Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PUASA

Oleh:

FERDIANSYAH

B1A1 20 246

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dengan judul Puasa
merupakan salah satu tugas diskusi yang harus dipenuhi dalam mengikuti mata
kuliah umum Agama di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Singaperbangsa Karawang.
Melalui kesempatan yang berharga ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yanh telah membantu penyelesaian makalah ini,
terutama yang terhormat:
1. H. Dede Kusnadi, Drs., M.Pd.i. Selaku dosen Agama
2. Rekan-rekan program studi Teknik Industri angkatan 2015
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan moral dan materil dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas
segala bantuan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga makalah yang
sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Kendari, 13 Mei 2022


DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penilitian ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Puasa................................................................................................. 3
2.2 Dasar Hukum Puasa........................................................................................ 3
2.3 Macam-macam Puasa..................................................................................... 3
2.4 Syarat Wajib Puasa........................................................................................ 4
2.5 Rukun Puasa................................................................................................... 4
2.6 Sunnah Puasa.................................................................................................. 5
2.7 Yang Membatalkan Puasa dan Mewajibkan Kafarat..................................... 5
2.8 Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui....................................................... 5
2.9 Diperbolehkannya Berbuka Bagi Musafir...................................................... 6
2.10 Hikmah Puasa............................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22
3.2 Kesimpulan ................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang telah kita ketahui dalam agama islam mempunyai rukun
islam yang salah satu didalamnya ialah puasa, yang mana puasa
merupakan rukun islam yang ke empat. Ibadah puasa terdapat hamper
seluruh agama. Oleh karena itu ibadah puasa ini telah dikenal di
kalangan orang-orang agama budaya dulu kala. Hal tesebut tercermin
dalam firman Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian puasa?
2. Apa yang menjadi dasar hukum dan keutamaan puasa?
3. Apa saja macam-macam puasa?
4. Apa saja syarat wajib puasa?
5. Apa saja rukun puasa?
6. Apa sunnah-sunnah puasa?
7. Hal apa saja yang membatalkan puasa dan yang mewajibkan
kafarat?
8. Bagaimana cara berpuasa orang sakit dan tua renta?
9. Bagaimana puasa bagi wanita yang hamil dan menyusui?
10. Bagaimana hukum puasa dalam perjalanan?
11. Bagaimana cara berpuasa di negara yang matahari tidak terbenam?
12. Apa hikmah berpuasa?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui pengertian puasa.
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar dan keutamaan puasa.
3. Untuk mengetahui macam-macam puasa.
4. Untuk mengetahui apa yang menjadi syarat wajib puasa.
5. Untuk mengetahui rukun-rukun puasa.
6. Untuk mengetahui apa sunnah-sunnah puasa.
7. Untuk mengetahui hal apa saja yang membatalkan puasa sehingga
mewajibkan kaffarat.
8. Untuk mengetahui cara berpuasa orang sakit dan tua renta.
9. Untuk mengetahui puasa bagi wanita hamil dan menyusui.
10. Untuk mengetahui hukum puasa dalam perjalanan.
11. Untuk mengetahui cara berpuasa di negara yang matahari tidak
terbenam.
12. Untuk mengetahui hikma-hikmah dalam menjalankan puasa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Puasa

Pengertian As-Shaum (Puasa) menurut bahasa, puasa berarti menahan.


Sedangkan menurut syari‟at, puasa berarti menahan diri secara khusus dan
dalam waktu tertentu serta dengan syarat-syarat tertentu pula. Menahan diri
disini termasuk ibadah. Karena, harus menahan diri dari makanan, minuman,
dan berhubungan badan serta seluruh macam syahwat, dari sejak terbit fajar
sampai terbenamnya matahari.

Pengertian puasa banyak yang mendefinisikan, sedangkan menurut istilah


banyak para para pakar yang memberikan definisi antara lain menurut Yusuf
Qardawi bahwa puasa adalah menahan dan mencegah kemauan dari makan,
minum, bersetubuh dengan istri dan semisal sehari penuh, dari terbitnya fajar
siddiq hingga terbenamnya matahari, dengan niat tunduk dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

2.2 Dasar Hukum dan Keutamaan Puasa

1) Dasar Hukum Puasa

Allah SWT berfirman:

ٌَ‫ب َعهَى انَّذِيٍَ ِي ٍْ قَ ْب ِه ُك ْى نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّقُو‬ َ ‫َيا أَيُّ َها انَّذِيٍَ آ َيُُوا ُك ِت‬
ّ ِ ‫ب َعهَ ْي ُك ْى ان‬
َ ‫ص َيا ُو َك ًَا ُك ِت‬

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa


sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah:183)
Hadits

Dari Anas bin Malik berkata : Rosulullah Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam


bersabda :

‫قال رسوول‬:‫عٍ أَس بٍ يانك قال‬ ‫َ َعهَوى‬ َّ ‫ُ َعهَوى أ ُ َّيتِول ان‬


َ ‫ص ْوو َو ثَيَثِويٍَْ َي ْويوا ت را ْفت َ َوز‬ َ َ ‫"اِ ْفت ََوز‬:
َ ‫ار ثَيَثِو ْيٍَ يَ ْويوا ت فَهَ ًَّوا ت‬
ُ ‫َواهللا‬ َ ََ‫ول فِو ْل َو ْوفِو ِّ ِي ْقو‬ َّ ‫سائِ ِز األُو أَقَ َّم َرأ َ ْكث َ َز َرذنِكَ أل َ ٌَّ آدَ َو نَ ًَّا أ َ َك َم ِيٍَ ان‬
َ ‫شجْ َزةِ بَ ِق‬ َ
ٍَ‫ار َر َيوا ََْ ْ ُكو ُم بِانهَّيْو ِم فَفَضْو ُم ِيو‬
ِ ‫ل َر َعهَى أ ُ َّيتِ ْل بِانَُّ َه‬ َّ ‫َ عه‬ َ ‫ َرا ْفت ََز‬، ٍَّ ‫صيَ ِاو ثَيَثِيٍَْ يَ ْويا ت بِهَيَا ِن ْي ِه‬ِ ِ‫َعهَ ْي ِّ أ َ َي َزُِ ب‬
."َّ‫ِ َع َّز َر َوم‬ ) ‫ْف‬ ٌ ‫( َح ِدي‬
َ ‫ْث‬
ٌ ‫ض ِعي‬

“Allah mewajibkan puasa atas umatku selama tiga puluh hari dan
meewajibkan atas umat-umat yang lain lebih sedikit atau lebih banyak. Hal
tersebut disebabkan karena ketika Adam memakan bagian dari pohon
(syajroh) di dalam perutnya selama tiga puluh hari. Maka ketika Allah
menerima taubatnya Allah memerintahkannya utk berpuasa selama tiga
puluhhari termasuk pada malam harinya. Dan diwajibkan atasku dan umatku
(utk berpuasa) pada siangnya saja dan kita makan dimalam harinya sebagai
keutamaan dari Allah Azza wa Jalla."

2) Keutamaan Puasa
a. Dalil:
Diriwayatkan dalam shalih Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, satu
kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan tujuh ratus kali lipat.
Allah ta‟ala berfirman: “Kecuali puasa, itu untuk-Ku Aku yang
langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan
minumnya karena-Ku. ”Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan
ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguuh, bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum dari aroma kasturi.”
b. Bagaimana bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui bahwa bertaqarrub kepada Allah tidak dapat
dicapai dengan meninggalkan syahwat ini-yang selain dalam keadaan
puasa adalah mubah- kecuali setelah bertaqarrub kepada-Nya dengan
meinggalkan apa yang telah diharamkan Allah dalam segala hal
seperti: desta, kedzaliman dan pelanggaran hak orang lain dalam
masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta


maka Allah tidak butuh dengan puasanya.”
Inti pernyataan ini: bahwa tidak sempurna bertaqarrub kelada Allah
Subhanahu wa Ta‟ala dengan meinggalkan hal-hal yang mubah
kecuali setelah bertaqarrub kepadanya dengan meninggalkan hal-hal
yang haram. Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang
haram kemudian bertaqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-
hal yang mubah ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang
wajib dan bertaqarrub dengan hal-hal yang sunnah.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat
badannya melaksanakan shalat malam dan puasa, ia mendapat pahala
karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari
berniat agar kuat beramal (bekerja), maka tidurnya itu merupakan
ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada
siang dan malam harinya. Dikabulkan doanya ketika berpuasa dan
berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar,
sedang pada malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan
bersyukur.

2.3 Macam-Macam Puasa

Macam-macam puasa disini banyak yang menggolongkan, istilahnya pun


beda-beda, ada yang menggolong menjadi 5 golongan:

1. puasa Fardlu
2. puasa Qadha
3. Puasa Nazar
4. Puasa Kafarat
5. Puasa Tathawwu‟ (sunnah)
A. Puasa Wajib (Fardlu)
Puasa wajib disini bisa juga disebut dengan puasa fardlu, yang terdiri
dari Puasa Ramadhan, puasa qadla‟(mengganti puasa Ramadhan yang
batal pada hari-hari yang lain), puasa kifarat (puasa yang diwajibkan
karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan agama).
Dan puasa untuk melaksanakan nazar (puasa yang dijanjikan oleh
seseorang atas dirinya), semuanya hukumnya wajib. Namun biasanya yang
dikategorikan puasa fardlu di sini adalah Puasa Ramadhan.
B. Puasa Kafarat
Ialah Puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja
dalam bulan Ramadhan (dalam hal ini khilaf), bukan karena sesuatu
„udzur yang dibenarkan syara‟, karena bersetubuh dengan sengaja dalam
bulan ramadhan pada siang hari, karena membunuh dengan tidak sengaja,
karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam Haji, serta tidak
sanggup menyembelih binatang Hadyu, karena merusak sumpah dan
berdziar terhadap istri (menyerupakan Bentuk Tubuh Istri Disamakan
Dengan Muhrimnya).
Puasa kafarat ini mempunyai beberapa bentuk. Diantaranya puasa
kafarat karena salah membunuh, puasa kafarat karena sumpah dan nazar.
Bentuk-bentuk ini mempunyai hukum-hukum tertentu.
Puasa kafarat, ialah puasa yang wajib dikerjakannya untuk
menutupi sesuatu keteledoran yang telah kita (remaja) lakukan:
1. Karena merusak puasa dengan bersetubuh, yaitu dengan puasa dua
bulan berturur-turut.
2. Karena membunuh orang dengan tidak sengaja, yaitu puasa dua bulan
berturut-turut, jika tidak sanggup harus memerdekaan seorang budak
3. Karena seseorang (remaja) mengerjakan sesuatu yang haram
dikerjakan dalam ihram, serta tidak boleh menyembelih binatang
Hadyu.
C. Puasa yang Diharamkan
Ialah puasa yang dilakukan diwaktu hari raya Idul Fitri maupun Idul
Adha, pada hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 zulhijjah ), istri melakukan
puasa sunnah tidak mendapatkan izin dari suami.Untuk masalah puasa hari
raya semua ulama‟ sepakat mengharamkan, kecuali Imam Hanafi,
alasannya berpuasa pada dua hari raya tersebut adalah makruh yang
diharamkan itu adalah hampir mendekati kepada haram, sementara untuk
masalah puasa di hari Tasyriq, para ulama‟ berbeda pendapat, Imam
Syafi‟i puasa hari Tasyriq hukumnya tidak dihalalkan, baik pada waktu
melaksanakan ibadah haji atau bukan, Imam Hambali; tidak diharamkan
berpuasa pada hari tasryiq, selain melaksanakan haji, tetapi tidak
diharamkan kalau pada waktu melaksamnakan haji, Imam Hanafi;
berpuasa pada hari Tasyriq adalah makruh hanya diharamkan pada hari 11
dan 12 Zulhijjah pada waktu selain haji, tapi tidak diharamkan kalau
dalam melaksanakan ibadah haji, sementara puasa sunnahnya istri ulama‟
sepakat bahwa istri tidak boleh berpuasa sunnah tanpa mendapatkan izin
suaminya, kalau puasanya mengganggu hak-hak suaminya selain menurut
Imam Hanafi, beliau mengatakan puasa istri tanpa izin suaminya adalah
makruh saja bukan haram.
D. Puasa Makruh
Ada beberapa pendapat tentang puasa ini, para ulama‟ sepakat tentang
hari-hari makruh dalam melakukan puasa, yakni:
1. Mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa
Berpuasa satu bulan penuh pada bulan Rajab merupakan amalan
yang dimakruhkan. Akan tetapi, jika wanita muslimah yang hendak
berpuasa pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa secara berselang.
Karena, ini merupakan bulan yang diagungkan oleh orang-orang
Jahiliyah.
2. Puasa pada hari jum‟at saja
3. Puasa pada hari sabtu saja
4. Pada hari yang diragukan (Hari ketiga puluh dari bulan Sya‟ban)
5. Bepuasa khusus pada tahun baru dari hari besar orang kafir
6. Puasa wishal (Puasa selama dua atau tiga hari tanpa berbuka)
7. Puasa Dahr (Puasa yang dilakukan selama satu tahun penuh)
8. Puasanya seorang istri tanpa seizin suami
9. Puasa dua hari terakhir dari bulan Sya‟ban
E. Puasa yang disunnahkan
Puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan sebagai tambahan
yang dianjurkan. Serta dapat melengkapi yang fardlu apabila tidak ada
kekurangan atau cacat padanya. Puasa sunnah dapat diistilahkan dengan
puasa tathawu‟ antara lain: puasa enam hari di bulan syawal, puasa tanggal
9 Dzulhijjah, puasa „Assyura dan Tasyu‟a yaitu hari yang kesepuluh dan
kesembilan di bulan Muharram, puasa tiga hari di tiap-tiap bulan (tanggal
13, 14, 15, bulan qamariah), puasa senin kamis, puasa di bulan-bulan
haram (Dzulqo‟dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), puasa di bulan
Sya‟ban dan puasa Daud, yaitu puasa sehari puasa sehari tidak puasa,
puasa setiap hari senin dan hari kamis, serta puasa lain
yang tidak menentang pada syara‟.
F. Puasa Sya‟ (ragu-ragu)
Puasa hari sya‟ itu biasanya dikerjakan ketika apakah sudah masuk
bulan Ramadhan atau belum, kemudian ada titik terang bahwa hari
tersebut masuk bulan ramadhan, oleh para ulama‟ ada khilafiyah untuk
masalah mengqhadha‟ atau apakah mendapat pahala, menurut Imam
Hanafi ia mendapatkan pahala dan tidak wajib mengqhada‟.
Tapi untuk Imam Syafi‟i , Imam Hambali, Imam Maliki berpendapat
puasanya tidak mendapatkan pahala dan ia harus mengqhada‟nya.

2.4 Syarat Wajib Puasa

Ibadah puasa seseorang dinilai sah dan benar jika memenuhi syarat dan
rukunnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sesorang yang hendak
melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:

1. Islam
Puasa dalah ibadah Islamiyah, tidak sah dilakukan oleh orang yang bukan
Islam, apabila seseorang kafir, maka tidaklah sah puasanya. Apabila
seorang (remaja) muslim yang sedang berpuasa menjadi murtad karena
mencela agama Islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang
diijma‟i oleh umat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan
penghianatan bagi Al-Qur‟an atau memaki seorang Nabi, niscaya keluar
mereka dari Islam dan batallah puasanya
2. Baligh (Sampai umur)
Dalam pelaksanaan ibadah puasa, bagi orang (remaja) muslim
haruslah berumur baligh, batasan antara laki-laki dan wanita beda, untuk
batasan laki-laki ditandai dengan keluarnya air sperma (mimpi basah) kira-
kira berumur 10-13 tahun. Namun untuk wanita diketahui dengan keluar
darah haid, sekitar umur 9- 11 tahun, akan tetapi untuk batasan itu tidaklah
mutlak, yang penting berapa umur anak itu yang esensi mereka keluar air
sperma untuk laki-laki, keluar darah haid bagi wanita.
3. Berakal
Ibadah puasa haruslah dilaksanakan oleh orang (remaja) yang
muslim yang berakal, serta tamyiz (bisa membedakan perkara yang baik
dan perkara yang buruk). Orang (remaja) gila tidak boleh melakukan
ibadah puasa karena orang gila tidak termasuk mukallaf (orang yang kena
tuntutan ibadah), maka dengan demikian puasa tidak wajib bagi orang
(remaja) gila ketika sedang gila dan kalau dia berpuasa, maka puasanya
tidak sah, anak kecil tidak diwajibkan berpuasa, tetapi puasanya tetap sah
kalau anak tersebut sudah mumayyiz.
4. Suci dari haid dan nifas bagi wanita
Khusus bagi wanita yang haid nifas jika mereka melaksanakan
puasa maka puasanya tidak syah (batal), serta mereka harus mengqhada‟
puasanya, sebagaimana hadits:
“ Dari Abi Sa‟id berkata: Nabi Muhammad bersabda tidak ada perbuatan
apapun apabila seseorang wanita (remaja) berhalangan haid maka tidak
boleh shalat dan tidak boleh puasa, karena perbuatan itu termasuk bisa
mengurangi agama wanita (remaja) itu ”. (H.R. Bukhari).
5. Berada dikampung, kota, tidak wajib atas orang musafir orang yang
bepergian).
Diwajibkan puasa bagi orang Islam (remaja) itu ketika mereka
berada di Desanya, namun ketika bepergian maka mereka diperbolehkan
untuk tidak berpuasa. Itupun kalau mereka menggunakan Rukhsah
(keringanan) itu. Asalkan keluarnya mereka sesuai dengan syarat-syarat
yang diperbolehkan untuk melakukan Shalat Qashar.
6. Mampu/kuasa untuk berpuasa, tidak wajib atas orang yang lemah dan
orang sakit.
Imam empat madzhab mengemukakan, kalau orang yang berpuasa
sakit dan menghawatirkan dengan dirinya, ketika mereka (remaja)
berpuasa maka mereka (remaja) bila suka berpuasalah dan bila tidak maka
berbukalah tertapi tidak ada ketentuan (keharusan) berbuka baginya,
karena berbuka itu merupakan rukhsah (keringanan), bukan keharusan
bagi orang yang berada sakit.
Untuk mengetahui apakah mereka (orang yang berpuasa) itu sakit
atau penyakitnya akan bertambah parah bila mereka berpuasa, maka
cukuplah baginya menggunakan perkiraan atau ijtihadnya sendiri. Kalau
dirinya sangat lemah, maka hal tersebut bukan menjadi sebab untuk
diperbolehkan berbuka puasa (selama kelemahan itu sudah biasa bagi
dirinya) karena yang menjadi sebab diharuskannya (kewajiban) berbuka
adalah sakit itu sendiri, bukan karena kelemahan, keletihan atau kelelahan.
2.5 Rukun Puasa
Rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat, yaitu menyengaja untuk melaksanakan puasa. Dilakukan pada
malam hari sebelum terbit fajar. Niat dilakukan dalam hati.
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar
hingga terbenam matahari.
2.6 Sunnah-sunnah puasa
a. Menyegerakan berbuka
Diantara sunnah berbuka puasa itu adalah mempercepat waktu
berbuka. Hal ini didasarkan pada hadits Raulullah berikut ini:
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa” (Muttafaqun „Alaih)
Apabila telah mendengar seruan mu‟adzin untuk melaksanakan
shalat maghrib, maka setiap muslim yang berpuasa harus segera
berbuka. Mengenai hal ini, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar, dimana ia bercerita bahwa: Aku pernah mendengar
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila malam telah datang, siang telah berlalu, maka orang
yang berpuasa pun segera berbuka.” (Muttafaqun „Alaih)
b. Sahur
Disunnahkan bagi setiap muslim yang hendak berpuasa untuk
makan sahur. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Makan sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu
mengandung berkah.” (Muttafaqun „Alaih)
Juga dari „Amr bin Al-„Ash, ia berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
“Perbedaan antara puasa kita dengan (umat islam) dengan puasa
akhlul kitab terletak pada makan sahur.” (HR. Muslim, Abu Dawud
dan At-Tirmidzi)
Juga disunnahkan bagi setiap umat muslim untuk mengakhirkan
waktu makan sahur sampai mendekati fajar. Karena, hal itu akan
meringankan dalam menjalankan ibadah puasa.
Semua makanan dan minuman boleh digunakan untuk makan
sahur, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Sahur adalah berkah. Karenanya, janganlah kalian
meninggalkannya meski hanya dengan meminum seteguk air.
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-
orang yang sahur.” (HR. Ibnu Majah)
c. Berdo‟a ketika berbuka
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
”Ada tiga golongan yang do‟anya tidak akan ditolak, yaitu: orang
yang berpuasa hingga berbuka, imam yang adil, dan orang yang
didzhalimi.” (HR, At-Tirmidzi)
Juga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Al-„Ash, ia berkata:
bahwa Nabi telah bersabda:
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa, ketika berbuka,
mempunyai kesempatan untuk berdo‟a yang tidak akan ditolak.”

2.7 Yang Membatalkan Puasa dan yang Mewajibkan Kafarat


a. Orang yang dengan sengaja makan dan minum pada siang hari, maka
puasanya menjadi batal dan harus mengqadha‟ serta memberikan
kafarat atasnya. Akan tetapi, jika makan dan minum dilakukan tanpa
adanya unsur kesengajaan atau karena lupa, maka tidak ada kewajiban
mengqadha‟ atau memberikan kafarat.
b. Muntah dengan sengaja.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersbda:
“Barang siapa terpaksa muntah, maka tidak ada kewajiban baginya
mengqadha‟ puasa. Akan tetapi, barang siapa yang memaksakan diri
untuk muntah, maka hendaklah ia mengqadha‟ puasanya.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni
dan Al-Hakim)
c. Memandang lawan jenis dengan penuh perasaan nafsu birahi atau
mengingat-ngingat akan nikmatnya hubungan badan. Akan tetapi, jika
hanya sekedar hanya teringat akan kenikmatan hubungan badan atau
memandang lawan jenis dengan tidak diikuti oleh munculnya
ransangan, maka puasanya tidak batal dan tidak ada kewajiban baginya
untuk mengqadha‟ puasanya.
d. Haid dan nifas
Wanita yang menjalani masa haid dan nifas meski hanya sesaat, maka
puasanya menjadi batal. Sedangkan keluarnya istihadhah tidak
membatalkan puasnya.
e. Jika seorang suami menyetubuhi istrinya dengan persangkaan; bahwa
waktu maghrib telah masuk atau mengira bahwa waktu fajar belum
tiba, maka keduanya dalam hal ini tidak berkewajiban untuk
membayar kafarat. Akan tetapi menurut mayoritas ulama, mereka
berdua harus mengqadha puasnya. Karena tidak disengaja.
f. Jika berniat untuk berbuka, sedang ia dalam keadaan berpuasa, maka
puasa yang tengah dijalankannya saat itu menjadi batal. Kareba, niat
merupakan salah satu syarat syahnya puasa.

2.8 Cara Berpuasa Orang Sakit dan Tua Renta


1. Orang yang tidak berpuasa disebabkan lanjut usia atau sakit yang
tidak ada harapan sembuh baik mukim atau musafir hanya
berkewajiban memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari.
Hal tersebut bisa menjadi pengganti baginya dari kewajiban puasa.
Ia dapat menyediakan makanan siap saji sesuai bilangan hari, lalu
mengundang orang miskin secara bersama. Ia juga dapat memilih
cara dalam memberi makan; membei makan pada setiap hari untuk
hari yang bersangkutan atau mengakhirkan memberi makan hingga
akhir puasa. Kadar makanan untuk satu hari ⁄ sha makanan ( ⁄
dari kadar zakat fitrah), dan diberikan kepada orang miskin.
2. Orang pikun tidak wajib puasa ramadhan atau hukum membayar
kaffarat (memberi makan). Sebab hukum Islam telah tidak
diberlakukan atas mereka.
2.9 Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
Sebagian ulama mengatakan, bahwa wanita hamil dan yang sedang
menyusui diperbolehkan berbuka. Akan tetapi, harus menggantinya pada
hari yang lain atau memberikan makan kepada orang miskin. Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah nilai shalat dari
para musafir serta meberikan kemurahan bagi wanita hamil dan
menyusui. Demi Allah, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallamtelah
mengatakan keduanya, salah satu atau keduanya.” (HR. An-Nasa‟i dan
Tirmidzi)
Ketika mengqadha‟ hari-hari yang ditinggalkan, jika ia seorang
yang kaya dan hidup dalam kemudahan, maka hendaklah disertai dengan
sedekah pada setiap hari yang ditinggalkannya itu satu mud gandum.
Sehingga dengan demikian itu lebih sempurna dan lebih besar pahalanya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla:
“Diwajibkan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (Jika
mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah. Yaitu dengan memberi
makan seorang miskin.” (Al-Baqarah: 185)
Akan tetapi, jika tidak mampu memberikan makan kepada fakir
miskin, maka kewajiban memberikan makan itupun gugur dengan
sendirinya. Sehingga cukup baginya untuk mengqadha‟ puasa yang
ditinggalkannya, tanpa harus membayar fidyah.

2.10 Hukum Puasa dalam Perjalanan


Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
“Barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam
perjalanan, lalu berbuka,maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain,” (Al-Baqarah:184)
Ayat ini dikhususkan bagi orang-orang yang berada dalam
perjalanan (musafir) dan orang-orang yang sakit secara keseluruhan. Oleh
karena itu, jika ada wanita muslimah melakukan perjalanan yang tidak
terlalu jauh, akan tetapi mencapai delapan puluh empat mil, maka
diberikan kepadanya keringanan untuk berbuk. Namun, ia harus
mengganti pada hari yang lain setelah bulan Ramadhan. Jika ia tetap
berpuasa dalam perjalanan tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala
tambahan. Adapun merasa keberatan, makan berbuka baginya adalah lebih
baik.

2.11 Cara Berpuasa di Negara yang Matahari Tidak Terbenam


Orang yang tinggal di negara yang matahari tidak terbenam pada musim
panas atau tidak terbit saat musim dingin, atau di negeri yang memiliki
siang atau malam selama 6 bulan, atau lebih singkat dan lebih panjang,
mereka wajib melaksanakan shalat dan berpuasa berdasarkan waktu
negara terdekat dari mereka yang memliki siang dan malam 24 jam.
Mereka menentukkan awal dan akhir ramadhan, memulai berpuasa dan
berbuka berdasarkan waktu negara terdekat tersebut.
a. Suami yang menggauli istri yang haid saat berpuasa wajib membayar
kaffarat dan mengqadha, serta berinfaq sejumlah setengah atau satu
dinar emas (satu dinar=4,25 gram)
b. Apabila kapal terbang tinggal landas beberapa saat sebelu matahari
terbenam, lalu mengudara tidak diperbolehkan berbuka hingga terlihat
matahari terbenam.
c. Orang yang meninggalkan puasa atas dasar pengingkaran syariat puasa
kafir. Sedangkan orang yang meninggalkan puasa karena enggan dan
malas tidak kafir. Ibadah shalatnya sah, tetapi ia telah melakukan dosa
besar.

2.12 Hikmah Puasa


Adapun hikmah berpuasa dalam Islam, adalah untuk mempersiapkan
kita memperoleh takwa bukan untuk sesuatu kepentingan Tuhan.
Mekanisme puasa tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan
jasmani, tetapi juga terhadap rohani pelakunya, lebih dari itu, kesehatan
jasmani dan kesehatan rohani akan berpengaruh terhadap kesehatan sosial.
Puasa yang mencapai tingkat ihsan dan itqan adalah puasa yang
memadukan aktivitas fisik dan aktivitas psikis. Puasa lahir dan puasa
batin. Disamping mengendalikan diri dari makan, minum, seks, dan
semacamnya juga mengupayakan menahan diri dari maksiat. Anggota
tubuh yang berpuasa tidak hanya mulut dan kemaluan (Farj), namun mata,
telinga, tangan, kaki, dan hati juga diupayakan turut berpuasa. Dalam
permasalahan ini dalam kaitannya dengan hikmah yang terjadi dalam
melaksanakan ibadah puasa secara garis besar di uraikan dalam dua
masalah:
1. Pengaruh puasa terhadap kesehatan jasmani
Tubuh manusia dibekali beberapa terapi alamiah dalam keadaan
tubuh tidak kemasukan sebutir nasipun, manusia masih mempunyai
cadangan energi yang disebut glikogen. Cadangan yang diperoleh
dari karbohidrat ini bertahan selama 25 jam, dengan demikian,
anak atau seseorang yang menjalankan puasa tidak perlu khawatir
menjadi sakit karena tubuh mempunyai mekanisme alamiah untuk
mempertahankan dirinya.
a) Mengistarahatkan organ-organ pencernaan
Manusia dalam kesehariannya atau diluar puasa bulan
puasa ketika sedang tidak berpuasa, alat-alat pencernaan di
dalam tubuh akan bekerja ekstra keras, oleh karena itu. Sudah
sepatutnya alat pencernaan tersebut diberi waktu untuk
beristirahat, paling sedikitnya selama satu bulan dalam setahun.
Makanan yang masuk kedalam tubuh manusia (remaja)
memerlukan proses pencernaan kuramng lebih dari delapan jam
yang terdiri dari empat jam diproses di dalam lambung dan
empat jam di usus kecil (ileum).
b) Membersihkan tubuh dari racun, kotoran dan ampas
Dalam tubuh manusia terdapat sampah berbahaya semisal
feaces atau tinja, urine, CO2 dari keringat maka dari itu tubuh
akan terancam bahaya juka mengalami sembelit yang
disebabkan oleh menumpuknya sisa-sisa sari makanan (tinja)
di usus yang dampaknya akan menyebabkan tinja/racun
terserap kembali pada tubuh.
c) Mempercepat regenerasi kulit
Tubuh manusia(remaja) mengalami metabolisme energi
yakni, peristiwa perubahan dari energi yang terkandung dalam
zat gizi menjadi energi potensial dalam tubuh, sisanya akan
disimpan dalam tubuh, sel ginjal, sel kulit, pelupuk mata serta
dalam bentuk lemak dan glikogen. Cadangan gizi inilah yang
akan membakar menjadi energi jika jika tubuh tidak mendapat
suplai pangan dari luar, ketika berpuasa manusia (remaja) akan
cadangan energi yang tersimpan dalam organ-organ tubuh
akan dikeluarkan, yang akhirnya melegakan pernafasan
organorgan tubuh dan sel penyimpanan.
Menghambat perkembangan atau pertumbuhan bakteri,
virus dan sel kanker. Dalam tubuh manusia (anak) terdapat
parasitparasit yang menumpang hidup termasuk menumpang
makan dan minum, dengan jalan menghentikan pemasukan
makanan.
Maka kuman-kuman penyakit seperti bakteri-bakteri dan
sel-sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup, mereka akan
keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati
dan toksin.
d) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Adanya penambahan sel darah putih, hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh para ahli kesehatan.
Meningkatkan daya serap tubuh, Umumnya orang hanya
menyerap 35 % dari gizi makanan yang dikonsumsinya dengan
berpuasa penyerapan gizi dapat mencapai 85 %.
e) Menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam lambung
Keberadaan zat kimia yang bersifat alkali dan bersifat asam
di dalam tubuh manusia (remaja) harus seimbang.
f) Memperbaiki fungsi hormon
Kelenjar endokrin akan menghasilkan zat-zat kimia yang
mengeluarkan hormon, jika tugasnya sudah selesai, maka
pengeluaran hormon akan dihentikan untuk sementara waktu
sambil menunggu tugas yang sama berikutnya, hal ini karena
pada saat-saat terttentu misalnya disaat sedih, gembira, cemas,
bersikap sosial dan sebagainya.
g) Meningkatkan fungsi organ reproduksi
Peningkatan fungsi organ reproduksi ini erat kaitannya
dengan peremajaan sel yang mendatangkan perubahan pada
sel-sel urogenitalis dan jaringan-jaringan organ reproduksi
wanita, terjadi perubahan metabolik pada saat menjalankan
puasa, terutama yang dilangsungkan lewat kelenjar-kelenjar
endokrin.
h) Meremajakan atau mempercepat pegenasi sel-sel tubuh.
Organ-organ tubuh ketika manusia menjalankan puasa
organ ini akan dalam keadaan rileks, organ-organ tubuh disini
terdiri dari jaringan-jaringan yang merupakan kumpulan dari
sel-sel sejenis serta ada berbagai macam sel dalam tubuh
manusia, antara lain sel darah, sel tulang, sel syaraf, sel otot
dan sel lemak.
i) Meningkatkan fungsi fisiologis organ tubuh
Manusia (remaja) berpuasa berati memberikan kesempatan
interval selam kurang lebih empat belas jam bgi organ-organ
tubuh seperti lambung, ginjal dan lever, selama itu tubuh tidak
menerima makanan maupun minuman. Sehingga akan
menimbulkan efek berupa rangsangan terhadap seluruh sel,
jaringan dan organ tubuh, efek rangsangan ini akan
menghasilkan, memulihkan dan meningkatkan fungsi
fisiologinya, misalkan panca indra menjadi semakin tajam dan
peka.
j) Meningkatkan fungsi Syaraf.
Syaraf merupakan merupakan bagian yang sangat vital,
karena susunan syaraf terdiri dari otak dan syaraf tulang
belakang, permasalahannya otak bertindak atas dasar informasi
yang diterimaa terus menerus dan tiada putus-putusnya yang
dibantu oleh hormon dan syaraf, serta otak juga mengatur suhu
badan tekanan darah, keseimbangan kadar kimia dalam tubuh
oksigen dan karbon dioksida dalam darah, serta keadaan dan
kadar berbagai zat kimia yang dikirimkan dan diambil dari
berbagai organ tubuh.
2. Pengaruh Puasa terhadap kesehatan Rohani
a) Puasa dapat menghilangkan sifat hewaniyah
Dalam melakukan ibadah puasa tidak hanya diwajibkan
menahan lapar dan haus semata akan tetapi wajib pula
menahan dan menutup segala atau segenap panca indera dari
semacam pengaruh dan perbuatan maksiat dan harus mampu
mencegah gerakan tubuh maupun bisikan bathin yang dapat
menimbulkan pengaruh pada perbuatan jelek dan tidak terpuji.
b) Menciptakan dan meningkatkan daya nalar
Biasanya puasa sebagai penapis dan penyaring yang
selanjutnya menentukan kadar ketakwaan seseorang (remaja).
Mereka membentuk watak yang kukuh tegak dalam segala
keadaan dan waktu.
Tidak gampang terperdaya dari terpaan dan godaan, lantaran
menghujam direlung hati iman yang mapan. Malah yang hebat
lagi puasa dapat membersihkan rohani dan meningkatkan nalar
pikiran dari segala muskil kesukaran, serta merta mampu
mengentas derajat kemanusiaan.
c) Nalar pikiran ke Alam Illahi.
Sudah banyak tokoh Islam atau para ulama‟ yang mashur,
cerdas lewat usahanya melalui puasa, acapkali membuahkan
tulisan-tulisan yang berharga seperti Buya Hamka, beliau
melakukan meditasinya lewat prosesi ibadah puasa, ada nalar
yang mengarah kepada ruh yang ditiupkan, disini istilahnya
alam ilahiyah
d) Aku (Ego) lahir dan Aku bathin
Puasa merupakan intuisi disiplin moral dan fisik yang
menerawang ke alam ilahi, adalah tujuan mulua manusia
(remaja) mencapai tingkatan spiritual manusia yang paling
tinggi.
e) Egois menjadi Ikhlas
Dalam perjalanan yang lebih nyat, penyakit egosentris acapkali
menggunakan golongan lain sebagai alat untuk mempengaruhi
atau menguasai sesuatu menjadi objek.
f) Puasa dan penyakit psikosomatik
Perlu adanya pembuktian adanya dari cabang ilmu kesehatan
misalnya ilmu urai tubuh (anatomi), ilmu pengobatan
(farmakologi), ilmu sebab-sebab penyakit (acteologi), ilmu asal
datangnya penyakit (patologi) dan ilmu ketentuan hilangnya
penyakit (prangnostik).
Ada lagi fungsi yang bersifat rohani atau yang bersifat Psikis,
diantaranya;
Kemudian dengan memperhatikan dan mempelajari rahasia-rahasia
puasa, berkesimpulan bahwa Allah memfardlukan puasa atas manusia
(remaja) adalah:
a. Untuk menanam rasa sayang dan ramah tamah kepada fakir
miskin, kepada anak yatim dan kepada orang yang melarat
hidupnya.
b. Untuk membiasakan diri dan jiwa memelihara amanah. Kita
mengetahui, bahwa puasa itu suatu amalan Allah yang berat dan
sukar. Maka apabila kita dapat memelihara segala amanah dengan
sempurna terdidiklah kita untuk memelihara segala amanah yang
dipertaruhkan kepada kita.
c. Untuk menyuburkan dalam jiwa kita kekuatan menderita apabila
kita terpaksa menderita dan untuk menguatkan iradat, atau
kehendak kita dan untuk meneguhkan azimah atau keinginan dan
kemauan.
Landasan orang berpuasa dari segi psikis seperti hadits
yang di ceritakan sahabat Sa‟id Bin Musayyab:

Artinya : “Dari Sa‟id Bin Musayyab sesungguhnya dia telah


mendengarkan dari Abi Hurairah r.a berkat, Rasulullah telah
bersabda: “Semua amalan manusia adalah untuk dirinya kecuali
puasa, maka itu adalah untukku dan aku yang akan memberikan
ganjaran”. (H.R. Muslim)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat ditarik
kesimpulan:
1. Puasa (Ash-Shawm) adalah menahan dari makan, minum, dan
hubungan kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena
mencari Ridha Allah . Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian bahasa
adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah
agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan
kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena mencari
Ridha Allah.
2. Terdapat macam-macam puasa, yaitu: puasa Fardlu, Puasa Qadha,
Puasa Nazar, Puasa Kafarat, Puasa Tathawwu‟ (sunnah).
3. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendak
berpuasa diantaranya, yaitu Islam, Baligh (Sampai Umur), Berakal,
Suci dari haid dan nifas bagi wanita, Mampu/kuasa atas puasa.
4. Rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut niat dan meninggalkan
segala hal yang membatalkan puasa hingga terbenam matahari.
5. Selain mendapatkan pahala puasa juga mempunyai hikmah, yaitu
pengaruh untuk kesehatan jasmani dan rohani.
Daftar Pustaka

Rasjid, Sulaiman. 2005. Fiqih Islam. Sinar Baru Algensindo.

„Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2006. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Syahida, Aip. & Rahman, Irsyad Taufieq. Hidayah Pendidikan Agama Islam.
Bandung: CV. Thurisna

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. FIQIH Lima Mudzhab. Jakarta: Penerbit


Lentera

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1-2004-
sabiqkhoer-627-BAB2_310-5.pdf Diakses tanggal 02 maret 2017 jam 11:44

http://www.islamicbook.ws/indonesian/indonesian-60.pdf Diakses tanggal 08


maret 2017 jam 12:01

http://files.islamdownload.net/123910/pdf-islamhouse/Risalah%20Ramadhan.pdf
Diakses pata tanggal 20 Maret 2017 jam 12:57

Altuwayjiry, Muhammad bin Ibrahim. Puasa. Buraidah: Foreigeners Guidance


Office Al Khubayb

Anda mungkin juga menyukai