Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Ibadah merupakan wujud dari keimanan kita sebagai ummat yang mengharap
Ridha serta Rahmat Allah SWT. Ibadah merupakan segala aktivitas yang dilakukan
dengan tidak disertai hawa nafsu yang datangnya dari syetan, ibadah semat-mata
dilakukan karena Allah SWT pemilik alam semesta ini.
Ibadah terbagi ke dalam dua bagian, yaitu ibadah mahdhah dan ghair mahdhah.
ibadah mahdhah (langsung) seperti shalat, zakat, puasa, ibadah haji. Sedangkan,
ibadah ghair mahdhah (tidak langsung) seperti shadaqah, taawun, sosial, buadaya,
politik, ekonomi, zakat.
Ibadah mahdhah atau ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah seperti
shalat tentu tidak dapat dilakukan dengan begitu saja, ada hal yang harus kita penuhi
sebelum kita menunaikannya yaitu whudu. Tanpa wudhu ibadah shalat kita tidak akan
syah dan tentunya tidak akan diterima karena Wudhu adalah salah satu syarat yang
harus dipenuhi sebelum melakukan shalat. Ada banyak ketentuan tentang wudhu, agar
wudhu yang kita lakukan sebagai penentu syahnya ibadah kita dapat kita lakukan
dengan baik dan benar sehingga shalat yang kita kerjakan tidak sia-sia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wudhu
Wudlu disebut juga bersuci karena dapat membersihkan orang yarg berwudu
(mutawadli) dari keadaan sebelumya, yang dianggap belum suci.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas bahwa wudlu merupakan syarat sahnya
shalat. Ibnu Umar,pernah mendengar Rasulullah Saw:

Tidak akan diterima suatu shalat tanpa bersuci dan tidak juga sedekah dari harta
rampasan yang belum dibagi. (HR.Muslim).1
Wudlu menurut loghat berarti bersih dan indah. Menurut syara berarti
membersihkan anggota-anggota wudlu untuk menghilangkan hadast kecil.
Perintah wajib mengerjakan wudlu ada pada firman Allah SWT dalam surah Al-
Maidah ayat 6:










Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka

1 Muhammad Fuad, Fiqh Wanita Lengkap, (Tangerang: Lintas Media, 2007), hal. 62.

2
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

B. Syarat-Syarat Shahnya Wudhu


Wudlu baru dikatakan sah, apabila ada syarat- syarat sebagai berikut :
1. Islam ; orang yang tidak beragama Islam tidak sah mengerjakan wudlu.
2. Mumayyiz; artinya orang yang sudah dapat membedakan antara baik dan buruk
dari pekerjaan yang dikerjakannya.
3. Dikerjakan (menggunakan) air yang suci dan mensucikan untuk mengangkat
hadast.
4. Tidak ada sesuatu anggota wudlu itu yang dapat merobah air yang digunakan
untuk berwudlu.
5. Tidak ada sesuatu benda yang dapat menghalangi sampainya air wudlu pada
anggota wudlu. Adapun orang yang selalu berhadast ; misalnya orang itu selalu
kentut atau kencing; wudlu harus dilakukan sesudah masuk waktunya shalat.2

C. Fardhu (Rukun) Wudhu


1. Niat; Hendaklah berniat (menyengaja) mengangkatkan hadats atau menyengaja
berwudhu. Sabda Rasulullah s.a.w. yang artinya :
Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat. Riwayat Bukhari dan
Muslim.
Yang dimaksud dengan niat menurut syara, yaitu kehendak atau sengaja
melakukan pekerjaan atau amal karena tnduk kepada hukum Allah s.w.t.
2. Membasuh muka. Beralasan ayat di atas (Al-Maidah yat 6). Batas muka yang
wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai kedua
tulang dagu. sebelah, kebawah; ke telinga seluruh bahagian muka yang tersebut
wajib di basuh, tidak boleh ketinggalan, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita
yakin terbasuh semuanya. Menurut qaidah ahli Fiqh; Sesuatu yang hanya dengan
dia dapat di sempurnakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib.

2 Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengakap , (Semarang: CV. Toha Putra, 1978), hal. 64.

3
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku, maksudnya siku, juga wajib di basuh.
4. Menyapu sebahagian sekalipun, sebaiknya baik yang disapu itu ayat tersebut.
5. Membasuh dua tapak kaki sampai ke dua mata kaki, maksudnya, dua mata kaki
wajib juga dibasuh: keterangannya juga ayat tersebut di atas.
6. Menertibkan rukun-rukun di atas, selain dari niat dan membasuh muka, keduanya
wajib dilakukan bersama-sama dan didahulukan dari yang lain.
Sabda Rasulullah s.a.w.

Mulailah pekerjaanmu dengan apa yang dimulai oleh Allah s.w.t riwayat An-
Nasai.

D. Beberapa Sunat Wudhu


1. Membaca Bismillah pada permulaan wudhu. Sabda Rasulullah s.a.w.

Berwudhulah kamu dengan membaca nama Allah. Riwayat Abu Daud.


Pada permulaan tiap-tiap pekerjaan yang penting baik ibadat ataupun lainnya,
disunnatkan membaca Bismillah. Sabda Rasulullah s.a.w.

Tiap-tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan Bismillah maka adalah
pekerjaan itu kurang berkah. Riwayat Abu Daud.
2. Membasuh dua telapak tangan sampai kepada kedua buku pergelangan, sebelum
berkumur-kurnur; keterangannya amal Rasulullah s.a.w. sendiri yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim.
3. Berkumur-kumur juga perbuatan Rasulullah sendiri yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim.
4. Memasukkan air ke hidung, beralasan juga kepada amal Rasulullah s.a.w. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
5. Menyapu seluruh kepala juga beralasan kepada amal Rasulullah s.a.w. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Sabda Rasulullah s.a.w:

4
Dari Abdllah bin Zaid, sensugguhnya Rasulullah s.a.w. telah mengusap
kepalanya dengan kedua belah tangannya yang dibolak-balikannya, dimulainya
dari sebelah atas kepala kemudian disapukannya ke kuduknya kemudian
dikembalikannya ketempat semula. Riwayat Jamaah.
Sabda Rasulullah s.a.w:

Dari A1-Miqdam katanya, Rasulullah s.a.w. telah diberi air untuk berwudhu,
lantas beliau berwudhu, maka dibasuhnya kedua tapak tangannya tiga kali dan
mukanya tiga kali, kemudian dimasukkan air ke hidung tiga-tiga kali, kemudian
disapunya kepalanya dan kedua telinganya sebelah luar dan sebelah dalam.
Riwayat Abu Daud dan Ahmad.
6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam, keterangannya amal Rasulullah s.a.w. yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi.
7. Menyilang-nyilangi anak jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang-
nyilangi anak jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai, dari kelingking kaki
kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri; sunnat menyilangi anak jari, kalau air
dapat sampai diantara anak jari dengan tidak disilangi, tetapi apabila air tidak
sampai diantaranya melainkan dengan disilangi maka menyilangi anak jari ketika
itu menjadi wajib bukan sunnat.
Sabda Rasulullah s.a.w.:

Apabila engkau berwudhu hendaklah engkau silangi anak-anak jari kedua


tanganmu dan anak jari kedua kakimu. Riwayat Tirmidzi.

5
8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah s.a.w. suka memulai,
dengan anggota yang kanan daripada anggota yang kiri dalam beberapa pekerjaan
beliau.
Sabda Rasulullah s.a.w.:

Dari Aisyah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. suka mendahulukan anggota kanan
dalam memakai sandal, bersisir, bersuci dan dalam segala halnya. Riwayat
Bukhari dan Muslim.
9. Membasuh tiap-tiap anggota tiga-tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali,
tangan tiga kali dan seterusnya. Keterangannya Rasulullah s.a.w., terkecuali,
apabila waktu sembahyang telah hampir habis, sekiranya dikerjakan, tiga-tiga kali,
niscaya habislah waktu. Dalam keadaan seperti ini, haram tiga-tiga kali, tetapi
wajib satu kali saja; juga apabila diperlukan benar air untuk minum sedang air tidak
mencukupi, maka wajib satu kali saja, dan haram tiga kali.
10.Berturut-turut antara anggota-anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut-turut di
sini, yaitu sebelum kening anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh dan
sebelum kering anggota kedua anggota yang ketiga sudah dibasuh pula dan
seterusnya.
Sabda Rasulullah s.a.w.

Dari Umar bin Khatthab: Sesungguhnya seorang laki-laki telah berwudhu, maka
ketinggalan seluas kuku di atas kakinya kelihatan oleh Nabi yang ketinggalan itu,
beliau lalu berkata Kembalilah dan perbaikilah wudhumu. Riwayat Ahmad dan
Muslim.
Kata Rasulullah s.a.w. perbaikilah wudhumu dan tidak disuruh mengulangi
wudhu, berarti cukuplah dengan membasuh yang ketinggalan itu saja.
11. Jangan meminta pertolongan orang lain, kecuali, jika terpaksa, karena
berhalangan, seperti sakit.

6
12. Tidak diseka, terkecuali apabila ada hajat seperti sangat dingin.
13. Menggosok anggota wudhu agar menjadi lebih bersih.
14. Menjaga supaya percikan air itu, jangan kembali kepada badan.
15. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudhu, terkecuali apabila ada hajat.
16. Bersiwak (bersugi = menggosok gigi) dengan benda yang kesat, selain dari orang
puasa sesudah tergelincir matahari. Lebih afdhal bersuvi dengan kayu arak
(siwak). Disunnatkan juga bersugi pada tiap-tiap keadaan yang lebih diingini
daripada segala pekerjaan lain yaitu:
a. Tatkala berubah bau mulut karena lapar atau lama diam tiada berkata-kata dan
sebagainya.
b. Tatkala bangun dan tidur, karena orang bangun dan tidur itu biasanya berubah
bau mulutnya.
c. Tatkala akan sembahyang.
Sabda Rasulullah s.a.w.

Dari Aisyah sesungguhnya Nabi besar s.a.w. telah berkata Sugi itu
mernbersihkan mulut, meredhakan Tuhan. Riwayat Baihaqi dan Nasai.
Sabda Rasulullah s.a.w.

Dari Abu Hurairah r.a. dan Nabi s.a.w. berkata beliau: Kalau tidaklah akan
menyusahkan ummatku akan saya suruh mereka menggosok gigi pada tiap-tiap
wudhu. Riwayat Ahmad
17. Membaca dua kalimah syahadah dan menghadap kiblat ketika berwudhu.
18. Berdoa sesudah selesai berwudhu.
19. Membaca dua kalimah syahadah sesudah selesai berwudhu.3

E. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu


1. Keluar Sesuatu Dari Dua Jalan

3 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 44.

7
Keluar sesuatu dari dua jalan (qubul = kemaluan dan dubur = pelepasan), seperti
buang air kecil, buang air besar, keluar madzi (air kuning encer yang biasanya keluar dari
qubul ketika seseorang merasakan nikmat), wadi (air kental dan putih, serupa dengan air
mani, biasanya keluar setelah kencing), mani, angin dan lain-lain.
Nabi juga memerintahkan berwudhu kepada wanita-wanita yang sedang istihadhah
(semacam darah penyakit) pada tiap-tiap akan shalat setelah membersihkannya, dan tidak
usah mandi.
a. Menurut Imam Hanafi, apa pun yang keluar dan qubul dan dubur, yang tidak biasa.
Benda-benda yang tertelan yang bukan makanan, kemudian keluar melalui dubur.
b. Menurut Malikiyah, bahwa mani yang biasa keluar tanpa rasa nikmat tidak diwajibkan
mandi, dan hanya membatalkan wudhu. Berbeda dengan Hanafiyah, Syafiiyah dan
Hanabilah, tetap wajib mandi. (sebenarnya masalah ini ada kaitannya dengan masalah
mandi wajib yang berhubungan juga dengan shalat, boleh atau tidak). Malikiyah juga
berpendapat bahwa batu kecil, ulat, cacing, darah dan nanah (yang bercampur dengan
darah atau tidak), yang keluar dari qubul dari dubur tidak mem batalkanwudhu
denganketentuan, batu kecil (batu ginjal), ulat dan cacing itu berasal dan dalam perut.
Namun apabila batu atau ulat itu tidak berasal dan dalam perut, seperti tertelan
umpamanya, kemudian keluar melalui dubur, membatalkan wudhu.
c. Syafiyah berpendapat, keluar mani tidak sampai membatalkan wudhu, apakah
keluarnya terasa nikmat atau tidak. Namun mandi wajib, hams dilaksanakan sebab
yang mewajibkan. mandi salah satunya adalah keluar mani.
d. Hanabilah berpendapat, bahwa apabila seseorang terus menerus berhadats, seperti air
kencing terus menetes, atau sebentar-sebentar menetes, tidak membatalkan wudhu,
asal setiap shalat melakukan wudhu.
2. Hilang Akal
Hilang akal bisa disebabkan gila, ayan, pingsan, mabuk, minum arak, minum obat
tidur atau tidur nyenyak sehingga hilang kesadaran seseorang.
Mengenai hilang akal karena gila, pingsan dan mabuk telah sepakat ulama
Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, membatalkan wudhu, karena seseorang
tidak tahu apakah ia berhadats atau tidak, seperti keluar angin dan sebab-sebab lainnya
yang membatakan wudhu.

8
Mereka berbeda pendapat, mengenai orang yang tidur, apakah batal wudhu atau
tidak.
a. Hanafiyah berpendapat, bahwa tidur itu sendiri tidak membatalkan wudhu, tetapi cara
orang itu tidur yang perlu diperhatikan.
- Ia tidur dengan berbaring miring
- Ia tidur terlentang di atas punggungnya
- Ia tidur di atas salah satu pangkal pahanya
Wudhu seseorang menjadi batal, apabila dia tidur seperti yang disebutkan di atas.
b. Malikiyah berpendapat, bahwa tidur itu dapat membatalkan wudhu, apabila seseorang
tidur nyenyak,baik sebentar maupun lama,baik tidur dalam keadaan berbaring, duduk
atau sujud. Wudhu tidak batal, apabila seseorang tidur tidak nyenyak (tidur ringan),
baik sebentar maupun lama. Apabila dia tidur lama (walaupun tidak nyenyak),
disunatkan berwudhu. Seseorang dianggap tidurnyenyak, apabila dia tidak lagi
mendengar suara di sekitamya.
c. Syafiyah berpendapat bahwa wudhu seseorang menjadi batal apabila orang itu tidak
mantap duduk di tempa tnya. Apabila duduknya mantap, tidak bergeser dan tidak
renggang, maka wudhunya tidak batal. Namun sekiranya orang itu tidur miring,
terlentang atau renggang tempat duduknya karena kurus umpamanya, wudhunya
menjadi batal.
d. Hanabilah berpendapat, bahwa wudhu seseorang menjadi batal, apabila dia tidur
dalam keadaan bagaimana sekalipun.
3. Bersentuhan Laki-Laki Dengan Perempuan
Oleh Syafiiyah dan Hanabilah kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama. Berbeda dengan Hanafiyah dan Malikiyah, kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian tersendiri.
a. Hanafiyah berpendapat, bahwa persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan tidak
membatalkan wudhu
b. Malikiyah berpendapat, bahwa apabila seseorang menyentuh orang lain dengan
tangannya atau dengan anggota badan lainnya, maka wudhunya batal dengan
beberapa syarat. Sebagian syarat itu berhubungan dengan orang yang menyent-uh dan
sebagian lagi berhubungan dengan orang yang disentuh.

9
c. Syafiiyah berpendapat, bahwa menyentuh wanita bukan mahram akan membatalkan
wudhu secara mutlak, walaupun tidak merasakan nikmat. Apakah laki-laki dan wanita
itu sudah berusia lanjut atau masih muda.
d Oleh golongan Syafiiyah, dikatakan,wudhu menjadi batal, apabila sentuhan itu
langsung dengan kulit, dan tidak ada batas penghalang seperti kain. Syafiiyah
mengecualikan, bahwa menyentuh rambutkuku dan gigi tidak membatalkan wudhu.
e. Hanabilah berpendapat, bahwa wudhu seseorang menjadi batal, apabila bersentuhan
laki-laki dengan wanita disebabkan ada syahwat dan tidak ada batas penghalang.
Golongan ini tidak membedakan antara wanita mahram dan bukan mahram
(ajnabiyath=orang lain), hidup atau mati, muda atau tua, besar atau kecil.4
4. Menyentuh Kemaluan
Menyentuh kemaluan sendiri dan kemaluan orang lain dalam hal batal tidaknya
wudhu terdapat perbedaan pendapat.
a. Hanafiyah berpendapat, bahawa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu
apakah menyentuh kemaluan sendiri atau kemaluan orang lain.
Mereka berpegang kepada hadits:
Seseorang bertanya kepada Nabi: saya menyentuh kemaluan saya sendiri atau
katanya seseorang menyentuh kemaluannya sewaktu sholat, haruskah ia berwudhu?
Nabi menjawab: Tidak, sesungguhnya ia (kemaluan) adalah bagian dari tubuhmu
(HR: Lima Ahli Hadits dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban).
Juga berdasarkan riwayat Umar, Ali, Ibnu Masud, Zaid bin Tsabit, Amran bin Hushin,
Huzaifah bin al-Yaman, Abi Darda dan Abu Hurairah, mereka menganggap tidak batal
menyentuh kemaluan.
b. Malikiyah berpendapat bahwa seseorang yang menyentuh kemaluan, wudhunya
menjadi batal dengan ketentuan sebagai berikut:
- Orang itu menyentuh kemaluan sendiri
- Orang itu sudah baligh.
- Sentuhan tanpa batas penghalang.
- Sentuhan dengan bagian dalam telapak tangan, atau bagian tepi telapak tangan, atau
bagian dalam jemari, atau bagian tepi jemari atau ujung dari tangan.

4 Hasan M. Ali, Perbandingan Mazhab Fiqh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) hal.
43.

10
Malikiyah memandang wudhu tidak batal bila seseorang menyentuh duburnya atau
pelirnya atau wanita menyentuh kemaluannya, atau memasukkan jari-jarinya ke dalam
kemaluannya.
c. Syafiiyah berpendapat bahwa menyentuh kemaluan sendiri dan kemaluan orang lain,
membatalkan wudhu bahkan menmyentuh kemaluan mayat pun membatalkan
wudhu.
Siapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu (HR: Lima Ahli
Hadits).
Sabda Rasulullah:
Siapa saja laki-laki yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu, dan
siapa saja wanita yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu (HR:
Ahmad).
Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian terdahulu, bahwa menyentuh wanita tanpa
batas penghalang membatalkan wudhu. Menyentuh kemaluan tentu sudah termasuk
dalam pengertian diatas, baik kemaluan anak klecil maupun orang mati.
d. Hanabilah pendapat mereka sama dengan Syafiiyah, dan yang berbeda adalah
sentuhan dengan belakang telapak tangan pun membatalakan wudhu, sedangakan
Syafiiyah sentuihan dengan telapak tangan bagian dalam membatalkan wudhu,
dengan belakang telapak tangan tidak.
5. Tertawa
Tertawa terbahak-bahak membatalakan sholat dan wudhu menurut Hanafiyah bila
dilakukan dalam sholat, namun bila diluar sholat tidak membatalkan. Sedangkan
menurut mazhab Syafiiyah, Malikiyah, Hambaliyah, Imamiyah, Jabir bin Abdullah
dan Abu Musa al-Asyari, tidak membatalkan wudhu baik itu dilakukan dalam sholat
maupun diluar sholat. Namun para ahli fikih sepakat bahwa tertawa terbahak-bahak
membatalkan sholat.
6. Murtad
Murtad yaitu keluar dari agama Islam dan berarti orang itu kafir. Murtad adakalanya
dengan perbuatan, keyakinan dan ucapan. Murtad adapat membatalkan wudu, karena
ia menghapuskan semua amal, sedangkan wudhu termasuk juga kedalam kategori
amal. Menurut Hanafi dan SyafiI, murtad tidak membatalakan wudhu, berbeda
dengan mazhab Hanbali, murtad itu membatalkan wudhu.

11
12
BAB III
KESIMPULAN

Wudlu disebut juga bersuci karena dapat membersihkan orang yarg berwudu
(mutawadli) dari keadaan sebelumya, yang dianggap belum suci.
Wudlu baru dikatakan sah, apabila ada syarat- syarat sebagai berikut :
a. Islam
b. Mumayyiz;
c. Dikerjakan (menggunakan) air yang suci dan mensucikan untuk mengangkat hadast.
d. Tidak ada sesuatu anggota wudlu itu yang dapat merobah air yang digunakan untuk
berwudlu.
e. Tidak ada sesuatu benda yang dapat menghalangi sampainya air wudlu pada anggota
wudlu.
Rukun Wudhu
1. Niat;
2. Membasuh muka.
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku, maksudnya siku, juga wajib di basuh.
4. Menyapu sebahagian sekalipun, sebaiknya baik yang disapu itu ayat tersebut.
5. Membasuh dua tapak kaki sampai ke dua mata kaki, maksudnya, dua mata kaki wajib
juga dibasuh: keterangannya juga ayat tersebut di atas.
6. Menertibkan rukun-rukun di atas, selain dari niat dan membasuh muka, keduanya
wajib dilakukan bersama-sama dan didahulukan dari yang lain.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005


Hasan M. Ali, Perbandingan Mazhab Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Muhammad Fuad, Fiqh Wanita Lengkap, Tangerang: Lintas Media, 2007
Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengakap , Semarang: CV. Toha Putra, 1978

14

Anda mungkin juga menyukai