Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ILMU DAN KEBENARAN


(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu)
Dosen Pengampu:Bpk.Khoiruzzaim Kurniawan,M.Pd

Oleh:
M.Rif’an Amirudin (PAI)
Yasin Yusuf(MPI
Muhammad Hidayat (MPI)

Semester 2
Institut Agama Islam Faqih Asy’ari
Sumbersari Kencong Kepung Kediri
2022

i
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah Filsafat Ilmu tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini yang berjudul “ILMU DAN KEBENARAN“ dapat diambil manfaatnya.

Sumbersari, 11 maret 2022

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakan....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Kebenaran............................................................................................. 3
B. Teori kebenaran.................................................................................... 7
C. Sifat kebenaran ilmiah.......................................................................... 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 11
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pada pembahasan tentang filsafat ilmu kali ini akan mengantarkan
saudara pada pemahaman ilmu dan kebenaran, yaitu tentang pengertian ilmu dilihat dari
perspektif filsafat ilmu dan pengertian kebenaran dalam filsafat ilmu. Ilmu dan kebenaran
adalah suatu Hubungan yang tidak asing dalam kehidupan manusia, di mana ilmu tersebut
menjadi di acuan dalam mencari suatu kebenaran ataupun keberadaan tentang suatu hal
yang ada di dunia ini. Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran, beberapa cara
ditempuh untuk memperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti
para rasionalis dan melalui pengalaman  atau secara empiris .Pengalaman-pengalaman
yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar
kejadian-kejadian yang berlaku dialam itu dapat dimengerti.
Proses pencarian kebenaran tentu bukan hal yang mudah dan dapat dikatakan
merupakan proses yang sangat melelahkan, bahkan bukan tidak mungkin akan
mendatangkan keputusasaan. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang atau
kelompok akan menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah
melakukan tindakan yang benar. Maka dari itu kajian ini menjadi suatu hidangan yang
wajib dikaji oleh kalangan mahasiswa ataupun masyarakat agar tidak adanya rasa
keraguan yang mendalam tentang suatu hal yang menjadi permasalahan di dalam dunia
pendidikan maupun di dalam rmasyarakat. pembahasan kali ini dapat menjadikan suatu
referensi dalam menentukan suatu tindakan yang yang berhubungan dengan ilmu dan
kebenaran dalam kehidupan sehari-hari oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat
makalah yang berjudul “Ilmu Dan Kebenaran”1

1
Al Rasyid filsafat ilmu(Iain sumatra utara 2000)P36

5
B.Rumusan Masalah

1.Apakah Pengertian kebenaran

2.Apa saja teori-teori kebenaran

3. Bagaimana ciri kebenaran ilmiah

C.TUJUAN

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :


1. Pengertian kebenaran
2. Teori-teori kebenaran
3. Ciri kebenaran ilmiah

6
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN KEBENARAN
Kebenaran dari kata “benar”artinya sesuai sebagaimana adanya(seharusnya),betul
dan tidak salah. Sedangkan definisi kebenaran adalah suatu keadaan atau pun hal yang sesuai
dengan keadaan sesungguhnya.. Menurut „Abbas Hamami, jika subyek hendak menuturkan
kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang
dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Dan, jika subyek menyatakan kebenaran
bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan
nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas,
sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.Adapun pendapat dari yaitu tutis sampai kepada
kesimpulan yang terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:“Kebenaran” adalah kesetiaan
putusan-putusan dan ide-ide kita pada fakta pengalaman praktis atau pada alam sebagaimana
apa adanya: akan tetapi sementara kita tidak senantiasa dapat membandingkan putusan kita
itu dengan situasi aktual, maka ujilah putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita
percaya sah dan benar, atau kita ujilah putusan putusan itu dengan kegunaannya dan dengan
akibat-akibat nya.
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta dan mengandung isi
pengetahuan. Pada saat pembuktiannya kebenaran ilmiah harus kembali pada status ontologis
objek dan sikap epistemologis (dengan cara dan sikap bagaimana pengetahuan tejadi) yang
disesuaikan dengan metodologisnya.Hal yang penting dan perlu mendapat perhatian dalam
hal kebenaran ilmiah yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil
persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya masing-masing.2

2
Abbas, H.M, “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997.

7
B.TEORI-TEORI KEBENARAN

Kebenaran ilmiah dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan teori koherensi,
korespondensi, dan pragmatis
Kebenaran dari kata “benar”artinya sesuai sebagaimana
adanya(seharusnya),betul dan tidak salah. Sedangkan definisi kebenaran adalah suatu
keadaan atau pun hal yang sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Berdasarkan teori ini
suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.3 Artinya
pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah
suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Ahmad seorang manusia dan
si Ahmad pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan yang pertama.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley
dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka
tiap-tiap pertimbangan yang benar  dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat
terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan
tersebut. Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada
konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi
lingkungan tertentu.
Teori kebenaran ini termasuk teori kebenaran tradisional. Kelemahan dari teori
koherensi ini  terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu  ada
koherensi internal. Suatu pernyataan  dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada
kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini
dapat mengarah kepada relativisme kebenaran.
1. Teori Koherensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap

3
Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, hlm. 55

8
benar.4 Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren
menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah
suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Ahmad seorang manusia dan
si Ahmad pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan yang pertama.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley
dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka
tiap-tiap pertimbangan yang benar  dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat
terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan
tersebut. Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada
konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi
lingkungan tertentu.
Teori kebenaran ini termasuk teori kebenaran tradisional. Kelemahan dari teori
koherensi ini  terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu  ada
koherensi internal. Suatu pernyataan  dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada
kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini
dapat mengarah kepada relativisme kebenaran.
2. Teori Korespondensi
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima
secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada
realita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara
pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement)
dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran
mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan
tentang sesuatu.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi
suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. 5
Misalnya jika seseorang mengatakan “kota Kediri terletak di Jawa Timur” maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual,

4
Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, hlm. 55
5
Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, hlm. 57

9
yakni  kota Kediri memang benar-benar berada di Jawa Timur. Sekiranya orang lain
yang mengatakan bahwa “kota Kediri berada di Jawa Barat” maka pernnyataan itu
adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan tersebut.
Dalam hal ini maka secara faktual “kota Kediri bukan berada di Jawa Barat melainkan
di Jawa Timur”.
Menurut teori korespondensi yang dipelopori Bertrand Russel (1872-1970) ini,
ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran
atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah
ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka
pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah.
Teori  korespondensi  ini menurut Abbas merupakan teori kebenaran yang paling
awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena
Aristoteles sejak awal (sebelum abad modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan
harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.6
Akan tetapi teori korespondensi  juga mempunyai kelemahan, karena dengan
mensyarakatkan kebenaran harus sesuai dengan kenyataan, maka dibutuhkan
penginderaan yang akurat, nah bagaimana dengan penginderan yang kurang cermat
atau bahkan indra tidak normal lagi? Disamping itu juga bagaimana dengan objek yang
tidak dapat diindra atau non empiris? Maka dengan teori korespondensi objek non
empiris tidak dapat dikaji kebenarannya.
3. Teori Pragmatis
Teori ini dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914), kemudian
dikembangkan oleh ahli filsafat yang berkebangsaan Amerika seperti William James
(1842-1910), Jhon Dewey (1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931), dan C.I.
Lewis.
Teori pragmatis menurut Jujun S. Suriasumantri bukan merupakan aliran filsafat
yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kebenaran. 
Dimana  kebenaran suatu pernyataan diukur dengan apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu penyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.7

6
H.M. Abbas, “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
(Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997), hlm. 87.
7
Suriasumantri,  Filsafat Ilmu, hlm. 59

10
Pragmatisme menentang segala otoritanianisme, intelektualisme dan
rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan
dikerjakan (workability) atau akibat  yang memuaskan
Kriteria kebenaran pragmatisme  ini dipergunakan para ilmuwan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dalam persepekstif waktu. Secara historis pernyataan
yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan
dengan permasalahan ini maka ilmuwan bersifat pragmatis, selama pernyataan itu
fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, dan
sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri  yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu
ditinggalkan. Kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga
pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar
adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang
membantu dalam perjuangan hidup biologis.
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut
dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah
persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau
kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya,
maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinya dengan
pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan
faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.8

A. Sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah menurut Konrad Kebung paling tidak memiliki tiga sifat dasar,
yakni: Struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis 9
1. Struktur yang rasional-logis. Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis
atau rasional dari proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat
rasional, maka semua orang yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya
secara baik), dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran ilmiah
8
Harold H Titus, dkk., Living Issues in Philasophy, Terj. H. M. Rasyidi,  Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1987), h. 245.
9
Konrad Kebung, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustaka, 2011), hlm. 152.

11
kemudian dianggap sebagai kebenaran universal. Sifat rasional (rationality) harus
dibedakan dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku untuk
kebenaran ilmiah, sedangkan masuk akal biasanya berlaku bagi kebenaran tertentu di
luar lingkup pengetahuan. Sebagai contoh: tindakan marah dan menangis atau
semacamnya, dapat dikatakan masuk akal sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak
rasional.
2. Isi empiris. Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada, bahkan sebagian
besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan kenyataan empiris di alam
ini. Hal ini tidak berarti bahwa dalam kebenaran ilmiah, spekulasi tetap ada namun
sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai nyata atau tidak karena
sekalipun suatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu dicek apakah pernyataan
tersebut juga benar secara empiris.
3. Isi pragmatis (dapat diterapkan). Sifat pragmatis, berusaha menggabungkan kedua sifat
kebenaran sebelumnya (logis dan empiris). Maksudnya, jika suatu “pernyataan benar”
dinyatakan “benar” secara logis dan empiris, maka pernyataan tersebut juga harus
berguna bagi kehidupan manusia. Berguna, berarti dapat untuk membantu manusia
memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya.
Pada akhirnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebenaran ilmiah bersifat
pasti atau sementara? Jawaban atas pertanyaaan ini memunculkan dua pandangan yang
berbeda, yaitu kaum rasionalis yang menekankan kebenaran logis-rasional dan pandangan
kaum empiris yang menekankan kebenaran empiris.

12
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
1. Kebenaran dari kata “benar”artinya sesuai sebagaimana
adanya(seharusnya),betul dan tidak salah. Sedangkan definisi kebenaran
adalah suatu keadaan atau pun hal yang sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
2. Ciri ciri teori kebenaran
A. Teori koherensi
B. Teori korespondensi
C. Teori pragmatis
3. Kebenaran ilmiah menurut Konrad Kebung paling tidak memiliki tiga sifat
dasar, yakni: Struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan
sifat pragmatis

B.SARAN.
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya kami pribadi. Kedati demikian memepelajari ilmu
dan kebenaran merupakan suatu prihal yang insyaallah sangat berguna untuk
kita dan memberikan wawasan terhadap kita bahwa sangat luas wawasan
mengenai ilmu dan kebenaran dalam filsafat. Dan kami sedar bahwa makalah
kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi,
jadi kami harafkan saran dan kritik dari bapak pembimbng kami dan teman-
teman yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Rasyid filsafat ilmu(Iain sumatra utara 2000)P36

Abbas, H.M, “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997.

I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta: Bina
Aksara. 1987.

Kebung, Konrad, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT. Prestasi Pustaka, 2011.

Russel, Bertrand,  Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Suriasumantri, Jujun S,  Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,  Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2010

Syafi’i, Inu Kencana, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Titus, Harold H, dkk., Living Issues in Philasophy, Terj. H. M. Rasyidi,  Persoalan-


Persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1987

14

Anda mungkin juga menyukai