PUASA
Oleh:
FERDIANSYAH
B1A1 20 246
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dengan judul Puasa
merupakan salah satu tugas diskusi yang harus dipenuhi dalam mengikuti mata
kuliah umum Agama di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas
Singaperbangsa Karawang.
Melalui kesempatan yang berharga ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yanh telah membantu penyelesaian makalah ini,
terutama yang terhormat:
1. H. Dede Kusnadi, Drs., M.Pd.i. Selaku dosen Agama
2. Rekan-rekan program studi Teknik Industri angkatan 2015
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan moral dan materil dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas
segala bantuan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga makalah yang
sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penilitian ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Puasa................................................................................................. 3
2.2 Dasar Hukum Puasa........................................................................................ 3
2.3 Macam-macam Puasa..................................................................................... 3
2.4 Syarat Wajib Puasa........................................................................................ 4
2.5 Rukun Puasa................................................................................................... 4
2.6 Sunnah Puasa.................................................................................................. 5
2.7 Yang Membatalkan Puasa dan Mewajibkan Kafarat..................................... 5
2.8 Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui....................................................... 5
2.9 Diperbolehkannya Berbuka Bagi Musafir...................................................... 6
2.10 Hikmah Puasa............................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22
3.2 Kesimpulan ................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
ٌَب َعهَى انَّذِيٍَ ِي ٍْ قَ ْب ِه ُك ْى نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّقُو َ َيا أَيُّ َها انَّذِيٍَ آ َيُُوا ُك ِت
ّ ِ ب َعهَ ْي ُك ْى ان
َ ص َيا ُو َك ًَا ُك ِت
“Allah mewajibkan puasa atas umatku selama tiga puluh hari dan
meewajibkan atas umat-umat yang lain lebih sedikit atau lebih banyak. Hal
tersebut disebabkan karena ketika Adam memakan bagian dari pohon
(syajroh) di dalam perutnya selama tiga puluh hari. Maka ketika Allah
menerima taubatnya Allah memerintahkannya utk berpuasa selama tiga
puluhhari termasuk pada malam harinya. Dan diwajibkan atasku dan umatku
(utk berpuasa) pada siangnya saja dan kita makan dimalam harinya sebagai
keutamaan dari Allah Azza wa Jalla."
2) Keutamaan Puasa
a. Dalil:
Diriwayatkan dalam shalih Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, satu
kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan tujuh ratus kali lipat.
Allah ta‟ala berfirman: “Kecuali puasa, itu untuk-Ku Aku yang
langsung membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwat, makan dan
minumnya karena-Ku. ”Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan
ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguuh, bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum dari aroma kasturi.”
b. Bagaimana bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui bahwa bertaqarrub kepada Allah tidak dapat
dicapai dengan meninggalkan syahwat ini-yang selain dalam keadaan
puasa adalah mubah- kecuali setelah bertaqarrub kepada-Nya dengan
meinggalkan apa yang telah diharamkan Allah dalam segala hal
seperti: desta, kedzaliman dan pelanggaran hak orang lain dalam
masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
1. puasa Fardlu
2. puasa Qadha
3. Puasa Nazar
4. Puasa Kafarat
5. Puasa Tathawwu‟ (sunnah)
A. Puasa Wajib (Fardlu)
Puasa wajib disini bisa juga disebut dengan puasa fardlu, yang terdiri
dari Puasa Ramadhan, puasa qadla‟(mengganti puasa Ramadhan yang
batal pada hari-hari yang lain), puasa kifarat (puasa yang diwajibkan
karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan agama).
Dan puasa untuk melaksanakan nazar (puasa yang dijanjikan oleh
seseorang atas dirinya), semuanya hukumnya wajib. Namun biasanya yang
dikategorikan puasa fardlu di sini adalah Puasa Ramadhan.
B. Puasa Kafarat
Ialah Puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dengan sengaja
dalam bulan Ramadhan (dalam hal ini khilaf), bukan karena sesuatu
„udzur yang dibenarkan syara‟, karena bersetubuh dengan sengaja dalam
bulan ramadhan pada siang hari, karena membunuh dengan tidak sengaja,
karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam Haji, serta tidak
sanggup menyembelih binatang Hadyu, karena merusak sumpah dan
berdziar terhadap istri (menyerupakan Bentuk Tubuh Istri Disamakan
Dengan Muhrimnya).
Puasa kafarat ini mempunyai beberapa bentuk. Diantaranya puasa
kafarat karena salah membunuh, puasa kafarat karena sumpah dan nazar.
Bentuk-bentuk ini mempunyai hukum-hukum tertentu.
Puasa kafarat, ialah puasa yang wajib dikerjakannya untuk
menutupi sesuatu keteledoran yang telah kita (remaja) lakukan:
1. Karena merusak puasa dengan bersetubuh, yaitu dengan puasa dua
bulan berturur-turut.
2. Karena membunuh orang dengan tidak sengaja, yaitu puasa dua bulan
berturut-turut, jika tidak sanggup harus memerdekaan seorang budak
3. Karena seseorang (remaja) mengerjakan sesuatu yang haram
dikerjakan dalam ihram, serta tidak boleh menyembelih binatang
Hadyu.
C. Puasa yang Diharamkan
Ialah puasa yang dilakukan diwaktu hari raya Idul Fitri maupun Idul
Adha, pada hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 zulhijjah ), istri melakukan
puasa sunnah tidak mendapatkan izin dari suami.Untuk masalah puasa hari
raya semua ulama‟ sepakat mengharamkan, kecuali Imam Hanafi,
alasannya berpuasa pada dua hari raya tersebut adalah makruh yang
diharamkan itu adalah hampir mendekati kepada haram, sementara untuk
masalah puasa di hari Tasyriq, para ulama‟ berbeda pendapat, Imam
Syafi‟i puasa hari Tasyriq hukumnya tidak dihalalkan, baik pada waktu
melaksanakan ibadah haji atau bukan, Imam Hambali; tidak diharamkan
berpuasa pada hari tasryiq, selain melaksanakan haji, tetapi tidak
diharamkan kalau pada waktu melaksamnakan haji, Imam Hanafi;
berpuasa pada hari Tasyriq adalah makruh hanya diharamkan pada hari 11
dan 12 Zulhijjah pada waktu selain haji, tapi tidak diharamkan kalau
dalam melaksanakan ibadah haji, sementara puasa sunnahnya istri ulama‟
sepakat bahwa istri tidak boleh berpuasa sunnah tanpa mendapatkan izin
suaminya, kalau puasanya mengganggu hak-hak suaminya selain menurut
Imam Hanafi, beliau mengatakan puasa istri tanpa izin suaminya adalah
makruh saja bukan haram.
D. Puasa Makruh
Ada beberapa pendapat tentang puasa ini, para ulama‟ sepakat tentang
hari-hari makruh dalam melakukan puasa, yakni:
1. Mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa
Berpuasa satu bulan penuh pada bulan Rajab merupakan amalan
yang dimakruhkan. Akan tetapi, jika wanita muslimah yang hendak
berpuasa pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa secara berselang.
Karena, ini merupakan bulan yang diagungkan oleh orang-orang
Jahiliyah.
2. Puasa pada hari jum‟at saja
3. Puasa pada hari sabtu saja
4. Pada hari yang diragukan (Hari ketiga puluh dari bulan Sya‟ban)
5. Bepuasa khusus pada tahun baru dari hari besar orang kafir
6. Puasa wishal (Puasa selama dua atau tiga hari tanpa berbuka)
7. Puasa Dahr (Puasa yang dilakukan selama satu tahun penuh)
8. Puasanya seorang istri tanpa seizin suami
9. Puasa dua hari terakhir dari bulan Sya‟ban
E. Puasa yang disunnahkan
Puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan sebagai tambahan
yang dianjurkan. Serta dapat melengkapi yang fardlu apabila tidak ada
kekurangan atau cacat padanya. Puasa sunnah dapat diistilahkan dengan
puasa tathawu‟ antara lain: puasa enam hari di bulan syawal, puasa tanggal
9 Dzulhijjah, puasa „Assyura dan Tasyu‟a yaitu hari yang kesepuluh dan
kesembilan di bulan Muharram, puasa tiga hari di tiap-tiap bulan (tanggal
13, 14, 15, bulan qamariah), puasa senin kamis, puasa di bulan-bulan
haram (Dzulqo‟dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), puasa di bulan
Sya‟ban dan puasa Daud, yaitu puasa sehari puasa sehari tidak puasa,
puasa setiap hari senin dan hari kamis, serta puasa lain
yang tidak menentang pada syara‟.
F. Puasa Sya‟ (ragu-ragu)
Puasa hari sya‟ itu biasanya dikerjakan ketika apakah sudah masuk
bulan Ramadhan atau belum, kemudian ada titik terang bahwa hari
tersebut masuk bulan ramadhan, oleh para ulama‟ ada khilafiyah untuk
masalah mengqhadha‟ atau apakah mendapat pahala, menurut Imam
Hanafi ia mendapatkan pahala dan tidak wajib mengqhada‟.
Tapi untuk Imam Syafi‟i , Imam Hambali, Imam Maliki berpendapat
puasanya tidak mendapatkan pahala dan ia harus mengqhada‟nya.
Ibadah puasa seseorang dinilai sah dan benar jika memenuhi syarat dan
rukunnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sesorang yang hendak
melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1. Islam
Puasa dalah ibadah Islamiyah, tidak sah dilakukan oleh orang yang bukan
Islam, apabila seseorang kafir, maka tidaklah sah puasanya. Apabila
seorang (remaja) muslim yang sedang berpuasa menjadi murtad karena
mencela agama Islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang
diijma‟i oleh umat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan
penghianatan bagi Al-Qur‟an atau memaki seorang Nabi, niscaya keluar
mereka dari Islam dan batallah puasanya
2. Baligh (Sampai umur)
Dalam pelaksanaan ibadah puasa, bagi orang (remaja) muslim
haruslah berumur baligh, batasan antara laki-laki dan wanita beda, untuk
batasan laki-laki ditandai dengan keluarnya air sperma (mimpi basah) kira-
kira berumur 10-13 tahun. Namun untuk wanita diketahui dengan keluar
darah haid, sekitar umur 9- 11 tahun, akan tetapi untuk batasan itu tidaklah
mutlak, yang penting berapa umur anak itu yang esensi mereka keluar air
sperma untuk laki-laki, keluar darah haid bagi wanita.
3. Berakal
Ibadah puasa haruslah dilaksanakan oleh orang (remaja) yang
muslim yang berakal, serta tamyiz (bisa membedakan perkara yang baik
dan perkara yang buruk). Orang (remaja) gila tidak boleh melakukan
ibadah puasa karena orang gila tidak termasuk mukallaf (orang yang kena
tuntutan ibadah), maka dengan demikian puasa tidak wajib bagi orang
(remaja) gila ketika sedang gila dan kalau dia berpuasa, maka puasanya
tidak sah, anak kecil tidak diwajibkan berpuasa, tetapi puasanya tetap sah
kalau anak tersebut sudah mumayyiz.
4. Suci dari haid dan nifas bagi wanita
Khusus bagi wanita yang haid nifas jika mereka melaksanakan
puasa maka puasanya tidak syah (batal), serta mereka harus mengqhada‟
puasanya, sebagaimana hadits:
“ Dari Abi Sa‟id berkata: Nabi Muhammad bersabda tidak ada perbuatan
apapun apabila seseorang wanita (remaja) berhalangan haid maka tidak
boleh shalat dan tidak boleh puasa, karena perbuatan itu termasuk bisa
mengurangi agama wanita (remaja) itu ”. (H.R. Bukhari).
5. Berada dikampung, kota, tidak wajib atas orang musafir orang yang
bepergian).
Diwajibkan puasa bagi orang Islam (remaja) itu ketika mereka
berada di Desanya, namun ketika bepergian maka mereka diperbolehkan
untuk tidak berpuasa. Itupun kalau mereka menggunakan Rukhsah
(keringanan) itu. Asalkan keluarnya mereka sesuai dengan syarat-syarat
yang diperbolehkan untuk melakukan Shalat Qashar.
6. Mampu/kuasa untuk berpuasa, tidak wajib atas orang yang lemah dan
orang sakit.
Imam empat madzhab mengemukakan, kalau orang yang berpuasa
sakit dan menghawatirkan dengan dirinya, ketika mereka (remaja)
berpuasa maka mereka (remaja) bila suka berpuasalah dan bila tidak maka
berbukalah tertapi tidak ada ketentuan (keharusan) berbuka baginya,
karena berbuka itu merupakan rukhsah (keringanan), bukan keharusan
bagi orang yang berada sakit.
Untuk mengetahui apakah mereka (orang yang berpuasa) itu sakit
atau penyakitnya akan bertambah parah bila mereka berpuasa, maka
cukuplah baginya menggunakan perkiraan atau ijtihadnya sendiri. Kalau
dirinya sangat lemah, maka hal tersebut bukan menjadi sebab untuk
diperbolehkan berbuka puasa (selama kelemahan itu sudah biasa bagi
dirinya) karena yang menjadi sebab diharuskannya (kewajiban) berbuka
adalah sakit itu sendiri, bukan karena kelemahan, keletihan atau kelelahan.
2.5 Rukun Puasa
Rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat, yaitu menyengaja untuk melaksanakan puasa. Dilakukan pada
malam hari sebelum terbit fajar. Niat dilakukan dalam hati.
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar
hingga terbenam matahari.
2.6 Sunnah-sunnah puasa
a. Menyegerakan berbuka
Diantara sunnah berbuka puasa itu adalah mempercepat waktu
berbuka. Hal ini didasarkan pada hadits Raulullah berikut ini:
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa” (Muttafaqun „Alaih)
Apabila telah mendengar seruan mu‟adzin untuk melaksanakan
shalat maghrib, maka setiap muslim yang berpuasa harus segera
berbuka. Mengenai hal ini, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar, dimana ia bercerita bahwa: Aku pernah mendengar
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila malam telah datang, siang telah berlalu, maka orang
yang berpuasa pun segera berbuka.” (Muttafaqun „Alaih)
b. Sahur
Disunnahkan bagi setiap muslim yang hendak berpuasa untuk
makan sahur. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik, dimana Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Makan sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu
mengandung berkah.” (Muttafaqun „Alaih)
Juga dari „Amr bin Al-„Ash, ia berkata: Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
“Perbedaan antara puasa kita dengan (umat islam) dengan puasa
akhlul kitab terletak pada makan sahur.” (HR. Muslim, Abu Dawud
dan At-Tirmidzi)
Juga disunnahkan bagi setiap umat muslim untuk mengakhirkan
waktu makan sahur sampai mendekati fajar. Karena, hal itu akan
meringankan dalam menjalankan ibadah puasa.
Semua makanan dan minuman boleh digunakan untuk makan
sahur, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
“Sahur adalah berkah. Karenanya, janganlah kalian
meninggalkannya meski hanya dengan meminum seteguk air.
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-
orang yang sahur.” (HR. Ibnu Majah)
c. Berdo‟a ketika berbuka
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
”Ada tiga golongan yang do‟anya tidak akan ditolak, yaitu: orang
yang berpuasa hingga berbuka, imam yang adil, dan orang yang
didzhalimi.” (HR, At-Tirmidzi)
Juga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Al-„Ash, ia berkata:
bahwa Nabi telah bersabda:
“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa, ketika berbuka,
mempunyai kesempatan untuk berdo‟a yang tidak akan ditolak.”
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat ditarik
kesimpulan:
1. Puasa (Ash-Shawm) adalah menahan dari makan, minum, dan
hubungan kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena
mencari Ridha Allah . Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian bahasa
adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah
agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan
kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena mencari
Ridha Allah.
2. Terdapat macam-macam puasa, yaitu: puasa Fardlu, Puasa Qadha,
Puasa Nazar, Puasa Kafarat, Puasa Tathawwu‟ (sunnah).
3. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendak
berpuasa diantaranya, yaitu Islam, Baligh (Sampai Umur), Berakal,
Suci dari haid dan nifas bagi wanita, Mampu/kuasa atas puasa.
4. Rukun-rukun puasa adalah sebagai berikut niat dan meninggalkan
segala hal yang membatalkan puasa hingga terbenam matahari.
5. Selain mendapatkan pahala puasa juga mempunyai hikmah, yaitu
pengaruh untuk kesehatan jasmani dan rohani.
Daftar Pustaka
„Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 2006. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Syahida, Aip. & Rahman, Irsyad Taufieq. Hidayah Pendidikan Agama Islam.
Bandung: CV. Thurisna
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1-2004-
sabiqkhoer-627-BAB2_310-5.pdf Diakses tanggal 02 maret 2017 jam 11:44
http://files.islamdownload.net/123910/pdf-islamhouse/Risalah%20Ramadhan.pdf
Diakses pata tanggal 20 Maret 2017 jam 12:57