Kelompok 3 (2D4)
Jl. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Prinsip Pengelolaan Limbah Cair B3”. Sebagai tugas dan bahan diskusi, yang
diberikan oleh dosen Mata Kuliah Pengelolaan Limbah Cair - B . kami
menyadari bahwa makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak.
Oleh Karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini
Akhir kata penulis haturkan permohonan maaf atas segalah kekurangan, bila
penyusunan Makalah ini dianggap kurang berkenan, terutama oleh pihak dianggap
dirugikan dan lain-lain. Oleh karena itu keritikan yang bersikap konstruktis senantiasa
kami harapkan, baik dari pembimbing maupun yang membaca Makalah ini agar kami
dapat memperbaiki diri.
Oleh sebab itu akibat segalah kekurangan isi Makalah kami, kami ucapkan banyak
terimakasih jika ada segalah kritik dan saran dari berbagai pihak pembaca. Semoga Tuhan
yang Maha Esa senantiasa membalas kebaikan yang telah diperbuat dan memaafkan setiap
kekeliruan yang telah kami lakukan.
Kami menyadari bahwah Makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh sebab itu
kamiakan sangat berterima kasih sekirahnya mendapatkan masukan untuk
menyempurnakan.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
BAB III...........................................................................................................................21
PENUTUP......................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Limbah cair tersebut mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan
berbahaya yang dikenal juga dengan limbah b3 (bahan berbahaya dan beracun). Limbah ini
sangat berpotensi mencemari lingkungan dan sumber daya. Tingkat bahay keracunan yang
disebabkan limbah ini bergantung pada jenis dan karakteristiknya, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Mengingat, sifat, karakteristik, dan akibat yang
ditimbulkan dimasa sekarang manapun dimasa yang akan dating. Maka dari itu, diperlukan
langkah-langkah pencegahan, penanggulangan, dan pengelolaannya secara efektif. Jumlah
limbah yang dikeluarkan masing-masing industry bergantung pada banyak produksi yang
dihasilkan serta jenis produknya.
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bagi wanita, hairspray sering digunakan untuk menjaga rambut tetap dalam
keadaan rapi dalam waktu yang cukup lama. Namun ternyata, hairspay juga
mengandung bahan kimia berbahaya yaitu polyvinylpyrrolidone yang berfungsi untuk
mengeraskan rambut, polymer calledpolydimethylsiloxane yang membuat rambut
terangkat lebih lama dan pytocalcious yang dapat meningkatkan jumlah mineral dalam
akar rambut sehingga rambut menjadi kaku.
3. Pestisida
Pestisida adalah salah satu pembasmi hama yang sering digunakan petani.
Kandungan di dalam pestisida ini mengandung bahan-bahan kimia berbahaya.
Biasanya ada 21 unsur yang sering digunakan dalam pestisida yaitu karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, fosfor, klorin, sulfur, ferum, cuprum, merkuri, zinc dan
arsenik. Bahan-bahan ini dapat mencemari udara jika cairan yang disemprotkan ke
tanaman terbawa angina.
4. Pembersih lantai
Pembersih lantai mengandung bahan kimia yang berbahaya di dalamnya, yaitu
Ethoxylated Alcohol (4 %), Natrium Lauril Eter Sulfat (2,5 %), Benzalkonium
Chloride (2 %), Cresylic Acid (1,5 %) dan Sodium Laureth Sulfate (SLS). Bahan kimia
SLS dapat menyebabkan iritasi mata dan iritasi pada orang-orang dengan kulit sensitif.
Salah satu ciri barang yang mengandung SLS adalah baunya yang menyengat.
5. Detergen
Detergen merupakan barang yang biasa kita gunakan untuk mencuci pakaian
sehari-hari. Namun, tahukah Anda bahan-bahan kimia dalam detergen dapat berbahaya
untuk kelangsungan hidup manusia beserta lingkungan. Bahan kimia tersebut adalah
surfaktan (15-25%), builder, filler dan aditif. Detergen dapat mencemari lingkungan
melalui busa yang dibuat melalui saluran air. Busa detergen yang tidak mudah hilang
membuat kontak antara air dan udara menjadi terbatas. Kondisi ini dapat menyebabkan
orgasme yang ada di dalam air mati karena kekurangan oksigen. Selain itu, bahan
surfaktan yang terdapat dalam detergen juga menimbulkan kulit menjadi kasar.
6. Obat nyamuk
Obat nyamuk sering kita fungsikan untuk memberantas nyamuk yang ada di
kamar kita. Namun ternyata obat nyamuk juga mengandung bahan-bahan kimia
4
berbahaya. Walaupun di Televisi dan media cetak banyak beredar iklan yang
menyatakan brand mereka tidak mengganggu kesehatan. Namun nyatanya di dalam
obat nyamuk mengandung dichlorovynil dimethyl phosfat (DDVP), propoxur
(karbamat), dan diethyltoluamide, yang merupakan jenis insektisida pembunuh
serangga. Resiko yang dapat kita alami jika menggunakan obat nyamuk bakar adalah
asapnya yang kita hirup, sedangkan pada obat nyamuk cair memiliki dosis yang lebih
kecil karena cairan yang dikeluarkan diubah menjadi gas.
7. Minyak wangi
Minyak wangi adalah produk yang hampir digunakan oleh pria maupun wanita
untuk membuat aroma tubuh mereka harum. Namun tahukah Anda bahwa 95% bahan
kimia yang digunakan dalam minyak wangi berbahan dasar petroleum yang terkenal
beracun.
8. Sabun cuci piring
Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa membersihkan piring atau gelas yang telah
kita gunakan menggunakan sabun cuci piring. Ternyata di dalam sabun cuci piring juga
mengandung zat-zat kimia yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia serta
lingkungan. Zat tersebut adalah formalin dan phthalates. Formalin yang terserap ke
dalam tubuh walaupun dalam kadar rendah, bisa menyebabkan gejala pusing dan mual.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka akan menyebabkan iritasi. Gangguan jangka
panjang yang dapat terjadi adalah dapat menyebabkan penyakit kanker dan dapat
merusak organ dalam tubuh. Sedangkan phthalates dapat menyebabkan gangguan
kelenjar endokrin, memicu migraine dan asma jika masuk kedalam tubuh. Selain itu,
zat ini dapat mengurangi jumlah sperma pada pria dan dapat menyebabkan bayi lahir
prematur pada ibu-ibu yang sedang hamil.
9. Aki kendaraan
Aki kendaraan bermotor mengandung H2SO4 yang bisa berbahaya bagi manusia.
Jika air aki mengenai kulit maka dapat menyebabkan gatal-gatal, jika terkena logam
maka dapat menyebabkan korosi dan air aki juga dapat merusak cat mobil.
10. Oli
Oli bekas adalah salah satu material yang mengandung zat berbahaya bagi
makhluk hidup. Di dalam oli, terdapat logam beray yang berasal dari bensin atau mesin
5
kendaraan bermotor. Jika logam berat ini sampai masuk ke dalam tubuh, maka dapat
meyebabkan kerusakan ginjal, syaraf hingga penyakit kanker.
6
Limbah B3 dari sumber lain. Limbah ini berasal dari sumber yang tidak
diduga, misalnya prodak kedaluwarsa, sisa kemasan, tumpahan, dan buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.
b. Pengoksidasi (oxidizing)
Limbah pengoksidasi adalah limbah yang dapat melepaskan panas karena
teroksidasi sehingga menimbulkan api saat bereaksi dengan bahan lainnya.
7
Limbah ini jika tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kebakaran
besar pada ekosistem. Contoh limbah b3 dengan sifat pengoksidasi misalnya
kaporit. Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria B3 pengoksidasi
dapat dilakukan dengan metode uji pembakaran menggunakan ammonium
persulfat sebagai senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa cair senyawa
standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat.
8
b) Berupa padatan
B3 yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (250C,
760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui
gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila
terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus-menerus dalam 10 detik .
d. Beracun (toxic)
Limbah beracun adalah limbah yang memiliki atau mengandung zat yang
bersifat racun bagi manusia atau hewan, sehingga menyebabkan keracunan, sakit,
atau kematian baik melalui kontak pernafasan, kulit, maupun mulut. Contoh
limbah b3 ini adalah limbah pertanian seperti buangan pestisida.
Amat sangat beracun (extremely toxic)
Apabila memiliki LD50(Lethal Dose Fifty) kurang atau sama dengan 1
mg/kg. Yang dimaksud dengan LD50 adalah perhitungan dosis (gram
pencemar per kilogram) yang dapat menyebabkan kematiaan 50% populasi
9
mahluk hidup yang dijadikan percobaan. Apabila LD50 lebih besar dari 15
gram per kilogram berat badan maka limbah tersebut bukan limbah B3.
Sangat beracun (highly toxic)
Bahan yang dapat menyebabkan kerusakan kesehtan akut dan kronis dan
bahkan kematian pada konsentrasi sangat rendah jika masuk ke tubuh
melalui Inhalasi atau kontak dengan kulit.
Beracun (Moderate toxic)
B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit
yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau
mulut.
e. Berbahaya (harmful)
Limbah berbahaya adalah limbah yang baik dalam fase padat, cair maupun
gas yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu
melalui kontak inhalasi ataupun oral.
10
f. Korosif (corrosive)
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang memiliki ciri dapat
menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan pengkaratan pada baja,
mempunyai pH ≥ 2 (bila bersifat asam) dan pH ≥ 12,5 (bila bersifat basa).
Contoh limbah B3 dengan ciri korosif misalnya, sisa asam sulfat yang digunakan
dalam industri baja, limbah asam dari baterai dan accu, serta limbah pembersih
sodium hidroksida pada industri logam.
B3 yang memiliki sifat korosif memiliki sifat antara lain :
a) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
b) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan
laju korosi lebih besar dari 6, 35 mm/tahun dengan temperatur pengujian
550C.
c) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan
sama atau lebih besar dari 11, 25 untuk yang bersifat basa. Bahan kimia
korosif antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3),
asam klorida (HCL) dan natrium hidrosida (NaOH) (Achadi Budi
Cahyono,2004:12).
11
g. Bersifat iritasi (irritant)
Limbah yang dapat menyebabkan iritasi adalah limbah yang menimbulkan
sensitasi pada kulit, peradangan, maupun menyebabkan iritasi pernapasan,
pusing, dan mengantuk bila terhirup. Contoh limbah ini adalah asam formiat
yang dihasilkan dari industri karet.
12
limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah
resiko terjadi pencemaran.
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang
berbeda-beda antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari
penimbulan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
a) Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses
yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran
penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan
pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia
B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah
untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b) Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah
bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan
tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan
perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan
kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI
no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
c) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke
tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam
pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah
diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
13
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat
pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur
tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut
dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d) Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang
berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical
waste) yang mungkin diterapkan adalah :
Metode Pengolahan secara Kimia,
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan tergantung jenis dan
kadar limbahnya.
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum dilakukan
adalah stabilisasi/ solidifikasi. Stabilisasi/ solidifikasi adalah proses
mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dengan menambahkan
bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk memperkecil/membatasi
kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum
dibuang. Definisi stabilisasi adalah proses pencampuran limbah dengan
bahan tambahan dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama. Contoh bahan yang dapat digunakan
untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur, dan bahan
termoplastik.
14
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen,
kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di
lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing.
Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL
berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup tinggi,
maka logam dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan
menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan larutan kapur
(Ca(OH)2) atau natrium hidroksida (NaOH) dengan memperhatikan kondisi
pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal akan terjadi pada kondisi pH
dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan minimum.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan
muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor
dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali misalnya air kapur, sehingga
terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5
dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen,
sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu
direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4,
SO2, atau Na2S2O5).
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara
menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut dan dapat menyebabkan
terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah, presipitasi digunakan
untuk menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan fosfat. Senyawa
kimia yang biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium
klorida, magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam – garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau
EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak
dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan
15
sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan penambahan
garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang memiliki
karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat, terutama pada
limbah domestik, dilakukan untuk mencegah eutrophicationdari permukaan.
Presipitasi fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.
Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan
tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami padatan
tersebut lambat atau tidak efisien. Proses koagulasi dan flokulasi adalah
konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid yang sangat halus
didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat diendapkan,
disaring, atau diapungkan.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat
menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh
polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan
konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam
pada effluent, meningkatkan jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan
kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.
16
pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara
penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur
endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air
flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan
untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan
dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi
dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat
membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk
menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan senyawa organik
terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air
buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk
unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk
menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya
sangat mahal.
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut
yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat diisolasi
kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yang memiliki titik didih
yang berbeda dengan senyawa lainnya.
Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk
memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran perlu
dilakukan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tidak
mencemari udara. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi
senyawa yang tidak mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk
membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang perlu
syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Ukuran, desain
dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik
17
dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi dengan alat
pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir dari sistem
pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah
dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.
Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas.
Kelebihan metode pembakaran adalah metode ini merupakan
metode hemat uang di bidang transportasi dan tidak menghasilkan jejak
karbon yang dihasilkan transport seperti pembuangan darat. Menghilangkan
10% dari jumlah limbah cukup banyak membantu mengurangi beban
tekanan pada tanah. Rencana pembakaran waste-to-energy (WTE) juga
memberikan keuntungan yang besar dimana limbah normal maupun limbah
B3 yang dibakar mampu menghasilkan listrik yang dapat berkontribusi pada
penghematan ongkos. Pembakaran 250 ton limbah per hari dapat
memproduksi 6.5 megawatt listrik sehari (berharga $3 juta per tahun).
Kerugian metode pembakaran adalah adanya biaya tambahan dalam
pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu pembakaran limbah
juga menghasilkaN emisi gas yang memberikan efek rumah kaca.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
atau heating value limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.
Metode Pengolahan secara Biologi
18
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang
dewasa saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi.
Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk
mendegradasi/ mengurai limbah B3. Sedangkan fitoremediasi adalah
penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-
bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam
mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih
murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini juga masih
memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi merupakan
proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena
menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa
senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem.
Sumur dalam atau sumur injeksi (deep well injection)
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan
manusia adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke
lapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal
maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap di
lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air.
Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi
kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang integral terhadap
dampak yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan
sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan antara tahun
1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun
1980.
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha
membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah
permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya
formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan
gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat
ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.
19
Kolam penyimpanan atau Surface Impoundments
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang
diperuntukkan khusus bagi limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan
pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah
menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap di dasar.
Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin
tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung,
dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari
udara.
Landfilluntuk limbah B3 atau Secure Landfills
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan
pengamanan tingkat tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill,
limbah B3 dimasukkan kedalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur
dalamlandfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah
B3. Landfill harus dilengkapi peralatan monitoring yang lengkap untuk
mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika
diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang
efektif. Metode secure landfillmerupakan metode yang memiliki biaya
operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak
memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau
merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
21
berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode
pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Budiman, Chandra. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. Jakarta: EGC, 2007.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014
TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
22