Anda di halaman 1dari 21

BIMBINGAN DAN KONSELING

“TEORI-TEORI KONSELING (TEORI CLIENT CENTERED


COUNSELING DAN TRAIT FACTOR COUNSELING)”

DOSEN PENGAMPUH
ALUCYANA, M.Psi, Psikolog

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. ARISKI EKA HADIYANTO


(166410758)
2. FANNY RAHMAWATI (166410860)
3. HAFIZ MAULANA (166410883)
4. RAHMAYULI
(166410981)

KELAS 6C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, kepadanya
terhatur segala syukur atas semua karunia dan rahmat yang telah diberikan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Bimbingan Konseling dengan judul “Teori-Teori
Konseling (Taori Client Centered Counseling dan Trait Factor Counseling)” ini.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw.
Semoga makalah yang telah disajikan ini dapat banyak mengandung makna dan
materi pembelajaran sesuai dengan pandangan ilmu pengetahuan yang semakin maju,
sehingga menjadikan mahasiswa semakin menyadari bahwa penerapan ilmu pengetahuan
dimasa modernisasi ini perlu diterapkan.
Makalah ini juga diharapkan akan memberikan dampak positif bagi calon
pendidik yang kelak nanti menjadi sumber transfer ilmu kepada peserta didiknya, dan
materi ini akan memperkaya bahan kajian terutama bagi mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan dalam pembelajaran Bimbingan Konseling.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Ibu
Alucyana, M.Psi, Psikolog yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan pemahaman
yang sangat besar sehingga telah membimbing kami sebagai mahasiswa dalam membuat
makalah dan dalam proses pembelajaran.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kekhilafan dan
kesalahan kami, dan terdapat berbagai kekurangan. Sehigga kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami diharapkan demi mencapai kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 19 Februari 2019

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kualitas dan sistem pendidikan yang
digunakan. Karena tanpa pendidikan yang baik, suatu negara akan jauh tertinggal dari
negara lain. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu aset penting
negara. Sumber daya manusia yang dimiliki akan menentukan berkembang atau
tidaknya suatu negara. Dengan demikian, kualitas sumber daya manusia perlu
ditingkatkan. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah dengan memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang perkembangan peserta didik.di samping
itu pula pelayanan bimbingan dan konseling juga sangat berperan penting dalam suatu
pendidikan untuk dapat membantu peningkatan SDM siswa dan juga membantu siswa
dalam penentuan karir bagi siswa itu sendiri. Menurut UU No 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah
“mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang lebih berkualitas”.
Salah satu ciri yang menunjukan berkembangnya peserta didik menjadi manusia
berkualitas adalah mampu merencanakan dan mengarahkan kariernya secara baik,
sehingga mengembangkan kematangan arah pilihan karir siswa merupakan salah satu
bagian dari substansi isi pendidikan, Pendidikan adalah proses dalam rangka
mempengaruhi peserta didik agar menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap
lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya
yang memungkinkannya untuk berfungsi secara hakekat dalam kehidupan masyarakat
ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Teori Clien Centered Counseling?
2. Apa yang dimaksud Teori Trait Factor Counseling?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Teori Clien Centered Counseling.
2. Menjelaskan Teori Trait Factor Counseling.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Defenisi Teori
1. Teori Client Centered Counseling
Menurut Winkel (2006: 397) Istilah Client Centered Counseling sukar
diganti dengan istilah Bahasa Indonesia yang singkat dan mengena; paling-paling
dapat dideskripsikan dengan mengatakan : corak konseling yang menekankan
peranan konseli sendiri dalam proses konseling. Mula-mula corak konseling ini
disebut konseling nondirektif untuk membedakannya dari corak konseling yang
mengandung banyak pengarahan dan control terhadap proses konseling di pihak
konselot.
Menurut Rogers dalam Thalib (2010:121) menyatakan bahwa konsep diri
adalah konsep kepribadian yang paling utama, berisi ide-ide, persepsi, dan nilai-
nilai yang mencakup tentang kesadaran tentang diri. Setiap individu pasti
memiliki konsep diri, tetapi mereka seringkali tidak tahu apakah konsep diri yang
mereka miliki positif atau negatif. Seseorang yang memiliki konsep diri positif
rendah memiliki kecendrungan terhambat dalam proses perkembangannya dan
tidak mampu melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.

2. Teori Trait Factor Counseling


Menurut Winkel (2006: 407) Istilah Trait-Factor Counseling sukar
diganti dengan istilah Bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat
disekripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang mengenakan
pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut
pilihan program studi dan atau/ bidang pekerjaan. Pelopor pengembangan corak
konseling ini yang paling terkenal ialah E.G Williamson, yang lama bertugas
sebagai Pembantu Rektor urusan akademik dan kemahasiswaan pada universitas
di Minnesota. Corak konseling ini dikenal juga dengan nama directive
counselling atau Counselor-Centered Counseling, karena: konselor secara sadar
mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi
arah perkembangan konseli demi kebaikan sendiri.
Menurut Afandi (2008:39) Teori ini kepribadian merupakan suatu system
sifat atau factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti
kecakapan, minat, sikap dan temperamen. Perkembangan kemajuan individu
dimulai dari masa bayi hingga dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan factor.
Banyak usaha untuk membuat kategori orang-orang atas dasar macam-macam

2
sifat. Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah : pertama, menilai ciri-ciri
seseorang dengan tes psikologi, kedua mendefenisikan atau menggambarkan
seseorang, ketiga membantu orang untuk memahami diri dan lingkungannya, dan
keempat memprediksi keberhasilan yang mungkin dicapai dimasa dating. Hal
yang mendasar bagi konseling sifat dan factor adalah asumsi bahwa individu
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan mengetahui kecakapan dirinya
sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.pencapaian penemuan diri
menghasilkan kepuasan intrinsic dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri.

B. Contoh Kasus
1. Teori Client Centered Counseling
Dina adalah siswa SMA Negeri favorit di Jakarta. Dia anak yang cerdas
dengan kelebihan pada mata pelajaran eksakta yang diatas rata-rata, namun Dina
memiliki keterbatasan secara fisik, yakni kakinya tidak sempurna atau pincang.
Kepincangan kaki mawar akibat kecelakaan motor yang terjadi pada saat Dina
SMP. Hal ini yang mengusik cita-citanya untuk menjadi dokter di kemudian hari.
Di lingkungan yang baru ini (SMA), Dina seringkali mendapatkan perlakuan
tidak menyenangkan dari teman-temannya, diolok-olok “pincang”, disakiti dan
dijauhi. Dengan kondisi seperti ini, Dina hanya mau bergaul dengan orang yang
dianggapnya nyaman untuk dirinya dan dengan orang-orang yang mau
mendekatinya. Dari aspek kehidupan Dina, keluarganya memiliki kondisi
ekonomi yang pas-pasan. Ibunya penjual makanan tradisional dari ketela pohon,
ayahnya seorang buruh. Dina merupakan anak pertama dari dua bersaudara,
adiknya sekarang kelas VII SMP dan memiliki tubuh yang normal. Kondisi yang
dialami Dina dilingkungan sekolah menimbulkan rasa putus asa terhadap
kehidupannya, sehingga memberikan penilaian negative terhadap takdir Rabbnya.
Dengan berbagai permasalahan tersebut tentu sangat mempengaruhi keadaan
psikologis Dina yang sempat berencana untuk berhenti sekolah.

2. Teori Trait Factor Counseling


Salah satu contohnya adalah di SMA Negeri 2 Magetan. Sekolah ini
memiliki Program bimbingan karir mulai kelas X tahap pengenalan, kelas XI
penjurusan, dan kelas XII mereka mulai diarahkan untuk menentukan perguruan
tinggi atau pekerjaan di masa mendatang. Untuk mengantarkan para siswa ke
gerbang masa depan yang diharapkan, program bimbingan karir yang di

3
canangkan di sekolah merupakan wadah yang tepat untuk mengatasi masalah-
masalah yang dialami para siswa. Melalui kegiatan bimbingan karir, para siswa di
bekali dan dilatih dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Apa,
Mengapa dan Bagaimana merencanakan masa depan. Sehingga siswa dapat
mengembangkan potensi tersebut dengan produk kreativitas yang bermakna dan
bermanfaat bagi dirinya, keluarga, sekolah dan lingkungan. Masalah umum yang
dihadapi oleh siswa kelas X SMA Negeri 2 Magetan adalah tentang kebingungan
dalam memilih jurusan dan kebingungan dalam mengenal minat, bakat dan
kemampuan yang dimiliki serta kesulitan dalam menentukan langkah yang akan
dilakukuan pada saat penentuan jurusan saat kenaikan kelas XI.
Diantara siswa kelas X terdapat salah satu siswa yang mengalami
masalah pemilihan jurusan IPA atau IPS saat dikelas XI. Diinisialkan dengan “F”.
Siswa F mengaku mengalami kesulitan dalam hal memilih jurusan. Berdasarkan
keterangan siswa F masih bingung dengan jurusan yang sesuai dengannya.
Sementara orang tua siswa F tersebut menekan siswa F untuk menjadi yang selalu
sempurna dari segi prestasi. Orangtua siswa F menargetkan agar siswa F selalu
masuk 3 besar kelas. Sebelum masuk SMA siswa F disuruh masuk ke sekolah
kehutanan di Bogor. Akan tetapi karena siswa F merasa tidak cocok masuk
sekolah tersebut, dia menolak anjuran dari orang tuanya. Setelah melalui
perdebatan panjang akhirnya siswa F masuk ke sekolah umum yaitu SMA Negeri
2 Magetan.
Masalah kembali muncul ketika siswa F tidak masuk dalam 5 besar
peringkat kelas. Siswa terbebani dengan amarah orang tuannya yang kecewa atas
prestasi siswa F. Orang tua siswa marah besar terhadap siswa F. Permasalahan-
permasalahan ini sesuai dengan masalah dalam pembuatan keputusan karir yang
dipaparkan oleh Williamson, ada 4 kategori permasalahan dalam pembuatan
keputusan karir yaitu: Pertama, No Choice (Tidak ada pilihan), konseli tidak
mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya. Kedua, Uncertain
Choice (ketidakpastian pilihan), konseli ragu atas pilihan karir yang telah ada di
pikirannya. Ketiga, Unwise Choice (Pilihan tidak bijaksana), konseli memilih
karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. Keempat, Discrepancy
between interest and aptitudes (ketidaksesuaian antara minat dan bakat), yang
termasuk kategori ini adalah Bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan
bakat konseli. Pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan

4
konseling. Bakat dan minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang
dipilih. Setelah melihat fakta yang ada BK SMA Negeri 2 Magetan dalam
bimbingan karirnya menggunakan pendekatan konseling trait and factor dalam
membantu siswanya menentukan program jurusan IPA atau IPS kah yang sesuai
dengan minat dan bakat siswa tersebut.

C. Teknik Pelaksanaan
1. Teori Client Centered Counseling
Klien mengalami ketidakcocokan antara pandangan klien tentang dirinya
sendiri (self-concept) atau pandangan yang disukai klien tentang dirinya. Klien
masa depannya berkeinginan menjadi seorang dokter, dan dia pun anak yang
cerdas di sekolah namun dia dikucilkan teman-temannya karena kakinya yang
pincang akibat kecelakaan dan membuatnya putus asa. Yang melandasi klien
untuk konseling bisa saja karena perasaan tidak berdaya, tidak kuasa dan tidak
berkemampuan untuk membuat putusan dan untuk mengarahkan hidupnya sendiri
secara efektif Konselor menciptakan iklim konseling hingga membuat klien bisa
mengungkapan dan mengkomunikasikan penerimaan, respek dan pengertian serta
berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal
dengan memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi dalam lingkungan yang
aman dan dipercaya aspek-aspek dunia pribadinya yang tersembunyi. Konselor
harus mampu menerima tanpa syarat terhadap klien, serta mendorong klien
secara perlahan-lahan pada pemahaman terhadap apa yang ada dibalik itu semua.
Konseling diharapkan klien mampu mengeksplorasi lingkungan lebih luas
dan perasaannya. Serta klien mampu menyatakan ketakutan dan kecemasannya
yang dianggap negative untk diterima dan dimasukan dalam struktur dirinya.
Selanjutnya konselor berusaha memberikan iklim yang mendukung pertumbuhan
ketika konseli berusaha berhubungan dengan perasaannya, dan menetapkan
tujuan serta arah yang tampaknya tepat baginya. Sehingga yang diharapkan,
konseli dapat menemukan jalan keluarnya sendiri

2. Teori Trait Factor Counseling


Analisis ini merupakan hasil data atau informasi yang sudah disajikan
pada pembahasan sebelumnya yang diperoleh dari wawancara dan observasi
dengan pihak yang terkait di SMA Negeri 2 Magetan . Data-data tentang
pelaksanaan konseling trait and factor pada siswa yang mengalami kesulitan

5
memilih jurusan. Analisis merupakan langkah terakhir dalam penelitian ini, yang
mana peneliti akan menganalis data-data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan observasi yang mendukung terselesainya penelitian ini. Data-data yang akan
dianalisis ini merupakan data yang berhubungan dengan kasus yang telah diteliti.
Analisis tentang Konseling trait and factor pada siswa yang mengalami kesulitan
dalam memilih jurusan.
Dari permasalahan di atas maka peneliti mengamati jalanya konselor
ketika memberikan sebuah terapi kepada klien, konselor menggunakan
pendekatan konseling trait and factor dalam mengatasi masalah yang dihadapi
oleh klien yakni masalah kesulitan memilih jurusan.corak konseling trait and
factor yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan
penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi,
terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan. Sebelum
konselor melakukan kegiatan konseling konselor harus menciptakan hubungan
yang harmonis dengan klien, agar seorang klien dapat menceritakan
permasalahannya secara terbuka kepada konselor. Dan klien berfikiran bahwa
konselor tersebut dapat memberikan bantuan terhadap permasalahanya yang
dihadapinya. Seperti yang sudah dipaparkan, pelaksanaan konseling trait and
factor menempuh beberapa tahap kegiatan, Konseling trait and factor memiliki
enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis, diagnosis, prognosis,
konseling (treatment) dan follow-up.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Teori Client Centered Counseling


1. Sejarah Client Centered Counseling
Menurut Afandi (2004:110) Client Centered metupakan salah satu
pendekatan konseling yang dipelopori oleh Carl Ransom Rogers. Ia lahir di Oak
park Iltionis pada tanggal 8 Januari 1902. Setelah menamatkan sekolah
menengah, ia menjadi mahasiswa di universitas wisconsin Juusan Pertanian dan
kemudian tertarik pada ilmu psikiatri dan biologi. Ia juga tertarik pada presentasi
Kilpatric tentang teori pragmatis Jhon Dewey dan kemudiann ia belajar di klinik
psikologi yang menggunakan pendekatan keakraban dan pendapat umum

6
kemanusiaan dari Leta Hollingsworth dalam mempelajari tingkah laku manusia .
Ia juga mempelajari orientasi Freud dalam magangnya dan mernperoleh gelar
Ph.D (doktor) pada kiinik psikologi di Universias Columbia tahun 1931.
Selama dua belas tahun ia menjadi staf ahli psikologi pada klinik
bimbingan anak di Rocestet New York. Pengalaman inilah yang turut membentuk
dan mendasari kariernya di masa datang sehingga Rogers berprinsip atau
berpendapat bahwa: (1) Ia tidak sependapat dengan Dr. William Real bahwa
anak yang nakal itu disebabkan adanya konflik seks. (2) Metode psikoterapi yang
selama ini digunakan dalam bentuk directiae therapy yang dilakukan dengan
jalan disrepute, catharsis, advice dan intelectualirzed interpretation adalah sama
sekali tidak efektif. (3) Psikoterapi yang sesungguhnya dilakukan adalah klien
memahami dirinya sendiri.
Di sinilah mulai muncul teori atau metode psikoterapi baru yang
merupakan teori nondirectirc therapy yang kemuudian disebut client centered
therapy sebagai reaksi tethadap psikoterapi lama. Metode psikoterapi Rogers itu
disebut metode nondirective karena tidak didasarkan pada anggapan bahwa
konselor adalah orang yang paling memahami dan serba tahu serta metode yang
digunakannya merupakan metode yang terbaik.
Terapi non directive didasarkan pada tanggapan (1) bahwa klienlah yang
berhak menentukan tujuan hidupnya, bukan konselor (2) tiap-tiap individu bisa
berdiri sendiri dan mempertahankan untuk rnemecahkan masalah yang
dihadapinva. Metode psikoterapi Rogets disebut client centered karena klien
dalam proses terapeutiknya aktif memegang peranan penting dan segala sesuatu
itu bertitik tolak dan berpusat pada diri klien.

2. Konsep Dasar Client Centered Counseling


Pendekatan client centered atau non directive counseling, didasari oleh
suatu teori kepribadian yang disebut self theory dari carl Rogers sendiri. Teori
tersebut menjelaskan bahwa kepribadian manusia itu terdiri atas 2 unsur (Sayekti
pujosuwarno : 1993) :
1. Organisme
Organisme merupakan keseluruhan dan kesatuan individu dan
mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat dari organisme adalah :
1) Mereaksi secara keseluruhan yang terorganisir terhadap lapangan
fenomenal (keseluruhan pengalaman individu)
2) Mempunyai motif dasar yang berfungsi memelhara dan memperkuat
dirinya.

7
3) Dapat menyimbolisasikan pengalaman-pengalamannya sehingga
pengalaman itu menjadi sadar atau jua menolak simbolisasi sehingga
akhirnya engalaan tersebut tetap tidak sadar.

4) Lapangan fenomenal

Merupakan keseluruhan pengalaman individu yang sifatnya sadar atau


tidak sadar. Sadar atau tidak sadarnya lapangan fenomenal ini tergantung
pada diberi simolisasi tidaknya pengalaman-pengalaman itu, artinya kalau
disimbolisasi akan sadar dan sebaliknya.

2. Self
Merupakan bagian yang berdeferensiasi dari larangan fenomenal yang
terdiri atas pola-pola pengamatan yang sadar serta nilai-nilai dari aku
sebagai subyek dan obyek. Self mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1) Self berkembang dari adanya interaksi antara organisme dengan
lingkungannya.
2) Self dapat menerima nilai-nilai dari orang lain dan menanggapinya
dalam bentuk yang telah diubahnya sendiri.

3) Self berusaha mempertahankan konsistensinya.

4) Organisme berbuat selalu dengan cara yang konsisten dengan self.

5) Pengalaman yang tidak konsisten dengan self diterima sebagai


ancaman.

6) Self berubah karena kematangan dan belajar.

3. Tujuan Client Centered Counseling


Menurut Sumarto (2017 : 84) Terapi terpusat pada klien yang
dikembangkan oleh cars R. Rogers pada 1942 bertujuan untuk membina
kepribadian klien secara Integral, berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan
memcahkan masalah sendiri.Kepribadian yang Integral adalah struktur
kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang
ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self). Kepribadian
yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar

8
tanggungjawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain. Sebelum
menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya (kekuatan dan
kelemahan diri), dan kemudian keadaan diri tersebut harus ia terima. Untuk
mencapai tujuan itu diperlukan beberapa syarat yakni:1) kemampuan dan
keterampilan teknik konselor;(2) kesiapan klien untuk untuk menerima
bimbingan;(3) taraf intelegensi klien memadai.
Menurut Komalasari (2011: 265) Pendekatan client centered bertujuan
membantu konseli menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat
komunikasi konseling, konselor mendudukkan konseli sebagai orang yang
berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif dengan
penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard), yaitu menerima konseli
apa adanya.

4. Peran dan Fungsi Client Centered Counseling


Menurut Namora (2011:157) Pada hakikatnya konselor dalam client
centered lebih menekankan aspek sikap dari pada teknik konseling, sehingga
yang lebih diutamakan dalam konseling adalah sikap konselor. sikap konselor
inilah yang memfasilitasi perubahan pada diri klien. konselor menjadikan dirinya
sebagai instrumen perubahan. konselor bertindak sebagai fasilitator dan
mengutamakan kesabaran dalam proses konselingnya. Hal yang terpenting yang
harus ada adalah seorang konselor bersedia untuk memasuki dunia klien dengan
memberikan perhatian yang tulus, kepedulian, penerimaan dan pengertian.

5. Teknik Client Centered Counseling


Menurut Afandi (20004:115) Adapun langkah-langkah atau prosedur
konseling ini bukanlah merupakan sesuatu yang baku dan pasti, tetapi dapat
berubah sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan. Paling tidak terdapat dua
belas langkah/prosedur yang bisa diterapkan sebagai pedoman umum teori ini,
yartu :
a. Klien datang kepada konselor untuk meminta bantuan secara sukarela.
b. Menentukan situasi bantuan atau konseling. Dalam menentukan situasi
konseling, klien dimotivasi untuk menerima tanggung jawab melakukan
pemecahan masalah yang dihadapinya. Motivasi ini hanya dilakukan apabila
konselor berkeyakinan bahwa klien mampu untuk membantu dirinya sendiri.
c. konselor memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaarurya secara bebas
yang berkaitan dengan permasalahannya. Dengan mempetlihatkan sikap
permisif, santai, penuh persahabaan, dan kehangatan serta terhindar dari

9
ketegangan-ketegangan, memungkinkan klien untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan, ketegangan, dan keresahan serta ketelikatannya, sehingga
dirasakan meredanya ketegangan atau tekanan-tekanan bann klien.
d. Secara serius konselor meredam dan menjernihkan perasaan-perasaan klien
yang negatif. Situasi demikian akan memberikan respons pada perasaan-
perasaan yang mendasar.
e. Apabila pikiran negatif klien telah terungkap, maka secara psikologis
bebannya mulai berkurang. Dalam kondisi seperti ini ekpresi-ekpresi positif
akan muncul dan memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.
f. koonselor menerima perasaan-perasaan klien yang bersifat positif.
g. Pada saat penrahan perasaan tersebut secara berangsur-angsur diikuti oleh
wawasan mengenai pemahaman dan pemahaman dirinya.
h. Apabila klien telah memahami dan menerima masalah-masalah yang
dihadapi, mulailah membuat suatu keputusan untuk melakukan tindakan
selanjutnya. Jadi, bersamaan dengan proses pemahaman adalah proses
verifikasi ke arah diambilnya suatu keputusan dan tindakan yang
memungkinkan.
i. Mulai melakukan tindakan-tindakan positif.
j. Menumbuh-kembangkan lebih lanjut tentang wawasan klien.
k. Meningkatkan tindakan positif secara terintegrasi pada diri klien.
l. Mengurangi ketergantungan bantuan konselor dan secara bijaksana
memberitahukan kepada klien bahwa proses konseling perlu diakhiri.

B. Teori Trait Factor Counseling


1. Sejarah Trait Factor Counseling
Menurut Sholihin (2015:101) Asal-usul teori Trait And Factor dapat
ditelusuri ke masa Frank Persons. Teori tersebut menegaskan bahwa karakter
klienlah yang harus pertama kali dinilai, dan kemudian dicocokan secara
sistematis dengan faktor-faktor yang terlibat dalam berbagai jabatan. Pengaruh
teori ini tersebar sangat luas pada masa depresi besar, ketika E. G. Williamson
pada tahun 1939 mempelopori penggunaannya yang popular dengan konseling
direktifnya. Tujuan utama konseling direktif Williamson adalah membantu klien
mengganti tingkah laku emosional dan impulsif dengan tingkah laku yang
rasional. Konseling ini berkembang berawal dari konsep konseling jabatan atau
vocational counseling yang menitik beratkan pada kesesuaian pendidikan dengan
jabatan. Konseling ini dirintis oleh Frank Person yang menekankan tiga aspek
penting yaitu, pemahaman yang jelas tentang potensi yang dimiliki, pengetahuan

10
tentang jabatan atau karir, kemudian yang terakhir penyesuaian yang tepat antara
kedua aspek tersebut.

2. Konsep Dasar Trait Factor Counseling


Menurut Afandi (2008:39) Teori ini kepribadian merupakan suatu sistem
sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti
kecakapan, minat, sikap dan temperamen. Perkembangan kemajuan individu
mulai dari masa bayi hingga dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor.
Banyak usaha untuk membuat kategori orang-orang atas dasar macam-macam
sifat. Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah :
1. Menilai ciri-ciri seseorang dengan tes psikologis.
2. Mendefinisikan atau menggambarkan seseorang.
3. Membantu orang untuk memahami diri dan lingkungannya.
4. Memprediksi keberhasilan yang mungkin dicapai dimasa datang.
Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa
individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan mengetahui
kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian
penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk
mewujudkan diri.
Williamson mencatat bahwa “landasan konsep konseling modern" adalah
terletak dalam asumsi individualitas yang unik dari setiap anak dan identifikasi
keunikan tersebut dengan menggunakan pengukuran obyektif sebagai lawan
teknik perkiraan subyektif. Para ahli psikologi telah lama mencoba
mengembangkan instrumen yang dapat menilai individu secara obyektif untuk
digunakan dalam konseling baik dalam pendidikan maupun vokasional. Dengan
mengidentifikasikan diri dan faktor individu onselor dapat membantunya dalam
memilih program studi.

3. Tujuan Trait Factor Counseling


Menurut Williamson dalam Sholihin (2015:104) Tujuan konseling adalah
membantu individu mencapai tingkat ekselen (excellent) dalam segala aspek
kehidupannya, dengan cara membantu atau memberi kemudahan (to facilitate)
proses perkembangan individu klien tersebut. Dalam sumber lain dikemukakan
bahwa tujuan konseling trait and factor adalah mengajarkan klien keterampilan-
keterampilan membuat keputusan yang efektif, dengan membantu menilai
karakteristik-karakteristiknya secara efektif dan mengkaitkan penilaian diri itu
dengan kriteria psikologis dan sosial yang berarti. Berkaitan dengan tujuan

11
konseling ini, Williamson mencoba mengkaitkannya dengan tujuan pendidikan.
Dikatakannya, tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan,
karena konseling itu sama dengan pendidikan (counseling as education). Dalam
hal ini Williamson mengatakan bahwa tujuan konseling dan pendidikan adalah
sama, yaitu perkembangan optimum daripada individu sebagai pribadi yang utuh
dan bukan semata-mata ditujukan pada terlatihnya kemampuan intelektual.
Konseling trait and factor bertujuan:
1. Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai
aspek kehidupan manusia.
2. Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola
diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam
kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.
3. Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidak mampuan, dan
keterbatasan diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
4. Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan
mengggunakan metode ilmiah. Secara ringkas tujuan konseling menurut
ancangan Trait and Factor dapat disebutkan yaitu: Self-clarification
(kejelasan diri), Selfunderstanding (pemahaman diri), Self-accelptance
(penerimaan diri) Self-direction (pengarahan diri), Self-actualization
(perwujudan diri). Melalui tujuan ini, maka manfaat yang bisa didapatkan
adalah : pertama, Membantu individu mencapai perkembangan
kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia. Kedua, Membantu
individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri
dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelamahan diri dalam
kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir. Ketiga,
Membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan
keterbatasan diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
Keempat, Mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri
dengan mengggunakan metode ilmiah.

4. Peran dan Fungsi Trait Factor Counseling


Menurut Afandi (2008:40) Peran konseling sifat dan factor menurut
Shertze & Stone adalah membantu individu dalam memperoleh kemajuan
memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya memahami kekuatan
dan kelemahan diri dalam kaitan dengan tujuan perubahan kemajuan tujuan-
tujuan hidup dan karir. Begitu hjuga menurut Williamson bahwa maksud

12
konseling ini adalah untuk membantu perkembangan kemampuan berbagai aspek
kehidupan manusia. Konseling dilaksanakan dengan membantu individu untuk
memperbaiki kekurangan, ketidakmampuan, dan keterbatasan serta membantu
pertumbuhan dan integrase kepribadian. Dalam hubungan konseling, individu
mampu untuk menghadapi, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-
masalahnya. Dari pengalaman ini individu belajar untuk menghadapi situasi
konflik di masa mendatang.
Menurut Afandi (2008:42)Peranan konselor dalam teori ini adalah
memberitahu klien tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor
melalui hasil testing. Berdasarkan hasil testing pula ia mengetahui kelemahan dan
kekuatan pribadi klien sehingga dapat meramalkan jabatan apa atau jurusan apa
yang cocok bagi klien. Konselor membantu klien menentukan tujuan yang akan
dicapainya sesuai dengan hasil tes. Juga dengan memberitahukan sifat dan bakat
klien, maka klien bisa mengelola hidupnya sendiri sehingg dapat hidup lebih
berbahagia. Jadi peranan konselor adalah memberitahukan, memberi informasi,
mengarahkan, karena itu pendekatan ini disebut kognitif rasional.
Proses konseling model trait-faktor dibagi menjadi lima tahapan yaitu :
1. Analisis
Terdiri dari pengumpulan informasi dan data mengenai klien. Baik
konselor atau pun klien harus memiliki informasi yang dpaat dipercaya,
valid dan relevan untuk mediagnosa pembawaan, minat motiv, kesehatan
jasmani, keseimbangan emosional dan sifat-sifat lain yang memudahkan
penyesuaian baik di sekolah maupun dalam pekerjaan. Alat analisis yang
digunakan adalah : (1) catatan kumulatif, (2) wawancara, (3) format
distribusi waktu, (4) otobiografi, (5) catatan anekdot dan (6) tes psikologis.
Selain itu studi kasus merupakan alat analisis maupun metode untuk
memadukan semua data dan terdiri dari catatan komprehensif yang
mencakup keadaan keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan maupun
pekerjaan serat minat rekreasi dan social serta kebiasaan-kebiasaan.
2. Sintesis
Merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil
analisis sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat klien, kelemahan
serta kekuatannya, penyesuaian diri maupun ketidaksanggupan penyesuaian
diri.
3. Diagnosis

13
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan
hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang menuju kepada
permasalahan, sebab sebabnya serta sifat-sifat klien yang berarti dan relevan
yang berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis ini melalui tiga
langkah penting yaitu:
1. Identifikasi masalah, yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan
menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky.
Kategori diagnostik Bordin ialah:
a. Dependence atau ketergantungan
b. Lack of information atau kurangnya informasi
c. Self-complict atau konflik diri
d. Choise-araiety atau kecemasan dalam membuat pilihan
Kategori diagnostic Pepinsky
a. Lack ofassurence atau kurang dukungan
b. Lack of information atau kurangnya informasi
c. Lack of skill atau kurangnya keterampilan
d. Dependence atauketergantungan
e. Self-comflicr atau konflik diri
2. Menentukan sebab-sebab, yang mencakup pencaharian hubungan antara
masa lalu, masa kini dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-
sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika,
oleh reaksi klien dan oleh ujicoba dari program kerja berdasarkan
diagnosis sementara.
3. Prognosis, yang sebenarnya terkandung di dalam diagnosis, misalnya
diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk
pekerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin
belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian,
maka konselor bentanggung jawab dan membantu klien untuk untuk
mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri,
yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis tetapi secara
emosionalbelum mau menerima.

4. Konseling
Konseling merupakan suatu hubungan yang sengaja dilakukan dengan
manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara psikologis kita
dapat mempengaruhi beberapa fase kepribadiannya sedemikian hingga dapat
diperoleh sesuatu efek tertentu. Konsep konseling yang lebih mudah untuk
dipahami adalah adalah usaha untuk membantu klien sehingga lebih siap
untuk memecahkan masalah situasi penyesuaiannya sebelum begitu jauh

14
terlibat dalam konflik diri dan penilaiannya sehingga membutuhkan terapi
yang dalam dan rumit. Dalam kaitan ini terdapat lima jenis konseling yaitu :
a. Belajar terpimpin menuju pengertian diri
b. Mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan
individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan
penyesuaian hidupnya.
c. Bantuan pribadi dari konselor supaya klien mengerti dan terampil dalam
menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari
d. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan
efektif
e. Bentuk mendidik kembali yang bersifat sebagai katarsis atau
penyaluran.
5. Tindak Lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi masalah baru
dengan mengingatkannya kepada masalah sumbemya sehingga menjamin
keberhasilan konseling. Teknik yang digunakan konselor harus disesuaikan
dengan individualis klien, mengingat bahwa setiap individu unik sifatnya,
sehingga tidak ada teknik yang baku yang berlaku untuk semua.

5. Teknik Trait Factor Counseling


Menurut Afandi (2008:46) Teknik konseling bersifat khusus bagi individu
dan masalahnya. Setiap teknik hanya dapat digunakan bagi masalah dan klien
secara khusus dan teknik-teknik yang digunakan dalam proses konseling adalah :
1. Pengukuran hubungan intim(rapport). Konselor harus menerima klien dalam
hubungan yang hangat, intim, besifat pribadi, penuh pemahaman dan
terhindar dari hal-hal yang mengancam klien. Koestoer menyebutkan bahwa
dalam rapport paling tidak terdapat tiga hal yaitu (l) menunjukkan cooperatif
yang optimal, (2) berikhtiar sebaik-baiknya untuk berhasilnya konseling dan
(3) berikhtiar sungguh-sungguh untuk mengatasi hambatan inhibition yang
normal supaya dengan cara semacam ini dapatlah diperlihatkan kepribadian
yang sebenarnya.
2. Memperbaiki pemahaman diri. Klien harus memahami kekuatan dan
kelemahan dirinya dan harus dibantu untuk mau rnenggunakan kekuatannya
dan mengatasi kelemahannya. Hal ini menuntut konselor untuk menfasirkan
data secermat mungkin. Penafsiran data dan diagnosis ini dilakukan
bersama-sama dengan klien, namun hendaknya konselor menghindari untuk

15
menunjukkan hasil profil tes kepada klien. Moh' Surya menyatakan bahwa
pemahaman terhadap klien meliputi : (1) identitas diri, (2) kondisi jasmaniah
dan kesehatan, (3) kapasitas dan kecakapan, (4) sikap dan minat, (5) watak
dan temperamen, (6) aspirasi sekoah dan pekerjaan, (7) aktivitas sosial, (8)
hobi dan pengiaian waktu senggang, (9) kelainan-kelainan, keluarbiasaan
yang dimiliki individu dan (10) latar belakang keluarga.
3. Pemberian nasihat atau perencanaan program kegiatan. Konselor mulai
bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap klien dan kemudian
menunjukkan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil
diagnosis. Konselor mempertimbangkan evidensi dan dia menjelaskan
mengapa dia memberikan nasihat seperti itu kepada klien. Dalam hal ini
klien harus siap menerima nasihat. Ada tiga metode pemberian nasihat yang
dapat digunakan konselor yaitu;
a. Direct advising atau nasihat langsung, dimana konselor secara terbuka
dan jelas menyatakan pendapatnya. Pendekatan ini dapat digunakan
kepada klien yang berpegang teguh kepada pilihan atau kegiatannya,
yang oleh konselor diyakini bahwa keteguhan klien itu akan membawa
kegagalan bagi dirinya.
b. Metode persuasif dengan menunjukkan pilihan yang pasti secara jelas.
Konselor menata evidensi secara logis dan beralasan sehingga klien
melihat alternative tindakan yang mungkin dilakukan.
c. Metode penjelasan yang merupakan metode yang paling dikehendaki
dan memuaskan. Konselor secara berhati-hati dan perlahan-lahan
menjelaskan data diagnostik dan menunjukkan kemungkinan situasi
yang menuntut penggunaan potensi klien. Metode ini merupakan
pemikiran yang hati-hati dan mendetiltentang implikasi data individu.
4. Melaksanakan rencana, yaitu menetapkan pilihan atau keputusan. Konselor
dapat memberikan bantuan secara terarah didalam implementasinya.
5. Menunjukkan kepada petugas lain atau referal. Jika konselor merasa tidak
mampu menangani masalah klien, maka dia harus menunjuk klien kepada
petugas lain yang lebih berkompeten untuk membantu klien.
Selanjutnya" senada dengan langkah-langkah yang dijeklaskan di atas,
konselor yang berpegang pada pendeketan trait factor ini mengikuti rangkaian
langkah kerja yang agak mirip dengan pelaksanaan studi kasus dan pelayanan
dokter kepada seoftrng pasien, yaitu ; analisis atau pengumpulan data yang
relevan; sistetis atau organisasi dari data itu untuk memperoleh gambaran

16
selengkap mungkin tentang klien; diagnosis atau kesimpulan tentang semua unsur
pokok dalam masalah klien dan sebab-sebabnya; prognosis atau perkiraan tentang
perkembangan klien selanjutnya serta berbagai implikasi dari hasil diagnosis;
konseling atau wawancara perseorangan untuk memikirkan penyelesaian terhadap
problem yang dihadapi; tindak lanjut (follow up) atau bantuan kepada klien bila
timbul masalah lagi dan evaluasi terhadap efektifitas konseling.

BAB IV
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Teori Client Centered Counseling berlandaskan suatu filsafat yang
menekankan bahwa manusia memiliki dorongan bawaan pada aktualisasi diri. Secara
fenomenologis manusia bisa menyusun drinya menurut persepsi-persepsinya tentang
kenyataan. Manusia termotivasi untuk mengaktualisasikan diri dalam kenyataan
yang dipersepsinya.Dalam konseling teori ini berlandas dalil bahwa klien memiliki
kesanggupan untuk memahami faktor-faktor yang ada dalam hidupnya, yang

17
menjadi penyebab ketidakbahagiaan. klient juga mempunyai kesanggupan untuk
mengarahkan diri dan melakukan perbuatan pribadi yang konstruktif. Perubahan
pribadi akan timbul jika terapis bisa membangun hubungan (kehangatan,
penerimaan, dan empatik) dengan kliennya. Terapi Client Centered Counseling
menerapkan tanggung jawab utama terhadap arah terapi pada klient. Tujuan
umumnya adalah klien menjadi lebih terbuka kepada pengalamannya, mempercayai
organismenya sendiri, mengembangkan evaluasi internal, mengaktualisasikan diri
serta menemukan jati dirinya.
Teori Trait Faktor merupakan model layanan bimbingan yang mengutamakan
peran konselor sehingga disebut dengan istilah konseling Direktif atau Conselor
Centered. Selain menganggap bahwa manusia itu adalah berpotensi dan positif, juga
kelebihan teori ini tertelak pada data dan fakta individu yang digunakan untuk
melakukan layanan konseling, dan data atau fakta tersebut dihasilkan dari berbagai
testing psiklogis, sehingga layanan bimbingan konseling bisa berhasil secara
maksimal.

B. SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah tentang Teori Client Centered
Counseling dan Teori Trait Factor Counseling ini kita menjadi lebih tahu secara
mendalam tentang apa saja teori dalam konseling. Penulis menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada
menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Muslim. 2004. Teori Client Centered Rogers:Suatu Analisis Konseling dan
Implikasinya dalam Pendidikan. Pekanbaru. Jurnal Kependidikan Islam.(Volume 3,
Nomor 1) hlm 109-120
Afndi, Muslim. 2008. Teori Trait dan Faktor (Analisis dalam Layanan Bimbingan
Konseling). Pekanbaru. Jurnal Sosial Budaya.(Volume 5, Nomor 01) hlm 38-51
Komalasari,G.,Wahyuni,E.,Gantina. 2011. Teori dan teknik Konseling. Jakarta: Indeks
Lubis, Namora. Lumongga. 2011. Memahami dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan
Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Pujosuwarna,Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta: Menara
Mas Offset

18
Sholihin, Riyadlus. 2015. Konseling Trait and Factor Bagi Siswa yang Kesulitan dalam
Memilih Program Belajar. Jogjakarta. Jurnal Kependidikan Islam.(Volume 6,
Nomor 2) hlm 95-118
Sumarto. 2017. Bimbingan dan Konseling. Jambi : Pustaka Ma’aruf Press
Thalib,S.B. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta:
Kencana Pradana Media Group.
Winkle. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media
Abadi

19

Anda mungkin juga menyukai