DOSEN PEMANGKU:
OLEH:
KELOMPOK 3:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
kami telah dapat menyelesaikan Makalah Belajar dan Pembelajaran “Teori
Behaviorisme (Thorndike, Pavlov)”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................................... 12
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk
menuju pada kehidupan yang lebih baik dan maju. Namun pada
kenyataannya, masyarakat masih belum menyadari akan pentingnya belajar
dan ilmu pengetahuan untuk kehidupannya. Pada pembahasan ini menjelaskan
pentingnya pembiasaan untuk belajar secara rutin, serta menumbuhkan
kecintaan untuk membaca buku, dan mencari tahu ilmu-ilmu pengetahuan
baru demi menunjang masa depan individu tersebut.
Sugesti adanya kemalasan untuk belajar di karenakan, sebagian
masyarakat kurang bahkan tidak tau pentingnya serta tujuan dalam
pembelajaran itu sendiri. Mereka menganggap bahwa proses pembelajaran
adalah pembuangan waktu yang sia-sia dan tidak membuahkan hasil yang
cepat dan nyata. Oleh karena itu mereka lebih memilih untuk langsung
bekerja sesuai dengan kemampuan yang dapat mereka lakukan tanpa adanya
latar belakang pendidikan yang menjamin kesejahteraan sosial mereka di
waktu yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Teori Behaviorisme?
2. Jelaskan tokoh-tokoh Teori Behaviorisme!
3. Jelaskan penerapan Teori Behaviorisme dalam Matematika?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Teori Behaviorisme
2. Mengetahui tokoh-tokoh Teori Behaviorisme
3. Mengetahui enerapan Teori Behaviorisme dalam Matematika?
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
B. Tokoh-tokoh Teori Behavioristik
a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) Teori Classical Conditioning
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan
menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Ivan Pavlov melakukan
eksperimen terhadap anjing. Pavlov melihat selama pelatihan ada
perubahan dalam waktu dan rata-rata keluarnya air liur pada anjing
(salivation). Pavlov mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut
anjing yang lapar anjing akan mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi
karena daging telah menyebabkan rangsangan kepada anjing, sehingga
secara otomatis ia mengeluarkan air liur. Walaupun tanpa latihan atau
dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air liur jika
dihadapkan pada daging. Dalam percobaan ini daging disebut dengan
stimulus yang tidak terkondisikan (unconditional ed stimulus). Dan
karena saliva terjadi secara otomatis pada saat daging di dekat anjing
tanpa latihan atau pengondisian, maka keluarnya saliva pada anjing
tersebut dinamakan sebagai respons yang tidak dikondisikan
(unresponse conditioning).
Kalau daging dapat menimbulkan saliva pada anjing tanpa
latihan atau pengalaman sebelumnya, maka stimulus yang lain, seperti
bel, tidak dapat menghasilkan saliva. Karena stimulus tersebut tidak
menghasilkan respons, maka stimulus (bel) tersebut disebut dengan
stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Pavlov, jika
stimulus netral (bel) dipasangkan dengan daging (uncoditioning
stimulus) dan dilakukan secara berulang-ulang, maka stimulus netral
akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (conditioning
stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan
respons anjing seperti ketika ia melihat daging. Oleh karena itu bunyi
3
bel sendiri akan dapat menyebabkan anjing mengeluarkan air liur
(saliva). Proses ini dinamakan classical conditioning.
Hukum-hukum kondisional klasik
Dari hasil eksperimen menggunakan anjing tersebut,
Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengondisian,
yaitu pemerolehan (acquisition) , pemadaman (extinction),
generalisasi (generalization), diskriminasi (discrimination) ,
dan kondisioning tandingan.
Pemerolehan (acquisition) adalah membuat pasangan
stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat berulang-ulang
hingga muncul respons bersyarat, atau yang disebut acquisition
atau acquisition training (latihan untuk memperoleh sesuatu).
Para peneliti seing kali membuat stimulus netral bersamaan
dengan stimulus bersyarat atau berbeda beberapa detik selisih
waktu pemberiannya dan segera menghetikan secara serempak.
Prosedur ini biasanya disebut dengan pengondisian secara
serempak (simultaneous conditioning). Prosedur ini akan
menghasilkan respons bersyarat. Prosedur ini lebih lebih
sederhana dan efektif dalam melatih orang atau hewan. Kadang
peneliti juga menggunakan prosedur yang berbeda, yakni
dengan menghentikan stimulus netral terlebih dahulu sebelum
stimulus tak bersyarat, walaupun prosedur ini jarang digunakan
dalam pengondisian. Memasangkan stimulus netral dengan
stimulus tak bersyarat selama latihan untuk memperoleh
sesuatu akan berfungsi sebagai penguat atau reinforcement
bagi respons bersyarat.
Pemadaman (ectinction) setelah respons itu terbentuk,
maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikan
rangsangan bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan
4
tak bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk
beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak mempunyai
penguat/reinforce dan besar kemungkinan respons bersyarat itu
akan menurun jumlah pemunculannya dan akan semakin tak
terlihat seperti penelitian sebelumnya. Peristiwa itulah yang
disebut dengan pemadaman (extinction). Beberapa respons
bersyarat akan hilang secara perlahan-lahan atau hilang sama
sekali untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita
pernah menjumpai realitas respons emosi bersyarat. Misalnya,
ada dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang biasa
bermain bersama. Pada saat mereka menginjak dewasa,
menjadi seorang gadis dan pemuda, tiba-tiba tumbuh perasaan
cinta pada diri pemuda kepada gadis tersebut, tetapi tidak
demikian dengan si gadis. Pada saat pemuda teman sejak
kecilnya itu menyatakan cintanya, gadis tersebut menolak
dengan alasan perasaan kepada pemuda itu hanya sebatas
teman. Namun karena pemuda itu sangat mencintai snag gadis,
dengan menggunakan berbagai cara yang dapat
membahagiakan, ia berusaha untuk mengambil hati gadis agar
menerima cintanya. Misalnya dengan selalu memberikan
perhatian, memberikan segala yang disukai oleh gadis itu, dan
lain sebagainya. Ketika perhatian dan kebaikannya kepada
gadis tersebut dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu saat
hati sang gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima cinta
pemuda tersebut.
Generalisasi dan diskriminasi. Ternyata respons
bersyarat ini juga dapat dikenakan pada kejadian lain, namun
situasinya yang mirip. Inilah yang dikenal dengan generalisasi
stimulus atau generalisasi. Misalnya, pemuda yang mencintai
5
seorang gadis, dan ia merasa bahagia jika bertemu dengan
gadis terebut. Pada saat ia mengetahui bahwa gadis yang
dicintainya menyukai warna pink, maka ia akan merasa
bahagia ketika menjumpai benda-benda apa saja yang bewarna
pink. Bila suatu makhluk mengadakan generalisasi
(menyamaratakan), maka ia juga akan dapat melakukan
diskriminasi atau pembedaan. Diskriminasi yang dikondisikan
ditimbulkan melalui penguatan dan pemadaman yang selektif.
Dalam eksperimen Pavlov, 2 nada yang berbeda diberikan
kepada anjing terdiri dari stimulus differensial (SD1) dan
(SD2) , yang berfungsi sebagai stimulus pembeda. Salah satu
atau satu dari keduanya digunakan pada setiap percobaan.
Nada pertama (SD1) diikuti dengan shock elektris ringan, yang
kedua (SD2) tidak. Pada mulanya subjek memberikan respons
yang dikondisikan pada kedua nada. Namun, pada proses
percobaan amplitudo nada yang pertama semakin lama
semakin meningkat, sedang nda kedua semakin lama semakin
menurun. Dengan demikian melakukan proses penguatan
differensial, subjek dikondisikan untuk membedakan kedua
nada tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari perilaku
generalisasi dan diskriminasi ini dapar kita jumpai. Mislanya,
anak kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan
memberi pengutan dan pemadaman differensial, rentang
stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing
galak saja.
Kondisioning tandingan (counter conditioning)
kondisioning ini merupakan salah satu bentuk khusus dari
kondisioning responden. Pada kondisioning jenis ini, respons
bersyarat yang khusus akan digantikan dengan respons
6
bersyarat lain yang baru dan bertentangan, tidak saling cocok
(incompatible) dengan respons bersyarat yang sebelumnya.
Misalnya respons bersyarat berupa perasaan tidak suka
digantikan dengan persaan suka, takut dengan berani, benci
dengan cinta, dan lain sebagainya. Sehingga reaksi tersebut
dapat disebut dengan incompatible atau saling mengganti.
Prosedur kondisioning tandingan ini sifatnya langsung satu
perangkat latihan yang baru terjadi pula. Satu rangsangan
bersyarat yang dapat menimbulkan respons bersyarat yang
ingin diubah, diperlakukan sebagai rangsangan netral. Ini
kemudian diasosiasikan dengan rangsangan tak bersyarat yang
dapat menimbulkan respons tak bersyarat secara bertentangan.
Setelah dipasangkan berulang-ulang, rangsangan bersyarat itu
munkin akan hanya dapa memancing satu respons bersyarat
baru yang berlawan. Contoh, seorang anak kecil yang tidak
mau dicukur rambutnya karena takut dengan suara alat cukur
atau gunting. Untuk mengganti perasaan takut ketika dipotong,
maka setiap dipotong rambutnya anak diberi gula-gula
kesukaannya ataupun diputarkan film kartun kesayangannya.
Sehingga ketika itu dilakukan terus-menerus akan muncul
respons tidak takut dengan alat-alat cukur rambut.
7
beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang.
8
thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan
kegiatan membentuk asosiasi (conection) antara kesan panca indera
dengan kecenderungan bertindak.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum
belajar sebagai berikut:
a) Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku
diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-
latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hukum ini
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan.
Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c) Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk
pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung
dihentikan dan tidak akan diulangi.
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan
hukum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple
response), Hukum Sikap (Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat
9
Sebelah (Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan
Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
10
bisa menjawab dengan benar maka harus memperbaiki dengan memberikan
hukuman yaitu latihan tambahan atau PR agar siswa terbiasa dan dapat
memahami materi yang telah disampaikan.
11
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar behavioristik mendefinisikan bahwa belajar merupakan
perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku
(yang baru) sebagai hasil belajar, bukan sebagai hasil proses pematangan (atau
pendewasaan) semata.
Tokoh-tokoh Teori Behavioristik antara lain yaitu Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936) Teori Classical Conditioning dalam pemikiranya Pavlov
berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan dan
Edward Lee Thorndike (1874-1949) Teori Koneksionisme teori belajar yang
dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme
atau asosiasi. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan
kegiatan membentuk asosiasi (conection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah tentang Teori Behaviorisme
(Thorndike, Pavlov) ini kita menjadi lebih tahu secara mendalam tentang
Teori Behaviorisme (Thorndike, Pavlov) dan tidak hanya sekedar tahu.
12
Daftar Pustaka
13
i
2