), Paint Filter
Test, dan uji kuat tekan
2. Tidak bersifat mudah meledak, tidak mudah menyala, tidak
reaktif, dan tidak menyebabkan infeksi
3. Tidak mengandung PCB/dioksin/zat radioaktif
4. Tidak berbentuk cair atau lumpur
d. Pemeliharaan lahan pasca – operasi landfill limbah B3

P a g e 9 | 64
Fasilitas penimbunan limbah B3 yang sudah tidak
dipergunakan lagi harus ditutup. Sehingga tidak dapat
digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penutupan landfill limbah B3 harus mengutamakan
minimisasi atau eliminasi pelepasan limbah atau
komponennya lindi, air limpasan terkontaminasi atau produk
dekomposisi limbah B3 ke air tanah, air permukaan dan udara.
(Yulinah, 2016).
2) Teknik Sumur Dalam
Teknik sumur dalam (deep well injection) merupakan cara
penimbunan limbah B3 yang dilakukan dengan cara
“menyuntikkan” limbah jauh kedalam lapisan bumi. Jenis limbah
yang dapat dibuang dengan cara ini adalah semua jenis limbah
cair yang dapat disuntikkan ke dalam formasi batuan tanpa
menimbulkan penyumbatan.
Limbah disuntikkan dengan tekanan tinggi melalui pipa
menuju unit pipa berpori yang diletakkan pada formasi batuan
permeable yang terletak jauh didalam tanah. Kedalaman sumur
dapat mencapai3600 m. apabila penyutikan dilakukan higga
hingga kedalaman sekitar 200-300 m dapat terjadi pencemaran
akuifer.
Lokasi yang umum digunakan untuk aplikasi teknik sumur
dalam adalah lahan bekas galian tambang. Dimana formasi batuan
yang semula terisi oleh batuan yang semula terisi oleh bahan
tambang tersebut diisi dengan limbah cair.
a. Persyaratan Lokasi
1) Kriteria Umum
Kriteria umum yang dipersyaratkan untuk lokasi sumur
dalam adalah sebagai berikut:

P a g e 10 | 64
a. Lokasi harus mempunyai formasi batuan yang tebal
dan ekstensif
b. Sturktur geologi sederhana, tidak terdapat lipatan-
lipatan geologic yang kompleks, karena struktur
geologic yang kompleks dapat mempersulit
pemantauan dan estimasi jalannya limbah. Selain itu
lipatan-lipatan batuan dapat menyebabkan terciptanya
“jalan” bagi limbah untuk mencemarinya batuan
disekitarnya.
c. Letaknya jauh dari sumber daya bahan tambang, baik
secara vertical maupun horizontal
d. Merupakan daerah bebas gempa, karena gempa dapat
merusak fasilitas untuk “penyuntikan” limbah dan
kegiatan penyuntikan limbah dapat menstimulasi
terjadinya gempa.

2) Kriteria Spesifik

Kriteria khusus yang dipersyaratkan untuk lokasi dalam


adalah sebagai berikut:

a. Batuan penerima harus mempunyai porositas dan


permeabilitas yang sesuai dengan laju penyuntikan
yang direncanakan. Tanpa tekanan yang berlebihan.
b. Formasi bahan penerima limbah harus cukup luas dan
homogen.
c. Lapisan batuan di atas dan di bawah batuan penerima
harus tebal dan impermeable.
d. Memnungkinkan untuk penyuntikan dengan kecepatan
rendah guna mencegah pencemaran pada formasi

P a g e 11 | 64
batuan lainnya yang memiliki potensial sebagai
sumber daya alam.
e. Suhu batuan harus normal atau rendah guna mencegah
terjadinya reaksi-reaksi yang tidak diingnkan dan
terjadinya korosi pada system instalasi.
f. Air tanah di sekitar lokasi tidak digunakan untuk
kepentingan apapun
g. Tidak membahayakan penggalian sumber daya
tambang pada masa yang akan datang.
h. Tidak mengganggu kegiatan penambangan yang ada
yang tengah direncanakan

3) Karakteristik Limbah

Jenis limbah yang dapat dibuang dengan menggunakan


teknik sumur dalam harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:

a. Volume harus sesuai dengan kapasitas batuan


penerima
b. Kerapatannya harus sesuai dengan fluida batuan.
Karena menentukan interaksi antara limbah tersebut
dengan fluida batuan.
c. Viskositas/kekentalan harus sesuai dengan fluida
batuan karena menyangkut kemampuan untuk
bercampur. Selain itu diperhitungkan pula
kesesuaianya dengan kecepatan mengalir limbah
dalam medium berpori.
d. Suhu tidak tinggi, karena berkaitan dengan korosi dan
reaktifitas rendah

P a g e 12 | 64
e. Kadar padatan tersuspensi rendah, karena apabila
tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada formasi
batuan
f. Kadar gas sebaiknya rendah guna menghindari
penyumbatan pori-pori pada batuan penerima: adanya
O2 CO2 dan H2S dengan kadar tinggi dapat
menyebabkan korosi pada peralatan untuk
penyuntikan.
g. Kadar garam terlarut sebaiknya rendah, karena
merupakan salah satu faktor penyebab korosi peralatan
penyuntikan.
h. Nilai pH yang rendah sebaiknya dihindari karena
dapat menyebabkan korosi pada perlatan dapat
menimbulkan sifat reaktif pada batuan penerima
i. Secara kimiawi limbah harus stabil,karena limbah
yang tidak stabil dapat membentuk endapan sehingga
dapat menyumbat pori-pori pada batuan.
j. Reaktifitas limbah harus rendah agar tidak merusak
peralatan, serta tidak menyebabkan terjadinya
pengendapan dan reaksi batuan penerima
k. Toksisitas rendah agar tidak menimbulkan gangguan
pencemaran terhadap akuifer, apabila terjadi gangguan
dalam teknis penyuntikan.
Agar memenuhi kriteria limbah tersebut di atas.
Biasanya dilakukan pengolahan awal limbah B3 yang
akan disuntikan dengan teknik dalam. Pengolahan awal
tersebut meliputi:
a. Penurunan kadar padatan tersuspensi
b. Degaasifikasi
c. Netralisasi

P a g e 13 | 64
d. Penghilangan minyak
e. Detoksifikasi
B. Fasilitas Penimbunan

Menurut PP No 101 tahun 2014, fasilitas penimbunan limbah B3 berupa :


1. Penimbusan akhir terdiri atas fasilitas penimbusan akhir:
a. Kelas I
b. Kelas II, diperuntukkan terhadap limbah B3 kategori 2 dari
sumber spesifik khusus yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif
lebih besar dari atau sama dengan 1 Bq/cm2 (satu Becquerel per
sentimeter persegi) dan/atau konsentrasi aktivitas sebesar:
1) 1 Bq/gr (satu Becquerel per gram) untuk tiap radionuklida
anggota deret uranium dan thorium. Radionuklida meliputi :
a) Uranium-238 (U-238)
b) Plumbum-210 (Pb-210)
c) Radium-226 (Ra-226)
d) Radium-228 (Ra-228)
e) Thorium-228 (Th-228)
f) Thorium-230 (Th-230)
g) Thorium-234 (Th-234)
h) Polonium-210 (Po-210), hanya berlaku untuk penentuan
konsentrasi aktivitas radionuklida anggota deret uranium dan
thorium pada limbah B3 yang berasal dari kegiatan
eksploitasi dan pengilangan gas bumi.
2) 10 Bq/gr (sepuluh Becquerel per gram) untuk kalium
c. Kelas III
Kewajiban menutup fasilitas penimbusan akhir dilakukan jika:
1) fasilitas penimbusan akhir telah terisi penuh
2) kegiatan penimbusan akhir sengaja dihentikan.
2. Sumur injeksi

P a g e 14 | 64
3. Penempatan kembali di area bekas tambang
4. Dam tailing untuk limbah B3 berupa tailing dari kegiatan
pertambangan yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif.
5. Fasilitas penimbunan limbah B3 lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang akan melakukan
penimbunan limbah B3 pada fasilitas penimbusan akhir wajib melakukan uji
total konsentrasi zat pencemar sebelum mengajukan permohonan izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk penimbunan limbah B3. Uji total konsentrasi zat pencemar
dilakukan pada laboratorium uji yang terakreditasi untuk masing-masing uji.
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengajukan permohonan
izin Pengelolaan Limbah B3 untuk penimbunan limbah B3 paling lama 30 hari sejak
uji total konsentrasi zat pencemar Limbah B3 selesai dilakukan atau dapat
menyerahkan kepada penimbun limbah B3.
Lokasi Penimbunan Limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi :
1. Bebas banjir
2. Permeabilitas tanah, terdiri atas:
a. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-7
cm/detik, untuk fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 kelas I dan
kelas II
b. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5
cm/detik, untuk fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 kelas III.
Permeabilitas tanah tidak berlaku untuk penimbunan limbah B3 yang
menggunakan fasilitas berupa :sumur injeksi
a. penempatan kembali di area bekas tambang
b. dam tailing
c. fasilitas Penimbunan Limbah B3 lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan

P a g e 15 | 64
bencana, dan di luar kawasan lindung.
4. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, terutama yang digunakan
untuk air minum.
Fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi :
1. Desain fasilitas
2. Memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan :
a. Saluran untuk pengaturan aliran air permukaan
b. Pengumpulan air lindi dan pengolahannya
c. Sumur pantau
d. Lapisan penutup akhir
Persyaratan memiliki sistem pelapis tidak berlaku untuk fasilitas
penimbunan limbah B3 berupa sumur injeksi dan/atau penempatan
kembali di area bekas tambang.
3. Memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 yang paling
sedikit terdiri atas
a. Peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat
b. Alat angkut untuk penimbunan limbah B3
c. Alat pelindung dan keselamatan diri
4. Memiliki rencana penimbunan limbah B3, penutupan, dan
pascapenutupan fasilitas penimbunan limbah B3.
Pengoperasian fasilitas landfill (tempat penimbunan) harus didukung
peralatan atau perlengkapan perlengkapan sebagai berikut :
1. kantor administrasi
2. gudang peralatan
3. fasilitas pencucian kendaraan dan perlengkapannya
4. tempat parker
5. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat
6. peralatan emergency shower
7. peralatan penimbunan limbah di lokasi landfill (contoh : buldoser)

P a g e 16 | 64
8. perlengkapan pengamanan pribadi pekerja
9. perlengkapan PPPK (pertolongan pertama pada kecelakaan).
C. Perijinan Penimbungan

ALUR PROSES PERMOHONAN IZIN PENIMBUNAN (LANDFILL)


LIMBAH B3

PERSYARATAN IZIN PENIMBUNAN (LANDFILL) LIMBAH B3

No. Jenis Dokumen Keterangan

1. Surat Permohonan  Format dapat diunduh di laman


pelayananterpadu.menlh.go.id
 Ditandatangani oleh Direktur

P a g e 17 | 64
yang tercantum dalam akte
pendirian perusahaan di atas
Materai Rp. 6000,00 disertai
cap perusahaan
 Apabila ditandatangani oleh
selain Direktur, maka
melampirkan surat kuasa
bermaterai.

2. Izin Lingkungan dan Dokumen  Berupa salinan izin lingkungan


Lingkungan dan dokumen lingkungan yang
dimiliki perusahaan sesuai
kegiatan yang diajukan
permohonannya.
 Izin Lingkungan dimaksud
merujuk kepada PP 27 tahun
2012 dan Permen LH Nomor 05
tahun 2012.
 Dokumen lingkungan yang telah
mendapat persetujuan sebelum
berlakunya PP 27 tahun 2012,
dinyatakan tetap berlaku dan
dipersamakan sebagai izin
lingkungan.

3. Izin Lokasi  Izin lokasi merupakan izin yang


menyatakan bahwa lokasi
tersebut dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan
penimbunan/penimbunan dapat

P a g e 18 | 64
berupa izin lokasi, SITU, izin
pemanfaatan ruang, dan/atau
izin sejenis sesuai dengan
peraturan daerah lokasi kegiatan
 Izin lokasi
penimbunan/penimbunan
limbah B3 dari Kepala Daerah
Kabupaten/ Kota sesuai rencana
tata ruang setelah mendapat
rekomendasi dari kepala instansi
yang bertanggung jawab di
daerah tersebut.

4. Izin dari Komisi Keamanan Bendungan  hanya untuk kegiatan


pertambangan mineral
 dokumen atas nama perusahaan
dan masih berlaku

5. Flowsheet lengkap tata cara penimbunan  flowsheet yang memberikan


limbah B3 gambaran informasi proses
dilengkapi dengan deskripsinya

6. Hasil penelitian Hidrogeologi  dokumen hasil penelitian


hidrogeologi di lokasi
penimbunan

7. Hasil analisis permeabilitas tanah pada  Dokumen hasil analisis dari


lokasi penimbunan laboratorium terakreditasi

8. Hasil penelitian jarak bagian dasar  Berupa dokumen hasil

P a g e 19 | 64
penimbunan dengan lapisan air tanah penelitian
(groundwater)

9. Hasil penelitian jarak lokasi penimbunan  Berupa dokumen hasil


dengan aliran sungai yang mengalir penelitian
sepanjang tahun, danau atau waduk untuk
irigasi pertanian dan air bersih.

10. Perlengkapan sistem tanggap darurat  Dokumen berupa SOP tanggap


darurat yang telah memenuhi
sistem mutu (dicantumkan
tanggal pengesahan dan
ditandatangani oleh
penanggungjawab kegiatan).
 Dilengkapi dengan dokumentasi
berupa foto peralatan tanggap
darurat.

11. Desain konstruksi tempat penimbunan  desain rinci (DED,


limbah B3 detailedengineeringdesign) yang
telah disahkan berdasarkan
blueprint untuk seluruh fasilitas
penimbunan

12. Hasil analisis limbah B3 yang terdiri dari:  Disampaikan dalam bentuk hasil
analisis dari laboratorium yang
1. Hasil analisis Total Kadar maksimum
terakreditasi
Limbah B3 yang belum terolah
 Parameter analisis mengacu
2. TCLP
pada kepdal 04/1995
(ToxicityCharacteristicLeachingProced
ure)

P a g e 20 | 64
3. Kandungan zat organik dari
masingmasing limbah yang akan
ditimbun

13. Softcopy dokumen permohonan  Softcopy dokumen permohonan


yang disimpan dalam format pdf
dan disampaikan dalam
bentukCompactDisc (CD)
atau FlashDrive (FD)

Persyaratan Tambahan Untuk Permohonan Penimbunan Limbah B3 dari


Kegiatan Lain
14. Polis Asuransi Pencemaran Lingkungan  Berupa salinan polis asuransi
Hidup pencemaran lingkungan atas
nama perusahaan pemohon izin
yang masih berlaku.
 Pertanggungan asuransi
minimal 5 (lima) milyar rupiah.
 Asuransi wajib berbahasa
Indonesia (atau dalam bahasa
Indonesia dan bahasa asing)
sesuai dengan UU 24 /2009
tentang bendera, bahasa, dan
lambang negara serta lagu
kebangsaan.
 Berlaku hanya untuk jasa
pemanfaatan limbah B3 atau
limbah B3 yang dimanfaatkan
berasal dari kegiatan lain.

P a g e 21 | 64
 Dokumen asuransi sudah
disampaikan di awal
permohonan.

15. Memiliki Laboratorium Analisis dan/atau  Alat analisis disesuaikan dengan


Alat Analisis Limbah B3 di Lokasi uji karakteristik terhadap
Kegiatan jenis/karakteristik limbah B3
yang akan diolah
 Foto berwarna laboratorium
dan/atau alat analisis
 Laboratorium dan/atau alat
analisis wajib dimiliki oleh
pemohon izin

16. Tenaga yang Terdidik di Bidang analisis  Bukti sertifikat pelatihan di


dan pengelolaan limbah B3 bidang pengelolaan limbah B3,
atau pengendalian
pencemaranlingkungan
 Bukti ijazah
sarjana/D3/politeknik
kimia/teknik kimia/teknik
lingkungan
 Tenaga terdidik di bidang
analisis merupakan pegawai
pada perusahaan pemohon izin
berupa kontrak kerja atau
pernyataan dari perusahaan
pemohon

17. Bukan merupakan daerah resapan  Berupa dokumen hasil

P a g e 22 | 64
(recharge) bagi air tanah tidak tertekan penelitian
yang penting dan air tanah tertekan

18. Lokasi penimbunan bukan merupakan  Berupa dokumen hasil


daerah genangan air, berjarak minimum penelitian
500 meter dari aliran sungai yang mengalir
sepanjang tahun, danau atau waduk untuk
irigasi pertanian dan air bersih.

D. Persyaratan Penimbunan
Penimbunan Limbah B3 adalah kegiatan menempatkan Limbah B3
pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan hidup.
Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melaksanakan
penimbunan limbah B3. Jika tidak mampu melakukan sendiri, penimbunan
limbah B3 diserahkan kepada penimbun limbah B3. Penimbunan dapat
dilakukan di fasilitas penimbunan akhir.

Limbah B3 yang telah memenuhi persyaratan dapat ditimbun di fasilitas


penimbunan akhir dengan ketentuan:

1. Memperhatikan penempatan Limbah B3 pada lokasi fasilitas


penimbunan akhir;
Penempatan Limbah B3 di lokasi fasilitas penimbunan akhir
dilakukan berdasarkan:
a. karakteristikLimbah B3;

b. bentuk dan ukuran fisik Limbah B3; dan


c. daya dukung fasilitas penimbunan akhir.

P a g e 23 | 64
2. Melakukan pengelolaan air lindi yang ditimbulkan dari kegiatan
penimbunan limbah B3;
Pengelolaan air lindi dilakukan terhadap air lindi yang bersumber
dari:air yang merembes melalui Limbah B3 kedasar fasilitas penimbunan
akhir, air yang berkontak dengan Limbah B3 dan mengalir di permukaan
Limbah B3 kedasar tumpukan Limbah B3 di fasilitas penimbunan akhir,
air limbah yang berkontak dengan Limbah B3 di lokasi fasilitas
penimbunan akhir; dan/atau, dan air limbah yang terdapat pada sistem
pendeteksi kebocoran.

Pengelolaan air lindi dilakukan dengan ketentuan antara lain:


a. Membangun saluran drain aselimpasan air permukaan yang
terpisah dengan saluran air lindi di sekeliling fasilitas penimbunan
akhir;
b. Air lindi yang terkumpul di fasilitas penimbusan akhir dan
berkontak dengan limbah B3 harus dipindahkan ketempat
penampungan air lindi. Air lindi yang ditampung di tempat
penampungan air lindi sebelum dibuang ke media lingkungan
wajib memenuhi baku mutu air lindi. Pemenuhan baku mutu air
lindi dilakukan berdasarkan hasil uji di laboratorium yang
terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dan
dilaporkan kepada Menteri.
c. Air lindi dalam lapisan pengumpulan lindi dan lapisan pendeteksi
kebocoran harus dipindahkan ke tempat penampungan air lindi
melalui sistem pengumpulan dan pemindahan lindi.
Tempatpenampungan air lindiberupa
a. tangki; atau
Tangki berupa tangki tertutup dilengkapi
tanggul di sekeliling tangki dengan kapasitas paling

P a g e 24 | 64
sedikit 110% (seratus sepuluh persen) dari volume
tangki;
b. kolam.
Kolam berupa kolam tertutup, memiliki
kontruksi beton atau bahan kontruksi yang kedap air;
dan memiliki kapasitas tampung air lindi yang
timbul selama 1 (satu) minggu pada curah hujan
paling tinggi.
3. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana pendukung
Penimbunan Limbah B3; Pemeriksaan sarana dan prasarana
pendukung Penimbunan Limbah B3 dilakukan dengan cara:
a. Menerapkan sistem pendeteksi kebocoran pada lapisan sistem
pendeteksi kebocoran; Sistem pendeteksi kebocoran dilakukan pada
lapisan sistem pendeteksi kebocoran; dan sumur pantau. Sistem
pendeteksi kebocoran harus mampu menganalisis kebocoran,
memindahkan air lindi ke tempat penampungan air lindi, melakukan
pemeriksaan saluran drainase, melakukan pemeriksaan dinding
tanggul (embankment), dan melakukan pemeriksaan sistem
pengelolaan air lindi.
Dalam hal hasil analisa kebocoran menunjukan adanya kebocoran, wajib
dilakukan penghentian sementara kegiatan penimbunan, mencari penyebab,
memperbaiki kebocoran, dan melakukan pemantauan kebocoran satu kali dalam satu
hari.
4. Melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana pengolahan Limbah B3 pada
fasilitas penimbusan akhir Limbah B3
5. Melakukan pemantauan lingkungan. Pemantauan lingkungan dilakukan
terhadap air tanah dengan ketentuan:
a. menggunakan air tanah yang bersumber dari sumur pantau;
Sumur pantau harus memenuhi persyaratan:

P a g e 25 | 64
1. paling sedikit berjumlah 1 (satu) buah sumur
pantau di hulu;
2. paling sedikit berjumlah 2 (dua) buah sumur
pantau di hilir;
3. terdapat air dalam sumur pantau yang tidak
kering sepanjang tahun; dan
4. lokasi sumur pantau sesuai dengan kondisi
hidrogeologi setempat.
b. Melakukan pengujian air tanah menggunakan sampel air tanah
Pengujian air tanah dilakukan sesuai dengan nilai baku
mutu kualitas air tanah. Nilai baku mutu kualitas air tanah didapat
berdasarkan hasil uji kualitas air tanah dengan ketentuan paling
sedikit 3 (tiga) hasil uji dari sampel yang diambil pada rentang
waktu yang berbedadan sampel diambil sebelum kegiatan
Penimbunan Limbah B3 dilakukan.
Dalam hal hasil pengujian terdapat satu parameter atau
lebih dari parameter baku mutu kualitas air tanah yang melampaui
baku mutu baku mutu kualitas air tanah,
c. Mengambil sampel air tanah paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu
bulan selama 2 (dua) tahun pertama beroperasinya kegiatan
penimbunan limbah B3, dan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk
tahun-tahun berikutnya.

Pemantauan lingkungan dilaporkan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan kepada


Menteri.

Setiap Orang yang telah memiliki penetapan penghentian kegiatan


Penimbunan Limbah B3 di fasilitas penimbusan Limbah B3 wajib melakukan:

P a g e 26 | 64
a. penutupan fasilitas penimbusan Limbah B3
Penutupan fasilitas penimbusan akhir Limbah B3
dilakukan dengan menggunakan sistem pelapis penutup
yang berurutan dari dasar, yaitu:
1) tanah penutup perantara;
Tanah berupa tanah dengan ketebalan paling
rendah 15 cm (lima belas sentimeter) yang
ditempatkan di atas Limbah B3
2) tanah tudung penghalang;
Tanah tudung penghalang berupa tanah
lempung yang dipadatkan hingga mencapai
konduktivitas hidraulik 10-7 cm/detik (sepuluh
pangkat minus tujuh sentimeter per detik) dengan
ketebalan 60 cm (enam puluh sentimeter); atau
dengan lapisan Geosynthetic Clay Liner (GCL)
ketebalan 6 cm (enam sentimeter).
3) Tudung geomembran;
Tudung geomembran berupa HDPE dengan
ketebalan paling rendah 1 mm (satumilimeter) dan
konduktivitas hidraulik dengan nilai 10-7 cm/detik
(sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik);
dan harus dirancang tahan terhadap semua tekanan
selama instalasi, konstruksi lapisanatas, dan saat
penutupan fasilitas penimbusan akhir.

4) Pelapis untuk tudung drainase


Pelapis untuk tudung drainas berupa bahan
butiran atau geonet dengan transmisivitas planar
paling rendahsama 0,3 cm2/detik (nol koma tiga

P a g e 27 | 64
sentimeter persegi per detik), dipasang geotextile di
lapisanatas, dan harus mampu mengumpulkan air
permukaan yang meresap kedalam lapisan tumbuhan
yang ada di atasnya untuk kemudian menyalurkan
ketepian fasilitas penimbusan akhir.

5) Pelapis tanah untuk tumbuhan.


Pelapis tanah untuk tumbuhan berupa
tanah pucuk (top soil) dengan ketebalan paling
rendah 60 cm (enam puluh sentimeter).
b. Pemeliharaan fasilitasi penimbusan Limbah B3
Pemeliharaan fasilitas penimbusan Limbah B3
antara lain:
1. Pengelolaan sistem pengeluaran air lindi, sistem
pendeteksi kebocoran, sistem kontrol drainase, dan
pato kacuan koordinat;
Pengelolaan sistem pengeluaran air lindi
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 18.
2. Pemasangan tanda dilarang masuk bagi yang tidak
berkepentingan;
3. Pengelolaan lapisan penutup, dan
4. Pemantauan fasilitas penimbusan Limbah B3.

Pemantauan meliputi:
1. Pemantauan kualitas air tanah dari sumur
pantau dan air lindi dengan ketentuan
a) 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk
1 (satu) tahun pertama;
b) 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk
10 (sepuluh) tahun berikut;

P a g e 28 | 64
c) 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan
untuk 20 (dua puluh) tahun berikutnya
2. Pemantauan setiap saat terhadap potensi
kebocoran, pelindian, dan/atau kegagalan
fasilitas Penimbunan Limbah B3.
Tata cara pemantauan kualitas air tanah dilakukan dilaporkan 1 (satu) kali dalam 3
(tiga) bulan kepada Menteri. Bulan kepada Menteri.

Pelaksanaan penutupan, pemeliharaan, dan pemantauan fasilitas penimbusan Limbah


B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 dilaporkan
kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

E. Pemantauan Lingkungan Hidup Bekas Lokasi dan Fasilitas Penimbunan


Menurut PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3 Penimbun
Limbah B3 yang telah memperoleh penetapan penghentian wajib melaksanakan
pemantauan lingkungan hidup pada bekas lokasi dan/atau fasilitas Penimbunan
Limbah B3 yang telah memperoleh penetapan penghentian kegiatan. Pemantauan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada dilakukan paling singkat 30 (tiga
puluh) tahun sejak penetapan penghentian kegiatan diterbitkan

1. Persyaratan Lokasi Bekas (Pasca) Pengolahan Dan Lokasi Bekas (Pasca)


Penimbunan Limbah B3
a. Persyaratan lokasi bekas (pasca) fasilitas pengolahan limbah B3 Fasilitas
pengolahan limbah B3 yang sudah tidak dipergunakan/dioperasikan lagi
harus :
1) Dilakukan penutupan/penguncian terhadap fasilitas yang ada sehingga
tidak dapat dioperasikan lagi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab;
2) Dihindari pengalihan peruntukan lahan menjadi peruntukan
perumahan;
3) Dilarang memanfaatkan air tanah setempat

P a g e 29 | 64
4) Jika lokasi akan dipergunakan untuk peruntukan yang lain maka harus
dilakukan pengamanan terhadap bekas fasilitas yang ada
5) Jika lokasi tidak akan dipergunakan untuk peruntukan lain maka harus
diberi tanda "Berbahaya, yang tidak berkepentingan dilarang masuk"
serta dipagar di sekelilingnya.
2. Persyaratan lokasi bekas (pasca) penimbunan limbah B3
Pemilik fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. Sebelum menutup landfill harus mempersiapkan perencanaan pasca
penutupan yang meliputi :
1) Pemeliharaan yang terpadu dan efektif untuk penutup akhir landfill;
2) Pemeliharaan dan pemantauan sistem pendeteksi kebocoran dan
pelaporan jika ada migrasi lindi langsung ke pelapis (liner)
3) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem pengumpul dan pembuangan
lindi serta mencatat setiap limbah yang dibuang
4) Pemeliharaan sistem kontrol drainase
5) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem monitor air tanah
6) Penjagaan dan pemeliharaan patok tanda acuan koordinat
("benchmarks")
7) Pencegahan terhadap kerusakan atau terkikisnya lapisan penutup
landfill karena adanya limpasan air permukaan ("run-on dan run-off")
8) Pemeliharaan sistem pencegahan terhadap orang/hewan yang tidak
berkepentingan memasuki daerah bekas penimbunan limbah B3.
b. Sesudah dilakukan penutupan landfill maka pemilik fasilitas wajib
melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan di atas (butir a). Selain itu
juga harus dilakukan pemompaan secara periodik terhadap lindi yang
berasal dari sistem pengumpul lindi dan sistem pendeteksi kebocoran.
Selanjutnya lindi dianalisis parameter lindi seperti yang terdapat pada tabel
Baku Mutu Limbah Cair dari Kegiatan PPLI-B3 (BMLCK PPLIB3), Tabel
5. Pemeriksaan kualitas lindi tersebut harus dilakukan minimal sekali

P a g e 30 | 64
dalam satu bulan untuk satu tahun pertama dan sekali dalam tiga bulan
untuk 10 tahun berikutnya dan minimal sekali dalam 6 bulan untuk 20
tahun berikutnya lagi. Hal tersebut juga harus dilakukan terhadap air tanah
sekitar.
c. Hasil dari seluruh pekerjaan pada masa pasca penimbunan limbah B3
dilaporkan kepada Kepala Bapedal 3 bulan sekali atau sesuai permintaan.
3. Penimbunan Limbah B3 pada PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah B3 dapat dilakukan pada fasilitas Penimbunan Limbah B3 berupa :
a. Penimbusan akhir
b. Sumur injeksi
Menurut keputusan Menteri Ketanagakerjaan Republik Indonesia Nomor
191 Tahun 2019 tentang penetapan Standar Kompetensi kerja nasional
Indonesia Ketagori Pengelolaan air, Pengelolaan air limbah, pengelolaan
dan daur ulang sampah, dan aktivitas remediasi golongan pokok
pengelolaan dan daur ulanng sampah bidang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun bahwa Limbah B3 yang dimaksud antara lain
adalah limbah pasir berminyak dan air terkontaminasi minyak. Fasilitas
pengelolaan adalah tempat penyimpanan dan pencampuran Limbah B3
yang akan diinjeksi ke dalam sumur injeksi sesuai izin. Tempat
penyimpanan yang dimaksud antara lain dapat berupa kolam, tangki dan
tempat penyimpanan lain sesuai izin kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas
penunjang yang dimaksud antara lain berupa peralatan keselamatan,
kesehatan kerja dan fasilitas tanggap darurat yang meliputi alarm,
peralatan pemadam kebakaran, pancuran air untuk tubuh/mata
(shower/eye wash), dan fasilitas tanggap darurat lainnya.

P a g e 31 | 64
Gambar 1 : model sumur injeksi pada pengelolaan limbah b3
c. penempatan kembali di area bekas tambang
d. dam tailing; dan/atau
e. fasilitas Penimbunan Limbah B3 lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Fasilitas Penimbunan Limbah B3 berupa penimbusan akhir terdiri atas fasilitas
penimbusan akhir
a. Kelas I
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.63/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 Tahun Tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Di Fasilitas Penimbusan Akhir Fasilitas penimbusan akhir
Limbah B3 kelas I harus memiliki sistem pelapis yang berurutan, yaitu :
1) lapisan dasar

P a g e 32 | 64
Lapisan dasar merupakan lapisan tanah lempung yang dipadatkan
ulang dengan ketentuan:
a) memiliki konduktivitas hidraulik dengan nilai antara 10-7 cm/detik
(sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik) sampai dengan
10-6 cm/detik (sepuluh pangkat minus enam sentimeter per detik);
dan
b) memiliki ketebalan paling rendah 1 (satu) meter yang terdiri dari
lapisan-lapisan tipis dengan ketebalan 15-20 cm (limabelas sampai
dengan duapuluh sentimeter).
2) lapisan geomembran kedua
Lapisan geomembran kedua merupakan lapisan yang terbuat dari High
Density Polyethylene (HDPE) dengan ketentuan:
a) memiliki ketebalan antara 1,5-2,0 mm (satu koma lima sampai
dengan dua koma nol milimeter); dan
b) harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama
instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan fasilitas penimbusan
akhir Limbah B3 sesuai dengan ketentuan American Society of
Testing Materials D4437-08 (2013): Standard Practice for Non
Destructive Testing (NDT) for determining the integrating of
Seams used in joining flexible polymeric sheet geomembranes,
atau metode lain yang setara.
3) lapisan untuk sistem pendeteksi kebocoran
Lapisan untuk sistem pendeteksi kebocoran merupakan lapisan geonet
yang terbuat dari HDPE dengan ketentuan:
a) memiliki transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari
0,3 cm2/detik (nol koma tiga sentimeter persegi per detik)
b) memiliki komponen teratas berupa non woven geotextile yang
dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya; dan
c) dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju
tempat pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul.

P a g e 33 | 64
4) lapisan tanah penghalang
Lapisan tanah berupa:
a) tanah liat yang dipadatkan dengan konduktivitas hidraulik 10-7
cm/detik (sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik), dan
ketebalan paling rendah 30 cm (tigapuluh sentimeter); atau
b) Geosynthetic Clay Liner (GCL) berupa bentonite yang diselubungi
oleh lapisan geotextile dengan ketebalan paling rendah 6 mm
(enam milimeter).
5) lapisan geomembran pertama
Lapisan geomembran pertama merupakan lapisan dasar yang terbuat
dari HDPE dengan ketentuan:
a) ketebalan antara 1,5-2,0 mm (satu koma lima sampai dengan dua
koma nol milimeter)
b) harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama
instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan fasilitas penimbusan
akhir Limbah B3 sesuai dengan ketentuan American Society of
Testing Materials D4437-08 (2013): Standard Practice for Non
Destructive Testing (NDT) for determining the integrating of
Seams used in joining flexible polymeric sheet geomembranes,
atau metode lain yang setara.
6) lapisan untuk sistem pengumpulan dan pemindahan lindi
Lapisan untuk Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL)
harus memenuhi ketentuan:
a) terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm (tigapuluh sentimeter)
bahan atau tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik
paling rendah 10-2 cm/detik (sepuluh pangkat minus dua
sentimeter per detik); dan
b) dinding penimbusan akhir digunakan geonet sebagai SPPL dengan
transmisivitas sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas
planar 30 cm (tigapuluh sentimeter) bahan atau tanah butiran

P a g e 34 | 64
dengan konduktivitas hidraulik jenuh paling rendah 10-2 cm/detik
(sepuluh pangkat minus dua sentimeter per detik)
7) lapisan pelindung selama operasi.
Lapisan pelindung selama operasi berupa tanah atau limbah padat
dengan ketentuan:
a) tidak mengandung material tajam
b) memiliki total konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari total
konsentrasi zat pencemar
c) memiliki ketebalan paling sedikit 30 cm (tigapuluh sentimeter)
d) dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar
penimbusan akhir selama penempatan limbah di fasilitas
penimbusan akhir
e) dipasang pada dasar penimbusan akhir selama konstruksi awal
f) dipasang lapisan pelindung tambahan pada dinding sel selama
masa aktif sel penimbusan akhir.
b. kelas II
Fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 harus memiliki sistem pelapis yang
berurutan, yaitu:
1) lapisan dasar
Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan
pekerjaan penyiapan lahan diantaranya :
a. pengupasan tanah yang tidak kohesif;
b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c.
pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang
diperlukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di
atasnya.
Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang
yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10-9
m/detik di atas lapisan tanah setempat. Ketebalan minimum lapisan
dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari

P a g e 35 | 64
lapisan-lapisan tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan
untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya
dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan di atasnya, limbah
B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup
2) lapisan untuk sistem pendeteksi kebocoran
Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan dasar (subbase)
dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki
transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas
planar bahan/tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas
hidraulik jenuh 1 x 10-4 m/detik. Komponen teratas dari sistem
pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang
dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem Pendeteksi
Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan
tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan
terkumpul. Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan
pompa submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpulan
lindi.
3) lapisan tanah penghalang
Lapisan tanah penghalang berupa tanah fiat yang dipadatkan hingga
berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau
“geosynthetic clay liner” (GCL) dengan tebal minimum 6 mm. GCL
tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan Geotekstil.
Jenis-jenis GCL adalah Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang
sejenis
4) lapisan geomembran
Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran berupa lapisan
sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan
ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (60 - 80 mil). Semua lapisan sintetik
pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of
Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan

P a g e 36 | 64
sintetik ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama
instalasi, konstruksi operasi dan penutup landfill.
5) lapisan untuk sistem pengumpulan dan pemindahan lindi
SPPL pada dasar landfill terdiri sekurang-kurangnya 30 cm
bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1
x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai
SPPLnya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar
dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan
konduktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk
meminimumkan terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang
geotekstil pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan
sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat
dipindahkan ke tangki penampungan penampung/pengumpul lindi.
6) lapisan pelindung selama operasi
Sistim pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi
(LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah
kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama pelapisan limbah
di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat yang
lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada
dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan
akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif sel landfill

c. kelas III.
1) lapisan dasar
Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan
pekerjaan penyiapan lahan diantaranya : a. Pengupasan tanah yang
tidak kohesif; b. Perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan
sebagainya); c. Pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing
capacity) yang diperiukan untuk menopang muatan (landfill dan
limbahnya) di atasnya.

P a g e 37 | 64
Pelapis dasar berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang
memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1x10-9 m/detik di
atas tanah setempat. Ketebalan minimum pelapis dasar adalah satu
meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisan-lapisan
tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk
mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung
yang dibutuhkan untuk menopang lapisan-lapisan di atasnya, limbah
B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup
2) lapisan untuk sistem pengumpulan dan pemindahan lindi kedua
SPPL pada dasar landfill terdiri dan sekurang-kurangnya 30 cm
bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1
x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai SPPL
nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari
transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas
hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk meminimumkan
terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotekstil pada bagian
atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa
sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke
tangki penampung/pengumpul lindi
3) lapisan tanah penghalang
Lapisan tanah penghalang berupa tanah liat yang dipadatkan hingga
berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau
"geosynthetik clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL
tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil.
Jenis-jenis GCL adalah : Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang
sejenis
4) lapisan untuk sistem pengumpulan dan pemindahan lindi pertama
Lapisan untuk Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL)
harus memenuhi ketentuan:

P a g e 38 | 64
a. terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm (tigapuluh sentimeter) bahan
atau tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik paling
rendah 10-2 cm/detik (sepuluh pangkat minus dua sentimeter per
detik); dan
b. dinding penimbusan akhir digunakan geonet sebagai SPPL dengan
transmisivitas sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas
planar 30 cm (tigapuluh sentimeter) bahan atau tanah butiran dengan
konduktivitas hidraulik jenuh paling rendah 10-2 cm/detik (sepuluh
pangkat minus dua sentimeter per detik)
5) lapisan pelindung selama operasi
Sistem pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi
(LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah
kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama penempatan
limbah dilandfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat
lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada
dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan
akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif set landfill
5. Fasilitas Penimbunan Limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi
a. desain fasilitas
Ventilasigas Tanah
Tumbuhan penutup
Lapisan
drainase

Timbunan limbah beracun

Lapisan membran primer

Lapisan drainase
Lapisan membran

Aliran leachate/lindi ke
Pipa pengambilan unit pengolahan air lindi
sampel untuk analisis
leachate

Gambar 1 : Potongan sistem penimbunan


limbah organik dan limbah berbahaya

P a g e 39 | 64
Gambar 2 : Diagram Alir Sistem Penimbunan Limbah Organik Dan LImbah Berbahaya

Gambar 3 : Bangunan Lengkap Sistem Penimbunan Limbah Anorganik

P a g e 40 | 64
Pagar (Fence) :
Gambar 4 : Penimbunan Limbah
An-organik non B3
-

Tembok beton
(Concrete wall)

Pagar pengaman Gambar 5 : Penimbunan Limbah


organic dan limbah B3

Unit pengolahan
air leachate
(lindi)

Lapisan pengaman
Pipa pengumpul kebocoran
Pengumpul leachate
leachate

Atap

Saluran air

Gambar 6 : Penimbunan Limbah Berbahaya Sederhana


Dengan Skala Kecil

b. memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan:


1) saluran untuk pengaturan aliran air permukaan
2) pengumpulan air lindi dan pengolahannya
3) sumur pantau; dan
4) lapisan penutup akhir
c. memiliki peralatan pendukung Penimbunan Limbah B3 yang paling
sedikit terdiri atas

P a g e 41 | 64
a. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat
b. alat angkut untuk Penimbunan Limbah B3; dan
c. alat pelindung dan keselamatan diri
d. memiliki rencana Penimbunan Limbah B3, penutupan, dan
pascapenutupan fasilitas Penimbunan Limbah B3.
6. Persyaratan memiliki sistem pelapis tidak berlaku untuk fasilitas Penimbunan
Limbah B3 berupa sumur injeksi dan/atau penempatan kembali di area bekas
tambang.
7. Fasilitas penimbusan akhir harus memenuhi persyaratan lokasi:
a. Bebas banjir seratus tahunan
b. Permeabilitas tanah
c. Daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan bencana, dan di luar
kawasan lindung
d. Tidak merupakan daerah resapan air tanah
e. hidrologi permukaan.
8. Limbah B3 yang akan ditimbun di fasilitas penimbusan akhir wajib dilakukan
a. Uji total konsentrasi zat pencemar
Uji total konsentrasi zat pencemar dilakukan untuk menentukan kelas
fasilitas penimbusan akhir Limbah B3.
b. Uji TCLP
Uji TCLP dilakukan untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu
Limbah di laboratorium terakreditasi. Limbah B3 yang akan ditimbun
wajib memenuhi baku mutu karakteristik beracun melalui TCLP dan
dilakukan sebelum penimbunan di fasilitas penimbusan akhir Limbah B3.
Sedangkan Limbah B3 tidak memenuhi ketentuan Uji TCLP yang
dilakukan sebelum penimbunan di fasilitas penimbusan akhir Limbah B3
wajib diolah terlebih dahulu dengan cara stabilisasi atau solidifikasi.
c. Uji tingkat kontaminasi radioaktif
Persyaratan tingkat kontaminasi radioaktif dilakukan terhadap Limbah B3
kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Tingkat kontaminasi radioaktif

P a g e 42 | 64
Limbah B3 harus lebih kecil dari 1 Bq/cm2 (satu Becquerel per sentimeter
persegi) dan/atau konsentrasi aktivitas lebih kecil dari:
1) 1 Bq/gr (satu Becquerel per gram) untuk tiap radionuklida anggota
deret uranium dan thorium; atau
2) 10 Bq/gr (sepuluh Becquerel per gram) untuk kalium.

Terhadap Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus yang tidak


memenuhi ketentuan :

1) Penimbunannya wajib dilakukan pada fasilitas penimbusan akhir


Limbah B3 kelas II atau kelas I
2) Dilakukan pengolahan dengan cara stabilisasi atau solidifikasi
d. Uji paint filter
Uji paint filter digunakan untuk menentukan keberadaan cairan bebas. Uji
paint filter dilakukan dengan menggunakan metode 9095B (Paint Filter
Liquids Test) yang tercantum dalam „„Test Methods for Evaluating Solid
Waste, Physical/Chemical Methods,‟‟ EPA Publication SW–846. Dalam
hal hasil uji paint filter menyatakan adanya cairan bebas, Limbah B3 wajib
diolah terlebih dahulu dengan cara stabilisasi atau solidifikasi,
e. Uji karakteristik, kandungan organik, serta wujud Limbah B3
Persyaratan karakteristik, kandungan zat organik, dan wujud Limbah B3
meliputi:
1) tidak memiliki karakteristik Limbah B3:
a) mudah meledak
b) mudah menyala
c) reaktif;
d) infeksius; dan
e) korosif.
2) tidak mengandung zat organik lebih besar dari 10% (sepuluh) persen
dan tidak berwujud cair atau lumpur. Dalam hal Limbah B3 tidak

P a g e 43 | 64
memenuhi ketentuan Limbah B3 wajib diolah terlebih dahulu dengan
cara termal, stabilisasi, dan/atau solidifikasi.
f. Uji kuat tekan.
Uji kuat tekan dilakukan terhadap Limbah B3 yang diolah melalui proses
stabilisasi atau solidifikasi dan hasil olahan melalui stabilisasi atau
solidifikasi wajib memenuhi kuat tekan sebesar 10 ton/m2 (sepuluh ton per
meter persegi).
9. Limbah B3 yang telah memenuhi persyaratan dapat ditimbun di fasilitas
penimbusan akhir dengan ketentuan:
a. Memperhatikan penempatan Limbah B3 pada lokasi fasilitas penimbusan
akhir
Penempatan Limbah B3 di lokasi fasilitas penimbusan akhir dilakukan
berdasarkan
1) karakteristik Limbah B3
2) bentuk dan ukuran fisik Limbah B3
3) daya dukung fasilitas penimbusan akhir.
b. Melakukan pengelolaan air lindi yang ditimbulkan dari kegiatan
Penimbunan Limbah B3
Pengelolaan air lindi dilakukan terhadap air lindi yang bersumber dari
1) air yang merembes melalui Limbah B3 ke dasar fasilitas penimbusan
akhir
2) air yang berkontak dengan Limbah B3 dan mengalir di permukaan
Limbah B3 ke dasar tumpukan Limbah B3 di fasilitas penimbusan
akhir
3) air limbah yang berkontak dengan Limbah B3 di lokasi fasilitas
penimbusan akhir; dan/atau
4) air limbah yang terdapat pada sistem pendeteksi kebocoran.
5) Pengelolaan air lindi dilakukan dengan ketentuan antara lain:

P a g e 44 | 64
a) membangun saluran drainase limpasan air permukaan yang
terpisah dengan saluran air lindi di sekeliling fasilitas penimbusan
akhir
b) air lindi yang terkumpul di fasilitas penimbusan akhir dan
berkontak dengan limbah B3 harus dipindahkan ke tempat
penampungan air lindi; dan
c) air lindi dalam lapisan pengumpulan lindi dan lapisan pendeteksi
kebocoran harus dipindahkan ke tempat penampungan air lindi
melalui sistem pengumpulan dan pemindahan lindi.
6) Tempat penampungan air lindi berupa tangki; atau kolam.
a) Tangki harus memenuhi ketentuan
(1) berupa tangki tertutup; dan
(2) dilengkapi tanggul di sekeliling tangki dengan kapasitas paling
sedikit 110% (seratus sepuluh persen) dari volume tangka
b) Kolam harus memenuhi ketentuan:
(1) berupa kolam tertutup
(2) memiliki kontruksi beton atau bahan kontruksi yang kedap air
(3) memiliki kapasitas tampung air lindi yang timbul selama 1
(satu) minggu pada curah hujan paling tinggi
c. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana pendukung Penimbunan
Limbah B3
Pemeriksaan sarana dan prasarana pendukung Penimbunan Limbah B3
dilakukan dengan cara:
1) menerapkan sistem pendeteksi kebocoran pada lapisan sistem
pendeteksi kebocoran
Sistem pendeteksi kebocoran dilakukan pada:
a) lapisan sistem pendeteksi kebocoran
Sistem pendeteksi kebocoran harus mampu:
(1) menganalisis kebocoran

P a g e 45 | 64
Dalam hal hasil analisa kebocoran apabila menunjukan adanya
kebocoran, wajib dilakukan penghentian sementara kegiatan
penimbunan, mencari penyebab dan memperbaiki kebocoran
(2) memindahkan air lindi ke tempat penampungan air lindi
b) sumur pantau
2) melakukan pemeriksaan saluran drainase
3) melakukan pemeriksaan dinding tanggul (embankment)
4) melakukan pemeriksaan sistem pengelolaan air lindi.
d. Melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana pengolahan Limbah B3
pada fasilitas penimbusan akhir Limbah B3
e. Melakukan pemantauan lingkungan.
Pemantauan lingkungan dilaporkan 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
kepada Menteri dan dilakukan terhadap air tanah dengan ketentuan :
1) menggunakan air tanah yang bersumber dari sumur pantau
Sumur pantau harus memenuhi persyaratan paling sedikit berjumlah 1
(satu) buah sumur pantau di hulu, paling sedikit berjumlah 2 (dua) buah
sumur pantau di hilir, terdapat air dalam sumur pantau yang tidak
kering sepanjang tahun dan lokasi sumur pantau sesuai dengan kondisi
hidrogeologi setempat
2) melakukan pengujian air tanah menggunakan sampel air
3) mengambil sampel air tanah paling sedikit:
(a) 1 (satu) kali dalam satu bulan selama 2 (dua) tahun pertama
beroperasinya kegiatan penimbunan limbah B3
(b) 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk tahun-tahun berikutnya.
10. Setiap Orang yang telah memiliki penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah B3 di fasilitas penimbusan Limbah B3 wajib melakukan
a. penutupan fasilitas penimbusan Limbah B3
Penutupan fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 dilakukan dengan
menggunakan sistem pelapis penutup yang berurutan dari dasar, yaitu
1) tanah penutup perantara

P a g e 46 | 64
2) tanah tudung penghalang
3) tudung geomembrane
4) pelapis untuk tudung drainase; dan
5) pelapis tanah untuk tumbuhan.
b. pemeliharaan fasilitasi penimbusan Limbah B3
Pemeliharaan fasilitas penimbusan Limbah B3 antara lain:
1) pengelolaan sistem pengeluaran air lindi, sistem pendeteksi kebocoran,
sistem kontrol drainase, dan patok acuan koordinat
2) pemasangan tanda dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan
3) pengelolaan lapisan penutup
c. pemantauan fasilitas penimbusan Limbah B3.
Pemantauan meliputi
1) pemantauan kualitas air tanah dari sumur pantau dan air lindi
2) pemantauan setiap saat terhadap potensi kebocoran, pelindian, dan/atau
kegagalan fasilitas Penimbunan Limbah B3
11. Pelaksanaan penutupan, pemeliharaan, dan pemantauan fasilitas penimbusan
Limbah B3 dilaporkan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3
(tiga) bulan.

F. Persyaratan Dan Tata Cara Perijinan Pembuangan (Dumping)


Dumping hanya dapat dilakukan apabila memiliki izin. Menurut pasal 61 UU
PPLH menyatakan dumping hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha apabila
memiliki izin dari Menteri, Gubernur atau Bupati/ Walikota sesuai dengan
kewenangannya.

Untuk mengetahui tata cara mendapatkan izin untuk melakukan dumping


(pembuangan) limbah B3, maka perlu melihat ketentuannya sebagaimana diatur
diatur dalam PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.

P a g e 47 | 64
Adapun hal-hal penting yang berkaitan berkaitan dengan pemberian izin
dumping yang diatur dalam PP No. 101 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1. Dumping Hanya Diberikan Apabila Telah Mendapatkan Izin


Lingkungan

Sesuai dengan pasal 178 ayat (2): “Sebelum memperoleh izin


Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke laut, Setiap Orang wajib
memiliki Izin Lingkungan.”

2. Izin Dumping (Pembuangan) Yang Dapat Dilakukan Ke Tanah dan


Laut

Sesuai dengan pasal 176 ayat (2): “Izin dari Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa izin Dumping (Pembuangan) Limbah
B3 ke media lingkungan hidup berupa: Tanah; dan Laut. Lalu
menurut pasal 177 yaitu Limbah B3 yang dapat dilakukan Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa laut,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (3) huruf b berupa:
Tailing dari kegiatan pertambangan; dan serbuk bor dari hasil
pemboran usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di
laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar sintetis (synthetic-
based mud). Terhadap Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan netralisasi atau penurunan kadar racun sebelum
dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke laut.

Sedangkan berikut adalah Tata Cara Permohonan Izin Dumping:

1. Permohonan izin

Permohonan izin Dumping (Pembuangan) Limbah B3 sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan
yang meliputi:

P a g e 48 | 64
a) Identitas pemohon;

b) Salinan Izin Lingkungan; dan

c) Dokumen kajian teknis Dumping (Pembuangan) Limbah B3


yang paling sedikit meliputi keterangan mengenai:

1) Sama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3


yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah
B3;

2) Studi pemodelan Dumping (Pembuangan) Limbah B3


dengan memperhatikan keberadaan termoklin dan
kedalamannya.

Lokasi tempat dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 179 huruf c angka 3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi:

1. terletak di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen;
dan

2. tidak berada di lokasi tertentu atau di daerah sensitif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan harus
memenuhi persyaratan lokasi yang meliputi:

1. terletak di dasar laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 100 m
(seratus meter);

P a g e 49 | 64
2. secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau saluran
di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman lebih dari atau sama
dengan 200 m (dua ratus meter); dan

3. tidak ada fenomena up-welling.

Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan Dumping
Limbah B3 berupa serbuk bor dari hasil pemboran usaha dan/atau kegiatan
eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar
sintentis (synthetic-based mud) harus memenuhi persyaratan:

1. terletak di laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 50 m (lima
puluh meter); dan

2. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan 500 m
(lima ratus meter) dari lokasi pemboran di laut.

Limbah B3 berupa serbuk bor dari hasil pemboran usaha dan/atau kegiatan
eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar
sintentis (synthetic-based mud) yang dapat dilakukan Dumping (Pembuangan)
Limbah B3 ke lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
merupakan Limbah B3 yang tidak memiliki kandungan hidrokarbon.

G. Persyaratan Izin Dumping Limbah B3 Ke Laut


1. Setiap orang yang menghasilkan Limbah dilarang melakukan
Dumping (pembuangan) Limbah ke laut tanpa izin.
2. Limbah yang dapat dilakukan Dumping (pembuangan) ke laut
meliputi:
a. Limbah B3;
b. Limbah nonB3.
3. Limbah B3 bersumber dari kegiatan:
a. Pertambangan mineral, berupa tailing; dan

P a g e 50 | 64
b. Eksplorasi dan/atau eksploitasi minyak dan gas bumi di
laut, berupa serbuk bor dari pemboran yang menggunakan
lumpur bor berbahan dasar sintetis (synthetic based mud).
4. Limbah nonB3 bersumber dari kegiatan eksplorasi dan/atau
eksploitasi minyak dan gas bumi di laut, berupa:
a. serbuk bor dari pemboran yang menggunakan lumpur
bor berbahan dasar air (water based mud); dan
b. limbah lumpur bor dari pemboran yang
menggunakan lumpur bor berbahan dasar air (water based
mud).
5. Lumpur bor berbahan dasar sintetis (synthetic based mud)
dan lumpur bor berbahan dasar air (water based mud) harus
memenuhi ketentuan:
a. Memiliki kandungan total hidrokarbon poli aromatik
kurang dari 0,001% (nol koma nol nol satu persen); dan
b. Dalam hal dilakukan penambahan barite ke dalam lumpur
bor, harus memenuhi ketentuan konsentrasi:
1) Merkuri (Hg) dalam barite lebih kecil dari 1 mg/kg
(satu miligram per kilogram) berat kering; dan/atau
2) Kadmium (Cd) dalam barite lebih kecil dari 3
mg/kg (tiga miligram per kilogram) berat kering.
Persyaratan izin dumping limbah B3 ke laut meliputi identitas pemohon,
salinan izin lingkungan, dan dokumen kajian teknis dumping limbah B3.
Berdasarkan hal ini, maka

P a g e 51 | 64
Tabel Persyaratan Administratif Permohonan Izin Dumping Limbah B3 ke
Laut

No. Jenis Dokumen Keterangan


1. Surat Permohonan  Format dapat diunduh di laman
pelayananterpadu.menlh.go.id
 Ditandatangani oleh Direktur yang
tercantum dalam akte pendirian perusahaan di
atas Materai Rp. 6000,00 disertai cap
perusahaan
 Apabila ditandatangani oleh selain
Direktur, maka melampirkan surat kuasa
bermaterai.

2. Izin Lingkungan dan  Berupa salinan izin lingkungan dan


Dokumen Lingkungan dokumen lingkungan yang dimiliki perusahaan
sesuai kegiatan yang diajukan permohonannya.
 Izin Lingkungan dimaksud merujuk
kepada PP 27 tahun 2012 dan Permen LH
Nomor 05 tahun 2012.
 Dokumen lingkungan yang telah
mendapat persetujuan sebelum berlakunya PP
27 tahun 2012, dinyatakan tetap berlaku dan
dipersamakan sebagai izin lingkungan.

3. Peta Lokasi Tempat  Peta lokasi yang menjelaskan:


Dilakukannya Dumping  lokasi tempat dilakukannya dumping
(Pembuangan) (dalam wilayah administratif Kab/kota/Prov),
 jarak dengan daratan terdekat,
 jarak dengan area sensitif,

P a g e 52 | 64
 jarak dengan jalur pelayaran,
 luasan area kegiatan (Blok),
 titik koordinat titik dumping limbah B3 ke
laut sesuai dengan Longitude Latitude (derajat;
menit; detik)

4. Bagan alir proses pengelolaan  Bagan alir proses pemisahan serbuk bor
limbah atau uraian proses dan lumpur bor beserta narasinya
sistem pembuangan limbah
5. Rona awal kualitas air laut  Jumlah parameter sesuai dengan Permen
dan sedimen LH No. 51 Tahun 2004
 Sumber data yang digunakan berdasarkan
data rona lingkungan dua tahun terakhir pada
lokasi dumping

6. Kajian Modeling Serbuk dan  Berupa kajian ilmiah


lumpur Bor/Tailing/  Mencantumkan skenario rencana dumping
(termasuk pola sebaran termasuk debit, volume, kedalaman laut dan
material pada badan/kolom air lamanya dumping
dan dasar)
7. Kajian Keberadaan Termoklin
 Berupa kajian ilmiah
dan kedalamannya yang
 Hanya untuk limbah tailing
mewakili musim barat dan
timur serta peralihan
8. Hasil Uji Total Konsentrasi  Hasil uji semua jenis limbah sebelum
Logam Berat didumping
 dapat menggunakan sampel limbah yang
berasal dari lokasi terdekat

9. Hasil Uji LC 50-96 Jam  Hasil uji semua jenis limbah sebelum

P a g e 53 | 64
didumping
 dapat menggunakan sampel limbah yang
berasal dari lokasi terdekat

10. Hasil Uji TPH  Hasil uji semua jenis limbah sebelum
didumping
 dapat menggunakan sample limbah yang
berasal dari lokasi terdekat)

11. Hasil Uji Total Konsentrasi  Hasil uji semua jenis limbah sebelum
Logam Berat didumping
 dapat menggunakan sample limbah yang
berasal dari lokasi terdekat)

12. Material Safety Data Sheet  MSDS yang menjelaskan komposisi


(MSDS) bahan kimia dalam lumpur bor

13. Pola sebaran parameter-  Hasil kajian ilmiah Tailing, parameter


parameter kunci (parameter yang dimodelkan: logam berat yang
kunci disesuaikan dengan terkandung dan TSS
polutan yang terkandung  Hasil kajian ilmiah Cutting dan lumpur
didalam material tailing/drill bor, parameter yang dimodelkan: Pola sebaran
cutting) TSS dalam model 3 dimensi

14. Peta Batimetri  Peta kedalaman perairan dengan ukuran


minimal A3 yang diterbitkan oleh Dishidros
atau Bakosurtanal terbitan terakhir

15. Peta Daerah Sensitif  Peta dengan ukuran minimal A3 yang


menunjukkan lokasi SDA penting antara lain:
terumbu karang, mangrove, padang lamun,

P a g e 54 | 64
termasuk zona penangkapan ikan

16. Peta Alur Pelayaran  Peta dengan ukuran minimal A3 yang


menunjukkan alur laut kepulauan Indonesia
(ALKI) dan alur pelayaran domestik

17. Peta Daerah Terlarang  Peta dengan ukuran minimal A3 yang


Terbatas menunjukkan daerah terlarang terbatas dengan
radius 500 m dari lokasi dumping

18. Rencana Penanggulangan  Paling sedikit memuat:


Keadaan Darurat  Organisasi
 Identifikasi, pengaktifan, dan pelaporan
 Prosedur penanggulangan, dan
 Jenis dan spesifikasi peralatan

19. Softcopy dokumen  Softcopy dokumen permohonan yang


permohonan disimpan dalam format pdf dan disampaikan
dalam bentukCompact Disc (CD) atau Flash
Drive (FD)

Sumber: MenLHK. 2020

3) Kewajiban Pemegang Izin Kegiatan Pembuangan (Dumping) Limbah B3


Menurut PP RI No. 101 Tahun 2014 Pasal 176,
a. Setiap Orang untuk dapat melakukan Dumping (Pembuangan)
Limbah B3 ke media lingkungan hidup wajib memiliki izin dari Menteri.
b. Setiap Orang merupakan pihak yang pertama kali menghasilkan
Limbah B3.
c. Izin dari Menteri berupa izin Dumping (Pembuangan) Limbah B3
ke media lingkungan hidup berupa:

P a g e 55 | 64
1) tanah; dan
2) laut.
d. Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa tanah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Penimbunan Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 sampai dengan Pasal 174.

P a g e 56 | 64
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat dua teknik penimbunan limbah B3 yang akan dibahas adalah
teknik penimbunan akhir limbah B3 (Secure Landfilling) dan teknik sumur
dalam. (Yulinah, 2016).
Teknik Penimbunan Akhir Limbah B3, meliputi :
1. Persyaratan Lokasi
2. Persyaratan Rancang Bangun Tempat Penimbunan Akhir Limbah B3
3. Persyaratan limbah B3 yang dapat dibuang ke landfill
4. Pemeliharaan lahan pasca – operasi landfill limbah B3

Teknik sumur dalam hanya, meliputi :Persyaratan Lokasi yang meliputi


kriteria umum, kriteria spesifik, dan karakteristik limbah

Menurut PP No 101 tahun 2014, fasilitas penimbunan limbah B3 berupa :

1. Penimbunan akhir terdiri atas fasilitas kelas 1,II, dan III


2. Sumur injeksi
3. Penempatan kembali di area bekas tambang
4. Dam tailing untuk limbah B3 berupa tailing dari kegiatan
pertambangan yang memiliki tingkat kontaminasi radioaktif.
5. Fasilitas penimbunan limbah B3 lain sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi :
5. Desain fasilitas
6. Memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan Saluran untuk
pengaturan aliran air permukaan, Pengumpulan air lindi dan
pengolahannya, Sumur pantau, dan Lapisan penutup akhir

P a g e 57 | 64
7. Memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 yang paling
sedikit terdiri atas Peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan
darurat, Alat angkut untuk penimbunan limbah B3, dan Alat pelindung
dan keselamatan diri
8. Memiliki rencana penimbunan limbah B3, penutupan, dan pasca
penutupan fasilitas penimbunan limbah B3.
Persyaratan Izin Penimbunan (Landfill) Limbah B3 meliputi : surat
permohonan, Izin Lingkungan dan Dokumen Lingkungan, izin lokasi, Izin dari
Komisi Keamanan Bendungan, Flowsheet lengkap tata cara penimbunan limbah B3,
Hasil penelitian Hidrogeologi, Hasil analisis permeabilitas tanah pada lokasi
penimbunan, Hasil penelitian jarak bagian dasar penimbunan dengan lapisan air
tanah (groundwater), Hasil penelitian jarak lokasi penimbunan dengan aliran sungai
yang mengalir sepanjang tahun, danau atau waduk untuk irigasi pertanian dan air
bersih, Perlengkapan sistem tanggap darurat, Desain konstruksi tempat penimbunan
limbah B3, Hasil analisis limbah B3, dan Softcopy dokumen permohonan

Persyaratan izin dumping limbah B3 ke laut meliputi identitas pemohon,


salinan izin lingkungan, dan dokumen kajian teknis dumping limbah B3.

Kewajiban Pemegang Izin Kegiatan Pembuangan (Dumping) Limbah B3


Menurut PP RI No. 101 Tahun 2014 Pasal 176 ialah :

a. Setiap Orang untuk dapat melakukan Dumping (Pembuangan)


Limbah B3 ke media lingkungan hidup wajib memiliki izin dari Menteri
berupa izin Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan
hidup tanah dan laut
b. Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa tanah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Penimbunan Limbah B3

B. Saran

P a g e 58 | 64
Melihat banyaknya hasil limbah yang dikeluarkan oleh perusahaan-
perusahaan diharapkan dalam pengelolaannya diolah sebaik mungkin, jika dalam
perusahaan tersebut masih belum bsa mengolah limbahnya sendiri maka dapat
dialihkan dipihak ketiga yakni perusahaan yang menyediakan jasa pengolahan
limbah B3. Serta dalam pendirian perusahaan sebagai penghasil limbah dan
pendirian perusahaan pengolah limbah diwajibkan dalam mengetahui dan memahami
prosedur-prosedur persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah
serta selalu memerhatikan kelestarian lingkungan.

P a g e 59 | 64
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-04/Bapedal/09/1995


Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan,
Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, Dan Lokasi Bekas Penimbunan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Isnaeni, Syarifatul Ulya Nur. 2018. Makalah Penimbunan Limbah B3 dan hal-hal
yang difokuskan dalam Pengelolaan Limbah B3 dan Pengawasannya.
Semarang : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

MenLHK. 2020. Dumping Limbah B3 ke Laut. Jakarta:Pelayanan Terpadu Satu


Pintu

Menurut keputusan Menteri Ketanagakerjaan Republik Indonesia Nomor 191 Tahun


2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
Ketagori Pengelolaan air, Pengelolaan air limbah, pengelolaan dan daur
ulang sampah, dan aktivitas remediasi golongan pokok pengelolaan dan daur
ulanng sampah bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.63/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 Tahun Tentang Persyaratan Dan Tata
Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di Fasilitas
Penimbusan Akhir

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

P a g e 60 | 64
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Ri No. 12 Tahun 2018
Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Dumping (Pembuangan) Limbah Ke
Laut.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.63/menlhk/setjen/kum.1/7/2016 Tentang Persyaratandan Tata Cara
Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Fasilitas Penimbusan
Akhir.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Setiyono.1999. Sistem Pengolahan Limbah B3 di Indonesia. Direktorat Teknologi


Lingkungan

Trihadiningrum, Yulinah. 2016.Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya & Beracun


(B3). Yogyakarta : Teknosain. (Dibaca tanggal 20 Maret 2020 pukul 16.55
WIB)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

P a g e 61 | 64

Anda mungkin juga menyukai