Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIQIH IBADAH
HADATS

DOSEN PENGAMPU :
M. SABLI, M.Pd

KELOMPOK 2 :
1. Diko Ramadhani
2. Fina Wati Putri

YAYASAN NURUL ISLAM (YASNI)


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
FAKULITAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
PERBANKAN SYARIAH (PSY)
2/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang
berjudul “Hadats”
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW atas petunjuk dan risalah-Nya, dan atas do’a restu dan
dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu kami memberikan
referensi dalam pembuatan Makalah.
Di harapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua,
saya dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
Makalah, oleh karena itu saya sangat menghargai akan saran dan kritik untuk
membangun Makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga melalui Makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Muara Bungo,12 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadats......................................................................... 2
B. Macam-Macam Hadats ................................................................. 2
C. Cara Menghilangkan Hadats .......................................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................. 11
B. saran............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thaharah merupakan cara mensucikan diri dari hadats kecil maupun
hadats besar. Pengertian thaharah sendiri ialah bersuci atau bersih. Pada
hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran
atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak sengaja
membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Thaharah ialah wajib
bagi setiap umat islam. Ini merupakan bahwa islam sangat menghargai
kebersihan jasmani dan rohani. Terdapat banyak cara mensucikan diri dari
najis dan hadats. Disini kami akan membahas mengenai hadats
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas
adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Banyak cara
dan tuntunan atau langkah-langkah mengenai bagaimana cara mensucikan
diri dari hadats. Bersuci dari hadats ialah salah satu cara seseorang suci
kembali setelah ia mendapat halangan sehingga ia tidak melaksanakan apa
yang Allah SWT perintahkan.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hadas
2. Macam-macam Hadas
3. Macam-macam dan Cara Menghilangkan Hadats

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Hadas
2. Untuk mengetahui Macam-macam Hadas
3. Untuk mengetahui Macam-macam dan Cara Menghilangkan Hadats

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadats
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan
tidak suci jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah)
Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat
dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan
demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan
ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats dan najis, seperti
shalat, thawaf, ’itikaf.

B. Macam-Macam Hadats
1. Hadats Kecil
Arti hadats kecil menurut istilah syara’ ialah sesuatu kotoran yang
maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada pada
anggota wudhu’, yang menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah
seumpama solat, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Hadas kecil
ini tidak akan terhapus melainkan dengan mengambil wudhu’ yang sah.
Selama mana seseorang itu dapat mengekalkan wudhu’nya, maka selama
itu ia bersih dari hadas kecil. Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah
kerana kawasan yang didiami oleh hadas kecil ini kecil sahaja iaitu
sekadar anggota wudhu’.
a. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang berupa:
 Buang air kecil atau buang air besar
Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang tersurat
dalam al-Maaidah ayat 6
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka

2
3

mandilah, dan jika kamu sakit[ atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah
itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
 Mengeluarkan angin busuk (kentut)
Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:
Bersabdalah Rasulullah saw: ‘Allah tidak akan menerima
shalatnya seseorang diantara kalian jikalau ia berhadats sampai
ia berwudhu’. Maka bertanyalah seorang lelaki dari Hadramaut:
‘Apakah artinya hadats itu ya Abu Hurairah?’, Ia menjawab:
‘Kentut dan berak’”.
b. Mengeluarkan madzi dan atau wadi
Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits yang
menyatakan bahwa: “Karenanya harus berwudhu” dan karena kata
Ibn Abbas r.a.: “Mengenai mani, itulah yang diwajibkan mandi
karenanya. Adapun madzi dan wadi, hendaklah engkau basuh
kemaluanmu atau sekitarnya, kemudian berwudhulah sebagai
wudhumu untuk shalat.”
c. Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas
Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi
dan dishahihkan olehnya dari Busrah binti Shafwan r.a. bahwa Nabi
saw. Telah bersabda “Barang siapa menyentuh kemaluannya maka
jangan shalat sebelum beerwudhu”
d. Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya pinggul di
atas lantai
Hal ini didasarkan sebuah hadits:
4

Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Kedua


mata itu bagaikan tali dubur. Maka barang siapa telah tidur,
berwuhulah”. (H.R. Abu Daud)
Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
seseorang akan menjadi batal wudhunya apabila terkena salah satu dari
apa yang telah disebutkan di atas. Atau dengan kata lain seseorang yang
akan melakukan shalat atau thawaf, sedang dirinya terkena salah satu dari
ketiga pokok di atas, maka dirinya wajib berwudhu terlebih dahulu. Dan
penegasan di atas memberikan petunjuk pula bahwa bersinggungan kulit
diantara pria dan wanita, sekalipun keduanya tidak ada hubungan muhrim
tidaklah menjadikan batal wudhunya.
Dari Aisyah r.a. berkata : sesungguhnya Rasulullah saw. Bershalat
sedang aku berbaring di mukanya dengan melintang bagaikan jenazah,
sehingga ketika beliau akan witir, beliau menyentuh diriku dengan
kakinya.”
a. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas kecil
(membatalkan wudhu’)

Wudhu’ seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari 5 sebab
berikut;

 Keluar sesuatu dari 2 jalan iaitu qubul atau dubur seperti


kencing, berak atau buang angin (kentut).
 Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.
 Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang tetap
kedua papan punggungnya.
 Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal
berkahwin dengan tidak berlapik dan keduanya telah dewasa.
 Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan
tidak berlapik walaupun qubul atau duburnya sendiri.
b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas kecil
1) Shalat
5

Dan barang siapa yang berhadats diharamkan baginya


untuk salat, berdasarkan sabda Rasul SAW : “Allah tidak
menerima salat seseorang tanpa suci”
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Allah tidak akn menerima salat seseorang yang telah berhadats
hingga ia berwudlu kembali.” (HR Buchari dan Muslim)
2) Tawaf
dan diharamkan (orang yang berhadats) tawaf berdasarkan
sabda Rasul SAW : “Tawaf di baitullah itu sama dengan salat”
3) Memegang dan menyentuh mushaf
Dan diharamkan (bagi orang yang berhadats) memegang
mushaf, berdasarkan firman Allah SWT :“ Tidak boleh menyentuh
(Qur’an) kecuali orang-orang yang suci. (Al Waqi’ah : 79)”
Dari Umar bin Hizam Radliallahu ‘Anhu : sesungguhnya
Nabi Muhammad SAW bersabda : “jangan kau menyentuh Al-
Qur’an kecuali kau dalam keadaan suci.”
2. Hadats Besar
a. Pengertian hadas besar
Hadats besar mengikut istilah syara’ ertinya sesuatu yang maknawi
(kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada
seluruh badan seseorang, yang dengannya menegah mendirikan solat
dan amal iadah seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh
syara’. Selama seseorang itu tidak menempuh atau melakukan salah
satu perkara yang menyebabkanhadas besar, maka selama itu
badannya suci dari hadas besar. Sebab dinamakan hadas besar ialah
kerana kawasan yang didiami atau dikenai ole hadas besar ini terlalu
luas iaitu meliputi seluruh badan dan rambut. yang menyebabkan
seseorang dihukumkan terkena hadats besar antaralian sebagai berikut:
1) Mengeluarkan mani (sperma)
6

Keluaarnya mani seseorang dapat terjadi dalam berbagai


keadaan, baik diwaktu jaga maupun diwaktu tidur (mimpi), dengan
cara disengaja atau tidak, baik bagi pria ataupun wanita.
Bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Apabila air itu
terpancar keras maka mandilah”. (H.R. Abu Daud)
Sesungguhnya Ummu Sulain r.a. berkata:”Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak malu mengenai kebenaran! Wajibkah
perempuan itu mandi bilamana ia bermimpi? Beliau menjawab,
benar, bila ia melihat air”. (H.R. Bukhari dan Muslim serta
lainnya).
2) Hubungan kelamin (Coitus, Jima’)
Hubungan kelamin, baik disertai dengan keluarnya mani,
ataupun belum mengeluarkannya mengakibatkan dirinya dalam
kondisi junub. Hal seperti ini didasarkan pada surat al-Maaidah
ayat 6.
“Dan jikalau kamu junub hendaklah bersuci”.
Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: “Jika seseorang
telah duduk diantara kedua tempat anggota badannya
(menggaulinya) maka sesungguhnya wajiblah untuk mandi, baik
mengeluarkan (mani) ataupun tidak”. (H.R. Ahmad dan Muslim).
3) Terhentinya haid dan nifas
Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah yang terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 222:
“Dan janganlah kamu dekati istri (yang sedang haid)
sebelum mereka suci. Dan apabila sudah berxuci (mandi) maka
gaulilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada
kalian”.
Adapun terhadap hukumm nifas, yaitu keluarnya darah
dikarenakan habis melahirkan anak maka berdasarkan ijma’
shahabhat ia dihukumkan sama dengan hukumnya haid.
b. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab berhadas besar
7

Apabila seseorang berhadats besar kerana berjunub, maka dia


diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
1) Shalat
Dan barang siapa yang berhadats diharamkan baginya
untuk salat, berdasarkan sabda Rasul SAW : “Allah tidak
menerima salat seseorang tanpa suci”
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah .”
(QS. Al-Maidah: 6)
2) Tawaf
dan diharamkan (orang yang berhadats) tawaf berdasarkan
sabda Rasul SAW : “Tawaf di baitullah itu sama dengan salat”
3) Menyentuh dan memegang mushaf
Dan diharamkan (bagi orang yang berhadats) memegang
mushaf, berdasarkan firman Allah SWT :“ Tidak boleh menyentuh
(Qur’an) kecuali orang-orang yang suci. (Al Waqi’ah : 79)”
diriwayatkan Hakim bin Hizam Radliallahu ‘Anhu :
sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda : “jangan kau
menyentuh Al-Qur’an kecuali kau dalam keadaan suci.”
4) Membaca Al-Qur’an
Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi SAW bersabda,
“Tidak boleh membaca suaiu ayat alqur’an bagi orang junub dan
tidak pula bagi perempuan-perempuan yang haid.” (HR. Tirmizi
dan Ibnu Majah)
Telah berkata Ali bin Abi Thalib : Adlaah Rasulullah SAW
sering membacakan Al-Qur’an bagi kami di setiap saat sedang
beliau tidak dalam keadaan junub. [HR. Ahmad, Abu Dawud,
Nasai, Ibnu Majah dan Timidzi. Ia berkata : Hadis ini hasan sahih]
8

Ali berkata: Nabi SAW pernah bersabda :”Bacalah Al-


Quran selama seseorang dari kamu tidak dalam keadaan janabat,
maka apabila dalam keadaan janabat tidak boleh – membacanya –
walaupun satu huruf. [HSR Daruquthni]
Ali berkata : Saya pernah melihat Rasulullah SAW
berwudhu, kemudian beliau membaca sebagian dari Al-Quran
sambil bersabda : Demikian ini (membaca Al-Quran) adalah bagi
orang yang tidak berjunub, sedang bagi yang junub tidak boleh –
membacanya – walau pun satu ayat.
5) Berdiam diri di dalam masjid
Dari Aisyah ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda,”
Sesungguhnya aku tidak membolehkan masjid bagi orang yang
haid dan tidak pula bagi orang yang junub.” (HR. Abu Dawud)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi..”(QS. An-Nisa’: 43)
Apabila seseorang berhadath besar kerana keluar haidh dan nifas, maka
dia diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
a. Shalat
Dari Aisyah ra berkata, Fatimah binti Abi Hubaisy mendapat darah
istihadha, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, Darah haidh itu
berwarna hitam dan dikenali. Bila yang yang keluar seperti itu,
janganlah shalat. Bila sudah selesai, maka berwudhu’lah dan lakukan
shalat.(HR. Bukhari)
b. Puasa
Dari Abi Said Al-Khudhri ra. berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, Bukankah bila wanita mendapat haidh, dia tidak boleh shalat
dan puasa? Perempuan-perempuan itu menjawab, “ya”itulah tanda
berkurangnya kewajiban agamanya.(HR. Bukhari)
9

c. Tawaf
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bila
kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali
bertawaf di sekeliling ka`bah hingga kamu suci.(HR. Bukhari dan
Muslim)
d. Membaca AL-Qur’an, menyentuh, dan membawanya, sebagaimana
keterangan dalam perkara hal-hal yang diharamkan ketika junub.
e. Lewat, masuk, duduk, dan beriktikaf di dalam masjid jika
dikhawatirkan darahnya menetes pada masjid.
f. Bersenggama
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid
itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)
`Dari Anas ra. bahwa orang Yahudi bisa para wanita mereka
mendapat haidh, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW
bersabda, Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan
badan.(HR.Muslim)
Dari Aisyahra berkata, Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk
memakain sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan
datang haidh.

C. Cara Menghilangkan Hadats


1. Wudhu
Wudhu ialah bersuci dengan menggunakan air, mengenai muka,
kedua tangan sampai siku, mengusap kepala dan, kedua kakinya sampai
di atas mata kaki. Hal ini didasarkan oleh Allah dalam surat al-Maaidah
ayat 6:
10

Wahai sekalian orang beriman! Jka kalian hendak berdiri


melakukan shalat basuhlah mukamu, dan tanganmu sampai siku, lalu
sapulah kepalamu serta basuhlah kakimu hingga sampai kedua mata
kaki.”
Wudhu dalam ajaran Islam mempunyai nilai tersendiri. Ia di
samping ikut serta menentukan sah atau tidaknya shalat atau thawaf
seseorang, juga akan menjadi penghapus dosa dan mininggikan derajat.
Bahkan ia menjadi tanda pengenal sebagai umat Muhammad saw. kelak
di hari kiamat
2. Mandi
Istilah mandi secara syara’ sedikit berbeda dengan pengertian
mandi yang biasa dilakukan oleh setiap orang, apakah mandi sore ataukah
mandi pagi hari. Mandi yang dimaksud oleh syara’ adalah bersuci guna
menhilangkan hadats besar. Oleh karena itu pengertin mandi dalam ajaran
Islam mempunyai arti yang khas, yaitu menyiramkan air ke seluruh
tubuh, sejak dari ujung rambut hingga ujung kaki, dengan niat ikhlas
kkarena Allah demi kesucian dirinya dari hadats besar.
3. Tayamum
Menurut pengertian bahasa, tayammum berarti maksud atau
tujuan. Sedang menurut pengertian syariat, tayamum berarti menuju ke
pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar
diperbolehkan melakukan shalat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadats ialah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci
atau membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Hadats
dibedakan menjadi dua yaitu hadats kecil dan hadats besar. Diwajibkan bagi
umat islam untuk mandi wajib setelah melakukan/terkena hadats besar. Dan
wajib bagi umat islam untuk mensucikan dirinya setelah terkena hadats kecil.
Bagi umat islam yang mengalami/terkena hadats kecil maupun hadats
besar harus melakukan mandi wajib, rukun mandi wajib, sunah mandi wajib
supaya suci kembali sesuai apa yang telah diperintahkan oleh Nabi
Muhammad SAW.

B. Saran
Dari pembahasan di atas dan kesimpulan yang telah ada, kita telah
mengetahui Pengertian hadats. Untuk itu setelah kita mengetahuinya, tahap
selanjutnya memahaminya dan bisa tahu Cara mensucikanya Supaya kita
mengerti tentang hadats untuk di jalan allah swt. Semoga dengan membaca
makalah ini bertambah pengetahuan kita tentang hadats dan
dapatmenerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

11
DAFTAR PUSTAKA

Aliy As’ar. 1980. Terjemah Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus.


Muhamad Dainuri. 1996. Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam.
Magelang: Sinar Jaya.
Sayyid Sabiq. 1984. Fikih Sunnah jilid 1. Jakarta: Mulyaco.
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha
Putra

Anda mungkin juga menyukai