Anda di halaman 1dari 164

IDENTIFIKASI B3 DI LABORATORIUM

KAMPUS KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA DAN


PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI ELECTROPLATING

Dosen Pembimbing:

1. Winarko SKM, M.Kes


2. Fitri Rokhmalia SST, M.KL

Disusun Oleh :

Jerry Ryan S (P27833116003)


Umi Mardiyah (P27833116006)
Nila Lovita A (P27833116009)
Atiyatus Eka Putri (P27833116023)
Sazkia Nuhaa S (P27833116026)
Nur Fadlila R (P27833116029)
Faikoh Kurratun F (P27833116038)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
SEMESTER IV
2017/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Laporan ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, Mei 2018

Penyusun

Page | i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 2

1.3 Manfaat ............................................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 4

2.1 Pengertian Limbah B3 ...................................................................................................... 4

2.2 Identifikasi Limbah B3 ..................................................................................................... 4

2.3 Tahapan Pengelolaan Limbah B3 ................................................................................... 16

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 20

3.1 Identifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun .................................................................... 20

3.2 Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun ................................................................ 24

3.3 Tahapan Proses Pelapisan Logam ................................................................................... 29

3.4 Identifikasi Bahaya Limbah B3 Industri Elektroplating ................................................. 35

3.5 Pengumpulan Limbah B3 ............................................................................................... 38

3.6 Pengangkutan Limbah B3 ............................................................................................... 68

3.7 Upaya Pengelolahan Limbah B3 di Pabrik Electroplating ........................................... 102

3.8 Desain Penimbunan dan Persyaratan Penimbunan Limbah B3 Industri Elektroplating111

BAB IV PUNUTUP .................................................................................................................... 128

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 128

4.2 Saran ............................................................................................................................. 128

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 129

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... 132

Page | ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu proses atau
kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga). Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan
dari wujud limbah yang dihasilkan, limbah dibagi menjadi tiga yaitu limbah padat,
limbah cair dan gas. (Damanhuri, 2008)
Limbah adalah hal yang paling umum kita hasilkan sebagai makhuk hidup. Tak
hanya pabrik dan kendaraan bermotor saja yang dapat menghasilkan limbah, tetapi kita
sebagai makhluk hidup juga merupakan penghasil limbah yang sangat produktif.
Limbah atau hasil akhir suatu proses ternyata tidak hanya terkelompokan dalam satu
macam saja. Melainkan ada banyak jenis limbah yang telah dikalsifikasikan dan diatur
oleh pemerintah, dimana salah satunya adalah limbah B3. (Damanhuri, 2008)
Menurut PP RI No. 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beraacun, yang dimaksud dengan B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifatnya
dan atau knsetrasinya maupun jumlahnya, secara langsung maupun tidak langsung hidup
manusia dan makluk lain (PP No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 85 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah B3).
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya
kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3,
baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus
memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi
semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah
B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi
semula.

Page | 1
Salah satu industri yang menghasilkan limbah B3 adalah industri pelapisan
listrik. Hal ini karena industri pelapisan listrik yang menggunakan beraneka ragam
bahan kimia untuk prosesnya antara lain berbagai asam, basa an senyawa-senyawa
kimia seperti khromat, sianida, khlorida, posfat, dan lain-lain, yang menghasilkan bahan
buangan berupa padatan, cairan maupun gas yang berbahaya. Walaupun jumlah bahan
limbah dari industri pelapisan listrik ini tidak sebanyak yang dihasilkan industry lain,
namun karena sifatnya yang sangat beracun maka bahan buangan yang sedikit ini sangat
berbahaya bagi manusia serta dapat mengancam kelestarian kehidupan alam
sekelilingnya, oleh karena itu sebelum di buang keluar pabrik harus diolah terlebih
dahulu.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui cara-cara pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan


limbah B3 dari industri pelapisan listrik.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pembuatan instrument identifikasi bahan berbahaya dan


beracun (B3).
2. Untuk mengetahui pembuatan instrument penyimpanan bahan berbahaya dan
beracun (B3).
3. Untuk mengetahui penilaian form pengumpulan limbah B3.
4. Untuk mengetahui penilaian form pengangkutan limbah B3.
5. Untuk mengetahui upaya pengelolahan limbah B3 di industri elektroplating.
6. Untuk mengetahui desain penimbunan dan persyaratan penimbunan limbah
B3 industri electroplating.

Page | 2
1.3 Manfaat

Agar mahasiswa dan masyarakat mampu mengetahui dan memahami tentang apa yang
dimaksud dengan limbah B3 dan tentang pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan
penimbunan limbah B3 yan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang ada.

Page | 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah B3

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung zat,
energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain ( PP No. 101, 2014 (Pasal 1).

Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun
jenis sisa bahannya.

Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran


atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbahB3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya
kembali.

Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan B3,
baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaatan, pengolah dan penimbun B3,
harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada
kondisi semula.Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan
limbah B3, harus dilakukan upaya optimalagar kualitas lingkungan kembali kepada
fungsi semula.

2.2 Identifikasi Limbah B3

2.2.1 Klasifikasi Limbah B3

Klasifikasi limbah Peraturan Pemerintah RI Pasal 1 No. 101 Tahun 2014


tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah B3
berdasarkan sumbernya dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Limbah dari sumber spesifik. Limbah B3 ini merupakan sisa proses suatu
industri kegiatan tertentu.

Page | 4
2. Limbah dari sumber yang tidak spesifik. Untuk limbah B3 ini berasal bukan
dari proesutamanya, misalnya dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
inhibitor, korosi, pelarut perak, pengemasan dan lain-lain.
3. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, sehingga
memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.

Selain berdasarkan sumber, limbah B3 dibedakan atas jenis buangan yaitu :

1. Buangan radioaktif, buangan yang mengemisikan radioaktif berbahaya,


persisten untuk periode waktu yang lama.
2. Buangan bahan kimia, umumnya digolongkan lagi menjadi: (i) synthetic
organics; (ii) anorganik logam, garam-garam, asam dan basa; (iii) flamable
dan (iv)explosive.
3. Buangan biological, dengan sumber utama: rumah sakit, penelitian
biologi.Sifat terpenting sumber ini menyebabkan sakit pada mahluk hidup
danmenghasilkan toxin.

2.2.2 Karakteristik Limbah B3

a. Mudah meledak (Explosive)

Buangan yang melalui reaksi kimia menghasilkan ledakan dengan


cepat, suhu, tekanan tinggi mampu merusak lingkungan.Penanganan secara
khusus selama pengumpulan, penyimpanan, maupun pengangkutan.

Berdasarkan penjelasan PP No.85 Tahun 1999 Tentang Perubahan PP


No.18 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, limbah dengan sifat ini merupakan limbah yang pada suhu tekanan
standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia atau
fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan
cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Limbah B3 dengan sifat mudah
meledak yang paling berbahaya adalah limbah B3 peroksida organik karena
bersifat oksidator dan tidak stabil.Senyawa ini sangat sensitif terhadap
guncangan, gesekan, dan panas, serta terdekomposisi secara eksotermis
dengan melepaskan energi panas yang sangat tinggi. Contoh limbah B3

Page | 5
dengan sifat ini adalah asetil peroksida, benzoil peroksida, dan jenis
monomer yang mempunyai berpolimerisasi secara spontan sambil
melepaskan gas bertekanan tinggi (seperti butadien dan metakrilat).

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak
(explosive) berwarna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol berupa gambar bom meledak (explosive/exploded bomb) berwarna
hitam.Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang pada suhu dan tekanan
standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak dan menimbulkan kebakaran atau
melalui reaksi kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.

Gambar : Simbol B3 Bersifat Mudah Meledak (Explosive)

b. Mudah terbakar (Flamable)

Buangan ini apabila dekat dengan api/sumber api, percikan, gesekan


mudah menyala dalam waktu yang lama baik selama pengangkutan,
penyimpanan atau pembuangan. Contoh jenis inbuangan Bahan Bakar
Minyak (BBM) atau buangan pelarut (benzena, toluen, aseton).

Gambar : Simbol B3 Bersifat Mudah Terbakar (Flamable)

Page | 6
c. Reaktif

Buangan yang dapat menyebabkan kebakaran karena melepaskan


oksigen atau buangan peroksida (organik) yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Contoh: magnesium, perklorat dan metil etil ketonperoksida.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi
(oxidizing) berwarna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Gambar simbol berupa bola api berwarna hitam yang menyala. Simbol ini
menunjukkan suatu bahan yang dapat melepaskan banyak panas atau
menimbulkan api ketika bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama
bahan-bahan yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa
udara.

Gambar: Simbol B3 Bersifat Pengoksidasi (Oxidizing)

Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah


satu sifat-sifat sebagai berikut:

1. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan;
2. Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air;
3. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan;

Page | 7
4. Merupakan limbah sianida, sulfida atau amoniak yang pada kondisi pH
antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan;
5. Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan
standar (25oC, 760 mmHg); dan
6. Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu
tinggi. Contoh limbah dengan sifat ini adalah asam sulfat bereaksi
dengan air spontan menghasilkan panas tinggi, magnesium, perklorat,
dan metil etil keton peroksida. Limbah lain yang berbentuk debu sangat
halus dari bahan logam, katalis atau batubara reaktif terhadap udara dan
berpotensi untuk terbakar atau meledak.

d. Menimbulkan karat (Corrosive)

Buangan yang pH nya sangat rendah (pH 12,5) karena dapat bereaksi
dengan buangan lain, dapatmenyebabkan karat besi dengan adanya buangan
lain, dapat menyebabkan karatbaja/besi. Contoh: sisa asam terutama asam
sulfat, limbah asam dan baterai.

Gambar : Simbol B3 Bersifat Korosif (Corrosive)

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif
(corrosive) berwarna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.
Simbol terdiri dari 2 gambar yang tertetesi cairan korosif. Simbol ini
menunjukkan suatu bahan yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Page | 8
1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit;
2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan
laju korosi > 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 550C; atau
3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan
sama atau lebih besar dari 12,5 untuk B3 yang bersifat basa.

Sifat ini merupakan limbah dengan pH < 2 atau pH > 12,5 karena
dapat bereaksi dengan buangan lain, dapat menyebabkan karat baja/besi dan
menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. Bahan korosif dipahami sebagai
bahan yang dapat melarutkan logam atau menyebabkan oksidasi material
pada bagian permukaan logam, misalnya karat besi.Pengertian korosif yang
lebih luas adalah sifat bahan yang dapat menyebabkan kerusakan bahan,
termasuk jaringan hidup yang kontak dengan zat tersebut atau terpapari
uapnya.Pada umumnya bahan korosif berupa asam kuat, basa kuat, pahan
pengoksidasi, dan bahan bersifat penarik air (dehydrating agents).

e. Buangan yang menimbulkan penyakit (Infectious Waste)

Buangan yang menimbulkan penyakit (Infectious Waste), yaitu dapat


menularkan penyakit. Contoh: tubuh manusia, cairan tubuh manusia yang
terinfeksi,limbah laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat
menular.

Berdasarkan penjelasan PP No.85 Tahun 1999 Tentang Perubahan PP


No.18 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, limbah yang menyebabkan infeksi yaitu bagian tubuh manusia
yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah
dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang
dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit
seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan,
dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.Limbah jenis ini
umumnya berupa limbah rumah sakit atau laboratorium klinik, limbah
laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular, tubuh
manusia, dan cairan tubuh manusia yang terinfeksi.

Page | 9
Gambar :Simbol B3 Bersifat Menimbulkan Penyakit (Infectious Waste)

f. Berbahaya (HarmfuL Waste)

Buangan yang menimbulkan penyakit (Harmful Waste) Berdasarkan


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008
Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan
Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya (harmful) berwarna
dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar
silang berwarna hitam.Simbol ini untuk menunjukkan suatu bahan baik
berupa padatan, cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui
inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai
tingkat tertentu.

Gambar : Simbol B3 Bersifat Berbahaya (Harmful)

g. Beracun (Toxic)

Beracun (Toxic) yaitu buangan berkemampuan meracuni, menjadikan


cacat sampai membunuh mahluk hidup dalam jangka panjang ataupun jangka
pendek. Sebagai contoh logam berat (seperti Hg, Cr), pestisida, pelarut,
halogenida.

Page | 10
Berdasarkan penjelasan PP No.85 Tahun 1999 Tentang Perubahan PP
No.18 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, penentuan sifat racun dalam identifikasi limbah ini dapat
menggunakan baku mutu konsentrasi Toxicity Characteristic Leaching
Procedure, TCLP pencemar organik dan anorganik. Apabila konsentrasi
limbah kurang dari nilai ambang batas maka dilakukan uji
toksikologi.Toksisitas adalah hal utama yang diperhatikan menyangkut
bahan barbahaya.Hal ini mencakup efek kronis jangka panjang akibat
pemaparan kontinyu atau periodik dari bahan toksik konsentrasi rendah dan
efek akut dari pemaparan sesaat konsentrasi tinggi. Untuk keperluan
pengawasan dan remediasi dibutuhkan suatu uji standar yang dapat
mengukur seperti apa suatu bahan toksik sampai ke lingkungan dan
menyebabkan bahaya bagi makhluk hidup. Salah satu uji yang
dipersyaratkan adalah TCLP.Uji ini dirancang untuk menentukan mobilitas
kontaminan organik maupun anorganik yang terdapat dalam cairan, padatan
dan limbah multifasa.

Gambar 2.7 Simbol B3 Bersifat Beracun (Toxic)

h. Dangerous for environment (Berbahaya Bagi Lingkungan)

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya bagi
lingkungan (dangerous for environment) berwarna dasar putih dengan garis
tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar pohon dan media
lingkungan berwarna hitam serta ikan berwarna putih.Simbol ini untuk
menunjukkan suatu bahan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap
lingkungan. Bahan kimia ini dapat merusak atau menyebabkan kematian

Page | 11
pada ikan atau organisme aquatik lainnya atau bahaya lain yang dapat
ditimbulkan, seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC =
Chlorofluorocarbon), persistent di lingkungan (misalnya PCBs =
Polychlorinated Biphenyls).

Gambar : Simbol B3 Bersifat Berbahaya bagi Lingkungan (Dangerous For


Environment)

i. Carcinogenic, tetragenic, mutagenic

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat karsinogenik,
teratogenik dan mutagenik berwarna dasar putih dengan garis tepi tebal
berwarna merah. Simbol berupa gambar kepala dan dada manusia berwarna
hitam dengan gambar menyerupai bintang segi enam berwarna putih pada
dada. Simbol ini menunjukkan paparan jangka pendek, jangka panjang atau
berulang dengan bahan ini dapat menyebabkan efek kesehatan sebagai
berikut:

1. Karsinogenik yaitu penyebab sel kanker


2. Teratogenik yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan
dan pertumbuhan embrio;
3. Mutagenik yaitu sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom
yang berarti dapat merubah genétika;
4. Toksisitas sistemik terhadap organ sasaran spesifik;
5. Toksisitas terhadap sistem reproduksi; atau
6. Gangguan saluran pernafasan

Page | 12
Gambar : Simbol B3 Bersifat Karsinogenik, Teratogenik dan Mutagenik

j. Pressure gas (bahaya lain berupa gas bertekanan)

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03


Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun, simbol untuk B3 klasifikasi bersifat gas bertekanan
berwarna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa
gambar tabung gas silinder berwarna hitam.Simbol ini untuk menunjukkan
bahaya gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat meledak
bila tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan isinya dapat
menyebabkan kebakaran.

Gambar : Simbol B3 Bersifat Gas Bertekanan

Limbah yang temasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila


diuji dengan metode toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas
yang telah ditetapkan. Pengujian toksikologi dilakukan untuk menentukan
sifat akut atau kronik dan menetapkan nilai LD50 (Lethal Dose Fifty).LD50
adalah perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram) yang dapat

Page | 13
menyebabkan kematian 50 % populasi makhluk hidup yang dijadikan
percobaan.

2.2.3 Kategori Limbah B3

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 Kategori limbah B3


dibedakan menjadi 3, yaitu :

a. Limbah B3 kategori 1

1. Karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius,


dan/atau korosif sesuai dengan parameter uji.
2. Karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah yang
diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat
pencemar pada kolom TCLP-A.
3. Karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih kecil dari
atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat
badan hewan uji.

b. Limbah B3 kategori 2

1. Karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah yang


diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari atau sama
dengan konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A dan memiliki
konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada
kolom TCLP-B.
2. Karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
Limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih besar dari
50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji dan
lebih kecil dari atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per
kilogram) berat badan hewan uji; dan
3. Karakteristik beracun melalui uji toksikologi subkronis sesuai dengan
parameter uji

Page | 14
c. Limbah Non-B3

Limbah non B3 merupakan limbah yang tidak mengandung bahan berbahaya


dan beracun.Contoh dari limbah non B3 adalah sisa-sisa sayuran dan daun
yang gugur. Berdasarkan asalnya, limbah dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Limbah Keluarga (Rumah Tangga)

Limbah keluarga biasanya berasal dari sisa-sisa aktivitas


keluarga.Limbah yang dihasilkan keluarga biasanya berupa sampah, baik
sampah organik maupun sampah anorganik, detergen, dan kotoran
manusia.Sampah organik contohnya adalah sisa sayuran dan buah-
buahan, sedangkan sampah anorganik contohnya adalah kaleng dan
plastik bekas.

2. Limbah Pertanian

Limbah pertanian dapat berasal dari sisa penggunaaan pupuk


(baik pupuk organik maupun pupuk kimia) maupun sisa-sisa
pestisida.Sisa penggunaan pupuk dapat larut dalam air, kemudian
terbawa menuju sungai dan mengendap pada beberapa tempat di
sungai.Adanya endapan pupuk ini menyebabkan menumpuknya unsur-
unsur hara di perairan tersebut. Akibatnya tanaman air seperti ganggang
akan subur dan mendominasi pada perairan tersebut. Populasi ganggang
yang banyak ini akan mengurangi kandungan oksigen dan menghalangi
sinar matahari yang diperlukan oleh tumbuhan air lainnya. Tidak adanya
oksigen dan sinar matahari yang masuk ini akan menyebabkan kematian
bagi organisme lain yang hidup di perairan tersebut.

Peristiwa ini disebut dengan eutrofikasi.Selain itu limbah


pertanian yang dapat mencemari perairan adalah DDT (sejenis
pestisida).Penggunaan DDT yang berlebihan pada pertanian dapat
memberikan dampak pada ekosistem. DDT mempunyai sifat larut dalam
lemak, hal ini menyebakan organisme yang terdapat pada rantai
makanan di perairan dalam yang tercemar tubuhnya akan terakumalasi
DDT. Akumalasi ini jumlahnya akan semakin besar pada organisme-
organisme yang berada di puncak rantai makanan.

Page | 15
3. Limbah Industri

Bidang industri selain memberikan dampak yang luar biasa juga


memberikan dampak yang merugikan, yaitu limbah industri.Limbah
industri yang dihasilkan pun sebagian besar adalah limbah yang
tergolong berbahaya dan beracun (B3).Limbah industri ini perlu
mendapatkan pengolahan terlebih dulu sebelum dibuang ke dalam
lingkungan.Hal ini dimaksudkan agar zat berbahaya yang terkadung di
dalamnya tidak ikut terbuang ke lingkungan.Pembuangan limbah ke
lingkungan tanpa pengolahan dapat menyebabkan pencemaran dan
membunuh organisme yang ada di dalamnya.

2.3 Tahapan Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.


19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali
dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui
Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang
Pengelolaan Limbah B3.

Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,


pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus
mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas
tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH.

Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan


selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat. Pengolahan limbah
B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2.3.1 Tujuan pengelolaan limbah B3

Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi


pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3
serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga
sesuai dengan fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha

Page | 16
yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan
dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi
pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus
dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi
semula.

2.3.2 Prosedur Pengelolan Limbah

a. Reduksi limbah

Suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan


mengurangi sifat bahaya dan beracun LImbah B3, sebelum dihsilkan dari
suatu kegiatan (Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999).

b. Pengemasan

Adalah kegiatan mengemas, mengisi atau memasukkan B3 ke dlm


suatu wadah dan atau kemasan, menutup atau menyegelnya (PP No 74
Tahun 2001).

c. Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun

Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang


dilakukanoleh penghasil atau pengumpul atau pemanfaat atau pengolah
dan/atau penimbunlimbah B3 dengan maksud menyimpan
sementara.Penghasil limbah B3dapat menyimpan limbah B3 paling lambat
90 hari sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolah atau penimbun limbah B3. Apabila limbah B3 yang dihasilkan
kurang dari 50 kilogram per hari, penghasil limbah B3 dapat menyimpan
limbah B3 lebih dari 90 hari sebelum diserahkan kepada pengumpul atau
pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3, dengan persetujuan
instansi yang bertanggung jawab. Kegiatan penyimpanan sementara limbah
B3 wajib memiliki izin dari Bupati/Walikota.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Pasal 1 No. 101 Tahun 2014


tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun penyimpanan

Page | 17
limbah B3 dilakukan di tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan
sebagai berikut:

1. Lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, tidak rawan bencana dan
diluar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang,
2. Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah
B3, dan upaya pengendalian pencemaran lingkungan,
3. Desain dan konstruksi yang mampu Desain dan konstruksi yang mampu
melindungi Limbah B3 dari hujan dan melindungi Limbah B3 dari hujan
dansinar matahari,
4. Memiliki peneranganpenerangan dan ventilasi, dan
5. Memiliki saluran drainase dan bak penampung.

d. Pengumpulan bahan berbahaya dan beracun

Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3


dari penghasil limbah B3 sebelum diserahkan kepada pemanfaat limbah B3,
Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun limbah B3.Pengumpul limbahB3
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan
untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan atau
pemanfaat atau penimbun limbah B3. Kewajiban pengumpul limbah B3
hampir sama dengan penghasil limbah B3 dalam urusan catatan dan
penyimpanan. Kegiatan pengumpulan limbah B3 wajib memiliki izin dari:

1. Menteri untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional setelah mendapat


rekomendasi dari gubernur,
2. Gubernur untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi, atau
3. Bupati/Walikota untuk pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota.

Dalam hal setiap orang yang menghasilkan mampu melakukan


sendiri.Pengumpulan Limbah B3 diserahkan kepada dihasilkannya,
Pengumpulan Limbah Pengumpul Limbah B3.Penyerahan Limbah B3
kepada Pengumpul dengan bukti penyerahan Limbah B3. Salinan bukti
penyerahan Limbah B3 disampaikan oleh setiap orang kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya paling lama 7
(tujuh) hari sejak penyerahan Limbah B3.

Page | 18
e. Pengangkutan bahan berbahaya dan beracun

Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah


B3 dari penghasil atau dari pengumpul atau dari pemanfaat atau dari
pengolah kepengumpul atau ke pemanfaat atau ke pengolah atau ke
penimbun limbah B3.Setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut
limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3 yang ditetapkan oleh kepala
instansi yang bertanggungjawab.

Berdasarkan penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun


2014 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dokumen
limbah B3 adalah surat yang diberikan pada waktu penyerahan limbahB3
oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul limbah B3 kepada pengangkut
limbah B3. Dokumen limbah B3 tersebut berisi ketentuan sebagai berikut:

1. Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang


menyerahkan limbah B3;
2. Tanggal penyerahan limbah B3;
3. Nama dan alamat pengangkut limbah B3;
4. Tujuan pengangkutan limbah B3; dan
5. Jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang diserahkan.

Pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan alat angkut khusus yang


memenuhi persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sarana
pengangkutan yang dipakai mengangkut limbah B3 adalah truk, kereta api,
atau kapal. Pengangkutan dengan mengemasi limbah B3 ke dalam container
dengan drumkapasitas 200 liter.Untuk limbah B3 cair jumlah besar
digunakan tanker, sedangkan limbah B3 padat digunakan lugger box dari
baja.Kegiatan pengangkutan limbah B3 wajib memiliki izin dari menteri
yang menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan setelah mendapat
rekomendasi dari menteri (Larastika, 2011).

Page | 19
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun

No Jenis B3 Kategori Sifat Simbol Keterangan


1 Zinc 1 Dangerous for Bahaya bagi
environment lingkungan
(Berbahaya
Bagi
Lingkungan)
2 Asam Sulfat 1 Dangerous for Bahaya bagi
environment lingkungan
(Berbahaya
Bagi
Lingkungan)
3 Amonium 1 Dangerous for Bahaya bagi
Hidroksida environment lingkungan
(Berbahaya
Bagi
Lingkungan)
4 Asam Nitrat 1 Bahaya(Korosif) Bahan berifat
Korosif

5 Asam Fosfat 1 Bahaya(Korosif) Bahan berifat


Korosif

Page | 20
6 Metilen 1 Berbahaya Mengandung
Klorida bahan yang
(Harmful Waste) berbahaya
Buangan yang
menimbulkan
penyakit (Harmful
Waste)
7 Asetamida 1 Bahaya Bahan berifat
Korosif
Korosif

8 Benzena 1 Mudah terbakar Mengandung


bahan yang
mudah terbakar

9 H2SO4 pekat 1 Menimbulkan Bahan berifat


karat Korosif

(Corrosive)

10 Asetil Klorida 1 Bahaya Mengandung


bahan yang
Membuat mada
berbahaya
pedih ,kesakita
dan buta

11 HCl pekat 1 Menimbulkan Bahan berifat


karat Korosif

(Corrosive)

Page | 21
12 Asam 1 Toksik/beracun Mengandung
Karbamat bahan yang
Dapat
beracun
menyebabkan
kematian
13 Vanadium 1 Dangerous for Berbahaya bagi
Pentoksida environment lingkungan
(Berbahaya Bagi
Lingkungan)

14 Kalium Sianida 1 Toksik/beracun Mengandung


bahan yang
Dapat
beracun
menyebabkan
kematian
15 Iodine 1 Berbahaya Mengandung
Resublimed bahan yang
(Harmful Waste) berbahaya
Buangan yang
menimbulkan
penyakit
(Harmful Waste)
16 Selenium 1 Toksik/beracun Mengandung
Sulfida 1 bahan yang
Dapat
beracun
menyebabkan
kematian
17 Dietil Eter 1 Mudah terbakar Mengandung
bahan yang
mudah terbakar

Page | 22
18 Etanol 1 Mudah terbakar Mengandung
bahan yang
mudah
terbakar

19 Aceton 1 Mudah terbakar Mengandung


bahan yang
mudah
terbakar

20 Metanol 1 Toksik/beracun Mengandung


bahan yang
Dapat
beracun
menyebabkan
kematian
21 Mercury (II) 2 Berbahaya bagi
Iodide lingkungan
Dangerous for
environment
(Berbahaya Bagi
Lingkungan)

22 Arsenat 1 Berbahaya Mengandung


Trioksida bahan yang
(Harmful Waste) berbahaya
Buangan yang
menimbulkan
penyakit
(Harmful Waste)
23 Kalsium 1 Toksik/beracun Mengandung
Sianida bahan yang
Dapat
beracun
menyebabkan
kematian

Page | 23
24 Dithizon 1 Berbahaya Mengandung
bahan yang
(Harmful Waste) berbahaya
Buangan yang
menimbulkan
penyakit
(Harmful Waste)

25 Iodine 1 Berbahaya Mengandung


Resublimed bahan yang
(Harmful Waste) berbahaya
Buangan yang
menimbulkan
penyakit
(Harmful Waste)

3.2 Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun

No. Jenis B3 Tanggal Tanggal Kategori

Produksi Expired
1. Zinc 21-05-2002 20-05-2006 1

2. Asam Sulfat 12-03-2003 12-03-2007 1

3. Amonium Hidroksida 15-06-2001 15-06-2005 1

4. Asam Nitrat 20-08-2010 20-08-2014 1

5. Asam Fosfat 19-08-2015 19-08-2019 1

6. Metilen Klorida 07-07-2007 07-07-2013 1

7. Asetamida 25-01-2014 24-01-2018 1

8. Benzena 27-04-2014 27-04-2018 1

9. H2SO4 pekat 31-05-2011 1

Page | 24
10. Asetil Klorida 1

11. HCl pekat 30-06-2007 1

12. Asam Karbamat 1

13. Vanadium Pentoksida 24-04-2016 1

14. Kalium Sianida 1

15. Iodine Resublimed 1

16. Selenium Sulfida 1 13-02-2018 1

17. Dietil Eter 1

18. Etanol 31-03-2019 1

19. Aceton 1

20. Metanol 31-03-2015 1

21. Mercury (II) Iodide 20-03-2018 2

22. Arsenat Trioksida 1

23. Kalsium Sianida 19-01-2019 1

24. Dithizon 1

25. Iodine Resublimed Oktober 2016 1

Page | 25
Sistem Tanggap Darurat (STD) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Sistem Tanggap Darurat menggunakan azas-azas yang terdapat dalam UU 32


Tahun 2009 yaitu azas keterpaduan, azas kehati-hatian, azas Polluter Pay Principle, asas
tanggungjawab, serta azas cepat dan operasional. Dalam system tanggap darurat
melibatkan 3 stakeholder yaitu Pemerintah, Industri/Jasa B3 dan Masyarakat.

Sebagaimana tercantum dalam PP 74 pasal 24, 25, 26, 27, bahwa ketiga
stakeholder tersebut berperan dalam sistem tanggap darurat, sesuai dengan peran dan
tanggungjawab masing- masing. Garis komando harus jelas untuk menghindari
kesimpangsiuran pelaksanaan tanggungjawab dan peran.

Dalam sistem tanggap darurat tidak membedakan antara B3 dan limbah B3.
Sistem tanggap darurat yang dibangun adalah sama. Dikarenakan secara teknis dampak
B3 dan Limbah B3 adalah sama. Disamping itu juga apabila mengacu kepada aturan
nasional di bidang pengangkutan B3 ataupun Limbah B3 yang dikeluarkan Kemenhub
adalah sama, dimana Kemenhub mengacu kepada MDGs Code (Material dangerous
Goods Code) yang mengacu kepada IMO (International Maritim Organization) dan
UNEP. Di bidang pengangkutan nasional maupun internasional, B3 dan Limbah B3
dikategorikan sebagai Dangerous Goods. Tanggap darurat di pabrik (in plant)/mandiri
dapat mengacu kepada Occupational Safety and Health Administration (OSHA) atau
Kemenaker.

Pada dasarnya industri yang mengolah dan menangani bahan yang mudah
meledak, mudah terbakar seperti minyak bumi dan gas alam, bahan-bahan kimia B3
yang reaktif atau tidak stabil atau produk antara, memiliki resiko yang tinggi terhadap
suatu bencana industri. Untuk menghadapi hal tersebut, Kantor Industri dan
Lingkungan (IEO) Amerika Serikat dan Program Lingkungan PBB (UNEP) berdasarkan
pengalaman yang diperoleh dari CMA (Asosiasi Industri Kimia Amerika Serikat)
telah mengembangkan suatu program yang disebut Awareness and Prepadness for
Emergency at Local Level (APELL). Program ini merupakan kesadaran dan kesiapan
menanggulangi keadaan darurat pada tingkat lokal. APELL terutama ditujukan bagi
bahaya yang terjadi di dalam kawasan industri dan pada bergeraknya bahan berbahaya
di lingkungan sekitar kawasan industri tersebut dan ini tidak membedakan B3 ataupun
Limbah B3, tetapi yang dilihat adalah bahayanya.

Pelaksanaan proses APELL akan melibatkan penduduk dan seluruh masyarakat


baik lokal, regional, maupun internasional. Perbatasan teritorial atau yuridiksi sebaiknya

Page | 26
tidak membatasi partisipasi semua unsur yang terkait di dalam proses APELL,
sebaliknya menggarisbawahi kebutuhan proses APELL dalam mengembangkan
rancangan penanggulangan keadaan darurat yang terkoordinasi. Dalam konteks
kesadaran dan tanggap darurat, harus dipusatkan pada kecelakaan utama, yaitu
kecelakaan yang menghasilkan efek-efek hingga di luar batas-batas wilayah perusahaan.
Fokus ini hanya didasarkan pada asumsi bahwa efek-efek yang tidak meluas ke luar
batasanbatasan lokasi perusahaan tersebut, maka berarti tidak perlu diaktifkan suatu
rencana tanggap darurat bagi masyarakat.

Prinsip dasar APELL adalah meliputi sebagai berikut :


1. Sense of Awareness, yaitu meningkatkan kesadaran, kepedulian dari
masyarakat, industri dan usahawan, serta pemerintah dalam hal ini Badan Lembaga
Otoritas pemerintah daerah suatu industri maupun pusat
2. Sense of Preparedness, yaitu kesiapan sistem dan rancangan penanggulangan
keadan darurat dengan melibatkan seluruh masyarakat, bersama industri dan
pemerintah apabila keadaan darurat akibat kecelakaan atau bencana industri yang
mengancam keselamatan lingkungan berdasarkan sistem informasi data base yang
ada.

Mekanisme ini sudah diakomodir oleh PP 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 pasal
24-27 serta PP 101/2014 tentang pengelolaan Limbah B3 pasal 217 – pasal 236.

Adapun Rencana Tanggap Darurat (Emergency Response Plan) merujuk kepada


OSHAS yang perlu disusun meliputi:

1. Pembentukan unit tanggap darurat, pembagian tugas personil, dan mekanisme


tahapan penanggulangan darurat (mandiri, gabungan dan nasional)
2. Melakukan identifikasi tempat atau jalur rawan keadaan darurat
3. Melakukan identifikasi pos polisi, regu pemadam kebakaran dan pos kesehatan/RS
terdekat.
4. Prosedur pengumuman atau tanda terjadi keadaan darurat
5. Menentukan jarak aman, lokasi evakuasi dan jalur evakuasi
6. Prosedur pengamanan lokasi
7. Prosedur handling B3 sesuai dengan karakteristiknya
8. Prosedur pembersihan lokasi/area terpapar dari kontaminasi lepasan dan emisi B3
9. Prosedur pertolongan pertama
10. Kompetensi Personil

Page | 27
11. Sarana dan prasarana STD
12. Training 28

Sedangkan penanggulangan keadaan darurat meliputi:

1. Petugas yang pertama mengetahui terjadi kecelakaan B3 melakukan upaya


penghentian sumber lepasan dan emisi B3
2. Apabila tidak dapat dilakukan upaya penghentian sumber maka segera
mengkomunikasikan kepada Unit Tanggap Darurat internal perusahaan (pemadaman
mandiri)/In Plant
3. Dalam hal penanggulangan mandiri tidak mampu segera mengkomunikasikan ke
Pos Polisi terdekat, regu pemadam kebakaran, pos kesehatan untuk dilakukan
pemadaman gabungan.
4. Dalam hal penanggulangan gabungan tidak mampu segera mengkomunikasikan ke
BNPB untuk dilakukan pengerahan sumber daya nasional.
5. Menunjuk insident commander di lokasi yang bertugas:
 Melakukan kajian cepat penyebab, kelas hazard, dan luasan area terpapar
 Menugaskan Tim untuk melakukan pengukuran lepasan dan atau emisi B3
 Menugaskan Tim yg terlibat langsung di lokasi (dibagi dalam zona area
terpapar: panas, sedang dan dingin)
 Melakukan penanganan terhadap B3 sesuai dengan karakteristik
 Menugaskan Tim pendukung peralatan penanggulangan, pengoperasian
peralatan teknis di sekitar lokasi kecelakaan dan medis
 Menyampaikan informasi kepada public
 Penggunaan jenis APD yang sesuai kelas hazard

Page | 28
3.3 Tahapan Proses Pelapisan Logam

prinsip dasar dari pelapisan logam secara listrik adalah penempatan ion logam yang
ditambah electron pada logam yang dilapisi, yang mana ion-ion logam tersebut didapat
dari noda dan eletrolit yang digunakan. Secara eletro kimia prosesnya dapat dilihat pada
gambar berikut :

Gambar 1. Skema Pelaksanaan Pelapisan Logam Secara Listrik

Dengan adanya arus yang mengalir dari sumber maka electron “dipompa” melalui
eletrodaa positif (anoda) menuju eletroda negative (katoda) dan dengan adanya ion-ion
logam yang di dapat dari eletrolit maka menghasilkan logam yang melapisi permukaan
logam lain. Proses pelapisan logam secara listrik (Electroplating) terdiri dari beberapa
urutan proses anatara lain persiapan bahan yang akan dilapis, pelapisan dan
penyelesaian akhir.

3.3.1 Proses Pelapisan Tembaga

Proses ini banyak digunakan anatar lain untuk memperoleh lapisan pada
permukaan logam dengan tujuan sebagai lapisan pelindung,, meningkatkan
penampilan, sebagai lapisan dasar untuk pelapisan selanjutnya, memperoleh
lapisan dengan hantar panas dan arus listik yang baik dan kadang proses ini
digunakan juga dala, proses elektro forming.

Page | 29
Gambar 2. Proses Pelapisan Tembaga Serta Unsur Pencemar Yang
Dikeluarkan

a. Proses Pembersihan Lemak (Degreasing)

Disini benda yang akan diproses cukup dicelup dalam suatu larutan zat-zat
organic misalnya Trikhloretilrn, alcohol, bensin, detergen, da sebagainya,
yang bertujuan untuk menghilangkan lemak (organic). Pekerjaan ini
dilakukan dalam bak yang terbuat dari baja tahan karat. Lemak ini sangat
mengganggu pada proses pelapisan karena mengurangi daya hantar listrik
atau mengurangi kontak antara lapisan dengan logam dasarnya. Pebersihan
dengan cara ini dapat digolongkan dalam 2 kategori yaitu pembersihan yang
dilakukan pada keadaan panas dengan pelarut organic yang tidak mudah
terbakar dan pembersihan yang dilakukan dalam suhu kamar.

b. Proses Pembersihan Dengan Asam (Pickling)

Proses pickling adalah pembersihan oksida secara kimiawi melalui


pencelupan dalam larutan asam. Reaksi pickling sebetulnya adalah proses
elektro kimia dalam sel galvanis antara logam murni (anoda) dan oksida
(katoda). Asam yang digunakan untuk pickling ini biasanya asam bisulfat,
asam chloride dan campuran asam-asam lainnya. Bak untuk pickling

Page | 30
biasanya terbuat dari plat baja tahan karat atau plat baja yang dilapis dengan
PVC, polipropelene, plastic atau karet.

c. Proses Pembilasan

Biasanya dilakukan dengan air di dalam satu atau beberapa bak yang terbuat
dari baja tahan karat. Sistem pembilasan dalam beberapa bak pada umumnya
bisa merupakan arah berawanan antara benda kerja dengan aliran air dari bak
satu ke bak lainnya. Pada proses bertahap melalui beberapa bak pada
dasarnnya dimaksudkan untuk memperoleh pembersihan efektif atau untuk
memperoleh keadaan yang sama dapat juga menggunakan sistem semprot.
Baik di dalam proses satu bak atau beberapa bak pada prinsipnya memakai
aliran air yang mengalir dan menghasilkan air buangan yang terbanyak.

Desain bak merupakan salah satu faktor untuk memperoleh tingkat


kebersihan yang tinggi antara lain berkait denga sistem sirkulasi air di dalam
bak dan sistem kesempurnaan air untuk melepaskan kotoran dari permukaan
benda dan membawa bersama aliran keluar.

d. Proses Pembersihan Mekanis (Pemolesan)

Proses pemolesan biasanya dilakukan dengan maksud untuk menghaluskan


permukaan atau menghilangkan goresan. Sebagian kecil dari permukaan
logam terbuang dan kehalusan yang diperoleh dengan cara ini kira-kira 16
mikron. Hal -hal yang mendapat perhatian dari proses ini adalah mengenai
abrasive (obat poles), kain poles (mop), penyenteran dan kesetimbangan kain
poles dalam arah radial. Abrasive yang sering digunakan adalah lebih banyak
dalam bentuk pasta daripada bentuk cair. Jenisnya kebanyakan terbuat dari
partikel-partikel korondum (oksida A1) yang sangat keras yang didapat dari
alam.

Sedangkan abrasive buatan biasanya karbida silikon. Kehalusan abrasive


bermacam-macam yaitu diperoleh dengan proses pengayakan antara 30
sampai 250 mesh, dan bilamana dengan pemisah (silikon) diperoleh 230
sampai 600 mesh. Kain poles kebanyakan terbuat dari kain kanvas, belacu,
satyns, laken dan sebagainya. Jenis abrasive dan kain yang digunakan
tergantung daripada jenis logam yang diproses. Proses pemolesan terbatas

Page | 31
pada bentuk dan permukaan tertentu sehingga mendapat kesulitan untuk
permukaan bagian dalam atau pada ukuran-ukuran yang sangat kecil.

e. Proses Pelapisan

Pada prinsipnya proses pelapisan ini merupakan proses pengendapan logam


secara elektro kimia. Sumber listrik arus searah sudah barang tentu
merupakan peralatan pokok. Peralatan sumber arus searah terdiri dari
pengubah tegangan tinggi ke tegangan rendah dengan kuat arus searah terdiri
dari pengubah tegangan tinggi ke tegangan rendah dengan kuat arus besar,
serta alat penyearah (rectifier) yang mengubah arus bolak-balik menjadi arus
searah. Barang yang akan dilapisi harus ditempatkan dalam elektrolit sebagai
katoda negatip (–).

Dengan demikian di sini terjadi reaksi reduksi ion logam menjadi logam :
Cu2+ + 2 e → Cu
2H+ + 2 e → H2

Reaksi pada anoda tergantung daripada material yang dipakai sebagai anoda,
dapat menggunakan tembaga atau logam lain yang tidak larut. Bila anoda
terbuat dari tembaga maka reaksinya merupakan reaksi pelarutan atau
kebalikan daripada reaksi diatas (oksidasi) yakni dapat dilihat seperti pada di
bawah ini.

Gambar 3. Ilustrasi Proses Pelapisan Tembaga

Page | 32
3.3.2 Proses Pelapisan Nikel Dan Khrom

Tujuan proses pelapisan ini adalah untuk memperoleh lapisan pelindung pada
pemukaan logam yang tahan terhadap lingkungan. Selain itu lapisan ini
meningkatkan tampak rupa, menambah kekerasan dan sebagainya. Pada
umumnya lapisan nikel merupakan lapisan dasar yang kemudian harus dilapisi
lebih tinggi daripada lapisan nikel. Bagan alir dari proses secara keseluruhan
dapat dilihat pada Gambar 4. Langkah-langkah proses seperti pada gambar
tersebut mencakup tahapan-tahapan pembersihan, pembilasan air, pemolesan,
pembersihan lemak (organik) pembilasan air, pelapisan khrom, pembilasan air
dan pengeringan.

Gambar 4. Proses pelapisan nikel dan Khrom dan unsur pencemar yang
dikeluarkan.

Page | 33
Seperti pada umumnya proses pelapisan listrik tahapan tersebut dapat berubah
tergantung dari keadaan dan tingkat kebersihan dari benda yang akan diproses.
Tahapan tersebut dapat dimulai sejak dari proses pemotongan atau proses-proses
pembentukan lainnya, tetapi kadang-kadang juga langsung dengan degreasing
kemudian dibilas sebelum proses pelapisan Nikel jika keadaan benda tersebut
memungkinkan demikian. Apabila lapisan dasarnya adalah lapisan tembaga
maka prosesnya dapat langsung dilapisi nikel melalui pembilasan atau
penetralan. Benda yang sudah berkarat harus dibersihkan lebih dahulu melalui
proses pembersihan dengan asam.

Setelah proses pelapisan Nikel kadang-kadang tidak memerlukan proses


pemolesan sebelum memasuki proses pelapisan khrom. Dari tahapan proses
tersebut beberapa diantaranya yaitu pembersihan lemak (degreasing),
pembersihan dengan asam (pickling), proses -proses pembilasan dan pemolesan
sudah diuraikan pada uraian mengenai proses pelapisan tembaga dihalaman
depan.

a. Pelapisan Nikel

Proses pelapisan nikel dapat dilaksanakan dalam berbagai jenis elektrolit.


Salah satunya adalah Watts, dimana terdiri dari sebagai berikut :

NiSO4 6H2O : 150 – 400 g/l


NH4Cl : 20 – 80 g/l atau NACl
H3BO3 : 10 – 40 g/l

Kondisi operasi dari masing- masing proses yang menggunakan elektrolit


berbeda-beda, misalnya untuk pelapisan nikel dengan elektrolit Watts
dilakukan pada :

pH : 5.6
Suhu : 25.5 C
Rapat Arus : ± 2 Amp/dm2
Waktu : 2 menit
Anoda : Nikel
Perbandingan luas permukaan Katoda : Anoda :1 dibanding 2

Page | 34
Yang penting digunakan dari proses-proses di atas adalah dengan proses
Watts karena dengan adanya pertimbangan-pertimbangan bahwa
elektrolitnya dibuat dari bahan-bahan yang mudah didapat, ekonomis dan
aman. Di dalam proses pelapisan Nikel bak yang digunakan adalah plat baja
yang dilapisi fiber glass reinforced plastik, plastik karet atau lainnya.

b. Pelapisan Khrom

Pelapis khrom dapat dilaksanakan dalam elektrolit yang mengandung :

 Asam khromat
 Asam sulfat
 Potassium chloride

Selain ini ada beberapa jenis elektrolit lain untuk tujuan dekoratif dan ada
juga untuk tujuan pelapisan keras (pelapisan khrom keras).

3.4 Identifikasi Bahaya Limbah B3 Industri Elektroplating

3.4.1 Proses Pelapisan Tembaga

No Tahapan Bahaya Dampak Dampak


Proses Fisik Kimia Biologi Lingkungan Kesehatan
1. Pembersihan - H2SO4 - Bila terkena Iritasi pada saluran
dengan asam HCl panas akan pernapasan, kulit,
menghasilkan dan bagian tubuh
asam posfory yang terpapar.
yang beracun
yang dapat
mencemari
udara sekitar,
korosif.
2. Pengkilapan Debu - - Mengotori Mengganggu
dan lingkungan sistem pernapasan
pemolesan kerja, membuat dan penglihatan
lantai licin karena jarak
pandang menjadi
berkurang
3. Pencucian dan Debu Residu Mencemari air Semakin banyak
penetralan kapur apabila limbah residu kapur yang
dengan Kapur cair langsung masuk ke tubuh
dibuang ke akan menyebabkan
badan air tanpa penimbunan pada
pengolahan, ginjal dan
mengganggu mengganggu sistem

Page | 35
ekosistem air. ekskresi tubuh
Pendangkalan
sungai/badan
air
4. Pelapisan Sianida Sianida : Sianida :
Tembaga Asam Deforestasi, Menyebabkan
pospat pencemaran air kematian sel.
tanah,kerusakan Sangat beracun dan
ekosistem mematikan apabila
masuk dalam tubuh

Asam pospat : Asam pospat :


Korosif, Menyebabkan kulit
menyebabkan kasar dan infeksi,
eutrofikasi Kerusakan ginjal
bila terjadi
penumpukan dalam
tubuh

3.4.2 Proses Pelapisan Nikel dan Khrom

No Tahapan Bahaya Dampak Dampak


Proses Fisik Kimia Biologi Lingkungan Kesehatan
1. Pembersihan - H2SO4 - Bila terkena panas Iritasi pada saluran
dengan asam HCL akan menghasilkan pernapasan, kulit,
asam posfory yang dan bagian tubuh
beracun yang dapat yang terpapar.
mencemari udara
sekitar, korosif.
2. Pengkilapan Debu - - Mengotori Mengganggu
dan pemolesan lingkungan kerja, sistem pernapasan
membuat lantai licin dan penglihatan
karena jarak
pandang menjadi
berkurang
3. Pencucian dan Debu Residu - Mencemari air Semakin banyak
penetralan kapur apabila limbah cair residu kapur yang
dengan Kapur langsung dibuang ke masuk ke tubuh
badan air tanpa akan
pengolahan, menyebabkan
mengganggu penimbunan pada
ekosistem air. ginjal dan
Pendangkalan mengganggu
sungai/badan air sistem ekskresi
tubuh
3. Pelapisan nikel - NiSO4 - Korosif, meghasilkan Emboli paru-paru,
NiCL2 fume yang mampu Karsinogen, iritasi
mencemari udara pada bagian tubuh
tempat kerja dan yang terpapar
lingkungan, rusak “Nickel Eczema”
lahan dan tanaman,
kerusakan

Page | 36
ekosistem,
4. Pencucian - Lemak - Lemak dan minyak: Trikloroetilen:
dengan bahan dan Bau tidak sedap, Dermatitis, apabila
organic minyak, apabila mencemari terhirup terus
(benzene) bensin, badan air ikan dan menerus
Trikloro plankton mati, menyebabkan
etilen mengganggu proses sakit kepala dan
fotosintesis pada liver
tumbuhan air.

Bensin :
Mudah menguap
dan terbakar

Trikloroetilen:
Mudah menguap
dan terbakar serta
menimbulkan gas
(fosgen) yang
mencemari udara.
5. Pelapisan Krom - H2Cr2O2 - Kromat dan Kromat dan
H2Cr2O4 Bikromat : bikromat:
H2SO4 Mudah terbakar, Iritasi pada bagian
mencemari udara tubuh yang
terpapar,
dermatitis
(Chrome Noles),
masuk melalui
pernapasan dan
mulut sangat
beracun,
karsinogen pada
paru-paru

H2SO4: H2SO4:
Bila terkena panas Iritasi pada saluran
akan menghasilkan pernapasan, kulit,
asam posfory yang dan bagian tubuh
beracun yang dapat yang terpapar.
mencemari udara
sekitar, korosif

Page | 37
3.5 Pengumpulan Limbah B3

Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil


limbah B3 sebelum diserahkan kepada pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3,
dan/atau penimbun limbah B3.

Pengumpul Limbah B3 dilarang:

a) Melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dan/atau Pengolahan Limbah B3 terhadap


sebagian atau seluruh Limbah B3 yang dikumpulkan;
b) Menyerahkan Limbah B3 yang dikumpulkan kepada Pengumpul Limbah B3 yang
lain; dan
c) Melakukan pencampuran Limbah B3.

Kegiatan pengumpulan limbah B3 wajib memenuhi ketentuan sebagaiberikut:

a) Memperhatikan karakteristik limbah B3


b) Mempunyai laboratorium yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3 kecuali
untuk toksikologi
c) Memiliki perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan
d) Memiliki konstruksi bangunan kedap air dan bahan bangunan disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3
e) Mempunyai lokasi pengumpulan yang bebas banjir

Dasar Hukum

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
d) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata
Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
e) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.

Page | 38
Ruang Lingkup

Jenis izin pengumpulan limbah B3 berdasarkan kewenangannya:

a) Pengumpulan skala kabupaten/kota adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3


yang bersumber dari satu kabupaten/kota dan harus mendapatkan izin dari
Bupati/Walikota.
b) Pengumpulan skala provinsi adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3
yang bersumber dari 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih dan harus mendapatkan izin
dari Gubernur.
c) Pengumpulan skala nasional adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 yang
bersumber dari 2 (dua) provinsi atau lebih dan harus mendapatkan izin dari Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

ALUR PROSES PERMOHONAN IZIN PENGUMPULAN LIMBAH B3

Page | 39
PERSYARATAN IZIN PENGUMPULAN LIMBAH B3

No. Jenis Dokumen Keterangan


1. Surat Permohonan  Format dapat diunduh di laman
pelayananterpadu.menlh.go.id
 Ditandatangani oleh Direktur yang tercantum dalam
akte pendirian perusahaan di atas Materai Rp.
6000,00 disertai cap perusahaan.
 Apabila ditandatangani oleh selain Direktur, maka
melampirkan surat kuasa bermaterai.

2. Izin Lingkungan dan Dokumen  Berupa salinan izin lingkungan dan dokumen
Lingkungan lingkungan yang dimiliki perusahaan sesuai
kegiatan yang diajukan permohonannya.
 Izin Lingkungan dimaksud merujuk kepada PP 27
tahun 2012 dan Permen LH Nomor 05 tahun 2012.
 Dokumen lingkungan yang telah mendapat
persetujuan sebelum berlakunya PP 27 tahun 2012,
dinyatakan tetap berlaku dan dipersamakan sebagai
izin lingkungan.

3. Akta Pendirian Perusahaan/Akta  Atas nama perusahaan pemohon


Perubahan  Sudah tercantum kegiatan pengelolaan LB3 yang
dimohonkan izinnya.

4. Izin Lokasi  dokumen izin lokasi atau dokumen lain yang


menunjukkan kesesuaian tata ruang lokasi kegiatan
pemanfaatan limbah B3. Izin lokasi merupakan izin
yang menyatakan bahwa lokasi tersebut dapat
digunakan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan
limbah B3, dapat berupa izin lokasi, SITU, Izin
pemanfaatan ruang, dan/atau izin sejenis sesuai
dengan peraturan daerah lokasi kegiatan.
 Izin lokasi tidak berlaku bila lokasi berada di
Kawasan Industri, Kawasan Militer, Kawasan

Page | 40
Pertambangan, DLKr/DLKp pelabuhan dan Daerah
Lingkungan Kerja Badan Udara. Dibuktikan
dengan surat keterangan dari pengelola kawasan.

5. SIUP/IUT/IUI  Atas nama perusahaan pemohon dan masih berlaku


 SIUP dapat berupa SIUP Kecil, SIUP
Menengah,SIUP Besar.

6. NPWP  Atas nama perusahaan pemohon


 nomor pokok wajib pajak perusahaan pemohon

7. IMB  Surat Izin Mendirikan Bangunan dari bangunan


yang digunakan oleh pemohon. IMB wajib
diterbitkan oleh bupati/walikota atau instansi
tingkat kabupaten/kota. Dalam hal IMB diterbitkan
selain oleh bupati/walikota atau instansi tingkat
kabupaten/kota (misal: diterbitkan oleh camat),
maka wajib dilampirkan peraturan daerah yang
menjelaskan pendelegasian kewenangan tersebut.

8. Polis Asuransi Pencemaran  Asuransi wajib atas nama perusahaan pemohon izin
Lingkungan Hidup  Asuransi merupakan asuransi pencemaran
lingkungan
 Asuransi masih berlaku
 Pertanggungan asuransi minimal 5 (lima) milyar
rupiah.
 Asuransi wajib berbahasa Indonesia (atau dalam
bahasa Indonesia dan bahasa asing) sesuai dengan
UU 24 /2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara serta lagu kebangsaan.
 Dokumen asuransi sudah disampaikan di awal
permohonan.

9. Memiliki Laboratorium Analisis  Foto berwarna fasilitas laboratorium analisis


dan/ atau Alat Analisis Limbah dan/atau alat analisis limbah B3. Alat analisis
B3 disesuaikan dengan uji karakteristik limbah B3

Page | 41
yang akan dikumpulkan.

10. Memiliki Tenaga Terdidik Bidang  Tenaga terdidik bidang analisis dan/atau
Analisis dan/atau Pengelolaan pengelolaan limbah B3.
Limbah B3  Bukti berupa sertifikat pelatihan di bidang
pengelolaan limbah B3, atau pengendalian
pencemaran lingkungan.
 Bukti ijazah sarjana/D3/politeknik kimia/teknik
kimia/teknik lingkungan.
 Tenaga terdidik di bidang analisa merupakan
pegawai pada perusahaan pemohon izin berupa
kontrak kerja atau pernyataan dari perusahaan
pemohon

11. Rekomendasi Gubernur untuk  Atas nama perusahaan pemohon


Pengumpulan limbah B3 skala  Mencantumkan jenis limbah B3 yang
nasional direkomendasikan
 berlaku untuk pengumpulan limbah B3 skala
nasional.

12. Kontrak kerjasama dengan pihak  Dokumen salinan kontrak kerjasama sesuai jenis
pemanfaat atau pengolah limbah limbah B3 yang dikumpulkan dengan perusahaan
B3 pengolah dan/atau pemanfaat dan/atau
penimbun/landfill LB3.

13. Rancang bangun tempat  Dokumen berupa gambar rancang bangun fasilitas
pengumpulan limbah B3 pengumpulan yang akan dibangun.
 Rancang bangun paling sedikit harus menjelaskan
tentang:
 dimensi tempat pengumpulan (panjang, lebar,
tinggi; luas/kapasitas; volume).
 Material yang digunakan untuk membangun
fasilitas tempat pengumpulan disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3 yang akan dikumpulkan.
 kondisi lantai kedap air dan kemiringan lantai.

Page | 42
 ventilasi dan fasilitas penerangan.
 saluran air yang menuju bak pengumpul.
 dimensi bak pengumpul limbah B3 sehingga dapat
menampung ceceran dan/atau air bekas
pembersihan dan/atau air hujan yang bersentuhan
dengan limbah B3.
 saluran air hujan yang terpisah.
 kondisi atap tempat pengumpulan.
 penggunaan papan nama, simbol & label limbah
B3.

14. Uraian tentang tata cara  Berupa dokumen SOP tanggap darurat yang telah
pengumpulan limbah B3 dan memenuhi sistem mutu (dicantumkan tanggal
proses perpindahan limbah B3 pengesahan dan ditandatangani oleh
(penerimaan dan pengiriman) penanggungjawab kegiatan).
 Berisi tata cara pengumpulan limbah B3 yang akan
dilakukan misal penggunaan pallet, jarak antar
kemasan, dll.

15. Flowsheet lengkap proses  Flowsheet kegiatan pemanfaatan limbah B3 dan


pengumpulan limbah B3 lengkap dengan kapasitas, neraca massa/mass
balance.

16. Perlengkapan sistem tanggap  dokumen SOP tanggap darurat yang telah
darurat memenuhi sistem mutu (dicantumkan tanggal
pengesahan dan ditandatangani oleh
penanggungjawab kegiatan), dan
 dokumentasi dari jenis-jenis peralatan tanggap
darurat di lokasi kegiatan.

17. Tata letak saluran drainase untuk  Gambar layout serta penjelasan mengenai tata letak
penyimpanan limbah B3 fasa cair saluran drainase untuk penyimpanan limbah B3
fasa cair di lokasi kegiatan.

18. Laporan realisasi kegiatan  Berlaku bagi permohonan perpanjangan


pengumpulan limbah B3 dan

Page | 43
melampiran SK sebelumnya  Dokumen terdiri dari:
untuk permohonan perpanjangan
1. rekapitulasi limbah B3 yang dikelola
izin
2. neraca limbah B3 selama masa izin berlaku (5
tahun)
3. bukti pelaporan ke KLH
4. SK MENLH yang lama

19. Softcopy dokumen permohonan  Softcopy dokumen permohonan yang disimpan


dalam format pdf dan disampaikan dalam
bentukCompact Disc (CD) atau Flash Drive (FD)

Page | 44
KOP SURAT PERUSAHAAN

Tempat, Tanggal Permohonan

(maksimal 5 hari sebelum pengajuan)

Nomor : ………………….

Lampiran : ………………….

Perihal : ………………….

Kepada Yth.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Di-

Jakarta

Dengan ini kami mengajukan permohonan Izin (Baru/Perpanjangan) Pengelolaan Limbah


B3 Untuk Kegiatan Pengumpulan Limbah B3 dengan data-data sebagai berikut:

Formulir 1. Keterangan Tentang Pemohon


1. Nama Pemohon :
2. Jabatan :
3. Alamat dan/atau : Nama Jalan/Gedung:
Desa/Kelurahan:
Domisili
Kecamatan:
Kabupaten/Kota:
Provinsi:
Kode Pos:
4. Nomor Telp/ :
Faksimili
5. Alamat e-mail :

Page | 45
Formulir 2. Keterangan Tentang Perusahaan
1. Nama Perusahaan :
2. Alamat Perusahaan : Nama Jalan/Gedung:
Desa/Kelurahan:
Kecamatan:
Kabupaten/Kota:
Provinsi:
Kode Pos:
3. Alamat Lokasi : Nama Jalan/Gedung:
Desa/Kelurahan:
Kegiatan
Kecamatan:
Kabupaten/Kota:
Provinsi:
Kode Pos:
4. Nomor Telp/ :

Faksimili
5. Alamat e-mail :
6. Bidang/ Usaha :

Kegiatan
7. Akta Pendirian :
Perusahaan
dan/ atau Akta
Perubahan Terakhir
8. NPWP :
9. Nama dan Nomor :
Telepon yang Bisa
Dihubungi (sesuai
dengan surat
kuasa)

Page | 46
Formulir 3. Persyaratan Administrasi

Izin Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Beracun


1. a. Surat Keputusan : Nomor dan Penerbitan Keterangan
Kelayakan Jeni Tanggal Izin/
s Dokumen
Lingkungan/ Rekomendasi/
Rekomendasi UKL- Persetujuan
UPL dan Izin
Lingkungan

b. Lembar Pernyataan :
Keabsahan Dokumen

c. Akta Pendirian :
Perusahaan dan/atau
Akta Perubahan
Terakhir
d. Izin Lokasi :
e. SIUP/IUT/IUI :
f. NPWP :
g. IMB :
2. Polis Asuransi Pencemaran :

Lingkungan Hidup
3. Memiliki Laboratorium :
Analisis dan/ atau Alat
Analisis Limbah B3
4. Memiliki Tenaga Terdidik :
Bidang Analisis dan/atau
Pengelolaan Limbah B3
5. Rekomendasi Gubernur :
untuk Pengumpulan limbah
B3 skala nasional
6. Kontrak kerjasama dengan :
pihak pemanfaat atau
pengolah limbah B3

Page | 47
7. Surat pencabutan SK :
Pengumpulan Limbah
B3 dari Provinsi/
Kabupaten/ Kota yang
telah dimiliki

Formulir 4. Persyaratan Teknis Pengumpulan Limbah B3


1. Keterangan tentang :
lokasi (nama tempat/

letak, luas dan titik


koordinat

2. Uraian tentang sumber, :


jenis dan kode limbah B3
yang akan dikumpulkan

3. Karakteristik per jenis :


limbah B3 yang akan
dikumpulkan

4. Uraian tata cara :


pengemasan dan
pemberian simbol-label
limbah B3

5. Rancang bangun tempat :


pengumpulan limbah B3

6. Uraian tentang tata cara :


pengumpulan limbah B3
dan proses perpindahan
limbah B3 (penerimaan
dan pengiriman)

7. Flowsheet dan narasi :


lengkap proses
dikumpulkan limbah B3

Page | 48
8. Uraian jenis dan :
spesifikasi teknis
pengumpulan limbah B3
dan peralatan yang
digunakan
9. Perlengkapan sistem :
tanggap darurat

10. Tata letak saluran :


drainase untuk
penyimpanan limbah B3
fasa cair
11. Laporan realisasi :
kegiatan pengumpulan
limbah B3 untuk
permohonan
perpanjangan izin
12 SK pengumpuan :
sebelumnya untuk
permohonan
perpanjangan izin

Page | 49
Formulir 5. Identitas Pengurus Permohonan Izin Pengumpulan Limbah B3
1. Nama :
2. Jabatan :
3. Surat Kuasa :
4. Alamat dan/ atau Domisili : Nama Jalan/Gedung:
Desa/Kelurahan:
Kecamatan:
Kabupaten/Kota:
Provinsi:
Kode Pos:
5. Nomor Telp/ Faksimili :
6. Alamat e-mail :

Semua dokumen yang saya sampaikan adalah benar, apabila dikemudian hari
terdapat kesalahan atau palsu saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan hukum
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tanda tangan
pemohon dan cap
perusahaan
Bermaterai 6000

Nama Pemohon

Page | 50
INSTRUMEN PENILAIAN PENGUMPULAN LIMBAH B3

INDUSTRI ELECROPLATING

Nama Industri : Logam Jaya Abadi

Alamat : JL. Dinoyo no 76

Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2018

Petugas Pemeriksaan : Kelompok C Sub 1

Petunjuk pengisian :

1. Apabila kondisi tidak sesuai sebagaimana tercantum pada komponen penilaian,


maka diberikan nilai 0.
2. Bila sesuai sebagaimana tercantum pada komponen penilaian maka diberikan
nilai 1.
Perhitungan :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
a. Persentase Skor = x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
b. Skor = Nilai yang didapat per-item x bobot

Kategori Persentase Skor


Kurang :≤ 𝟑𝟑, 𝟑𝟑%
Cukup :33,34% – 66,67%
Baik : 66,68% – 100%

No Aspek Penilaian Bobot Nilai Skor Keterangan

Variabel Komponen Penilaian


Penilaian

1. Lokasi 1. Luas tanah termasuk untuk 17 10 170


bangunan penyimpanan
dan fasilitas lainnya
sekurangkurangnya 1 (satu)
hektar
2. Area pengumpulan limbah B3 bebas 10 170
banjir

Page | 51
3. Lokasi pengumpulan limbah B3 20 0
memiliki jarak 150 meter dari
jalan utama atau jalan tol

4. Lokasi pengumpulan limbah B3 20 340


memiliki jarak 50 meter dari jalan
selain jalan utama dan jalan tol

5. Berjarak 300 meter dari fasilitas 10 0


umum seperti : daerah
pemukiman, perdagangan, rumah
sakit, pelayanankesehatan atau
kegiatan sosial, hotel, restoran,
fasilitas keagamaan, fasilitas
pendidikan, dll.

6. Berjarak 300 meter dari perairan 10 0


seperti : garis pasang tertinggi laut,
badan sungai, daerah pasang surut,
kolam, danau, rawa, mata air,
sumur penduduk, dll.

7. Berjarak 300 meter dari daerah 20 340


yang dilindungi seperti : cagar
alam, hutan lindung, kawasan
suaka, dll.

Jumlah
1020
2. Bangunan 1. Penataan bangunan pengumpul 4

a. Memiliki tata ruang yang tepat 40 160


sehingga kegiatan
pengumpulan dapat
berlangsung dengan baik dan
aman bagi lingkungan (sesuai
keputusan kepala bapedal
NOMOR : KEP-
01/BAPEDAL/09/1995)

b. Bangunan pengumpulan limbah 30 120


B3 dirancang khusus hanya
untuk menyimpan satu
karakteristik limbah

Page | 52
c. Bangunan pengumpulan limbah 30 120
B3dilengkapi dengan bak
penampung tumpahan/ceceran
limbah yang dirancang
sedemikian rupa sehingga

memudahkan dalam
pengangkatannya

Jumlah 400

2. Fasilitas pengumpulan 4

a. Terdapat Peralatan dan sistem 30 120


pemadam kebakaran

b. Terdapat Pembangkit listrik 20 80


cadangan

c. Terdapat Fasilitas pertolongan 10 40


pertama

d. Terdapat Peralatan komunikasi 10 40

e. Terdapat Gudang tempat 10 40


penyimpanan peralatan
dan perlengkapan

f. Terdapat Pintu darurat dan alarm 20 80

Jumlah 400

3. Bangunan penyimpanan limbah B3 5


mudah terbakar dan explosive

a. Bangunan penyimpanan limbah 20 100


B3 mudah terbakar dan
explosive sekurang-kurangnya
berjarak 20 meter dari
bangunan penyimpanan limbah
karakteristik lain atau dari
bangunan-bangunan lain dalam
fasilitas pengumpulan

Page | 53
b. Dinding bangunan terbuat dari 10 50
tembok tahan api

c. Rangka pendukung atap terbuat 5 0


dari bahan yang tidak mudah
terbakar

d. Atap tanpa plafon, terbuat 10 0


dari bahan yangringan dan
mudah hancur jika terbakar

e. Sistem ventilasi udara 5 25


dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di
dalam ruang pengumpulan

f. Ventilasi dipasang kasa atau 5 25


bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau
binatang
kecil lainya ke dalam ruang
pengumpulan
g. Memiliki sistem penerangan 10 0
(lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk
operasional penggudangan
atau inspeksi rutin.

h. Lampu penerangan harus 5 25


dipasang minimal 1 meter di
atas kemasan dengan sakelar
(stop contact) harus
terpasang di sisi luar
bangunan
i. Lantai bangunan 10 25
penyimpanan harus kedap
air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak.

j. Lantai bagian dalam dibuat 10 0


melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%.

Page | 54
k. Pada bagian luar bangunan 10 50
harus dipasang tanda
(simbol) limbah B3 mudah
terbakar, sesuai dengan
peraturan penandaan yang
berlaku.
Jumlah 300

4. Bangunan penyimpanan limbah 4


B3

bersifat korosif, reaktif, dan


beracun

a. Konstruksi dinding harus 10 0


dibuat mudah untuk dilepas

b. konstruksi bangunan (atap, 20 80


lantai dan dinding) harus
terbuat dari bahan yang tahan
korosi dan api/panas untuk
bangunan pengumpul limbah
yang korosif dan reaktif

c. Sistem ventilasi udara 10 40


dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di
dalam ruang pengumpulan

d. Ventilasi dipasang kasa atau 10 40


bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau
binatang kecil lainya ke
dalam ruang pengumpulan

e. Memiliki sistem penerangan 10 0


(lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk
operasional penggudangan
atau inspeksi rutin.

f. Lampu penerangan harus 10 40


dipasang minimal 1 meter di
atas kemasan dengan sakelar
(stop contact) harus
terpasang di sisi luar
bangunan
Page | 55
g. Lantai bangunan 10 40
penyimpanan harus kedap
air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak.

h. Lantai bagian dalam dibuat 10 40


melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%.

0
i. Pada bagian luar bangunan harus 10 0
dipasang tanda (simbol) limbah
B3 mudah terbakar, sesuai
dengan peraturan penandaan
yang berlaku.

Jumlah 280

3. Fasilitas 1. Laboratorium 4
tambahan
a. Memiliki fasilitas laboratorium 50 200
yang lengkap untuk pengujian
jenis dan karakteristik dari
limbah B3 padat dan cair

b. Terdapat pengujian kualitas 50 0


terhadap timbulan dari kegiatan
pengelolaan limbah yang
dilakukan

Jumlah 200

2. Fasilitas pencucian 3

a. Pencucian peralatan atau 30 90


perlengkapan yang digunakan
dalam kegiatan pengumpulan
limbah B3 dilakukan di dalam
fasilitas pencucian khusus

b. Fasilitas pencucian harus 25 75


dilengkapi bak penampung
dengan kapasitas yang memadai
dan harus kedap air

Page | 56
c. Cairan dari bak pencucian yang 20 60
dibuang di lingkungan
memenuhi persyaratan sesuai
baku mutu

d. Terdapat pembersihan atau 25 0


pencucian terhadap kendaraan
pengangkut yang akan
meninggalkan lokasi
pengumpulan
Jumlah 225

3. Fasilitas bongkar muat 4


a. Terdapat tata ruang yang tepat 50 200
untuk bongkar muat sehingga
memudahkan kegiatan
pemindahan limbah dari dan
ke kendaraan pengangkut
b. Lantai untuk kegiatan 50 200
bongkarmuat harus kuat dan
kedap air serta dilengkapi
dengan saluran pembuangan
menuju bak penampung untuk
menjamin tidak ada tumpahan
atau ceceran limbah B3 yang
lepas ke lingkungan

Jumlah 400

4. Kolam Penampungan Darurat 4

a. Kolam penampung darurat 50 200


harus dirancang kedap air dan
mampu menampung
cairan/bahan yang
terkontaminasi dalam jumlah
memadai
b. Kolam penampungan 50
darurat digunakan sesuai 200
dengan fungsinya

Jumlah 400

5. Peralatan penanganan tumpahan 3

Page | 57
a. Pemilik atau operator 50 150
memiliki dan
mengoperasikan alatalat atau
bahan-bahan yang digunakan
untuk mengumpulkan dan
membersihkan ceceran atau
tumpahan limbah B3

b. Mengkategorikan bekas alat 50 0


atau bahan pembersih yang
tidak digunakan sebagai
limbah

B3

Jumlah 150

4 SOP 1. Pengemasan limbah B3 4


. Pengump
ulan a. Kemasan (drum, tong atau bak 20 80
Limbah kontainer) yang digunakan
B3 dalam kondisi baik, tidak
bocor, berkarat atau rusak

b. Kemasan (drum, tong atau bak 20 80


kontainer) yang digunakan
terbuat dari bahan yang
cocok dengan karakteristik
limbah B3 yang akan
disimpan
c. Kemasan (drum, tong atau bak 10 40
kontainer) yang digunakan
mampu mengamankan
limbah yang disimpan di
dalamnya
d. Kemasan (drum, tong atau 10 40
bak kontainer) yang
digunakanemiliki penutup
yang kuat untuk mencegah
terjadinya tumpahan saat
dilakukan pemindahan atau
pengangkutan

Page | 58
e. Kemasan yang telah rusak 10 0
(bocor atau berkarat) dan
kemasan yang tidak
digunakan kembali sebagai
kemasan limbah B3
diperlakukan sebagai limbah
B3
f. Kemasan yang digunakan 10 40
untuk pengemasan limbah
dapat berupa drum/tong
dengan volume 50 liter, 100
liter atau 200 liter, atau dapat
pula berupa bak kontainer
berpenutup dengan kapasitas
2
M3 , 4 M3 atau 8 M3
g. Limbah B3 yang disimpan 10 40

dalam satu kemasan adalah


limbah yang sama, atau dapat
pula disimpan bersama-sama
dengan limbah lain yang
memiliki karakteristik yang
sama, atau dengan limbah
lain yang karakteristiknya
saling cocok

h. Pengisian limbah B3 dalam 10 40


satu kemasan sesuai
karakteristik dan jenis limbah

Jumlah 360

2. Kemasan 3

a. Ditandai dengan simbol dan 20 60


label yang sesuai dengan
ketentuan mengenai
penandaan pada kemasan
limbah B3

Page | 59
b. Selalu dalam keadaan tertutup 20 0
rapat dan hanya dapat dibuka
jika akan dilakukan
penambahan atau
pengambilan limbah dari
dalamnya
c. Disimpan di tempat yang 20 60
memenuhi persyaratan
untuk penyimpanan
limbah B3
d. Kemasan bekas mengemas 20 60
limbah B3 yang digunakan
kembali untuk mengemas
limbah B3 sesuai dengan
karakteristik sama dengan
limbah B3 sebelumnya atau
saling cocok dengan limbah
B3 yang dikemas sebelumnya

e. Adanya pembersihan pada 20 0


terlebih dahulu pada
pengemasan limbah B3 yang
tidak saling cocok

Jumlah 180

3. Penyimpanan limbah B3 dalam 4


tong atau bak kontainer

a. drum/tong atau bak kontainer 50 200


yang telah berisi limbah B3
dan disimpan di tempat
penyimpanan dilakukan
pemeriksaan kondisi
kemasan sekurang-kurangnya
1 (satu) minggu satu kali

b. Adanya pemindahan kedalam 30 0


drum atau tong baru pada
kemasan yang mengalami
kerusakan (karat atau bocor),

Page | 60
c. Adanya pembersihan 20 80
terhadap ceceran atau
bocoran limbah dan
disimpan dalam kemasan
limbah B3 terpisah
Jumlah 280

4. Penyimpanan kemasan limbah B3 4

a. Penyimpanan kemasan harus 20 0


dibuat dengan sistem blok.
Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua)

b. Lebar gang untuk lalu-lintas 20 80


manusia minimal 60 cm dan
lebar gang untuk lalu-lintas
kendaraan pengangkut
(forklift) disesuaikan dengan
kelayakan pengoperasiannya

c. Penumpukan kemasan limbah 20 80


B3 stabil.

d. Jarak tumpukan kemasan 20 80


tertinggi dan jarak blok
kemasan terluar terhadap atap
dan dinding bangunan
penyimpanan tidak boleh

kurang dari 1 (satu) meter

e. Kemasan-kemasan berisi 20 0
limbah B3 yang tidak saling
cocok harus disimpan secara
terpisah, tidak dalam satu
blok,
dan tidak dalam bagian
penyimpanan yang sama.
Jumlah 240

5. Pewadahan limbah B3 dalam 4


Tangki

Page | 61
a. Terdapat laporan permohonan 20 80
rekomendasi kepada Kepala
Bapedal dengan melampirkan
laporan hasil evaluasi terhadap
rancang bangun dari sistem
tangki yang akan dipasang

b. Pondasi, rangka penunjang, 20 80


keliman, sambungan, dan
kontrol tekanan (jika ada)
dirancang memenuhi
persyaratan keamanan
lingkungan dan Sistem tangki
harus ditunjang kekuatan
rangka yang memadai, terbuat
dari bahan yang cocok dengan
karakteristik limbah yang akan
disimpan atau diolah, dan
aman terhadap korosi
sehingga tangki tidak mudah
rusak.
c. Tangki dan sistem 10 0
penunjangnya terbuat dari
bahan yang saling cocok
dengan karakteristik dan
jenis
limbah B3 yang
dikemas/disimpannya
d. Limbah-limbah yang tidak 10 40
saling cocok tidak
ditempatkan secara bersama-
sama di dalam
0
tangki.

e. Limbah-limbah yang tidak 5 20


saling cocok tidak
ditempatkan secara bersama-
sama di dalam tangki, kecuali
dengan persyaratan khusus
yang telah ditentukan

Page | 62
f. Tangki dibuat atau dilapisi 5 20
dengan bahan yang saling
cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki
ketebalan dan kekuatan
memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh
tekanan

g. Tangki ditempatkan pada 5 20


pondasi atau dasar yang
dapat mendukung
ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas
dan bawah dan mampu
mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena
pengisian, tekanan atau uplif
h. Tangki dilengkapi dengan 5 20
sistem deteksi kebocoran yang
dirancang dan dioperasikan 24
jam sehingga mampu
mendeteksi kerusakan pada
struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya
limbah B3 dari sistem
penampungan sekunder

i. Tangki penampungan sekunder, 5 20


dirancang untuk dapat
menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari
kebocoran, ceceran atau
presipitasi

j. Pemilik atau operator 5 20

melakukan pemeriksaan
sekurang-kurangnya 1
(satu) kali sehari selama
sistem tangki
dioperasikan.

Page | 63
k. Terdapat pemeriksaan 5 0
sistem perlindungan
katodik (jika ada), untuk
memastikan bahwa
peralatan tersebut bekerja
sempurna oleh pemilik
l. Terdapat sistem tanggap 5 0
darurat pada tangki atau
sistem pengumpul
sekunder yang mengalami
kebocoran atau gangguan
yang menyebabkan
limbah B3 yang
disimpannya
terlepas
Jumlah 320

6. Penempatan Tangki 5

a. Adanya tanggul disekitar 20 100


tangki dengan dilengkapi
saluran pembuangan yang
menuju bak penampung

b. Bak penampung harus 20 100


kedap air dan mampu
menampung cairan
minimal 110% dari
kapasitas maksimum
volume tangki.
c. Tangki diatur sedemikian 30 150
rupa sehingga bila
terguling akan terjadi di
daerah tanggul dan tidak
akan menimpa tangki lain.
d. Tangki harus terlindung 30 0
dari penyinaran matahari
dan masuknya air hujan
secara langsung.

Jumlah 350

5. Dokumentasi 1. Memiliki izin resmi 24 20 480


pengumpulan limbah B3
dari menteri, gubernur atau
bupati

Page | 64
2. Terdapat laporan 20 480
pengumpulan limbah

3. Memiliki penetapan 30 0
penghentian pengumpulan
limbah yang dilakukan sesuai
persyaratan
4. Memiliki form pengumpulan 30 0
limbah B3

Jumlah 100 960

Total keseluruhan

Rekapitulasi Instrumen Penilaian Pengumpulan Limbah b3 Industri Pelapisan Logam

No Variabel Bobot Nilai Nilai Skor Skor % Kategori


(A) maximal yang maximal yang
(B) diperoleh (AxB) diperoleh
(C) (AxC)
1 Lokasi 17 100 60 1700 1020 60% Cukup
2 Bangunan 17 400 330 6800 5610 82,5% Baik
3 Fasilitas 18 500 375 9000 6750 75% Baik
Tambahan
4 SOP 24 600 450 14400 10800 75% Baik
Pengumpulan
Limbah B3
5 Dokumentasi 24 100 40 2400 960 40% Cukup
TOTAL 100 1700 1255 34300 25140 73,29% Baik

Berdasarkan penilaian sesuai pada PP RI No 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan


Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada table tersebut dapat diketahui bahwa CV.
Logam Jaya Abadi yang bergerak dalam bidang industry Pelapisan Logam
(Elektroplating) memiliki nilai “Baik” Penilaian pada variabel instrument pengumpulan
limbah B3 yang termasuk dalam kategori cukup, meliputi:

1. Lokasi

Page | 65
 Lokasi pengumpulan limbah B3 tidak memiliki jarak 150 m dari jalan utama atau
jalan tol, hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan terhadap masyarakat sekitar. Maka dari itu, lokasi menjadi perhatian
paling penting saat hendak mendirikan suatu industry yang berhubungan dengan
B3.
 Lokasi tidak berjarak 300 m dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman,
perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan, atau kegiatan social seperti hotel,
restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.

Contoh:

a. Sianida : HCN jika masuk kedalam tubuh mansia melalui lambung, paru-paru,
atau kulit yang basah oleh keringat dapat menyebabkan keracunan hingga
mematikan.
b. Tembaga: iritasi pada kulit, korosif , dan dapat mematikan manusia pada
dosis/ppm tertentu
c. Debu-debu logam: berupa padatan yang sangat halus. Dapat menyebabkan
iritasi, sesak napas sampai pneumoconiosis mungkin silicosis, dan mengotori
ruangan
d. Dan bahan beracun lainnya

2. Bangunan

 Rangka pendukung atap tidak terbuat dari tembok yang tahan api. Sehingga akan
menyebabkan kebakaran yang cepat jika terdapat sulutan api.
 Atap tanpa plafon, tidak terbuat dari bahan yang ringan dan mudah hancur jika
terbakar
 Tidak memiliki system penerangan yang memadai untuk operasional pergudangan
atau inspeksi rutin. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan saat bekerja.
 Lantai bagian dalam tidak dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan
kemiringan max 1%
 Pada bagian luar tidak dipasang symbol limbah B3 mudah terbakar, sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Point ini adalah point yang penting, karena menunjukkan
kategori limbah B3, sehingga pekerja dapat berhati-hati.

3. Fasilitas Tambahan
Page | 66
 Di industry ini tidak terdapat pengujian kualitas terhadap timbulan dari kegiatan
pengelolaan limbah yang dilakukan. Padahal fungsi dari pengujian ini yaitu untuk
mengetahui kualitas limbah yang telah dikelola sebelum dibuang ke lingkungan.
 Tidak adanya kegiatan pembersihan atau pencucian kendaraan pengangkut yang
akan meninggalkan lokasi pengumpulan.
 Tidak adanya kategori bekas alat atau bahan pembersih yang tidak digunakan lagi
sebagai limbah.

4. SOP Pengumpulan Limbah B3

 Tidak diperlakukan sebagai limbah B3 bagi kemasan yang telah rusak (bocor atau
berkarat) dan yang tidak digunakan kembali.
 Tempat pengumpulan tidak selalu dalam keadaan tertutup rapat
 Tidak adanya pembersihan terlebih dahulu pada pengemasan limbah B3 yang
tidak saling cocok.
 Tidak cepat tanggap ketika drum atau tong baru mengalami kerusakan (karat atau
bocor)
 Penyimpanan kemasan tidak dibuat dengan system blok (2x2)
 Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok disimpan bersamaan /
dalam satu wilayah.
 Tangka terletak dibawah sinar matahar langsung dan memungkunkan masuknya
air hujan secara langsung

5. Dokumentasi

 Tidak memiliki penetapan penghetian pengumpulan limbah yang dilakukan sesuai


persyaratan
 Tidak memiliki form pengumpulan limbah B3

Page | 67
3.6 Pengangkutan Limbah B3

FORM PERMOHONAN IZIN PENGANGKUTAN LIMBAH B3

KOP SURAT PERUSAHAAN

..........................................

Nomor :
Lampiran :
Perihal :

Kepada Yth,
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan hidup. Direktur
Jenderal Pengelolaan Sampah
Limbah dan Bahan Beracun
Berbahaya
di
Jakarta

Dengan ini kami mengajukan permohonan izin / rekomendasi pengangkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) – angkutan darat dengan data-data sebagai berikut :

I. KETERANGAN TENTANG PEMOHON

1. Nama Pemohon :

2. Jabatan :

3. Alamat :

4. Nomor telepon / fax :

5. Alamat email :

Page | 68
II KETERANGAN TENTANG PERUSAHAAN

1. Nama Perusahaan :

2. Alamat :

3. Nomor Telepon / Fax :

3. Alamat pool / kegiatan kendaraan :

5. Nomor telepon kontak person yang :


dihubungi

6. Jenis Usaha :

7. No. Tanggal Akte Pendirian :

8. Jumlah alat angkut yang diajukan :

9. Kode Manifes :

10. Jenis izin LB3 yang telah dimiliki : Jenis Izin Nomor Izin

Page | 69
III PERSYARATAN ADMINISTRASI

REKOMENDASI

1. Lembaran pernyataan keabsahan : (diisi dengan kata-kata “Semua lampiran


dokumen pernyataan izin yang disampaikan sesuai
dengan dokumen asli dan ditandatangani
diatas materai Rp. 6000”)

2. Akte Pendirian :

3. NPWP :

4. Foto copy buku polis asuransi :


pencemaran limgkungan hidup

5. Surat bukti kepemilikan alat angkut : Nomor Polisi Masa Berlaku


berupa STNK

6. Surat bukti kelayakan berupa KIR : Nomor Polisi Masa Berlaku

7. SOP tata cara muat sesuai dengan :


jenis dan karakteristik limbah B3
yang akan diangkut

Page | 70
8. SOP tata cara bongkar sesuai dengan
jenis dan karakteristik limbah B3
yang akan diangkut

9. SOP penanganan dalam keadaan :


darurat sesuai dengan jenis dan
karakteristik limbah B3 yang
diangkut

IV PERSYARATAN TEKNIS UMUM PENGANGKUTAN LIMBAH B3

1. Foto alat angkut kendaraan (darat) :

2. Foto alat tanggap darurat dan Foto :


alat perlindungan diri

3. Foto kemasan limbah B3 :

4. Foto penempatan (tata letak) :


kemasan limbah B3 di dalam
kendaraan

Persyaratan tambahan untuk permohonan perpanjangan dan / atau penambahan alat


angkut dan / atau perubahan jenis limbah untuk rekomendasi pengangkutan limbah B3

5. Foto copy kontrak kerja sama antara :


penanggung jawab kegiatan
(transportasi) dengan penghasil
limbah B3

6. Foto copy kontrak kerja sama antara :


penghasil limbah B3 dengan

Page | 71
pengelola limbah B3

7. Laporan pengangkutan limbah B3 :

Page | 72
V PERSYARATAN TEKNIS KHUSUS PENGANGKUTAN LIMBAH B3

1. Keterangan tentang transportasi

Moda Angkutan Darat

No Nomor Model Nomor Nomor Kepemilikan Penggunaan


Polisi Kendaraan Rangka Mesin untuk Kategori
Bahaya
Limbah B3

Page | 73
2. Keterangan Tentang Jenis Limbah B3

Page | 74
No Kode Jenis Karakteristik Kemasan Kategori Asal Tujuan
Limbah Limbah Limbah B3 Bahaya Limbah Akhir
B3 B3 Limbah B3
B3

Page | 75
3. Perjalanan Limbah B3

Kota asal (sumber) limbah B3 :

Page | 76
Kota tujuan pengangkutan limbah B3 :

VI IDENTITAS PENGURUS PERMOHONAN REKOMENDASI


PENGANGKUTAN LIMBAH B3

1. Nama Pemohon :

2. Jabatan :

3. Surat kuasa :

4. Alamat :

5. Nomor Telepon / Fax :

6. Alamat email :

Semua dokumen yang saya sampaikan adalah benar dan sah. apabila di kemudian hari
terdapat kesalahan atau palsu, saya bersedia menerima sanksi sesuai sesuai denga peraturan
perundang-undangan.

......................, ........................

Page | 77
FORMULIR PENGANGKUTAN LIMBAH B3

KOP SURAT PERUSAHAAN

Hari / Tanggal Pengangkutan Limbah B3 :

Waktu :

Lokasi :

I KETERANGAN TENTANG PERUSAHAAN PENGANGKUT LIMBAH B3

1. Nama Perusahaan :

2. Alamat :

3. Nomor Telepon / Fax :

4. Alamat pool / kegiatan kendaraan :

5. Nomor telepon kontak person yang :


dihubungi

6. Jenis Usaha :

Page | 78
7. No. Tanggal Akte Pendirian :

8. Kode Manifes :

9. Jenis izin LB3 yang telah dimiliki : Jenis Izin Nomor Izin

II KETERANGAN TENTANG PERUSAHAAN PENGHASIL LIMBAH B3

1. Nama Perusahaan :

2. Alamat :

3. Nomor Telepon / Fax :

4. Nomor telepon kontak person yang :


dihubungi

5. Jenis Usaha :

Page | 79
6. No. Tanggal Akte Pendirian :

7. Jenis izin LB3 yang telah dimiliki : Jenis Izin Nomor Izin

III MODA ANGKUTAN DARAT

No Nomor Polisi Model Kendaraan Kepemilikan Penggunaan untuk


Kategori Bahaya
Limbah B3

Page | 80
IV KETERANGAN JENIS LIMBAH B3

No Kode Jenis Karakteristik Kemasan Kategori Asal Tujuan


Limbah Limbah Limbah B3 Bahaya Limbah Akhir
B3 Limbah B3 B3

Page | 81
Page | 82
V PERJALANAN LIMBAH B3

Kota asal (sumber) limbah B3 :

Kota tujuan pengangkutan limbah B3 :

......................,
........................

Petugas Pengangkutan Limbah B3

Page | 83
INSTRUMEN PENILAIAN PENGANGKUTAN LIMBAH B3
INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

Nama Industri : Logam Jaya Abadi

Alamat : JL. Dinoyo no 76

Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2018

Petugas Pemeriksaan : Kelompok C Sub 1

Petunjuk pengisian :

1. Apabila kondisi tidak sesuai sebagaimana tercantum pada komponen


penilaian, maka diberikan nilai 0.
2. Bila sesuai sebagaimana tercantum pada komponen penilaian maka diberikan nilai
1.Perhitungan :

Perhitungan :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
a. Persentase Skor = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

b. Skor = Nilai yang didapat per-item x bobot

Kategori Persentase Skor


≤33,32% = Kurang
33,33% – 66,65% = Cukup
66,66% – 100% = Baik

Page | 84
No Aspek Penilaian

Bobot Nilai Skor Keterangan

Variabel Komponen Penilaian


Penilaian

1. Kendaraan 1. Perihal teknis dan laik jalan 4


pengangkut
a. Plakat yang dilekatkan pada 5 0
limbah B3
sisi kiri, kanan, depan dan
belakang kendaraan dengan
ukuran

b. Nama perusahaan yang 10 40


dicantumkan pada sisi kiri,
kanan dan belakang kendaraan
dengan ukuran sesuai
peraturan yang berlaku

c. Terdapat Jati diri pengemudi 5 0


yang ditempatkan pada
dashboard

d. Terdapat Kotak obat lengkap 5 20


dengan isinya

e. Terdapat Alat pemantau unjuk 10 0


kerja pengemudi, yang
sekurang-kurangnya dapat
merekam kecepatan kendaraan
dan perilaku pengemudi dalam
mengoperasikan kendaraannya

f. Terdapat Alat pemadam 5 20


kebakaran

g. Terdapat Nomor telepon pusat 10 40


pengendali operasi yang dapat
dihubungi jika terjadi keadaan
darurat (emergency call), yang
dicantumkan pada sebelah kiri
dan kanan kendaraan
pengangkut

Jumlah 200 120 Cukup

Page | 85
2. Perlengkapan keadaan darurat 3

a. Terdapat Alat komunikasi 10 30


antara pengemudi dengan pusat
pengendali operasi dan/atau
sebaliknya

b. Terdapat Lampu tanda bahaya 10 0


berwarna kuning yang
ditempatkan diatas atap ruang
kemudi

c. Terdapat rambu portabel 7 21

d. Terdapat kerucut pengaman 7 0

e. Terdapat segitiga pengaman 7 0

f. Terdapat dongkrak 7 21

g. Terdapat pita pembatas 7 0

h. Terdapat serbuk gergaji 7 0

i. Terdapat sekop yang tidak 7 0


menimbulkan api

j. Terdapat lampu senter 7 21

k. Warna kendaraan khusus 7 0

l. Terdapat Pedoman 10 30
pengoperasian kendaraan yang
baik untuk keadaan normal dan
darurat

m. Terdapat Ganjal roda yang 7 0


cukup kuat dan diletakan pada
tempat yang mudah dijangkau
oleh pembantu pengemudi

Jumlah 300 123 Cukup

3. Kendaraan khusus 3

Page | 86
a. Setiap kendaraan pengangkut 10 30
limbah B3 yang mudah
meledak, gas mampat, gas cair,
gas terlarut pada tekanan atau
pendinginan tertentu, dan
cairan mudah menyala
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

b. Setiap kendaraan pengangkut 10 30


limbah B3 berupa padatan
mudah menyala, oksidator,
peroksida organik, dan bahan
beracun dan korosif, harus
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

c. Setiap kendaraan pengangkut 10 30


B3 berupa bahan radioaktif,
bahan korosif dan bahan
berbahaya lainnya, harus
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

Jumlah 90 90 Baik

4. Pengemudi dan pembantu 2


pengemudi

a. memiliki Surat Izin Mengemudi 5 10


sesuai dengan golongan dan
kendaraan yang
dikemudikannya

Page | 87
b. memiliki pengetahuan 5 10
mengenai jaringan jalan dan
kelas jalan, kelaikan kendaraan
bermotor, tata cara mengangkut
barang.

c. memiliki pengetahuan 5 0
mengenai bahan berbahaya
yang diangkutnya, seperti
klasifikasi, sifat dan
karakteristik bahan berbahaya

d. memiliki pengetahuan 5 0
mengenai bagaimana mengatasi
keadaan jika terjadi suatu
kondisi darurat, seperti cara
menanggulangi kecelakaan

e. memiliki pengetahuan dan 5 0


keterampilan mengenai tata
cara pengangkutan bahan
berbahaya, seperti
pengemudian secara aman,
pemeriksaan kesiapan
kendaraan, hubungan muatan
dengan pengendalian
kendaraan, persepsi keadaan
bahaya / darurat

f. memiliki pengetahuan 5 0
mengenai ketentuan
pengangkutan bahan berbahaya,
seperti penggunaan plakat,
label dan simbol bahan
berbahaya

Page | 88
g. memiliki kemampuan psikologi 5 0
yang lebih tinggi daripada
pengangkut bahan / komoditi
yang tidak berbahaya, seperti
tidak mudah panik, sabar,
bertanggung jawab, tidak
mudah jenuh menghadapi
pekerjaan dan situasi yang
monoton

h. memiliki pengetahuan 5 0
mengenai bahan berbahaya
yang diangkutnya, seperti
klasifikasi, sifat dan
karakteristik bahan berbahaya

i. memiliki pengetahuan 5 10
mengenai bagaimana
mengatasi keadaan jika terjadi
suatu kondisi darurat, seperti
cara menanggulangi
kecelakaan
j. memiliki pengetahuan 5 0
mengenai ketentuan
pengangkutan bahan
berbahaya, seperti penggunaan
plakat, label dan simbol bahan
berbahaya
k. memiliki fisik yang sehat dan 5 10
tangguh

l. pengemudi telah mengikuti 5 10


pelatihan mengenai tata cara
pengangkutan, pemuatan,
pembongkaran, penggunaan
alatalat K3 dan penanggulangan
dalam keadaan darurat yang
diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan dan pelatihan yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal
hubungan darat

Jumlah 120 50 Cukup

Page | 89
5. K3 pengemudi dan pembantu 2
pengemudi

a. Memakai APD Pelindung 5 10


pernafasan / masker

b. Memakai APD Pelindung 5 0


anggota badan

c. Memakai APD Helm 5 0

d. Memakai APD Kacamata 5 0


pengaman

e. Memakai APD Sarung 5 10


tanganbaik dengan bahan
karet, kain ataupun kulit sesuai
bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang ditangani

f. Memakai APD Sepatu 5 10


pengaman

g. Memakai APD Pakaian kerja. 5 10

Jumlah 70 40 Cukup

2. Lintas 1. Lintas Angkut 7


Angkutan
Limbah B3 a. Memiliki lintas angkutan yang 5 35
telah diatur sesuai peraturan
yang berlaku

b. Terdapat pengawalan 5 0
pengawalan oleh petugas yang
bertanggung jawab dibidang
lalu lintas dan angkutan atau
polisi lalu lintas apabila
pengangkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun dapat
melalui daerah padat penduduk

c. Terdapat rencana lintas 5 0


angkutan bahan berbahaya dan
beracun

Jumlah 105 35 Kurang

Page | 90
2. Tempat asal dan tujuan 7

a. tersedia peralatan bongkar muat 5 35


dan peralatan pengaman yang
memenuhi persyaratan

b. Jarak radius keamanan terhadap 5 0


resiko kecelakaan sesuai
peraturan yang berlaku

Jumlah 70 35 Cukup

3. Pengoperasian 1. Pengangkutan limbah B3 4


kendaraan
pengangkut a. Pengangkutan limbah B3 5 20
limbah B3 dilakukan dalam bentuk curah
atau non curah

b. Pengangkutan limbah B3
curah dilakukan dengan
kemasan besar, seperti tangki 5 0
portabel atau truk tangki,
kendaraan yang dirancang dan
dibuat dengan persyaratan
khusus.

c. Pengangkutan limbah B3 5 0
curah dilakukan dengan
kemasan dalam (inside
container) yang digabung
dengan kemasan luar (outside
container), kemasan dengan
berbagai bentuk, seperti botol,
drum, jerigen, tong, kantong,
kotak / peti dan kemasan
gabungan dan menggunakan
kendaraan pengangkut biasa
yang aman

d. Pengangkutan bahan 5 20
berbahaya dan beracun
(B3)memenuhi ketentuan
aspek keselamatan dan
keamanan pada saat bongkar-
muat

Page | 91
e. pemisahan bahan berbahaya 3 0
yang tidak diangkut atau
disimpan bersama

f. Kegiatan pengangkutan 5 0
dihentikan apabila dalam
pelaksanaan diketahui ada
wadah atau kemasan yang
rusak

g. Bahan berbahaya dan beracun 5 0


(B3) yang akan diangkut harus
terlindung dalam wadah dan /
atau kemasan sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.

h. Bahan berbahaya dan beracun 5 0


(B3)diikat dengan kuat dan
disusun dengan baik sehingga 0
beban terdistribusi secara
proporsional pada sumbu-
sumbu kendaraan.

Jumlah 154 40 Kurag

2. Kemasan 3

a. Kemasan memenuhi 5 15
persyaratan kekuatan bahan
berdasarkan serangkaian
pengujian terhadap bahan
kemasan sesuai peraturan yang
berlaku

b. Pengujian pada bahan 5 15


kemasan pertama dibuat dan
dilakukan secara periodik pada
periode tertentu.

Page | 92
c. Setiap kemasan bahan
berbahaya dan beracun (B3)
dilengkapi marking dan label
yang sesuai dengan jenis
bahan berbahaya yang
diangkut.

Jumlah 45 30 Cukup

3. Kendaraan pengangkut 3

a. kendaraan pengangkut limbah 10 30


bahan berbahaya dan beracun
(B3) harus menggunakan
plakat yang sesuai dengan jenis
bahan berbahaya yang
diangkut

b. Berat kendaraan pengangkut 10 30


bahan berbahaya dan beracun
(B3) berikut muatan penuh,
tidak melebihi jumlah berat
yang diperbolehkan (JBB)
sesuai peraturan yang berlaku

c. Pengemudi mengawasi 10 30
kendaraan pengangkut bahan
berbahaya dan beracun (B3)
setiap saat dengan
pengecualian sesuai peraturan
yang berlaku

d. Terdapat pedoman 10 30
pengoperasian kendaraanbaik
untuk keadaan normal maupun
darurat

e. Terdapat pedoman 10 30
pengoperasian kendaraan
sekurang-kurangnya memuat
salinan peraturan yang terkait,
instruksi dan prosedur yang
harus dikerjakan apabila terjadi
kecelakaan atau keterlambatan
pengiriman.

Page | 93
f. Kendaraan pengangkut limbah 10 30
B3 tidak berhenti di sembarang
tempat

g. Dalam keadaan terpaksa 10 30


kendaraan pengangkut limbah
B3 berhenti pada jalur aman
sesuai peraturan yang berlaku

Jumlah 210 210 Baik

4. Kegiatan bongkar muat 3

a. Pelaksanaan muat dan bongkar 10 30


dilakukan pada tempat-tempat
yang telah ditetapkan dan tidak
mengganggu keamanan,
keselamatan, kelancaran dan
ketertiban lalu lintas dan
masyarakat sekitarnya, serta
sesuai prosedur yang
ditetapkan perusahaan yang
bersangkutan

b. Terdapat pengawasan selama 10 0


pelaksanaan pemuatan,
istirahat dan bongkar-
muatyang memiliki kualifikasi
sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku

c. Pelaksanaan bongkar muat 10 0


harus sesuai peraturan yang
berlaku

5. Pengemudi dan pembantu 2


pengemudi

a. Pengemudi dan pembantu 10 0


pengemudi dilarang merokok
Pada jarak kurang dari 8 meter
dari kendaraan pengangkut
bahan berbahaya dan beracun
(B3)

Page | 94
b. Pengemudi mematikan 10 20
kendaraan pengangkut pada
saat mengisi bahan bakar

c. Terdapat pengawasaan pada 10 0


saat pengisian bahan bakar

Jumlah 60 20 Kurang

4. Kewajiban 1. Melengkapi setiap kendaraan 14 2 28


pengangkut pengangkut bahan berbahaya dan
limbah B3 beracun (B3) dengan peralatan dan
perlengkapan sesuai peraturan
yang berlaku

2. Melengkapi awak kendaraan 1 0


(pengemudi dan pembantu
pengemudi) dengan perlengkapan
sesuai peraturan yang berlaku

3. Melaksanakan pengangkutan 1 14
bahan berbahaya dan beracun (B3)
dengan memenuhi ketentuan
sesuai peraturan yang berlaku

4. Melaporkan setiap bulan realisasi 1 0


pengangkutan bahan berbahaya
kepada Pejabat yang memberikan
Surat Persetujuan Pengangkutan
limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)

5. Memberikan pertanggungjawaban 1 0
apabila terjadi kerusakan jalan,
jembatan dan gangguan
lingkungan di sekitarnya yang
diakibatkan pengoperasian
kendaraan pengangkut limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3)

6. Mengembalikan Surat Persetujuan 1 0


setelah pengangkutan selesai
dilaksanakan.

Page | 95
7. Memperbaharui Surat Persetujuan 1 14
setiap 6 (enam) bulan, apabila
pengoperasian pengangkutan B3
berlanjut.

Jumlah 112 56 Cukup

5. Kewajiban 1. Industri pelapisan logam 13 2 0


pemilik dan bertanggung jawab terhadap
atau kerusakan jalan, jembatan dan
penanggung gangguan lingkungan di sekitarnya
jawan limbah yang diakibatkan oleh
B3 pengangkutan bahan berbahaya
dan beracun (B3) yang menjadi
miliknya
2. Pihak Industri pelapisan logam 1 0
memberikan keterangan tentang
sifat dan karakteristik B3 yang
dimiliki dan memberikan
pelatihan-pelatihan sesuai dengan
kebutuhan
Jumlah 39 0 Kurang

6. Pengawasan 1. Pelaksanaan pengangkutan limbah 14 1 14


bahan berbahaya dan beracun (B3)
diawasi oleh pengawas yang
memenuhi persyaratan, termasuk
untuk kegiatan muat dan bongkar

2. Pengawasan dilakukan oleh 1 0


pegawai atau petugas yang
ditunjuk oleh pengangkut.

3. Pengawasan harus memenuhi 1 0


persyaratan yang telah diatur
dalam peraturan yang berlaku

Jumlah 42 14 Kurang

7. Dokumentasi 1. Terdapat surat tanda lulus uji 16 1 16


kendaraan

2. Terdapat sertifikat khusus 1 0


pengemudi yang diberikan oleh
dirjen hub darat

Page | 96
3. Terdapat surat keterangan dokter 1 0
bagi pengemudi

4. Pelaksanaan pengangkutan 1 16
dilengkapi dokumen pengiriman

5. Terdapat surat persetujuan 1 0


pengangkutan limbah B3 yang
dikeluarkan oleh dirjen hubungan
darat

6. Terdapat pengolahan data 1 0


perizinan angkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang
di kelola oleh dirjen hubungan
darat

7. Terdapat rekomendasi 1 16
pengangkutan limbah B3 dari
KLH

8. Terdapat dokumen manifest yang 1 0


sah sesuai dengan ketentuan
kepala bapedal NO. Kep-
02/BAPEDAL/09/1995

Jumlah 128 48 Cukup

Total Keseluruhan 1833 941 Cukup

Page | 97
Rekapitulasi Instrumen Penilaian Pengangkutan Limbah b3 Industri Pelapisan Logam

No Variabel Penilaian Skor Skor % Kategori


Maksimal Penilaian

1 Kendaraan 780 423 54,23 % Cukup


Pengangkut
Limbah B3

2 Lintas angkutan 175 70 40 % Cukup


Limbah B3

3 Pengoperasian 557 330 59,24 % Cukup


Kendaraan
Pengangkut
Limbah B3

4 Kewajiban 112 56 44,64 % Cukup


Pengangkut
Limbah B3

5 Kewajiban 39 0 0% Kurang
Pemilik atau
Penanggungjawab
Limbah B3

6 Pengawasan 42 14 33,33 % Kurang

7 Dokumentasi 128 48 37,5 % Cukup

Jumlah 2833 941 51,33 % Cukup

Berdasarkan penilaian kami terhadap proses pengangkutan Limbah B3 pada


industri pelapisan logam memperoleh prosentase sebesar 51,33 % dengan skor 941 dari
skor maksimal 2833 yang termasuk dalam kategori Cukup. Adapun variabel penilaian
yang kita nilai meliputi Kendaraan Pengangkut Limbah B3, Lintas angkutan Limbah
B3, Pengoperasian Kendaraan Pengangkut Limbah B3, Kewajiban Pengangkut Limbah
B3, Kewajiban Pemilik atau Penanggungjawab Limbah B3, Pengawasan, dan
Dokumentasi.

Page | 98
1. Kendaraan Pengangkut Limbah B3

Alat angkut atau kendaraan pengangkut Limbah B3 pada industri Pelapisan


logam memperoleh perolehan prosentase sebesar 54,23 % dengan skor 423
dari skor maksimal 780. Hal ini termasuk dalam kategori cukup. Hal yang
sekiranya perlu ditinjau kembali pada variabel ini adalah tidak terdapatnya
Alat pemantau unjuk kerja pengemudi, yang sekurang-kurangnya dapat
merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi dalam
mengoperasikan kendaraannya. Mengingat alat pemantau kerja pengemudi
ini sangatlah penting sesuai dengan standar dan ketetapan alat angkut limbah
B3 yang berlaku. Juga pengendara belum memiliki pengetahuan mengenai
bahan berbahaya yang diangkutnya, seperti klasifikasi, sifat dan
karakteristik bahan berbahaya.

2. Lintas angkutan Limbah B3

Lintas angkutan Limbah B3 pada industri Pelapisan logam memperoleh


perolehan prosentase sebesar 40 % dengan skor 70 dari skor maksimal 175.
Hal ini termasuk dalam kategori cukup. Pada Lintas angkutan Limbah B3
tidak terdapat pengawalan pengawalan oleh petugas yang bertanggung
jawab dibidang lalu lintas dan angkutan atau polisi lalu lintas apabila
pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun dapat melalui daerah
padat penduduk, juga tidak terdapatnya rencana lintas angkutan bahan
berbahaya dan beracun. Hal ini membuat variabel lintas angkutan limbah b3
belum mampu memperoleh kategori baik.

3. Pengoperasian Kendaraan Pengangkut Limbah B3

Pengoperasian Kendaraan Pengangkut Limbah B3 pada industri Pelapisan


logam memperoleh perolehan prosentase sebesar 59,24 % dengan skor 330
dari skor maksimal 557. Hal ini termasuk dalam kategori cukup. Pada
kegiatan bongkar muat, tidak terdapat pengawasan selama pelaksanaan
pemuatan, istirahat dan bongkar- muat yang memiliki kualifikasi sesuai
peraturan perundang- undangan yang berlaku, pelaksanaan bongkar muat
juga menyalahi peraturan yang berlaku.

Page | 99
4. Kewajiban Pengangkut Limbah B3

Kewajiban Pengangkut Limbah B3 pada industri Pelapisan logam


memperoleh perolehan prosentase sebesar 44,64 %dengan skor 56 dari skor
maksimal 112. Hal ini termasuk dalam kategori cukup. Untuk perlengkapan
awak kendaraan (pengemudi dan pembantu pengemudi) tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku, hal ini yang membuat variabel kewajiban
pengangkut limbah B3 tidak memperoleh nilai maksimal. Juga awak
kendaraan tidak melaporkan rutin setiap bulan tentang realisasi
pengangkutan bahan berbahaya kepada Pejabat yang memberikan Surat
Persetujuan Pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

5. Kewajiban Pemilik atau Penanggungjawab Limbah B3

Kewajiban Pemilik atau Penanggungjawab Limbah B3 pada industri


Pelapisan logam memperoleh perolehan prosentase sebesar 0 % dengan skor
0 dari skor maksimal 39. Hal ini termasuk dalam kategori kurang. Hal ini
dikarenakan Industri pelapisan logam dinilai kurang bertanggung jawab
terhadap kerusakan jalan, jembatan dan gangguan lingkungan di sekitarnya
yang diakibatkan oleh pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang menjadi miliknya, dan pihak Industri pelapisan logam tidak
memberikan keterangan tentang sifat dan karakteristik B3 yang dimiliki dan
memberikan pelatihan-pelatihan sesuai dengan kebutuhan

6. Pengawasan Limbah B3

Pengawasan Limbah B3 pada industri Pelapisan logam memperoleh


perolehan prosentase sebesar 33,33 % dengan skor 14 dari skor maksimal
42. Hal ini termasuk dalam kategori kurang. Karena tidak adanya
Pengawasan yang dilakukan oleh pegawai atau petugas yang ditunjuk oleh
pengangkut, juga Pengawasan yang kami nilai belum memenuhi persyaratan
yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku

Page | 100
7. Dokumentasi

Dokumentasi Limbah B3 pada industri Pelapisan logam memperoleh


perolehan prosentase sebesar 37,5 % dengan skor 48 dari skor maksimal
128. Hal ini termasuk dalam kategori cukup. Kategori cukup ini dikarenakan
tidak terdapatnya sertifikat khusus pengemudi yang diberikan oleh dirjen
hub darat, tidak adanya surat keterangan dari dokter untuk pengemudi , dan
tidak terdapatnya pengolahan data perizinan angkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang di kelola oleh dirjen hubungan darat

Page | 101
3.7 Upaya Pengelolahan Limbah B3 di Pabrik Electroplating

Limbah yang akan dihasilkan pada proses ini sebenarnya ada dua macam
senyawa atau zat, yaitu zat organik dan zat inorganik selain juga sisa dari cairan
proses elektroplating ini. Cairan sisa hasil proses ini mungkin bisa dicegah masuk ke
saluran umum dengan cara menampung sisa prosesnya, tapi pada proses pencucian
bahan hasil proses elektroplating kita tidak bisa menghindarkan cairan ini untuk
masuk ke saluran pembuangan. Sebelum cairan ini masuk ke saluran umum sebaiknya
cairan ini diolah terlebih dahulu dalam penampungan khusus.

Cara pengolahannya bisa dilakukan secara bertahap. Tahap pertama


menghilangkan zat zat anorganik berbahaya yang masuk ke dalam cairan buangan,
Zat anorganik yang terbawa adalah bahan kimia proses elektroplating seperti krom,
nikel, tembaga, asam sulfat, dan sebaganya. Setelah bahan pengotor anorganik ini
diolah baru selanjutnya pengolahan bahan buangan organik yang terbawa dalam
saluran buangan. Contoh bahan organik yang terbawa adalah, grease, oli, dan bahan
pembersih seperti sabun.

1. Proses Pengolahan Air Limbah Industri Electroplating (Pelapisan Logam)

a. Prinsip Dasar Pengolahan Beberapa Bahan Kimia

Prinsip dasar pengolahan beberapa bahan kimia berbahaya seperti senyawa


khrom, nikel, tembaga, sulfat, khlorida, sianida, dan zat organic lainnya yaitu
dengan mengubah bahan tersebut agar menjadi produk-produk lain yang tidak
berbahaya sehingga tidak mencemari lingkungan.

1) Pengelolahan Senyawa Khrom Valensi Enam (Cr6+)

a) Cara reduksi Cr6+ menjadi Cr3+ kemudian dilanjutkan dengan


pengendapan Cr3+ sebagai hidroksida

 pH larutan diturunkan terlebih dahulu sampai mendekati 3 dengan


penambahan sulfat.

Page | 102
 Ditambahkan bahan kimia misalnya metabisulfat / hidrosulfat/
ferrosulfat, sebagai bahan produksi yang mereduksi Cr6+
menjadi Cr3+
 Ditambahkan bahan kimia misalnya metabisulfat / hidrosulfat/
ferrosulfat, sebagai bahan produksi yang mereduksi Cr6+
menjadi Cr3+

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses reduksi adalah : waktu


reaksi, pH, latutan kosentrasi Cr6+ dan banyaknya bahan pereduksi
yang dipakai. Semakin tinggi konsentrasi Cr6+ dalam larutan proses
reduksinya lebih lama daripada konsentrasi rendah.

b) Cara kedua adalah dengan mengikat Cr6+ dengan mengikat resin


tertentu (ion exchanger) dengan mengatur pH antara 4,5 – 5,0
c) Cara ketiga adalah pengambilan kembali Cr6+ dan Cr3+ dengan cara
pengentalan.

Diantara ketiga cara tersebut yang banyak dilakukan di Indonesia adalah


yang cara pertama yaitu reduksi

2) Pengolahan senyawa khrom valensi tiga Cr3+

a) Proses pengendapan dengan kapur seperti pada pengolahan


metabisulfat/ t / hidrosulfat/ ferrosulfat, sebagai bahan produksi yang
mereduksi Cr6, aau dengan menggunakan soda kostik
b) Cara kedua adalah mengkonsentrasikan larutan kemudian diikat
dengan resin dalam proses ion exchange.

Di dalam cara pengendapan dengan kapur atau soda kosik pH paling


efektif adalah 3,5 – 9,5. Endapan (lumpur) Cr(OH)3 dan Fe (OH)3 biasanya
masih mengandung 95% air. Endapan ini dapat dipisahkan dengan
pengeringan (filter beds) atau penyaringan.

3) Pengolahan senyawa tembaga

Ada beberapa cara antara lain :

Page | 103
a) Cara mengendapkan sebagai hidroksida atau sulfide.
b) Menangkap ion Cu dengan resin tertentu dalam proses penukar ion
atau ion exchange, dengan proses ini kadar Cu dari 1 ppm dapat
diturunkan sampai 0,03 ppm.
c) Cara penguapan dan elektrolisa, cara ini lebih sesuai untuk air buangan
dengan kadar Cu rendah.

Cara yang banyak digunakan dalam pengolahan Cu adalah proses


pengendapan dengan kapur. Dengan menambahkan kapur dan mengatur
pH antara 9,3 – 10,3 hidroksida tembaga beserta logam-logam berat
lainnya dapat mengendap sempurna.

Pada pH tersebut kelaruan tembaga hidroksida adlah yang terendah yaitu


0,01 mg/l. pengendapan dengan kapur ini akan terganggu bila larutan
mengandung sianida, pirosulfat atau senyawa kompleks lainnya.unuk
keadaan seperti ini sianida harus dipisahkan terlebih dahulu. Khusus untuk
larutan yang mengandung pirosulfat, pengendapan dilakukan pada pH
tinggi yaitu sekitar 12.

4) Pengolahan senyawa nikel

a) Mengendapkan kapur yang dilakukan pada pH sekitar 12.


Pengendapan senyawa nikel dapat pula dilakukan dengan ferrosulfat,
juga pada pH sekitar 10.
b) Cara kedua adalah proses pemindahan kation atau exchanger, cara ini
mampu menghasilkan air buangan bebas nikel. Kesulitan akan timbul
bila di dalam larutan terdapat sianida, sebab sianida akan merusak
resin yang digunakan.
c) Cara ketiga adalah dengan penguapan dan osmosa balik (reverse
osmosis).

5) Pengolahan senyawa sianida

Prinsip pengolahan sianida dari air buangan adalah


merusak/mengoksider sianida denan khlor aktif. Sianida teroksida menjadi

Page | 104
sianida CNO dan akhirnya menjadi CO2 dan N2. Proses-proses lainnya
adalah perusakan sianida secara elektrolisa, dan dapat pula dilakukan
pengolahan secara penguapan. Pengolahan dengan khlor aktif dilakuakan
dengan menaikan pH larutan terlebih dahulu antara lain dengan
penambahan NaOH, kemudian diberi khlor aktif/ kaporit.

6) Pengolahan lemak dan minyak

Pengolahan lemak dan minyak atau bahan organic lain biasanya


dilakukan dalam dua tahap yakni tahap pertama (Pengolahan Primer)
adalahan memisahkan minyak dari air dengan adanya perbedaan berat
jenis. Minyak dan lemak akan mengapung dan dapat dipisahkan dengan
cara skimming. Pemisahan dengan cara gravitasi ini sangat dipengaruhi
oleh desain bak penampung, dan oleh waktu pemisah.

Cara kedua menghancurkan atau merusak emulsi minyak dengan


cara kimia, listrik, atau fisis. Diantara ke dua metode ini cara kimia banyak
dilakukan. Secara garis besar ada 4 cara sebagai berikut : penambahan
koagulan, penambahan asam, penambahan garam dan pemanasan dan
penambahan dan pemecah emulsi (demulgators).

b. Pengolahan Air Limbah Pelapisan Logam Terpadu

Yang dimaksud dengan pengolahan air limbah terpadu disini adalah


pengolahan dari semua jenis air buangan dalam satu system pengolahan. Pada
dasarnya air-air buangan dapat dikategorikan dalam tiga jenis :

 Air buangan yang mengandung asam, antara lain H2So4, HCl, H2CrO4,
H2Cr2O7, NiSO4, CuP2O7, NiCl2, dengan kepekatan berbeda-beda.
 Air buangan yang mengandung NaCN, CuCN, Ca(OH)2, NaOH, dan lai-
lain dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
 Air buangan yang mengandung NaCN, CuCN, Ca(OH)2, NaOH, dan lai-
lain dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

Jenis-jenis air buangan tersebut harus dipisahkan sejak awal antara lain
dengan menampung dalam bak terlebih dahulu atau dapat pula langsung ke

Page | 105
tempat pengolahan. Di sini perlu diperhatikan bahwa air buangan alkalis sama
sekali tidak boleh dicampur dengan air buangan yang asam. Air buangan yang
mengandung sianida sama sekali tidak boleh ditampung dahulu dalam satu
bak, sedang air buangan yang mengandung khrom ditampung dalam bak yang
berbeda.

Besarnya bak dibuat dengan ukuran yang dapat menampung air


buangan sekurang-kurangnya selama 10 jam, dengan maksud agar dapat
diperoleh air buangan yang homogeny untuk mempermudah pengolahan
selajutnya. Air buangan sianida dari bak penampung dialirkan ke bak
pengaduk oksidasi dimana kedalam bak pengaduk ini ditambahkan NaOCl
dan kemudian air kapur. Dalam bak pengaduk ini akan terjadi reaksi oksidasi
dimana sianida akan terurai menjadi CO2 dan N2 pada pH sekitar 10. Dalam
reaksi oksidasi ini untuk tiap bagian sianida diperlukan 8 bagian khlor, reaksi
berjalan cukup cepat dan berlangsung 30 menit, endapan yang terjadi
dipisahkan dalam bak pengendap.

Air buangan yang mengandung khrom dialirkan ke bak pengaduk,


kedalam bak ini ditambahkan laruan sulfit dan asam sulfat untuk mengatur pH
antara 2-3. Proses reduksi akan terjadi Cr6+, laruta Cr3+ dialirkan ke bak
pengendap. Dalam bak pengendap senyawa Cr3+ akan bereaksi dengan
senyawa basa Ca(OH)2 dan pengendap sebagai Cr(OH)3.

Pada proses ini pH diatur sekitar 8-9, bila perlu dengan ambahn air
kapur. Disamping khrom,juga logam-logam lain turut mengendap sehingga air
yang melimpah keluar dari bak bebas dari khrom, nikel, tembaga maupun
sianida. Skema proses pengolahan air limbah pelapisan logam secara terpadu
dapat dilihat pada Gambar berikut.

Page | 106
Gambar 5. Pengolahan Air Limbah Pelapisan Logam Terpadu

Gambar 6. Proses Pengolahan Limbah Industri Kecil Pelapisan Logam

2. Proses Pengolahan Limbah Padat Industri Electroplating (Pelapisan Logam)

Solidifikasi

Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya


dengan penambahan aditif. Solidifikasi merupakan salah satu metode yang paling
umum untuk melakukan stabilisasi. Solidifikasi dapat melibatkan reaksi kimiawi

Page | 107
antara limbah dengan bahan pembentuk padatan, isolasi mekanis di dalam suatu
matriks pengikat yang melindungi limbah dari pengaruh luar atau dengan suatu
kombinasi proses-proses fisika dan kimiawi. Teknik ini dapat dilakukan dengan
menguapkan air dari limbah berair atau lumpur limbah (sludge), penyerapan
limbah pada suatu padatan, reaksi dengan semen, reaksi dengan senyawa-senyawa
silikat, enkapsulasi atau penyisipan di dalam bahan polimer atau termoplastik
(Manahan, 2000). Pada proses solidifikasi kemungkinan terjadi stabilisasi yang
secara umum dapat didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan
bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar
dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.

Stabilisasi mencakup reaksi-reaksi kimiawi yang menghasilkan produk-


produk yang lebih tidak mudah menguap, lebih tidak mudah larut dan lebih tidak
reaktif. Solidifikasi limbah B3 banyak dilakukan dengan menggunakan semen
portland. Pada penerapannya, semen portland menghasilkan matriks padat untuk
isolasi limbah, secara kimiawi mengikat air dari sludge dan dapat bereaksi secara
kimiawi dengan limbah (misalnya kalsium dan basa dalam semen portland
bereaksi dengan limbah anorganik untuk mengurangi kelarutannya). Akan tetapi,
kebanyakan limbah ditahan secara fisik di dalam matriks semen portland dan
rawan terhadap perlucutan. Sebagai matriks solidifikasi, semen portland mudah
digunakan untuk sludge anorganik yang mengandung ion-ion logam berat yang
membentuk senyawa hidroksida dan karbonat tak larut dalam media karbonat basa
yang dihasilkan dari semen. Keberhasilan solidifikasi dengan semen portland
sangat bergantung pada apakah limbah mempengaruhi kekuatan dan kestabilan
produk perkerasan yang dihasilkan.

Dapat dinyatakan bahwa proses solidifikasi adalah suatu tahapan proses


pengolahan limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3
melalui upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya
racunnya (amobilisasi unsur yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut
dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill).

Dan prinsip kerja solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi
limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan
senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan
Page | 108
massa monolith dengan struktur yang kekar (massive) (KEP-03
/BAPEDAL/09/1995) .

Tujuan dari solidifikasi yaitu memperbaiki karakteristik fisik dan


mempermudah penanganan limbah; atau menurunkan luas permukaan yang dapat
memfasilitasi pelepasan pencemar dari dalam limbah (Bone et al, 2004).
Solidifikasi menghasilkan suatu padatan yang disebut monolith (mono =
satu; lithos = batu). Pengurangan pelepasan pencemar dari monolith dapat terjadi
karenahal-hal sebagai berikut (Spence, 2005) :

1. Penurunan kelarutan pencemar dalam monolith karena terjadinya reaksi kimia


yang mengubah pencemar menjadi bentuk lain dengan kelarutan yang lebih
rendah;
2. Pembentukan monolith berkekuatan tinggi;
3. Penurunan luas permukaan kontak antara partikel pencemar
dalam monolithdengan komponen lain (terutama pelarut) di sekitar monolith;

Terperangkapnya pencemar secara fisik di dalam matriks padat, sehingga akan


mencegah terjadinya kontak antara pencemar dengan komponen lain (terutama
pelarut) di sekitar monolith. Mekanisme ini disebut encapsulation.

Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi :

a. Limbah B3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisa


karakteristiknya guna menentukan resep stabilisasi/solidifikasi yang
diperlukan terhadap limbah B3 tersebut;
b. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, selanjutnya terhadap hasil olahan
tersebut dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter
dalam lindi (extract/eluate) sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1
keputusan ini.

Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati


nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam Tabel 1;

c. Terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan


(Compressive Strength) dengan "Soil Penetrometer Test", dengan harus

Page | 109
mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m2 dan lolos uji "Paint
Filter Test";
d. Limbah B3 olahan yang memenuhi persyaratan kadar TCLP, nilai uji kuat
tekan dan lolos paint filter test; selanjutnya harus ditimbun di tempat
penimbunan (landfill) yang ditetapkan pemerintah atau yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.

Page | 110
3.8 Desain Penimbunan dan Persyaratan Penimbunan Limbah B3 Industri
Elektroplating

Persyaratan penimbunan limbah B3 menurut kepbapedal No: kep-04/bapedal/09/1995


tentang tata cara dan persyaratan penimbunan hasil pengolahan, dan lokasi bekas
penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun. Persyaratan penimbunan meliputi:

1. Pemilihan Lokasi Landfill

Penimbunan limbah B3 harus dilakukan pada lokasi tepat dan benar yang
memenuhi persyaratan lingkungan. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam
peemilihan lokasi adalah :

a. Lokasi yang akan dipilih harus merupakan daerah yang bebas dari banjir
b. Geologi lingkungan

1) Daerah dengan litologi batuan besar adalah batuan sedimen berbutir sangat
halus (seperti serpih, batu lampung), batuan beku, atau batuan malihan
yang bersifat kedap air (k< 10-9 m/s), tidak berongga, tidak bercelah dan
tidak berkekar intensif.
2) Tidak merupakan daerah berpotensi bencana alam : longsoran, bahaya
gunung api, gempa bumi dan patahan aktif.

c. Hidrogeologi

1) Bukan merupakan daerah resapan bagi air tanah tidak tertekan yang
penting dan air tanah tertekan.
2) Bukan merupakan daerah resapan bagi air tanah tidak tertekan yang
penting dan air tanah tertekan.

d. Hidrologi permukaan

Lokasi penimbunan bukan merupakan daerah genangan air, berjarak minimum


500 m dari aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau, waduk untuk
irigasi pertanian dan air bersih.

Page | 111
e. Iklim dan curah hujan

Diutamakan lokasi dengan :

1) Curah hujan : kecil, daerah kering


2) Keadaan angin : kecepatan tahunan rendah, berarah dominan ke daerah
tidak berpenduduk atau berpenduduk jarang.

f. Lokasi penimbunan harus sesuai dengan rencana tata ruang yang merupakan
tanha kosong tidak subur, tanah pertanian ynag kurang subur, atau lokasi
bekas pertambangan ynag telah tidak berpotensi dan sesuai dengan rencana
tata ruang baik untuk peruntukan industri atau tempat tempat penimbunan
limbah. Selain itu harus memperhatikan flora dan fauna :

1) Flora : merupakan daerah dengan kesuburan rendah, tidak ditanami


tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan bukan daerah/kawasan
lindung
2) Fauna : bukan merupakan daerah margasatwa/ cagar alam.

2. Persyaratan Rancang Bangun/ Desain Landfill Limbah B3

a. Karakteristik limbah B3 dan Tempat Penimbunannya

Rancang bangun atau desain landfill untuk tempat penimbunan limbah


B3 (landfill) dikelola sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah yang akan
ditimbun.Untuk itu, pemilahan jenis dan karakteristik limbah B3 mempunyai
fungsi dalam penentuan tempat penimbunan limbah B3 tersebut, rancang
bangun dan kategori landfill yang dibangun.

1) Untuk limbah B3 dari sumber yang spesifik, tempat penimbunannya harus


di landfill kategori I.
2) Untuk limbah B3 belum terolah dan yang total kadar maksimum bahan
pencemarnya lebih besar atau sama dengan nilai pada kolom A, maka
limbah B3 penimbunannya harus di landfill kategori 1.

Page | 112
3) Untuk limbah B3 belum terolah dan yang total kadar maksimum bahan
pencemarnya lebih kecil dari nilai kolom A, maka limbah B3
penimbunannya harus di landfill kategori II.
4) Untuk limbah B3 yang belum terolah dan yang total kadar maksimum
bahan pencemarnya lebih kecil atau sama dengan nilai kolom B, maka
limbah B3 penimbunannya harus di landfill kategori III.
5) Apabila ada satu atau lebih parameter yang total kadar maksimum bahan
pencemarnya melebihi nilai pada kolom A, maka limbah B3 tempat
penimbunannya harus di landfill kategori I.
6) Apabila ada satu atau lebih parameter yang total kadar maksimum bahan
pencemarnya melebihi nilai pada kolom B, maka limbah b3 tempat
penimbunannya harus di landfill kategorii II.

Tabel 1. Jenis industri/ kegiatan limbah b3 dari sumber yang spesifik


yang tempat penimbunannya harus di landfill kategori I (PP RI 101
tahun 2014)

Page | 113
Tabel 2. Total kadar maksimum limbah B3 yang belum terolah dan
tempat penimbunnya (PP RI No 101 tahun 2014)

Page | 114
b. Rancang bangun/Desain masing-masing kategori Landfill

1) Kategori I (Double Liner)


2) Kategori II (Single Liner)
3) Kategori III (Clay Liner)
4) Setiap Kategori memiliki saluran dan tempat penampung lindi dan tempat
pendeteksi kebocoran

c. Rancang Bangun untuk Landfill Kategori 1

Rancangan bangun minimum untuk kategori I (secure landfill double liner)


adalah sebagai berikut: (KEP-04/BAPEDAL/09/1995)

Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-
komponen berikut :

1. Lapisan Dasar (Subbase)

Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan


pekerjaan penyiapan di antaranya :

a) pengupasan tanah yang tidak kohesif;


b) perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya);
c) pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang
diperlukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di
atasnya.

Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang


yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10 -9 m/detik
di atas lapisan tanah setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah
satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisanlapisan
tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan
permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan
untuk menopang lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun dan lapisan
penutup;

Page | 115
2. Lapisan Geomembran Kedua (Secondary Geomembrane)

Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran kedua berupa lapisan


sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan
ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (60 - 80 mil). Semua lapisan sintetik
pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of
Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini
harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi,
operasi dan penutupan landfill;

3. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System)

Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan geomembrane


kedua dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus
memiliki transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari
transmisivitas planar bahan/tanah butiran setebal 30 cm dengan
konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10-4 m/detik. Komponen teratas dari
sistem pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang
dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem Pendeteksi
Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu
menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul.
Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa
submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpul lindi;

4. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner)

Lapisan tanah penghalang berupa tanah liat yang dipadatkan hingga


berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau
"geosynthetic clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL
tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenis-
jenis GCL adalah: Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis;

Page | 116
5. Lapisan Geomembran Pertama (Primary Geomembrane)

Lapisan Geomembran pertama berupa lapisan sintetik yang terbuat dan


HOPE dengan ketebalan minimum 1,5- 2,0 mm (60 - 80 mil). Lapisan
geomembran pertama ini harus dirancang agar tahan terhadap semua
tekanan selama proses instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan landfill;

6. Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL)

SPPL pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm


bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x
10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai SPPL nya.
Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari
transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas
hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik.

7. Lapisan Pelindung (Operation Cover)

Sistem pungumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama 0perasi


(LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah
kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah
di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain yang
tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill
selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada
dinding set selama masa aktif sel landfill;

Page | 117
Gambar 7. Sistem Landfill Limbah B3

Sumber : kemenLH tentang perizinan dan penimbunan limbah b3. Pln tanjung
jati, jepara, provinsi jawa tengah tahun 2011

Gambar 8. Sistem Pelapisan Dasar (Liner) Landfill

Sumber : kemenLH tentang perizinan dan penimbunan limbah b3. Pln tanjung
jati, jepara, provinsi jawa tengah tahun 2011 dan (KEP-
04/BAPEDAL/09/1995)

Page | 118
Gambar 9. Lapisan Penutup Akhir (Final Cover)

Sumber : kemenLH tentang perizinan dan penimbunan limbah b3. Pln tanjung
jati, jepara, provinsi jawa tengah tahun 2011 dan (KEP-
04/BAPEDAL/09/1995)

d. Rancang Bangun untuk Lapisan Penutup Landfill Kategori 1,2,3

(KEP-04/BAPEDAL/09/1995)

Setelah landfill diisi penuh dengan limbah, landfill harus ditutup dengan
pelapis penutup akhir (PPA). PPA tersebut harus dirancang sedemikian rupa
sehingga mampu :

1) meminimumkan perawatan di masa yang akan datang setelah landfill


ditutup;
2) meminimum infiltrasi air permukaan ke dalam landfill, dan
3) mencegah lepasnya unsur-unsur limbah dari landfill.

Page | 119
Pelapis penutup akhir landfill limbah B3 Gambar 3, mulai dari bawah ke atas,
terdiri dari :

a) Tanah Penutup Perantara (Intermediate Soil Cover)

Tanah penutup perantara (TPP) ditempatkan di atas limbah ketika tahap


akhir dari penimbunan limbah di landfill limba B3 telah dicapai. TPP
berupa tanah dengan ketebalan sekurang-kurangnya 15 cm. Lapisan ini
harus berfungsi memberikan dasar yang stabil untuk penempatan dan
pemadatan lapisan di atasnya;

b) Tanah Tudung Penghalang (Cap Soil Barrier)

Tanah tudung penghalang berupa lapisan lempung yang dipadatkan hingga


mempunyai permeabilitas maksimum 1 x 10-9 m/detik. Ketebalan
minimum tanah penghalang penutup adalah 60 cm;

c) Tudung Geomembran (Cap Geomembrane)

Tudung geomembran berupa HDPE dengan ketebalan minimum 1 mm (40


mil) dan permeabilitas maksimum 1 x 10- 9 m/detik. Tudung geomembran
ini harus dirancang tahan terhadap semua tekanan selama instalasi,
konstruksi lapisan atas, dan saat penutupan landfill;

d) Pelapisan untuk Tudung Drainase (Cap Drainage Layer)

Pelapisan untuk tudung drainase (PTD) harus dirancang mampu


mengumpulkan air permukaan yang meresap ke dalam lapisan tumbuhan
yang ada di atasnya dan kemudian menyalurkan ke tepian landfill. PTD ini
berupa bahan butiran atau geonet HDPE dengan transmisivitas planar
minimum sama dengan transmisivitas planar lapisan bahan.tanah butiran
setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik.
Untuk memperkecil penyumbatan pada PDT oleh lapisan tanah tumbuhan
di atasnya maka harus dipasang geotekstil di atas PTD;

Page | 120
e) Pelapisan Tanah untuk Tumbuhan (Vegetative Layer)

Pelapisan tanah untuk tumbuhan (PTT) berupa tanah setempat atau tanah
dari tempat lain dengan sifat fisik perbedaan kembang kerut kecil.
Ketebalan minimum 60 cm. PTT harus mampu mendukung tumbuhnya
tumbuhan di atasnya;

f) Tumbuh-tumbuhan (Vegetation)

Setelah konstruksi selesai untuk meminimumkan erosi pada PTT atau


sistem penutup. Tanaman yang digunakan/ditanam adalah tanamana yang
membutuhkan perawatan sederhana, cocok dengan daerah setempat dan
tidak mempunyai potensi merusak lapisan di bawahnya (tanaman
rerumputan).

Gambar 10. Penampabg Melintang Lapisan Landfill

Sumber : kemenLH tentang perizinan dan penimbunan limbah b3. Pln tanjung
jati, jepara, provinsi jawa tengah tahun 2011

Page | 121
Gambar 11. Desain Lapisan Landfill

Sumber : KemenLH dan Kehutanan.2015.Pengelolaan Limbah B3


”Penimbunan dan Dumping”

Gambar 12. Modern Landfill

Sumber : http://churchincharlotte.info/sanitary-landfill-design.html
Page | 122
e. Persyaratan Konstruksi dan Instalasi Komponen-Komponen Landfill

Pemilik fasilitas landfill wajib memenuhi ketentuan :

1) Sebelum memulai konstruksi dan instalasi komponen-komponen landfill,


harus membuat dan menyerahkan Rencana Konstruksi dan Instalasi
Landfill serta Rencana Jaminan Kualitas komponen-komponen landfill
yang dibangun memenuhi standar yang telah dipersyaratkan;
2) Pada saat konstruksi dan instalasi komponen-komponen landfill, harus
melakukan kegiatan inspeksi, uji kualitas komponenkomponen landfill,
dan melaporkan hasil kegiatan inspeksi dan uji kualitas tersebut kepada
Bapedal;
3) Setelah konstruksi dan instalasi landfill selesai dilaksanakan, harus
membuat dan menyerahkan laporan hasil kegiatan konstruksi dan instalasi
komponen-komponen landfill yang dibangun kepada Bapedal;
4) Mengikut sertakan Bapedal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bapedal
sebagai pengawas dalam setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi dan
instalasi landfill.

f. Persyaratan Peralatan dan Perlengkapan Fasilitas Landfill

Pengoperasian fasilitas landfill harus didukung peralatan atau perlengkapan-


perlengkapan sebagai berikut :

1) kantor administrasi;
2) gudang peralatan;
3) fasilitas pencucian kendaraan dan perlengkapan;
4) tempat parkir;
5) peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat;
6) peralatan "emergency shower";
7) peralatan penimbunan limbah di lokasi landfill (contoh: buldoser)
8) perlengkapan pengaman pribadi pekerja;
9) perlengkapan PPPK (pertolongan pertama pada kecelakaan).

Page | 123
g. Perlakuan Limbah Sebelum ditimbun

1) Analisa lanoratorium untuk menentukan cara pengolahan yang tepat,


misalnya : solidifikasi atau stabilisasi, insenerasi atau pengolahan cara
fisika/kimia.
2) Melakukan pengolahan limbah B3 sebelum ditimbun.
3) Bila lolos uji TCLP, uji kuat tekan maka dapat ditimbun langsung.
4) Tidak mudah meledak, terbakar, reaktif dan menyebabkan infeksi.
5) Tidak mengandung zat organik lebih dari 10%.
6) Tidak mengandung PCBs
7) Tidak mengandung dioxin
8) Tidak mengandung radio aktif
9) Tidak berbentuk cair atau lumpur

h. Sistem Pengolah Lindi

Menurut PermenLH no 63 tahun 2016, pengelolaan ai lindi dilakukan terhadap


lindi yang bersumber dari :

1) air yang merembes melalui Limbah B3 ke dasar fasilitas penimbusan


akhir;
2) air yang berkontak dengan Limbah B3 dan mengalir di permukaan Limbah
B3 ke dasar tumpukan Limbah B3 di fasilitas penimbusan akhir;
3) air limbah yang berkontak dengan Limbah B3 di lokasi fasilitas
penimbusan akhir; dan/atau
4) air limbah yang terdapat pada sistem pendeteksi kebocoran.

Pengelolaan air lindi dilakukan dengan cara :

1. membangun saluran drainase limpasan air permukaan yang terpisah


dengan saluran air lindi di sekeliling fasilitas penimbusan akhir;
2. air lindi yang terkumpul di fasilitas penimbusan akhir dan berkontak
dengan limbah B3 harus dipindahkan ke tempat penampungan air lindi;
dan

Page | 124
3. air lindi dalam lapisan pengumpulan lindi dan lapisan pendeteksi
kebocoran harus dipindahkan ke tempat penampungan air lindi melalui
sistem pengumpulan dan pemindahan lindi.

Tempat penampungan air lindi dapat berupa tangki atau kolam.

Beberapa persyaratan tangki yang harus dipenuhi yaitu:

a. berupa tangki tertutup; dan


b. dilengkapi tanggul di sekeliling tangki dengan kapasitas paling sedikit
110% (seratus sepuluh persen) dari volume tangki;

Adapun persyaratan kolam untuk penampungan lindi adalah

a. berupa kolam tertutup;


b. memiliki kontruksi beton atau bahan kontruksi yang kedap air;
c. memiliki kapasitas tampung air lindi yang timbul selama 1 (satu) minggu
pada curah hujan paling tinggi.

Air lindi yang ditampung di tempat penampungan air lindi sebelum dibuang
ke media lingkungan wajib memenuhi baku mutu air lindi Pemenuhan baku
mutu air lindi dilakukan berdasarkan hasil uji di laboratorium yang
terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dan dilaporkan
kepada Menteri Lingkungan Hidup.

Adapun beberapa proses pengolahan yang dapat dilakukan agar lindi sesuai
dengan baku mutu adalah :

1) pengolahan kimia fisika, biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan


2) pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau
kolam aerasi
3) pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi
4) pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif

Page | 125
i. Sistem pengendalian gas

Guna mengalirkan gas yang terbentuk keudara bebas, atau menuju ke


pemanfaatan gas bio dibutuhkan ventilasi. Metode untuk mengendalikan
pergerakan gas adalah:

 Menempatkan materi impermeabel pada atau di luar perbatasan landfill


untuk menghalangi aliran gas
 Menempatkan materi granular pada atau di luar perbatasan landfill untuk
penyaluran dan atau pengumpulan gas
 Pembuatan ventilasi di dalam lokasi landfill
 Pembuatan ventilasi di sekeliling perbatasan landfill (perimeter)

Ventilasi dapat dilakukan secara pasif ataupun secara aktif dan secara aktif.
Ventilasi secara aktif terdiri dari pipa berlubang dalam sumuran berisi kerikil,
atau pipa berlubang yang diletakkan secara horizontal dalam saluran berisi
kerikil. Saluran atau sumuran ini dihubungkan dengan pipa utama ke suatu
exhaust blower yang menciptakan keadaan vakum. Pada sistem ini pergerakan
gas lebih terkontrol tetapi lebih mahal. Lebih lazim digunakan pada sistem
yang bermasud akan memanfaatkan gas metan. Sedang pada ventilasi secara
pasif hanya mengandalkan pada materi permeabel yang ditempatkan pada
jalan aliran gas. Agar efektif, pasir harus mempunyai gradien tekanan alami.
Saluran atau sumuran yang permeabel bertindak sebagai daerah dengan
tekanan lebih rendah sehingga akan terjadi aliran konveksi. Pengendalian dari
sekeliling lahan tidak dapat mengendalikan pergerakan gas keudara tetapi
hanya pergerakan dalam tanah (lateral).

Alternatif dalam pengendalian secara pasif tersebut adalah dengan pengadaan


pembatasan dengan gravel,vent stack,sumuran gravel, atau kombinasi
ketiganya. Apabila gas tidak dimanfaatkan ataupun tidak dibakar, maka di
akhir operasi pipa vertikal diakhiri dengan penggunaan pipa beton diameter
berlubang-lubang, dan ujung pipa memiliki ketinggian 1 m dari elevasi akhir.
Namun sebaiknya gas yang terbentuk dimanfaatkan. Disamping akan
diperoleh enersi, juga dapat mengurangi efek rumah kaca. Bila tidak

Page | 126
dimanfaatkan, maka sangat dianjurkan agar gas bio yang terbentuk dibakar
melalui flare

j. Pemantauan Air Tanah dan Permukaan

1) Memiliki sumur pantau yang ditempatkan di upstream dan down stream


2) Memantau air permukaan yang ada di sekitar lokasi landfill

k. Uji Untuk Penimbunan Limbah B3

Beberapa parameter/uji antara lain:

1) TCLP
2) Batasan limbah B3 yang ditimbun (POHCs, PCBs, Dioksin, dan Furan)
3) Uji paint filter test
4) Uji kuat tekan (enkapsulasi dan solidifikasi)
5) Radioaktivitas (TENORM, technologically enhanced naturally occuring
radioactive material)

3. Persyaratan Tambahan Untuk Permohonan Penimbunan Limbah B3 dari


Kegiatan Lain

1) Memiliki Laboratorium Analisis dan/atau Alat Analisis Limbah B3 di Lokasi


Kegiatan
2) Tenaga yang Terdidik di Bidang analisis dan pengelolaan limbah B3
3) Bukan merupakan daerah resapan (recharge) bagi air tanah tidak tertekan yang
penting dan air tanah tertekan
4) Lokasi penimbunan bukan merupakan daerah genangan air, berjarak minimum
500 meter dari aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau atau
waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih.

Page | 127
BAB IV

PUNUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) bahan berbahaya
dan beracun dikategorikan menjadi 2 kategori.
Ketentuan yang harus diperhatikan pada saat pengumpulan limbah B3
diantaranya adalah memperhatikan karkteristik limbah B3, mempunyai laboratorium
yang dapat mendeteksi karakteristik limbah B3 kecuali untuk toksikologi, memiliki
perlengkapan untuk penanggulangan terjadinya kecelakaan, memiliki konstruksi
bangunan kedap air dan bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik limbah B3,
dan lokasi pengumpulan limbah B3 harus bebas banjir.
Untuk pengangkutan limbah B3 hal yang harus di perhatikan diantaranya
kendaraan pengangkut limbah B3, lintas angkutan limbah B3, pengoperasian
kendaraan pengangkut limbah B3, kewajiban pengangkutan limbah B3, kewajiban
pemilik dan atau penanggung jawab limbah B3, dan pengawasan.
Upaya pengolahan limbah B3 di industri electroplating ada 2, yang pertama
yaitu pengolahan terhadap air limbah, dan yang kedua adalah pengolahan terhadap
limbah padat.

4.2 Saran
1. Kepada pihak produksi
 Sebaiknya pada kemasan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dicamtumkan
tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa.
2. Kepada pengelola laboratorium
 Sebaiknya selalu mengecek tanggal kadaluarsa Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) yang ada di laboratorium.
 Sebaiknya penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diletakkan sesuai
dengan karakteristiknnya.
3. Kepada konsumen
 Sebaiknya berhati-hati saat penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
dan dilakukan sesuai prosedur.

Page | 128
DAFTAR PUSTAKA

Bone, et al. 2004. Review of Scientific Literature on The Use of Stabilisation/Solidification


for The Treatment of Contaminated Soil, Solid Waste and Sludges. Environment
Agency.

Damanhuri,Enri. 2008. Diktat Landfilling Limbah. Bandung : ITB Press

Gupta, S. K. and M. T. Surwade. 2007. Immobilization of Heavy Metals from Steel Plating
Industry Sludge Using Cement at Different pH

http://churchincharlotte.info/sanitary-landfill-design.html diakses online tanggal 23 Mei 2018


jam 14.15

Kemenlh 2011 Tentang Perizinan Dan Penimbunan Limbah B3. Pln Tanjung Jati, Jepara,
Provinsi Jawa Tengah

KemenLH dan Kehutanan.2015.Pengelolaan Limbah B3 ”Penimbunan dan Dumping”.

Kepbapedal No: kep-04/bapedal/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan penimbunan hasil
pengolahan, dan lokasi bekas penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Nomor: KEP-03


/BAPEDAL/09/1995. Tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya Beracun.

Keputusan Kepala Bapedal Nomor : Kep-01/BAPEDAL/09/1995 Tentang Cara Persayaratan


Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3

Manahan, Stanley E. 2000. Environmental Science, Technology and Chemistry. Boca Raton:
CRC Press LLC.

Page | 129
Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999. Tentang Pengelolaan
Limbah Berbahaya dan Beracun. Jakarta.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.63/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Penimbunan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di Fasilitas Penimbusan Akhir

Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 Tentang Pengolahan Limbah B3

Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3

PERMEN LH RI No.14 Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Limbah B3

Purwanto, dan Syamsul H. 2005,.Teknologi Industri Elektroplating. Semarang : Universitas


Diponegoro

Spence. 2005. Stabilization and Solidification of Hazardous, Radioactive and Mixed


Wastes. CRC Press. Boca Raton: CRC Press.

Undang-Undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999.Tentang


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Jakarta; Kementerian
Lingkungan Hidup.Undang-Undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32
Tahun 2009.Tentang Perlindugan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.Jakarta;
Kementerian Lingkungan Hidup.

US EPA. 1986. Handbook Stabilization/Solidification of Hazardous Wastes. EPA/540/2-


86/001.

Page | 130
United Nationts Environment Progremme, APELL Handbook 2nd edition – 2015, Awareness
and Preparedness for Emergencies at Local Leve;, “Aprocess for improving
community awareness and preparedness for technological hazard sand environmental
emergencies”

Unites Nations Environment Programe,2012,”Commemorating 25 Years of Awareness and


Preparedness for emergencies at local level”

Page | 131
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran Instrumen Identifikasi B3


No Jenis B3 Kategori Sifat Simbol Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Page | 132
2. Lampiran Instrument Penyimpanan B3

No. Jenis B3 Tanggal Produksi Tanggal Expired Kategori


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Page | 133
3. Lampiran Instrument Penilaian Pengumpulan Limbah B3

INSTRUMEN PENILAIAN PENGUMPULAN LIMBAH B3

INDUSTRI ELECROPLATING

Nama Industri :

Alamat :

Tanggal Pemeriksaan :

Petugas Pemeriksaan :

Petunjuk pengisian :

1. Apabila kondisi tidak sesuai sebagaimana tercantum pada komponen


penilaian, maka diberikan nilai 0.
2. Bila sesuai sebagaimana tercantum pada komponen penilaian maka
diberikan nilai 1.
Perhitungan :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
a. Persentase Skor = x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
b. Skor = Nilai yang didapat per-item x bobot

Kategori Persentase Skor


Kurang :≤ 𝟑𝟑, 𝟑𝟑%
Cukup :33,34% – 66,67%
Baik : 66,68% – 100%

No Aspek Penilaian Bobot Nilai Skor Keterangan

Variabel Komponen Penilaian


Penilaian
1. Lokasi 1. Luas tanah termasuk untuk 17 10
bangunan penyimpanan
dan fasilitas lainnya
sekurangkurangnya 1 (satu)
hektar
2. Area pengumpulan limbah B3 bebas 10
banjir

3. Lokasi pengumpulan limbah B3 20


memiliki jarak 150 meter dari
jalan utama atau jalan tol

Page | 134
4. Lokasi pengumpulan limbah B3 20
memiliki jarak 50 meter dari jalan
selain jalan utama dan jalan tol

5. Berjarak 300 meter dari fasilitas 10


umum seperti : daerah
pemukiman, perdagangan, rumah
sakit, pelayanankesehatan atau
kegiatan sosial, hotel, restoran,
fasilitas keagamaan, fasilitas
pendidikan, dll.

6. Berjarak 300 meter dari perairan 10


seperti : garis pasang tertinggi laut,
badan sungai, daerah pasang surut,
kolam, danau, rawa, mata air,
sumur penduduk, dll.

7. Berjarak 300 meter dari daerah 20


yang dilindungi seperti : cagar
alam, hutan lindung, kawasan
suaka, dll.

Jumlah

2. Bangunan 1. Penataan bangunan pengumpul 4

a. Memiliki tata ruang yang tepat 40


sehingga kegiatan
pengumpulan dapat
berlangsung dengan baik dan
aman bagi lingkungan (sesuai
keputusan kepala bapedal
NOMOR : KEP-
01/BAPEDAL/09/1995)

b. Bangunan pengumpulan limbah 30


B3 dirancang khusus hanya
untuk menyimpan satu
karakteristik limbah
c. Bangunan pengumpulan limbah 30
B3dilengkapi dengan bak
penampung tumpahan/ceceran
limbah yang dirancang
sedemikian rupa sehingga

Page | 135
memudahkan dalam
pengangkatannya

Jumlah

2. Fasilitas pengumpulan 4

a. Terdapat Peralatan dan sistem 30


pemadam kebakaran

b. Terdapat Pembangkit listrik 20


cadangan

c. Terdapat Fasilitas pertolongan 10


pertama

d. Terdapat Peralatan komunikasi 10

e. Terdapat Gudang tempat 10


penyimpanan peralatan
dan perlengkapan

f. Terdapat Pintu darurat dan alarm 20

Jumlah

3. Bangunan penyimpanan limbah B3 5


mudah terbakar dan explosive

a. Bangunan penyimpanan limbah 20


B3 mudah terbakar dan
explosive sekurang-kurangnya
berjarak 20 meter dari
bangunan penyimpanan limbah
karakteristik lain atau dari
bangunan-bangunan lain dalam
fasilitas pengumpulan

b. Dinding bangunan terbuat dari 10


tembok tahan api

c. Rangka pendukung atap terbuat 5


dari bahan yang tidak mudah
terbakar

Page | 136
d. Atap tanpa plafon, terbuat 10
dari bahan yangringan dan
mudah hancur jika terbakar

e. Sistem ventilasi udara 5


dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di
dalam ruang pengumpulan

f. Ventilasi dipasang kasa atau 5


bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau
binatang
kecil lainya ke dalam ruang
pengumpulan
g. Memiliki sistem penerangan 10
(lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk
operasional penggudangan
atau inspeksi rutin.

h. Lampu penerangan harus 5


dipasang minimal 1 meter di
atas kemasan dengan sakelar
(stop contact) harus
terpasang di sisi luar
bangunan
i. Lantai bangunan 10
penyimpanan harus kedap
air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak.
j. Lantai bagian dalam dibuat 10
melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%.
k. Pada bagian luar bangunan 10
harus dipasang tanda
(simbol) limbah B3 mudah
terbakar, sesuai dengan
peraturan penandaan yang
berlaku.
Jumlah

4. Bangunan penyimpanan limbah 4


B3

Page | 137
bersifat korosif, reaktif, dan
beracun

a. Konstruksi dinding harus 10


dibuat mudah untuk dilepas
b. konstruksi bangunan (atap, 20
lantai dan dinding) harus
terbuat dari bahan yang tahan
korosi dan api/panas untuk
bangunan pengumpul limbah
yang korosif dan reaktif

c. Sistem ventilasi udara 10


dirancang untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di
dalam ruang pengumpulan

d. Ventilasi dipasang kasa atau 10


bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau
binatang kecil lainya ke
dalam ruang pengumpulan

e. Memiliki sistem penerangan 10


(lampu/cahaya matahari)
yang memadai untuk
operasional penggudangan
atau inspeksi rutin.

f. Lampu penerangan harus 10


dipasang minimal 1 meter di
atas kemasan dengan sakelar
(stop contact) harus
terpasang di sisi luar
bangunan
g. Lantai bangunan 10
penyimpanan harus kedap
air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak.

h. Lantai bagian dalam dibuat 10


melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%.

Page | 138
i. Pada bagian luar bangunan harus 10
dipasang tanda (simbol) limbah
B3 mudah terbakar, sesuai
dengan peraturan penandaan
yang berlaku.

Jumlah

3. Fasilitas 1. Laboratorium 4
tambahan
a. Memiliki fasilitas laboratorium 50
yang lengkap untuk pengujian
jenis dan karakteristik dari
limbah B3 padat dan cair

b. Terdapat pengujian kualitas 50


terhadap timbulan dari kegiatan
pengelolaan limbah yang
dilakukan
Jumlah

2. Fasilitas pencucian 3

a. Pencucian peralatan atau 30


perlengkapan yang digunakan
dalam kegiatan pengumpulan
limbah B3 dilakukan di dalam
fasilitas pencucian khusus

b. Fasilitas pencucian harus 25


dilengkapi bak penampung
dengan kapasitas yang memadai
dan harus kedap air

c. Cairan dari bak pencucian yang 20


dibuang di lingkungan
memenuhi persyaratan sesuai
baku mutu
d. Terdapat pembersihan atau 25
pencucian terhadap kendaraan
pengangkut yang akan
meninggalkan lokasi
pengumpulan
Jumlah

Page | 139
3. Fasilitas bongkar muat 4
a. Terdapat tata ruang yang tepat 50
untuk bongkar muat sehingga
memudahkan kegiatan
pemindahan limbah dari dan
ke kendaraan pengangkut
b. Lantai untuk kegiatan 50
bongkarmuat harus kuat dan
kedap air serta dilengkapi
dengan saluran pembuangan
menuju bak penampung untuk
menjamin tidak ada tumpahan
atau ceceran limbah B3 yang
lepas ke lingkungan

Jumlah

4. Kolam Penampungan Darurat 4

a. Kolam penampung darurat 50


harus dirancang kedap air dan
mampu menampung
cairan/bahan yang
terkontaminasi dalam jumlah
memadai
b. Kolam penampungan 50
darurat digunakan sesuai
dengan fungsinya

Jumlah

5. Peralatan penanganan tumpahan 3

a. Pemilik atau operator 50


memiliki dan
mengoperasikan alatalat atau
bahan-bahan yang digunakan
untuk mengumpulkan dan
membersihkan ceceran atau
tumpahan limbah B3

b. Mengkategorikan bekas alat 50


atau bahan pembersih yang
tidak digunakan sebagai
limbah

Page | 140
B3

Jumlah

4 SOP 1. Pengemasan limbah B3 4


. Pengu
mpula a. Kemasan (drum, tong atau bak 20
n kontainer) yang digunakan
Limba dalam kondisi baik, tidak
h B3 bocor, berkarat atau rusak

b. Kemasan (drum, tong atau bak 20


kontainer) yang digunakan
terbuat dari bahan yang cocok
dengan karakteristik limbah B3
yang akan disimpan

c. Kemasan (drum, tong atau bak 10


kontainer) yang digunakan
mampu mengamankan limbah
yang disimpan di dalamnya

d. Kemasan (drum, tong atau bak 10


kontainer) yang
digunakanemiliki penutup yang
kuat untuk mencegah
terjadinya tumpahan saat
dilakukan pemindahan atau
pengangkutan
e. Kemasan yang telah rusak 10
(bocor atau berkarat) dan
kemasan yang tidak digunakan
kembali sebagai kemasan
limbah B3 diperlakukan
sebagai limbah B3

f. Kemasan yang digunakan untuk 10


pengemasan limbah dapat
berupa drum/tong dengan
volume 50 liter, 100 liter atau
200 liter, atau dapat pula
berupa bak kontainer
berpenutup dengan kapasitas 2
M3 , 4 M3 atau 8 M3
g. Limbah B3 yang disimpan 10

Page | 141
dalam satu kemasan adalah
limbah yang sama, atau dapat
pula disimpan bersama-sama
dengan limbah lain yang
memiliki karakteristik yang
sama, atau dengan limbah
lain yang karakteristiknya
saling cocok

h. Pengisian limbah B3 dalam 10


satu kemasan sesuai
karakteristik dan jenis limbah

Jumlah

2. Kemasan 3

a. Ditandai dengan simbol dan 20


label yang sesuai dengan
ketentuan mengenai
penandaan pada kemasan
limbah B3
b. Selalu dalam keadaan tertutup 20
rapat dan hanya dapat dibuka
jika akan dilakukan
penambahan atau
pengambilan limbah dari
dalamnya
c. Disimpan di tempat yang 20
memenuhi persyaratan
untuk penyimpanan
limbah B3
d. Kemasan bekas mengemas 20
limbah B3 yang digunakan
kembali untuk mengemas
limbah B3 sesuai dengan
karakteristik sama dengan
limbah B3 sebelumnya atau
saling cocok dengan limbah
B3 yang dikemas sebelumnya
e. Adanya pembersihan pada 20
terlebih dahulu pada
pengemasan limbah B3 yang
tidak saling cocok

Page | 142
Jumlah

3. Penyimpanan limbah B3 dalam tong 4


atau bak kontainer

a. drum/tong atau bak kontainer 50


yang telah berisi limbah B3 dan
disimpan di tempat
penyimpanan dilakukan
pemeriksaan kondisi kemasan
sekurang-kurangnya 1 (satu)
minggu satu kali
b. Adanya pemindahan kedalam 30
drum atau tong baru pada
kemasan yang mengalami
kerusakan (karat atau bocor),

c. Adanya pembersihan terhadap 20


ceceran atau bocoran limbah
dan disimpan dalam kemasan
limbah B3 terpisah

Jumlah

4. Penyimpanan kemasan limbah B3 4

a. Penyimpanan kemasan harus 20


dibuat dengan sistem blok.
Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x
2 (dua)

b. Lebar gang untuk lalu-lintas 20


manusia minimal 60 cm dan
lebar gang untuk lalu-lintas
kendaraan pengangkut (forklift)
disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya
c. Penumpukan kemasan limbah 20
B3 stabil.

d. Jarak tumpukan kemasan tertinggi 20


dan jarak blok kemasan terluar
terhadap atap dan dinding
bangunan penyimpanan tidak
boleh

Page | 143
kurang dari 1 (satu) meter

e. Kemasan-kemasan berisi limbah 20


B3 yang tidak saling cocok
harus disimpan secara terpisah,
tidak dalam satu blok,
dan tidak dalam bagian
penyimpanan yang sama.

Jumlah

5. Pewadahan limbah B3 dalam Tangki 4

a. Terdapat laporan permohonan 20


rekomendasi kepada Kepala
Bapedal dengan melampirkan
laporan hasil evaluasi terhadap
rancang bangun dari sistem
tangki yang akan dipasang

b. Pondasi, rangka penunjang, 20


keliman, sambungan, dan kontrol
tekanan (jika ada) dirancang
memenuhi persyaratan keamanan
lingkungan dan Sistem tangki
harus ditunjang kekuatan rangka
yang memadai, terbuat dari
bahan yang cocok dengan
karakteristik limbah yang akan
disimpan atau diolah, dan aman
terhadap korosi sehingga tangki
tidak mudah rusak.

c. Tangki dan sistem 10


penunjangnya terbuat dari
bahan yang saling cocok
dengan karakteristik dan jenis
limbah B3 yang
dikemas/disimpannya
d. Limbah-limbah yang tidak saling 10
cocok tidak ditempatkan secara
bersama-sama di dalam

Page | 144
tangki.

e. Limbah-limbah yang tidak 5


saling cocok tidak
ditempatkan secara bersama-
sama di dalam tangki, kecuali
dengan persyaratan khusus
yang telah ditentukan

f. Tangki dibuat atau dilapisi 5


dengan bahan yang saling
cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki
ketebalan dan kekuatan
memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh
tekanan
g. Tangki ditempatkan pada 5
pondasi atau dasar yang
dapat mendukung
ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas
dan bawah dan mampu
mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena
pengisian, tekanan atau uplif
h. Tangki dilengkapi dengan 5
sistem deteksi kebocoran yang
dirancang dan dioperasikan 24
jam sehingga mampu
mendeteksi kerusakan pada
struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya
limbah B3 dari sistem
penampungan sekunder
i. Tangki penampungan sekunder, 5
dirancang untuk dapat
menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari
kebocoran, ceceran atau
presipitasi

j. Pemilik atau operator 5

Page | 145
melakukan pemeriksaan
sekurang-kurangnya 1
(satu) kali sehari selama
sistem tangki
dioperasikan.
k. Terdapat pemeriksaan 5
sistem perlindungan
katodik (jika ada), untuk
memastikan bahwa
peralatan tersebut bekerja
sempurna oleh pemilik
l. Terdapat sistem tanggap 5
darurat pada tangki atau
sistem pengumpul
sekunder yang mengalami
kebocoran atau gangguan
yang menyebabkan
limbah B3 yang
disimpannya
terlepas
Jumlah

6. Penempatan Tangki 5

a. Adanya tanggul disekitar 20


tangki dengan dilengkapi
saluran pembuangan yang
menuju bak penampung

b. Bak penampung harus 20


kedap air dan mampu
menampung cairan
minimal 110% dari
kapasitas maksimum
volume tangki.
c. Tangki diatur sedemikian 30
rupa sehingga bila
terguling akan terjadi di
daerah tanggul dan tidak
akan menimpa tangki lain.
d. Tangki harus terlindung 30
dari penyinaran matahari
dan masuknya air hujan
secara langsung.

Page | 146
Jumlah

5. Dokumentasi 1. Memiliki izin resmi 24 20


pengumpulan limbah B3
dari menteri, gubernur atau
bupati
2. Terdapat laporan 20
pengumpulan limbah

3. Memiliki penetapan 30
penghentian pengumpulan
limbah yang dilakukan sesuai
persyaratan
4. Memiliki form pengumpulan 30
limbah B3

Jumlah 100

Total keseluruhan

Page | 147
4. Lampiran Instrument Penilaian Pengangkutan Limbah B3

INSTRUMEN PENILAIAN PENGANGKUTAN LIMBAH B3


INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

Nama Industri :

Alamat :

Tanggal Pemeriksaan :

Petugas Pemeriksaan :

Petunjuk pengisian :

1. Apabila kondisi tidak sesuai sebagaimana tercantum pada komponen


penilaian, maka diberikan nilai 0.
2. Bila sesuai sebagaimana tercantum pada komponen penilaian maka
diberikan nilai 1.Perhitungan :

Perhitungan :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
a. Persentase Skor = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

b. Skor = Nilai yang didapat per-item x bobot

Kategori Persentase Skor

≤33,32% = Kurang
33,33% – 66,65% = Cukup
66,66% – 100% = Baik

Page | 148
No Aspek Penilaian

Bobot Nilai Skor Keterangan


Variabel Komponen Penilaian
Penilaian

1. Kendaraan 1. Perihal teknis dan laik jalan 4


pengangkut
limbah B3 a. Plakat yang dilekatkan pada
sisi kiri, kanan, depan dan
belakang kendaraan dengan
ukuran

b. Nama perusahaan yang


dicantumkan pada sisi kiri,
kanan dan belakang kendaraan
dengan ukuran sesuai
peraturan yang berlaku

c. Terdapat Jati diri pengemudi


yang ditempatkan pada
dashboard

d. Terdapat Kotak obat lengkap


dengan isinya

e. Terdapat Alat pemantau unjuk


kerja pengemudi, yang
sekurang-kurangnya dapat
merekam kecepatan kendaraan
dan perilaku pengemudi dalam
mengoperasikan kendaraannya

f. Terdapat Alat pemadam


kebakaran

g. Terdapat Nomor telepon pusat


pengendali operasi yang dapat
dihubungi jika terjadi keadaan
darurat (emergency call), yang
dicantumkan pada sebelah kiri
dan kanan kendaraan
pengangkut

Jumlah

Page | 149
2. Perlengkapan keadaan darurat 3

a. Terdapat Alat komunikasi


antara pengemudi dengan pusat
pengendali operasi dan/atau
sebaliknya

b. Terdapat Lampu tanda bahaya


berwarna kuning yang
ditempatkan diatas atap ruang
kemudi

c. Terdapat rambu portabel

d. Terdapat kerucut pengaman

e. Terdapat segitiga pengaman

f. Terdapat dongkrak

g. Terdapat pita pembatas

h. Terdapat serbuk gergaji

i. Terdapat sekop yang tidak


menimbulkan api

j. Terdapat lampu senter

k. Warna kendaraan khusus

l. Terdapat Pedoman
pengoperasian kendaraan yang
baik untuk keadaan normal dan
darurat

m. Terdapat Ganjal roda yang


cukup kuat dan diletakan pada
tempat yang mudah dijangkau
oleh pembantu pengemudi

Jumlah

3. Kendaraan khusus 3

Page | 150
a. Setiap kendaraan pengangkut
limbah B3 yang mudah
meledak, gas mampat, gas cair,
gas terlarut pada tekanan atau
pendinginan tertentu, dan
cairan mudah menyala
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

b. Setiap kendaraan pengangkut


limbah B3 berupa padatan
mudah menyala, oksidator,
peroksida organik, dan bahan
beracun dan korosif, harus
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

26. Setiap kendaraan pengangkut


B3 berupa bahan radioaktif,
bahan korosif dan bahan
berbahaya lainnya, harus
memenuhi persyaratan khusus
sesuai dengan keputusan dirjen
hub darat NOMOR :
SK.725/AJ.302/DRJD/2004

Jumlah

4. Pengemudi dan pembantu 2


pengemudi

a. memiliki Surat Izin Mengemudi


sesuai dengan golongan dan
kendaraan yang
dikemudikannya

Page | 151
b. memiliki pengetahuan
mengenai jaringan jalan dan
kelas jalan, kelaikan kendaraan
bermotor, tata cara mengangkut
barang.

c. memiliki pengetahuan
mengenai bahan berbahaya
yang diangkutnya, seperti
klasifikasi, sifat dan
karakteristik bahan berbahaya

d. memiliki pengetahuan
mengenai bagaimana mengatasi
keadaan jika terjadi suatu
kondisi darurat, seperti cara
menanggulangi kecelakaan

e. memiliki pengetahuan dan


keterampilan mengenai tata
cara pengangkutan bahan
berbahaya, seperti
pengemudian secara aman,
pemeriksaan kesiapan
kendaraan, hubungan muatan
dengan pengendalian
kendaraan, persepsi keadaan
bahaya / darurat

f. memiliki pengetahuan
mengenai ketentuan
pengangkutan bahan berbahaya,
seperti penggunaan plakat,
label dan simbol bahan
berbahaya

Page | 152
g. memiliki kemampuan psikologi
yang lebih tinggi daripada
pengangkut bahan / komoditi
yang tidak berbahaya, seperti
tidak mudah panik, sabar,
bertanggung jawab, tidak
mudah jenuh menghadapi
pekerjaan dan situasi yang
monoton

h. memiliki pengetahuan
mengenai bahan berbahaya
yang diangkutnya, seperti
klasifikasi, sifat dan
karakteristik bahan berbahaya

m. memiliki pengetahuan
mengenai bagaimana
mengatasi keadaan jika terjadi
suatu kondisi darurat, seperti
cara menanggulangi
kecelakaan
n. memiliki pengetahuan
mengenai ketentuan
pengangkutan bahan
berbahaya, seperti penggunaan
plakat, label dan simbol bahan
berbahaya
o. memiliki fisik yang sehat dan
tangguh

p. pengemudi telah mengikuti


pelatihan mengenai tata cara
pengangkutan, pemuatan,
pembongkaran, penggunaan
alatalat K3 dan penanggulangan
dalam keadaan darurat yang
diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan dan pelatihan yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal
hubungan darat

Jumlah

Page | 153
5. K3 pengemudi dan pembantu 2
pengemudi

a. Memakai APD Pelindung


pernafasan / masker

b. Memakai APD Pelindung


anggota badan

c. Memakai APD Helm

d. Memakai APD Kacamata


pengaman

e. Memakai APD Sarung


tanganbaik dengan bahan
karet, kain ataupun kulit sesuai
bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang ditangani

f. Memakai APD Sepatu


pengaman

g. Memakai APD Pakaian kerja.

Jumlah

2. Lintas 1. Lintas Angkut 7


Angkutan
Limbah B3 a. Memiliki lintas angkutan yang
telah diatur sesuai peraturan
yang berlaku

b. Terdapat pengawalan
pengawalan oleh petugas yang
bertanggung jawab dibidang
lalu lintas dan angkutan atau
polisi lalu lintas apabila
pengangkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun dapat
melalui daerah padat penduduk

c. Terdapat rencana lintas


angkutan bahan berbahaya dan
beracun

Jumlah

Page | 154
2. Tempat asal dan tujuan 7

a. tersedia peralatan bongkar muat


dan peralatan pengaman yang
memenuhi persyaratan

b. Jarak radius keamanan terhadap


resiko kecelakaan sesuai
peraturan yang berlaku

Jumlah

3. Pengoperasian 1. Pengangkutan limbah B3 4


kendaraan
pengangkut a. Pengangkutan limbah B3
limbah B3 dilakukan dalam bentuk curah
atau non curah

b. Pengangkutan limbah B3
curah dilakukan dengan
kemasan besar, seperti tangki
portabel atau truk tangki,
kendaraan yang dirancang dan
dibuat dengan persyaratan
khusus.

c. Pengangkutan limbah B3
curah dilakukan dengan
kemasan dalam (inside
container) yang digabung
dengan kemasan luar (outside
container), kemasan dengan
berbagai bentuk, seperti botol,
drum, jerigen, tong, kantong,
kotak / peti dan kemasan
gabungan dan menggunakan
kendaraan pengangkut biasa
yang aman

d. Pengangkutan bahan
berbahaya dan beracun
(B3)memenuhi ketentuan
aspek keselamatan dan
keamanan pada saat bongkar-
muat

Page | 155
e. pemisahan bahan berbahaya
yang tidak diangkut atau
disimpan bersama

f. Kegiatan pengangkutan
dihentikan apabila dalam
pelaksanaan diketahui ada
wadah atau kemasan yang
rusak

g. Bahan berbahaya dan beracun


(B3) yang akan diangkut harus
terlindung dalam wadah dan /
atau kemasan sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.

h. Bahan berbahaya dan beracun


(B3)diikat dengan kuat dan
disusun dengan baik sehingga
beban terdistribusi secara
proporsional pada sumbu-
sumbu kendaraan.

Jumlah

2. Kemasan 3

a. Kemasan memenuhi
persyaratan kekuatan bahan
berdasarkan serangkaian
pengujian terhadap bahan
kemasan sesuai peraturan yang
berlaku

b. Pengujian pada bahan


kemasan pertama dibuat dan
dilakukan secara periodik pada
periode tertentu.

Page | 156
c. Setiap kemasan bahan
berbahaya dan beracun (B3)
dilengkapi marking dan label
yang sesuai dengan jenis
bahan berbahaya yang
diangkut.

Jumlah

3. Kendaraan pengangkut 3

a. kendaraan pengangkut limbah


bahan berbahaya dan beracun
(B3) harus menggunakan
plakat yang sesuai dengan jenis
bahan berbahaya yang
diangkut

b. Berat kendaraan pengangkut


bahan berbahaya dan beracun
(B3) berikut muatan penuh,
tidak melebihi jumlah berat
yang diperbolehkan (JBB)
sesuai peraturan yang berlaku

c. Pengemudi mengawasi
kendaraan pengangkut bahan
berbahaya dan beracun (B3)
setiap saat dengan
pengecualian sesuai peraturan
yang berlaku

d. Terdapat pedoman
pengoperasian kendaraanbaik
untuk keadaan normal maupun
darurat

e. Terdapat pedoman
pengoperasian kendaraan
sekurang-kurangnya memuat
salinan peraturan yang terkait,
instruksi dan prosedur yang
harus dikerjakan apabila terjadi
kecelakaan atau keterlambatan
pengiriman.

Page | 157
f. Kendaraan pengangkut limbah
B3 tidak berhenti di sembarang
tempat

g. Dalam keadaan terpaksa


kendaraan pengangkut limbah
B3 berhenti pada jalur aman
sesuai peraturan yang berlaku

Jumlah

4. Kegiatan bongkar muat 3

a. Pelaksanaan muat dan bongkar


dilakukan pada tempat-tempat
yang telah ditetapkan dan tidak
mengganggu keamanan,
keselamatan, kelancaran dan
ketertiban lalu lintas dan
masyarakat sekitarnya, serta
sesuai prosedur yang
ditetapkan perusahaan yang
bersangkutan

b. Terdapat pengawasan selama


pelaksanaan pemuatan,
istirahat dan bongkar-
muatyang memiliki kualifikasi
sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku

c. Pelaksanaan bongkar muat


harus sesuai peraturan yang
berlaku

5. Pengemudi dan pembantu 2


pengemudi

a. Pengemudi dan pembantu


pengemudi dilarang merokok
Pada jarak kurang dari 8 meter
dari kendaraan pengangkut
bahan berbahaya dan beracun
(B3)

Page | 158
b. Pengemudi mematikan
kendaraan pengangkut pada
saat mengisi bahan bakar

c. Terdapat pengawasaan pada


saat pengisian bahan bakar

Jumlah

4. Kewajiban 1. Melengkapi setiap kendaraan 14


pengangkut pengangkut bahan berbahaya dan
limbah B3 beracun (B3) dengan peralatan dan
perlengkapan sesuai peraturan
yang berlaku

2. Melengkapi awak kendaraan


(pengemudi dan pembantu
pengemudi) dengan perlengkapan
sesuai peraturan yang berlaku

3. Melaksanakan pengangkutan
bahan berbahaya dan beracun (B3)
dengan memenuhi ketentuan
sesuai peraturan yang berlaku

4. Melaporkan setiap bulan realisasi


pengangkutan bahan berbahaya
kepada Pejabat yang memberikan
Surat Persetujuan Pengangkutan
limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)

5. Memberikan pertanggungjawaban
apabila terjadi kerusakan jalan,
jembatan dan gangguan
lingkungan di sekitarnya yang
diakibatkan pengoperasian
kendaraan pengangkut limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3)

6. Mengembalikan Surat Persetujuan


setelah pengangkutan selesai
dilaksanakan.

Page | 159
7. Memperbaharui Surat Persetujuan
setiap 6 (enam) bulan, apabila
pengoperasian pengangkutan B3
berlanjut.

Jumlah

5. Kewajiban 1. Industri pelapisan logam 13


pemilik dan bertanggung jawab terhadap
atau kerusakan jalan, jembatan dan
penanggung gangguan lingkungan di sekitarnya
jawan limbah yang diakibatkan oleh
B3 pengangkutan bahan berbahaya
dan beracun (B3) yang menjadi
miliknya
2. Pihak Industri pelapisan logam
memberikan keterangan tentang
sifat dan karakteristik B3 yang
dimiliki dan memberikan
pelatihan-pelatihan sesuai dengan
kebutuhan
Jumlah

6. Pengawasan 1. Pelaksanaan pengangkutan limbah 14


bahan berbahaya dan beracun (B3)
diawasi oleh pengawas yang
memenuhi persyaratan, termasuk
untuk kegiatan muat dan bongkar

2. Pengawasan dilakukan oleh


pegawai atau petugas yang
ditunjuk oleh pengangkut.

3. Pengawasan harus memenuhi


persyaratan yang telah diatur
dalam peraturan yang berlaku

Jumlah

7. Dokumentasi 1. Terdapat surat tanda lulus uji 16


kendaraan

2. Terdapat sertifikat khusus


pengemudi yang diberikan oleh
dirjen hub darat

Page | 160
3. Terdapat surat keterangan dokter
bagi pengemudi

4. Pelaksanaan pengangkutan
dilengkapi dokumen pengiriman

5. Terdapat surat persetujuan


pengangkutan limbah B3 yang
dikeluarkan oleh dirjen hubungan
darat

6. Terdapat pengolahan data


perizinan angkutan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang
di kelola oleh dirjen hubungan
darat

7. Terdapat rekomendasi
pengangkutan limbah B3 dari
KLH

8. Terdapat dokumen manifest yang


sah sesuai dengan ketentuan
kepala bapedal NO. Kep-
02/BAPEDAL/09/1995

Jumlah

Total Keseluruhan

Page | 161

Anda mungkin juga menyukai