“SCHISTOSOMIASIS”
Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
UNIVERSITAS DIPONEGOGO
SEMARANG
2016
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB 2. PEMBAHASAN
2.3. Epidemiologi.......................................................................................4
2.4 Phatogenesis.......................................................................................6
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan.......................................................................................16
4.2. Saran................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17
LAMPIRAN..............................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Schistosomiasis menjadi sumber utama morbiditas dan mortalitas bagi negara-negara
berkembang di Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Timur Tengah, dan Asia.
Schistosomiasis endemik di 76 negara dengan pendapatan rendah, di mana terjadi di
daerah-daerah pedesaan dan pinggiran-pinggiran kota. Lebih dari 700 juta orang di
dunia berisiko terkena infeksi schistosomiasis, dimana 207 juta orang yang terinfeksi,
85% nya tinggal di Afrika.
Berdasarkan laporan WHO tahun 2011, ada 243 juta orang memerlukan
pengobatan untuk schistosomiasis dan 28,1 juta orang dirawat karena schistosomiasis.
Secara global, ditemukan 200.000 kematian yang dikaitkan dengan schistosomiasis
per tahun. Variasi dalam perkiraan prevalensi tergantung pada karakter fokus dari
epidemiologi. Distribusi umum mencakup wilayah yang sangat besar, terutama di
Afrika, tetapi juga di Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia Tenggara.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang gambaran penyakit Schistosomiasis di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit ini endemis bagi lebih dari 70% negara berkembang di dunia. Lebih
dari 650 juta orang memiliki risiko terinfeksi, dengan lebih dari 200 juta orang positif
terinfeksi. Dari data tersebut, 120 juta orang menampakkan gejala klinis dengan 20
juta orang terinfeksi dengan parah. Schistosomiasis menimbulkan dampak kesehatan
dan ekonomi yang besar. Penyakit ini kebanyakan menyerang anak-anak usia 14
tahun.
Schistosomiasis adalah penyakit parasit akut dan kronis yang disebabkan oleh
cacing darah (trematoda cacing) dari genus Schistosoma. Estimasi menunjukkan
bahwa setidaknya 258 juta orang diperlukan pengobatan pencegahan pada 2014.
Pengobatan pencegahan, yang harus diulang selama beberapa tahun, akan
mengurangi dan mencegah morbiditas. Transmisi schistosomiasis telah dilaporkan
dari 78 negara. Namun, kemoterapi preventif untuk schistosomiasis, di mana orang-
orang dan masyarakat yang ditargetkan untuk pengobatan skala besar, hanya
diperlukan di 52 negara endemik dengan moderat untuk transmisi tinggi.(1)
3
Tabel 1. Spesies parasit dan distribusi geografis schistosomiasis
Sumber http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/
4
peneliti Jepang menemukan bahwa siput merupakan induk semang antara dari
Schistosoma. Pada tahun 1914 daur hidup dari Schistosoma berhasil dipelajari.(2)
S. Haematobium dan S. Mansoni tersebar dari hulu sungai Nil di Afrika Tengah
sampai ke hilirnya yaitu Mesir. Sedangkan S. Japonicum ditemukan di negara Asia
Timur dan Asia Tenggara seperti Jepang, Cina, Filipina, Thailand, dan Indonesia.
Infeksi campur dengan spesies hewan dan manusia sering muncul di Asia dan Afrika.
Hibridisasi secara alamiah telah terjadi antara S. Mattheei dan S. Haematobium di
Afrika Selatan dan S. Haematobium dengan S. Intercalatum di Kamerun.
5
Di Indonesia Schistosomiasis pada manusia hanya ditemukan di daerah dataran
tinggi Lembah Napu (desa Wuasa, Maholo, Winowanga, Alitupu, dan Watumaeta)
dan Danau Lindu (desa Anca, Langko, Tomado, dan Puroo), Sulawesi Tengah yang
disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan induk semang antara
Oncomelania hupensis lindonensis. Di Jakarta pernah dilaporkan seseorang terinfeksi
oleh parasit ini dan diduga mendapatkan infeksinya dari Kalimantan Tengah.(3)
2.4 Pathogenesis
Siklus hidup lima spesies schistosome pada manusia adalah sama dan melibatkan
hospes perantara siput. Manusia atau hewan berperan sebagai host (seperti dengan S.
japonicum) terinfeksi ketika mereka melakukan kontak dengan air tawar yang
terkontaminasi oleh serkaria, tahap infektif dari parasit. Setelah sampai pada host,
serkaria menempel dan menembus kulit host melalui sekresi kelenjar. Parasit
kehilangan ekor mereka saat mereka menembus kulit, dan berubah menjadi
schistosomes muda bernama schistosomula. Setelah menghabiskan setidaknya dua
hari di kulit, parasit menggali melalui dermis, menembus dinding pembuluh darah,
dan mendapatkan akses ke dalam sistem peredaran darah. Parasit bermigrasi ke paru-
paru dan tetap di sana selama beberapa hari sebelum melakukan perjalanan ke hati
dimana mereka akan memakan darah pada sel-sel darah merah, matang dan kawin di
6
dalam pembuluh hati. Setelah itu, mereka muncul sebagai pasangan worm pria-
wanita, dan tinggal di portal atau pembuluh panggul. Hal ini terjadi pada empat
spesies schistosome kecuali S. hematobium yang lebih suka tinggal kandung kemih
pleksus vena. Betina mulai bertelur dalam mesenterika atau pembuluh panggul.
Sebagian besar telur dialirkan ke hati melalui vena portal dan cabang lalu terjebak
dalam pre-sinusoidal venula Portal. Beberapa telur bermigrasi dan menembus usus
dan mencurahkan dalam tinja. Telur diletakkan di pleksus vena panggul bermigrasi ke
arah kandung kemih, melewati dinding kandung kemih, dan diekskresikan dalam
urin. Ketika telur melakukan kontak dengan air, mereka menetas menjadi bentuk
larva bersilia yang disebut miracidia yang bisa merasakan siput host intermediate
kompatibel. Miracidia menembus bekicot oleh aktivitas proteolitik dan gerakan
mekanis. Di dalam host siput, miracidia mengalami perkembangan aseksual dan
berubah menjadi serkaria yang muncul dari siput dan mencari host definitif.
7
2.5 Diagnosis Schistosomiasis
Deteksi telur parasit dalam tinja dan urin merupakan standar yang dilakukan dalam
diagnosis penyakit schistosomiasis. Bagi orang-orang tinggal di daerah non-endemik
atau di daerah transmisi rendah, serologi dan tes imunologi mungkin berguna dalam
menunjukkan paparan infeksi dan perlunya pemeriksaan menyeluruh serta
pengobatan. Untuk diagnosis infeksi S. mansoni, S. japonicum, S. mekongi dan S.
intercalatum, sampel tinja perlu diperiksa untuk melihat keberadaan telur parasite
dengan menggunan Kato-Katz thick smear atau teknik rapid Kato. Contoh dari tes ini
adalah teknik Merthiolate-Iodine Concentration (MIFC), teknik Merthiolate
Formaldehyde concentration (MFCT) dan Formaldehyde Ether. Namun, tes ini
memakan waktu, melelahkan untuk dilakukan, dan tidak praktis untuk dilakukan
skrining berbasis lapangan.
8
yang dapat mendeteksi antigen utama yang beredar seperti Circulating Anodic
Antigen (CAA) and Circulating Cathodic Antigen (CCA).
Pada waktu berakhir masa tunas, hati menjadi besar dan nyeri.Terdapat
pula rasa tidak nyaman dibagian perut, demam berkeringat menggigil dan
kadang-kadang diare. Kemudian cacing muda ber migrasi melawan aliran
darah ke vena mesenterika dan cabang-cabangnya dan telur pun mulai
menyerbu ke dindidng usus. Dengan terjadinya perletakan telur, stadium akut
dimulai.
Pada lingkaran hidup normal, telur mencari jalan melewati dinding usus
dan masuk ke feases. Apabila terdapat banyak telur disertai darah dan sel
9
jaringan nekrosis, sejumlah besar telur akan terbawa kembali kealiran darah
menuju hati.
b. Stadium Akut
10
Sakit daerah perut, hepatitis, anoreksia, demam mialgia, disentri dan berat
badan turun sampai empat bulan dan dapat lebih hebat pada infeksi berat dan
ini disebabkan oleh schistosoma japonicum Sp karena jumlah telur yang
dihasilkan spesies ini lebih besar.(4)
c. Stadium menahun
Dengan kata lain gejala yang ditimbulkan bergantung dengan organ yang
terkena seperti :
1. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman,
nyeri dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
2. Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang
atau kelemahan otot.
3. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran
hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak..
4. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih,
kemih berdarah dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih
11
5. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis :terjadi peradangan dan akhirnya luka
parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
Berbagai upaya pemberantasan telah dilakukan sejak tahun 1982 dengan berbagai
macam bentuk kegiatan seperti pengobatan penduduk, penyuluhan, dan perbaikan
lingkungan. Pemberantasan ditujukan pada cacing schistosoma japonicum (host),
keong Oncomelania hupensis lindoensis (hospes perantara), manusia dan hewan
mamalia (hospes definitif), dan lingkungan baik fisik dan maupun biologis.
Infeksi dicegah dengan mengenakan pakaian yang tepat saat bekerja di lapangan
dan menghindari air yang terkontaminasi. Program pengendalian dengan membasmi
siput, atau pengobatan massal, dapat mengendalikan penyakit ini jika tersedia sumber
daya yang mencukupi, seperti yang telah dilakukan di Cina dan Jepang. Strategi
pemberantasan schistosimiasis di Indonesia, yakni
1. Hindari mandi dan mencuci dengan air yang mengandung serkaria/ hindari
kontak dengan air di daerah endemis
12
3. Hindari tempat habitat keong menular atau jika beraktivitas di sekitar habitat
keong penular sebaiknya memakai sepatu boot
Menurut CDC tahun 2012 belum ada vaksin yang dapat digunakan untuk
mencegah penyakit schistosomiasis ini. Cara terbaik untuk mencegah schistosomiasis
adalah dengan langkah-langkah berikut jika kita berkunjung atau tinggal di daerah
endemik schistosomiasis(7):
1. Hindari berenang atau berendam di air tawar ketika berada di daerah endemik.
3. Air yang digunakan untuk mandi harus direbus mendidih selama 1 menit
untuk membunuh serkaria apapun, dan kemudian didinginkan sebelum mandi
untuk menghindari panas. Air yang disimpan di tangki penyimpanan untuk
setidaknya 1 - 2 hari harus aman untuk mandi.
1. mengurangi jumlah infeksi pada orang dan / atau menghilangkan siput yang
diperlukan untuk mempertahankan siklus hidup parasit.
13
2. Untuk semua spesies yang menyebabkan schistosomiasis, perbaikan sanitasi
dapat mengurangi atau menghilangkan penularan penyakit ini.
Bahan kimia yang digunakan untuk menghilangkan siput di sumber air tawar
dapat membahayakan spesies lain di dalam air dan, jika pengobatan tidak
berkelanjutan, siput dapat kembali lagi ke tempat tersebut.
Untuk spesies parasit tertentu seperti S. japonicum, sapi atau kerbau juga bisa
terinfeksi.
14
dampak dari intervensi kontrol. Tujuannya adalah untuk mengurangi penyakit:
pengobatan periodik populasi berisiko akan menyembuhkan gejala ringan dan
mencegah orang terinfeksi dari pengembangan tahap akhir penyakit berat, kronis.
Namun, keterbatasan utama untuk kontrol schistosomiasis telah terbatasnya
ketersediaan praziquantel. Data untuk 2014 menunjukkan bahwa 20,7% orang
yang membutuhkan pengobatan tercapai. Praziquantel adalah pengobatan yang
dianjurkan melawan segala bentuk schistosomiasis. Hal ini efektif, aman dan
murah. Pengendalian schistosomiasis telah berhasil diterapkan selama 40 tahun
terakhir di beberapa negara, termasuk Brasil, Kamboja, Cina, Mesir, Mauritius,
Republik Islam Iran dan Arab Saudi.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Schistosomiasis [Internet]. WHO Media centre. 2016 [cited 2016 Apr 4].
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/
5. Sitti Chadijah, Phetisya Pamela Frederika Sumolang NN. Balai Litbang P2B2
Donggala. Bul Dis [Internet]. 2015; Available from:
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/.../3449
17