PENDAHULUAN
Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula
situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika,
masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus
berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina,
Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan
yang bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur.
Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet.
Tiap-tiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi
pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana
permusuhan yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana
permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi
kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada
umumnya benua Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka
bentuk. Tetapi sej ak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka
dan banyak pula yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti
Aljazair, Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung
selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih banyak yang
menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India
dan Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa
Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki secara paksa oleh
pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang
dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang
telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa
penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.
1
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalahmasalah dunia, namun nyatanya badan
ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh bangsa-bangsa
di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(regional arrangements). Lain dari itu negaranegara itu pada umumnya memang
mempunyai pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional,
jadi mempunyai dasar sama (commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus.
Dari sebab itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan
tersebut mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja
sama di antara Negara-negara afrika.
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru),
Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud
mengadakan suatu pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik
oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang kemudian
disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei
1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang
diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of ours to day?"
("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di tengah-tengah
persaingan dunia?"),
Kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan menyatakan
"We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is
therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to discuss
those crucial problems of the peoples we represent. There are the very problems
which urge Indonesia to propose that another conference be convened wider in
scope, between the African andAsian nations. Iam convinced that the problems are
not only convened to the Asian countries represented here but also are of equal
importance to the African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh karena itu
kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini untuk membicarakan
masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita
wakili. Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk
mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan Asia.
Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia
4
yang terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan
Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya, soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan pula oleh
Indonesia dalam sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima oleh semua peserta
konferensi, walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi urndangan Perdana
Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan Pemerintah Indonesia.
Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-kepala Perwakilan Indonesia di
negara-negara Asia dan Afrika yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Sunario.
Rapat dinas tersebut diadakan di Tugu (Bogor) pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret
1954.
Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo, dinyatakan
bahwa para Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak untuk
mengadakan konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar Perdana
Menteri Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya mengadakan
konferensi semacam itu.
5
dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih
disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah
kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada tanggal 25 September 1954, beliau yakin benar
akan pentingnya diadakan konferensi semacam itu, seperti tercermin dalam pernyataan
bersama pada akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers discussed also the proposal to have a conference of
representatives of Asian and African countries and were agreed that a conference of
this kind was desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a
common approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah
konferensi yang mewakili negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui
konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian
sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya
konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu pada tanggal
28 September 1954.
Dengan demikian, maka usaha-usaha penyelidikan atas kemungkinan
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika dianggap selesai dan berhasil serta usaha
selanjutnya ialah mempersiapkan pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi
Kolombo (Birma, Srilanka, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di
Bogor pada tanggal 28 dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi
Panca Negara. Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia
Afrika.
Konferensi Bogor berhasil merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia Afrika
diadakan atas penyelenggaraan bersama dan kelima negara peserta konferensi tersebut
menjadi negara sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan oleh
Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
6
D. Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4 (empat) tujuan pokok Konferensi Asia Afrika,
yaitu
1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-
bangsa Asia dan Afrika, untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-kepentingan
mereka, baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan
memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
2. Untuk mempertimbangkan soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial,
ekonomi, dan kebudayaan negara yang diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa
Asia dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang
masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyatrakyatnya di dalam dunia
dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian
serta kerja sama di dunia.
7
F. Struktur Organisasi Panitia Pelaksana
Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, Indonesia membentuk
sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara penyelenggara.
Guna mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera dibentuk
Sekretariat Bersama (Joint Secretariat) oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili
oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi
ketua badan itu, dan 4 (empat) negara lainnya diwakili oleh Kepalakepala Perwakilan
mereka masing-masing di Jakarta, yaitu U Mya Sein dari Birma, M. Saravanamuttu dari
Srilanka, B.F.H.B. Tyobji dari India, dan Choudhri Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam
Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh) orang staf yang melaksanakan pekerjaan
sehari-hari, terdiri atas 2 (dua) orang dari Birma, seorang dari Srilanka, 2 (dua) orang dari
India, 4 (empat) orang dari Indonesia, dan seorang dari Pakistan. Selain itu terdapat pula 4
(empat) komite terdiri atas Komite Politik, Komite Ekonomi, Komite Sosial, Komite
Kebudayaan. Selain itu, ada pula panitia yang menangani bidangbidang : keuangan,
perlengkapan, dan pers.
Pemerintah Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk Panitia
Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal
SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal dari berbagai
departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu. Di Bandung, tempat
diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local Committee) pada tanggal 3
Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia
Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani soal-soal yang bertalian dengan
akomodasi, logistik, transport, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol,
penerangan, dan lain-lain.
Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-
sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 (dua belas) hotel lainnya serta
perumahan perorangan dan pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat menginap para
tamu yang berjumlah 1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi,
20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175 ton
bensin.
Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada tanggal
17 April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung Concordia
8
menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna, dan
sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama tersebut
dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana konferensi
yang sesuai dengan tujuan konferensi.
Pada tanggal 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan
kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan Afrika. Dari seluruh
negara yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika
Tengah (Central African Federation), karena memang negara itu masih dikuasai oleh
orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan 24 (dua puluh empat) negara lainnya
menerima baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.
Sebagian besar delegasi peserta konferensi tiba di Bandung lewat Jakarta pada tanggal 16
April 1955.
G. Pelaksanaan Konferensi
Pada hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di
Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00
WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai
dengan kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para
tamu dari berbagai negara. Sementara para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan
polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan
Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk
menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai
pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama. Mereka disambut hangat
oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan dan sorak
sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan Hotel Preanger ini
kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah (The Bandung Walks). Kira-kira
pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam Gedung Merdeka.
Tak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh
rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka
kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima Perdana Menteri
9
negara sponsor. Setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : "Indonesia Raya",
maka Presiden RI Ir. Soekarno mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul "LET A
NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN" (Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru) pada
pukul 10.20 WIB.
Dalam kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta
konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan
budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda. Meskipun demikian,
kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme,
oleh ketetapan hati yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh
perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan
"I hope that it will give evidence of the fact that we, Asian and African leaders,
understand that Asia and Africa can prosper only when they are united, and that
even the safety of the world at large can not be safeguarded without a united Asia-
Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind, will point out to
mankind the way which it must take to attain safety and peace. I hope that it will
give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New
Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin
pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi
sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa
persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan
memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat
manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan
perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika
telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!")
Pidato Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian, mempesona, dan
mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana Menteri India yang didukung
oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada
Presiden atas pidato pembukaannya.
Pada pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan. Perdana Menteri Indonesia,
sebagai pimpinan sidang sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua Delegasi
10
Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian disetujui oleh pimpinan
delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina, serta karena tidak ada
calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana Menteri Indonesia terpilih
sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama Konferensi, Roeslan
Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi.
Kelancaran pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang selanjutnya
dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para pimpinan
delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April
1955). Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian dengan
prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa
kesepakatan itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan
sesederhana mungkin.
Dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem
konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato sambutan delegasi. Perdana
Menteri Indonesia akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang konferensi terdiri atas
sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk
tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua
kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan konferensi
adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi : Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik : Mr. Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir. Roosseno, Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr. Moh. Yamin, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan Indonesia
Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga
sebelumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik.
Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara
negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang agak
panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa
toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat
dihindari dan pertemuan yang berlarutlarut dapat diakhiri.
11
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu
minggu, maka pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April
1955 Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu
dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari tiap-tiap panitia
sebagai hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pemyataan tersebut. Kemudian
sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, Ketua
Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia
Afrika ditutup.
Dalam komunikasi terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi Asia
Afrika telah meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama negara-negara Asia dan
Afrika dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini dapat
bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik. Yang paling
mashur dari hasil konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan Dasa Sila Bandung,
yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan
perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat
dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3. Mengakui persamaan semua suku-suku bangsa dan persamaan semua bangsa-bangsa
besar maupun kecil.
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri negara
lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian
atau secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. a. Tidak mempergunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak
bagi kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
8. Menyelesaikan segala perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai,
seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain
12
cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan
Piagam PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10.Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasio-nal.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bandung.eu/2011/11/sejarah-konferensi-asia-afrika.html#ixzz2LnngbSK7
Panduan Museum Konperensi Asia Afrika, Departemen Luar Negeri RI Direktorat
Jenderal Informasi, Diplomasi Publik, Dan Perjanjian Internasional Museum
Konperensi Asia Afrika, 2004
15