Disusun Oleh :
1. Novita Rahmadhani (P21345120044)
2. Nurbaiti Nazhma (P21345120045)
3. Nyimas Sendy Sekar (P21345120047)
4. Putri Nur Maniyah (P21345120050)
5. Rizky Sugiarto (P21345120057)
Kelas : 2D3B
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik. Adapun judul
makalah ini adalah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Limbah Cair.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengelolaan
Limbah Cair A semester tiga pada jurusan Kesehatan Lingkungan yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair A Bapak Syarifuddin, SKM, M.Kes. Penulis
menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan yang penulis
miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian tugas ini, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa
program studi Sarjana Terapan Kesehatan Lingkungan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Undang – Undang Kesehatan
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Bab XI Kesehatan Lingkungan
Pasal 163
(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(2) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan
permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur
yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain:
a. limbah cair;
b. limbah padat;
c. limbah gas;
d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
pemerintah;
e. binatang pembawa penyakit;
f. zat kimia yang berbahaya;
g. kebisingan yang melebihi ambang batas;
h. radiasi sinar pengion dan non pengion;
i. air yang tercemar;
j. udara yang tercemar; dan
k. makanan yang terkontaminasi.
(4) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses
pengolahan limbah sebagaimana pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2
21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
22. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3,
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
penimbunan.
Pasal 20
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu
lingkungan hidup.
(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air laut; d. baku mutu udara
ambien; e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup
dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 yang dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola
limbah B3 dalam izin.
3
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal I
1) Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 16A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16A
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, usaha dan/atau kegiatan industri
tekstil yang telah beroperasi:
a. dengan debit air limbah lebih besar dari 100m3 (seratus meter kubik) per hari
wajib memenuhi Baku Mutu Air Limbah untuk parameter COD dan BOD
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku; dan
b. dengan debit air limbah lebih besar dari 100m3 (seratus meter kubik) per hari
wajib memenuhi Baku Mutu Air Limbah untuk parameter TSS, paling lambat
6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
Baku Mutu Air Limbah untuk parameter warna, paling lambat 3 (tiga) bulan sejak
Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
4
(3) Selama periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usaha dan/atau
kegiatan industri tekstil wajib memenuhi Baku Mutu Air Limbah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
5
1) Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
2) Penghasil Limbah B3 adalah Setiap Orang yang karena usaha dan/atau kegiatannya
menghasilkan Limbah B3.
3) Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada Setiap Orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan.
4) Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang menghasilkan Limbah B3 dari
sumber spesifik.
5) Tim Ahli Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut Tim Ahli,
adalah para ahli yang ditugaskan oleh Menteri untuk mengevaluasi permohonan
pengecualian Limbah B3 dari Pengelolaan Limbah B3 dan usulan penambahan
Limbah B3.
6) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan mengatur tata cara uji karakteristik Limbah B3.
Pasal 3
6
(3) Uji karakteristik Limbah B3 terhadap Limbah B3 yang akan dikecualikan dari
Pengelolaan Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diusulkan oleh
Setiap Orang kepada Menteri.
a. berasal dari proses produksi yang digunakan bersifat tetap dan konsisten;
b. menggunakan bahan baku dan/atau bahan penolong yang bersifat tetap dan
konsisten; dan
c. Limbah B3 yang dihasilkan bersifat tetap dan konsisten.
Pasal 4
(1) Menteri melakukan evaluasi dan penetapan terhadap hasil uji karakteristik Limbah
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Penetapan terhadap hasil uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) berupa:
a. Limbah B3 kategori 1;
b. Limbah B3 kategori 2; atau
c. Limbah nonB3.
(3) Penetapan terhadap hasil uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) berupa:
7
(2) Dalam hal limbah cair, padat, dan gas berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan,
proses pengolahan limbah wajib memenuhi:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. persyaratan teknis proses pengolahan limbah cair, padat, dan gas yang berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal 47
(1) Pengawasan terhadap limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c
dilakukan terhadap limbah cair, padat, dan gas yang berasal dari lingkungan
Permukiman, Tempat Kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(2) Pengawasan terhadap limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal limbah cair, padat, dan gas berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan,
pengawasan terhadap limbah dilakukan:
a. sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2); dan
b. paling sedikit melalui surveilans, uji laboratorium, Analisis Risiko, KIE, dan/atau
rekomendasi tindak lanjut.
8
1. Rumah sakit memiliki Unit Pengolahan Limbah Cair (IPAL) dengan teknologi yang
tepat dan desain kapasitas olah limbah cair yang sesuai dengan volume limbah cair
yang dihasilkan.
2. Unit Pengolahan Limbah Cair harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai
dengan ketentuan.
3. Memenuhi frekuensi dalam pengambilan sampel limbah cair, yakni 1 (satu) kali per
bulan.
4. Memenuhi baku mutu efluen limbah cair sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Memenuhi pentaatan pelaporan hasil uji laboratorium limbah cair kepada instansi
pemerintah sesuai ketentuan minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan.
6. Unit Pengolahan Limbah Cair:
a. Limbah cair dari seluruh sumber dari bangunan/kegiatan rumah sakit harus
diolah dalam Unit Pengolah Limbah Cair (IPAL) dan kualitas limbah cair
efluennya harus memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelum dibuang ke lingkungan perairan. Air hujan dan
limbah cair yang termasuk kategori limbah B3 dilarang disalurkan ke IPAL.
b. IPAL ditempatkan pada lokasi yang tepat, yakni di area yang jauh atau tidak
menganggu kegiatan pelayanan rumah sakit dan diupayakan dekat dengan
badan air penerima (perairan) untuk memudahkan pembuangan.
c. Desain kapasitas olah IPAL harus sesuai dengan perhitungan debit maksimal
limbah cair yang dihasilkan ditambah faktor keamanan (safety factor) + 10 %.
d. Lumpur endapan IPAL yang dihasilkan apabila dilakukan pembuangan atau
pengurasan, maka penanganan lanjutnya harus diperlakukan sebagai limbah
B3.
e. Untuk rumah sakit yang belum memiliki IPAL, dapat mengolah limbah
cairnya secara off-site bekerjasama dengan pihak pengolah limbah cair yang
telah memiliki izin. Untuk itu, maka rumah sakit harus menyediakan bak
penampung sementara air limbah dengan kapasitas minimal 2 (dua) kali
volume limbah cair maksimal yang dihasilkan setiap harinya dan
pengangkutan limbah cair dilaksanakan setiap hari.
f. Untuk limbah cair dari sumber tertentu di rumah sakit yang memiliki
karateristik khusus harus di lengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment)
sebelum disalurkan menuju IPAL. Limbah cair tersebut meliputi:
9
Limbah cair dapur gizi dan kantin yang memiliki kandungan minyak
dan lemak tinggi harus dilengkapi pre-treatment berupa bak penangkap
lemak/minyak
Limbah cair laundry yang memiliki kandungan bahan kimia dan
deterjen tinggi harus dilengkapi pre-treatmenberupa bak pengolah
deterjen dan bahan kimia
Limbah cair laboratorium yang memiliki kandungan bahan kimia
tinggi harus dilengkapi pre-treatmenya berupa bak pengolah bahan
kimia
Limbah cair rontgen yang memiliki perak tinggi harus dilengkapi
penampungan sementara dan tahapan penanganan selanjutnya
diperlakukan sebagai limbah B3
Limbah cair radioterapi yang memiliki materi bahan radioaktif tertentu
harus dilengkapi pre-treatment berupa bak penampung untuk
meluruhkan waktu paruhnya sesuai dengan jenis bahan radioaktifnya
dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Jaringan pipa penyaluran limbah cair dari sumber menuju unit pengolahan air
limbah melalui jaringan pipa tertutup dan dipastikan tidak mengalami
mengalami kebocoran.
7. Kelengkapan Fasilitas Penunjang Unit Pengolahan Limbah Cair
a. IPAL harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Kelengkapan fasilitas penunjang tersebut adalah:
Bak pengambilan contoh air limbah yang dilengkapi dengan tulisan
“Tempat Pengambilan Contoh Air Limbah Influen” dan/ atau “Tempat
Pengambilan Contoh Air Limbah Efluen”.
Alat ukur debit air limbah pada pipa inflen dan/atau pipa efluen
Pagar pengaman area IPAL dengan lampu penerangan yang cukup dan
papan larangan masuk kecuali yang berkepentingan.
Papan tulisan titik koordinat IPAL menggunakan Global Positioning
Sistem (GPS).
Fasilitas keselamatan IPAL. Uraian selengkapnya diuraikan pada Sub
Bab Pengawasan Keselamatan Fasilitas Kesehatan Lingkungan.
8. Penaatan frekuensi pengambilan contoh limbah cair sebagai berikut:
10
a. Setiap rumah sakit harus melakukan pemeriksaan contoh limbah cair di
laboratorium, minimal limbah cair efluennya dengan frekuensi setiap 1 (satu)
kali per bulan.
b. Apabila diketahui hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kualitas
limbah cair tidak memenuhi baku mutu, segera lakukan analisis dan
penyelesaian masalah, dilanjutkan dengan pengiriman ulang limbah cair ke
laboratorium pada bulan yang sama. Untuk itu, pemeriksaan limbah cair
disarankan dilakukan di awal bulan.
9. Penaatan kualitas limbah cair agar memenuhi baku mutu limbah cair sebagai berikut:
a. Dalam pemeriksaan kualitas air limbah ke laboratorium, maka seluruh
parameter pemeriksaan air limbah baik fisika, kimia dan mikrobiologi yang
disyaratkan harus dilakukan uji laboratorium.
b. Pemeriksaan contoh limbah cair harus menggunakan laboratorium yang telah
terakreditasi secara nasional.
c. Pewadahan contoh air limbah menggunakan jirigen warna putih atau botol
plastik bersih dengan volume minimal 2 (dua) liter.
d. Rumah sakit wajib melakukan swapantau harian air limbah dengan parameter
minimal DO, suhu dan pH.
e. IPAL di rumah sakit harus dioperasikan 24 (dua puluh empat) jam per hari
untuk menjamin kualitas limbah cair hasil olahannya memenuhi baku mutu
secara berkesinambungan.
f. Petugas kesehatan lingkungan atau teknisi terlatih harus melakukan
pemeliharaan peralatan mekanikal dan elektrikal IPAL dan pemeliharaan
proses biologi IPAL agar tetap optimal.
g. Dilarang melakukan pengenceran dalam pengolahan limbah cair, baik
menggunakan air bersih dan/atau air pengencer sumber lainnya.
h. Melakukan pembersihan sampah-sampah yang masuk bak penyaring kasar di
IPAL.
i. Melakukan monitoring dan pemeliharaan terhadap fungsi dan kinerja mesin
dan alat penunjang proses IPAL.
10. Penaatan pelaporan limbah cair adalah :
a. Rumah sakit menyampaikan laporan hasil uji laboratorium limbah cair efluent
IPAL minimum setiap 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan. Laporan ditujukan
kepada instansi pemerintah sesuai ketentuan yang ditetapkan. Instansi
11
pemerintah tersebut bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Dinas Lingkungan Hidup atau Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota;
b. Isi laporan berisi :
Penaatan terhadap frekuensi sampling limbah cair yakni 1 (satu) kali
per bulan.
Penaatan terhadap jumlah parameter yang diuji laboratorium, sesuai
dengan baku mutu yang dijadikan acuan.
Penaatan kualitas limbah cair hasil pemeriksaan laboratorium terhadap
baku mutu limbah cair, dengan mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
c. Setiap laporan yang disampaikan disertai dengan bukti tanda terima laporan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Peraturan Undang – undang tentang kesehatan
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 163
2. Peraturan Undang – undang tentang lingkungan hidup
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Air Limbah.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan NOMOR : P.55/Menlhk-
Setjen/2015 Tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun.
3. Peraturan undang – undang tentang kesehatan lingkungan
13
DAFTAR PUSTAKA
https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU%2032%20Tahun%202009%20(PPLH).pdf
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/UU_36_2009_Kesehatan.pdf
https://jdihn.go.id/files/146/P.55%20Tahun%202015.pdf
http://jdih.sumselprov.go.id/userfiles/PP%20Nomor%2066%20Tahun%202014.pdf
14