Oleh:
Ahmad Musabikhin
Mario Arya
Semester 4
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Faqih Asy’ari (IAIFA)
Sumbersari Kencong Kepung Kediri
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana dengan limpahan
Rahmat serta Hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Ungkapan rasa terimakasih yang tak terhingga kami haturkan kepada Bapak
Rohmat Muzaki, M. Pd. selaku Dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran PAI
SMP yang telah membimbing kami dalam memahami seluk beluk materi selama
satu semester ini.
Dan tak lupa ucapan terimakasih kami haturkan kepada beberapa pihak yang
ikut andil dalam mensukseskan penyusunan makalah ini, selanjutnya makalah yang
kami beri judul Bab Fiqih Tentang Thaharoh ini semoga bisa memeberikan sedikit
informasi kepada pembaca tentang Fiqih Thaharoh.
Makalah yang kami susun ini tentulah sangat jauh dari kata sempurna, maka
dari itu, kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan semi mencapai
kemajuan di bidang keilmuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fiqih selalu saja
bab thaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi
dikarenakan thaharah adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan
shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah. Dalam
artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersesuci terlebih dahulu
maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya islam memang
mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus suci.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis
tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada
orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis
akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui
tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini
umat islam sadar akan pentingnya thaharah dan tidak mengabaikan
pentingnya thaharah kembali.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa makna dari thaharah ?
2. Apa saja bagian-bagian dari thaharah ?
3. Apa saja yang bisa digunakan untuk bersuci ?
4. Ada berapa pembagian air dan jelaskan ?
5. Jelaskan pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
6. Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengethui Apa makna dari thaharah ?
2. Untuk Mengethui Apa saja bagian-bagian dari thaharah ?
3. Untuk Mengethui Apa saja yang bisa digunakan untuk bersuci ?
4. Untuk Mengethui Ada berapa pembagian air dan jelaskan ?
5. Untuk Mengethui Jelaskan pengertian dari wudu’, tayamum, dan mandi ?
6. Untuk Mengethui Jelaskan rukun-rukun , tayamum, dan mandi ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
mabaadiul Fiqh juz 3, Umar Abdul Jabbar : 8
2
Ibid 3
5
7. Air embun.
Air thahhir ghairu muthahhir yaitu air yang suci namun air tersebut tidak
dapat digunakan untuk bersuci. Diantara contoh yang termasuk dalam kategori air
thahhir ghairu muthahhir yaitu air kopi, air the, dan sebagainya, ataupun air hujan
yang mana dalam air hujan itu dicampuri dengan air teh lalu salah satu sifat airnya
berubah maka air itu sendiri juga bisa dikatakan air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu
air yang hukumnya suci dalam artian boleh diminum namun tidak dapat digunakan
untuk bersuci atau menghilangkan hadas.
Air mutanajjis yaitu setiap yang yang mana di dalam air tersebut kejatuhan
(terkena) najis. Air semacam ini sama sekali tidak bisa digunakan untuk ber suci
menghilangkan hadas) bukan hanya itu air yang semacam ini juga tidak boleh
diminum dan semacamnya. Jika air itu sampai kepada dua qullah atau lebih maka
jika ada najis yang jatuh ke dalamnya maka hukumnya di perinci lagi.
a. Jika najis yang jatuh ke dalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air
maka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak
bisa lagi dipakai untuk bersuci.
b. Jika najis itu jatuh kedalamnya namun tidak sampai merubah salah satu
sifatnya air maka air itu dihukumi suci.3
Namun jika air itu tidak sampai 2 qullah maka air itu dihukumi sebagai air yang
mutanajjis secara mutlak.
Air musyammas yaitu air yang kena sinar matahari sampai panas.4 Air yang
semacam ini dihukumi suci dikarenakan tidak terkena najis. Namun air ini
dihukumi makruh untuk digunakan. Dalam sutu riwayat diterangkan : “Nabi SAW.
Melarang Aisyah menggunakan air musyammas, beliau bersabda : air itu bisa
menimbulkan belang”.
3
Fathul Qorib, Muhammad bin Qosim Al-Ghazi : 3-4
4
terjemah khulashah kifayatul akhyar, Moh. Rifa’I : 11
6
Air musta’mal yaitu : setiap air yang telah digunakan untuk bersuci. Air
sejenis ini termasuk juga kedalam jenis air thahhir ghairu muthahhir. Yaitu air ini
tetap dihukumi suci namun sudah tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi.
B. Wudu’
Wudu’ merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki beberapa
rukun diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1. Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi
orang yang selalu hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk
menunaikan semacam ibadah shalat.
2. Membasuh kulit muka.
Batasan bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala
yang wajar sampai bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas
lintang muka sendiri yaitu antara dua telinga.
3. Membasuh dua tangan.
Yaitu dari telapak tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki.
6. Tertib.
C. Tayamum.
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci
atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari wudu’.6 Sama
seperti wudu’ tayamum juga memiliki rukun-rukun tersendiri. Diantara rukun-
rukun tayamum yaitu :
5
Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 4-5
6
Mabaadiul Fiqh, Umar Abdul Jabbar : 22
7
1. Berniat memperoleh kewenangan shalat fardu, secara bersamaan
memindahkan debu ke muka.mengusap wajah.\
2. Mengusap wajah dengan debu.
3. Mengusap kedua tangan.
4. Tertib.
D. Mandi.
1. Niat
2. Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.
7
Fathul Mu’in, Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari : 8
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Thaharah adalah mengerjakan sesuatu, yang mana ibadah shalat tidak akan
sah tanpa melaksanakan hal tersebut”. alat untuk bersesuci titu sendiri ada beberapa
macam diantaranya yaitu air, debu, batu, disamak. Melalui macam-macam alat
bersesuci itu sendiri maka telah dijelaskan oleh ulama bahwasanya alat bersesuci
air itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Yaitu air thahhir muthahhir (air mutlak),
air thahhir ghairu muthahhir, dan air mutanajjis. Namun di dalam kitab lain di
jelaskan pula bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu air thahhir
muthahhir, air thahhir ghairu muthahhir, air mutanajjis, dan air musyammas.
Wudu’ merupakan bagian dari pada thaharah. Dalam wudu’ ini memiliki
beberapa rukun diantara rukun-rukun berwudu’ yaitu :
1. Niat wudu’.
Yaitu berniat menunaikan kefarduan wudu’, menghilangkan hadas bagi
orang yang selalu hadas, niat thaharah dari hadas atau thaharah untuk
menunaikan semacam ibadah shalat.
2. Membasuh kulit muka.
Batasan bujur muka yaitu antara tempat-tempat tumbuh rambut kepala yang
wajar sampai bawah pertemuan dua rahang. Sedangkan batas lintang muka
sendiri yaitu antara dua telinga.
3. Membasuh dua tangan.
Yaitu dari telapak tangan sampai siku.
4. Mengusap sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki.
6. Tertib.
9
Tayamum yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci
atas bagian yang ditentukan sebagai pengganti dari wudu’. rukun-rukun tayamum
yaitu :
1. Niat
2. Menyampaikan air keseluruh bagian tubuh.
10
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I, Moh, Terjemah Khulashah Kifayatul Awam, Semarang : CV. Toha putra,
1978
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Tsalits (3), Surabaya : Sumber Ilmu
Umar Abdul jabbar, Mabaadiul Fiqh Juz Rabi’ (4), Surabaya : Sumber Ilmu
Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, Fathul Mu’iin, Surabaya : Nurul Huda
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasrkan pembahasan diatas, Maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
12
DAFTAR PUSTAKA
Nama Penulis. Judul Buku. (Kota, Penerbit), Tahun.
13