Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

KRITERIA KEBENARAN

Kelompok 11:

Aqilah Mauliyah Rusdi 210504500004

Paulina Serliana Pude 230504500016

Nur Annisa 230504501016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
dengan rahmat dan petunjuk-Nya, memudahkan penyelesaian makalah ini. Makalah
ini disusun sebagai bagian dari tugas mata kuliah Filsafat Ilmu, dengan fokus materi,
yaitu "Kriteria Kebenaran."
Filsafat Ilmu adalah cabang ilmu pengetahuan yang mengajak kita untuk
merenung, mempertanyakan, dan menggali makna di balik ilmu pengetahuan itu
sendiri. Dalam perjalanan mengeksplorasi dunia filsafat ilmu, penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut mengenai kriteria kebenaran, sebuah aspek yang mendalam dan
kritis dalam menyikapi pengetahuan.
Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang
berarti dan merangsang diskusi mengenai kriteria kebenaran. Pemahaman akan kriteria
kebenaran menjadi penting dalam mengeksplorasi validitas suatu pernyataan atau
gagasan, serta dapat memberikan landasan filosofis bagi pembentukan pengetahuan
yang kokoh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan memberikan
kontribusi positif terhadap pemahaman kita akan kriteria kebenaran dalam filsafat
ilmu.

Makassar, 21 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I .......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
BAB II ......................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 2
BAB III ........................................................................................................................................ 7
PENUTUP ................................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebenaran, sebagai konsep filosofis yang merentang sepanjang sejarah
manusia, tetap menjadi fokus perdebatan tak kenal waktu. Filsafat memegang peranan
penting dalam usaha manusia untuk mengeksplorasi dan memahami kebenaran,
mengakui keberadaannya sebagai dasar pemahaman yang merajut pandangan hidup,
etika, dan nilai-nilai masyarakat. Namun, paradoks muncul dari sifat relatif kebenaran,
yang menimbulkan kompleksitas ketika dipertimbangkan dalam dimensi waktu.
Keberadaan kebenaran menjadi subjektif karena rentan terhadap perubahan seiring
waktu, menegaskan bahwa kebenaran bukan entitas mutlak, melainkan terkait erat
dengan konteks dan kondisi tertentu.
Filsafat mengajukan pandangan bahwa kebenaran tidak hanya ditemukan
dalam diri manusia, melainkan melibatkan pencarian di luar diri. Faktor-faktor
eksternal seperti realitas objektif dan pengalaman bersama menjadi penentu
kebenaran, menyoroti kompleksitas interaksi antara individu dan lingkungan. Dalam
merumuskan kriteria kebenaran, penting untuk mempertimbangkan sifat dinamisnya,
mampu mengakomodasi perubahan dalam masyarakat dan pengetahuan. Diskusi
mengenai kriteria kebenaran perlu mencakup aspek yang relevans terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga menciptakan landasan yang kokoh untuk
pemahaman filosofis tentang kebenaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kriteria kebenaran?
2. Bagaimana kriteria kebenaran dalam perspektif barat?
3. Bagaimana kriteria kebenaran dalam perspektif islam?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian kriteria kebenaran.
2. Mengetahui kriteria kebenaran dalam perspektif barat.
3. Mengetahui kriteria kebenaran dalam perspektid islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriteria Kebenaran


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "kriteria" diartikan sebagai
ukuran yang menjadi dasar penilaian atau ketetapan sesuatu. Dalam berbagai konteks,
kata ini digunakan untuk merujuk pada standar atau syarat-syarat yang digunakan
sebagai pedoman dalam menilai atau memilih sesuatu, seperti dalam seleksi, evaluasi,
atau penentuan keberhasilan suatu hal.
Sedangkan kebenaran secara epistemologi dalam bahasa Yunani adalah aletheia
yang berarti terlepas dari perhatian, tidak jelas, tidak terlihat. Kemudian ia berubah
positif menjadi sesuatu yang dipahami, ditemukan, tampak dan terlihat. Dari hal ini,
kebenaran dipahami sebagai sebuah daya terang yang ditemukan akal. Dalam bahasa
Latin adalah veritas yang berarti pilihan atau kepercayaan akal. Sedangkan dalam
bahasa Inggris adalah truth yang berarti apa yang dipahami dan dipilih akal.
Para filsuf memberikan pengertian secara terminologi sebagai berikut:
1. Aristoteles mengemukakan bahwa “kebenaran” adalah persesuaian antara
pikiran dan kenyataan.
2. Plato mengemukakan bahwa “kebenaran” adalah sesuatu yang terdapat pada
apa yang dikerjakan untuk dikenal.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa "kriteria
kebenaran" dapat diartikan sebagai standar atau syarat-syarat yang digunakan sebagai
dasar penilaian atau ketetapan terhadap suatu pernyataan, konsep, atau informasi agar
sesuai dengan keadaan yang benar atau sesuai dengan kenyataan.
Kriteria Kebenaran adalah standar atau pedoman yang digunakan untuk menilai
apakah suatu pernyataan atau proposisi dapat diterima sebagai ‘benar’. Kriteria
kebenaran mencoba menjawab pertanyaan, "Bagaimana kita mengetahui bahwa suatu
pernyataan adalah benar?". Kriteria ini biasanya melibatkan prosedur atau metode
verifikasi, seperti pengujian empiris dalam ilmu pengetahuan.
Jadi, teori kebenaran berkaitan dengan ‘apa’ yang membuat suatu pernyataan
benar, sementara kriteria kebenaran berkaitan dengan ‘bagaimana’ kita mengetahui
atau memverifikasi bahwa suatu pernyataan adalah benar.

2
Kriteria kebenaran mencerminkan pedoman atau ukuran yang digunakan untuk
menilai sejauh mana suatu pernyataan atau konsep sesuai dengan kenyataan atau
dengan pemahaman yang benar. Jadi, secara umum, kriteria kebenaran dapat merujuk
pada parameter atau pedoman yang digunakan untuk menilai tingkat kecocokan atau
kesesuaian suatu pernyataan dengan keadaan yang benar atau sesuai dengan kenyataan
yang dapat dikenali dan dipahami oleh akal.

B. Kriteria Kebenaran Perspektif Barat


Cara mengumpulkan serta menganalisis kebenaran Barat menggunakan: Pertama,
kerangka logis yang teratur dengan argumen kuat yang sesuai dengan pengetahuan
masa lalu digunakan dalam pendekatan Barat dalam mengumpulkan dan menganalisis
kebenaran. Kedua, mendeskripsikan kerangka hipotesis yang dihasilkan. Terakhir, uji
hipotesis untuk memverifikasi apakah pernyataan tersebut benar. Kembangkan metode
mendasar untuk mengilustrasikan dan mengevaluasi hubungan antara subjek dan objek
melalui pengalaman. Pengalaman, objek, dan kesimpulan selanjutnya menghasilkan
kebenaran melalui proses induktif. Ilmuwan Barat mengkategorikan kebenaran
hipotesis ke dalam berbagai kategori, antara lain sebagai berikut: (Rokhmah, 2021)
1. Teori Korespondensi
Salah satu teori kebenaran tradisional, atau teori tertua, adalah yang satu ini.
Aristoteles menetapkan teori korespondensi kebenaran dengan ini, yang menyatakan
bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara kata-kata dan kenyataan. Menurut teori ini,
kebenaran itu transenden, artinya kebenaran itu ada di luar jiwa kita dan batas-
batasnya. Kita berhadapan langsung dengan realitas atau objek di luar diri kita, yang
menunjukkan bahwa kebenaran di luar diri kita dapat diakses secara langsung. Oleh
karena itu, kebenaran dapat dinyatakan sebagai korespondensi antara apa yang kita
ketahui dan hal yang kita ketahui, hal ini yang berarti menunjukkan bahwa
pengetahuan kita konsisten dengan kenyataan.
2. Teori Koherensi
Teori koherensi ini menyatakan bahwa suatu pernyataan koheren atau
konsisten dengan klaim lain yang juga benar agar dianggap benar. Sehingga menurut
teori ini, penilaian berdasarkan asumsi bahwa segala sesuatu berhubungan dengan dan
menjelaskan segala sesuatu yang lain. Sebabnya itu tumbuhlah formula truth is a

3
systematic coherence (kebenaran ialah saling tertaut sistematis), truth is a consistency
(kebenaran merupakan stabil serta sinkron).
Teori ini menitik beratkan bahwa suatu kebenaran itu dapat dinyatakan benar
bila kebenaran itu dengan kebenaran sebelumnya saling terhubung. Contoh, jika
percaya bahwa pernyataan bahwa manusia pasti akan mati ialah benar, bahwa kita
harus serta mempercayai bahwasanya “si Fulan” merupakan manusia dan dia akan
mati, karena pernyataan kedua sesuai dengan pernyataan pertama.
3. Teori Pragmatis
Para pragmatis percaya bahwa kegunaan identik dengan kebenaran. Oleh
karena itu, ide yang berguna adalah ide, konsep, penegasan, atau hipotesis nyata.
Konsep ideal adalah salah satu yang memiliki potensi terbesar untuk memungkinkan
basisnya melaksanakan tugas dengan tingkat keberhasilan dan efisiensi terbesar.
Dalam teori ini disimpulkan bahwa sebuah kebenaran harus memiliki fungsi dan
kegunaan baru dapat dikatakan benar.
4. Teori Sintaksis
Para filsuf analisis bahasa mengemukakan teori ini, terutama diantara mereka
seperti Friederich Schleiermacher yang begitu ketat menggunakan tata bahasa.
Pemahaman, menurut Schleiermacher, adalah rekonstruksi yang dimulai dengan
ekspresi yang diungkapkan dan kembali kepengaturan psikologis di mana ia
diungkapkan momen gramatikal dan momen psikologis adalah dua momen yang
saling terkait dan berinteraksi. Pendukung teori kebenaran sintaksis, berdasarkan
konsistensi sintaks tata bahasa pernyataan atau gramatika. Akibatnya, jika sebuah
pernyataan mematuhi sintaks standar, itu memiliki nilai yang benar. Dengan kata lain,
proposisi tidak ada artinya jika tidak memenuhi syarat yang disyaratkan atau tidak
mengikuti syarat. Filsuf analisis bahasa, terutama mereka yang sangat ketat
menggunakan tata bahasa, mengembangkan teori ini. Kebenaran dalam arti semantik
adalah realitas yang tersedia dan bawaan dalam wacana dan Bahasa.
Menurut teori sintaksis, suatu pernyataan dikatakan benar atau bernilai benar
jika sesuai dengan kaidah atau sintaksis gramatikal (tata bahasa) baku. Contohnya:
‘Saya berangkat kuliah pukul 12 siang’ saya disini merupakan subyek, berangkat
merupakan predikat, dan pukul 12 merupakan keterangan waktu.
5. Teori Semantik

4
Dalam teori ini kebenaran akan dinyatakan sebagai kebenaran bila dapat
menunjukkan makna sebenarnya yang dimiliki yang sesuai dengan kenyataan,
contohnya: terdapat sebuah lingkungan yang ada orang-orang yang membuang
sampah sembarangan, kemudian dibuatlah slogan untuk membuang sampah pada
tempatnya. Jika orang mengetahui dengan pasti apa arti sebuah kata dalam sebuah
slogan, maka kata tersebut menjadi bagian terpenting karena fungsinya untuk
mempengaruhi seseorang agar melakukan apa yang terkandung dalam slogan tersebut.
Akibatnya, kebenaran tentang orang dipengaruhi oleh nasihat dalam slogan untuk
menjadikannya kebenaran semantik.
6. Teori Performatif
Menurut pandangan ini, kebenaran datang dari seseorang yang mempunyai
kekuasaan atau kebijakan. Setiap orang mempunyai sudut pandang berbeda mengenai
apa yang pantas. Paradigma kebenaran akan sangat berubah dari satu teori ke teori
berikutnya karena bergantung pada objek kebenaran itu sendiri. Selain kriteria dasar
yang disebutkan di atas, kebenaran ilmiah juga mencakup komponen akuntabilitas dan
pembuktian yang signifikan tergantung pada teknik yang digunakan untuk
memperolehnya. Kebenaran ilmiah positif adalah kebenaran yang didasarkan pada
fakta empiris dan dapat diuji oleh siapa saja dengan menggunakan prosedur yang sama
atau sebanding dengan hasil yang sama atau serupa.

C. Kriteria Kebenaran Perspektif Islam


Kebenaran sejati mungkin sulit untuk didefinisikan. Kebenaran sering kali
dipahami secara berbeda oleh para ilmuwan. Berikut penjelasan Islam tentang prinsip-
prinsip kebenaran yang akan membantu kita dalam memahami dan meningkatkan
pemahaman kita tentang kebenaran: (Tamrin, 2019)
1. Agama sebagai Teori Kebenaran
Menurut pemikiran ini, kebenaran diartikan sebagai segala sesuatu yang
berasal dari Allah subahanu wata'ala. Hal ini diturunkan kepada rasulnya, Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam. Hal ini dikumpulkan ke dalam Alquran dan
Hadits sebagai pedoman keberadaan manusia.
2. Teori Al‘Aql (Nalar)
Berdasarkan sudut pandang ini, Islam mendorong kita untuk menerapkan
logika dan kecerdasan dalam mencari kebenaran guna memperoleh kebenaran ilmiah.
3. Teori Al-Haqq
Manusia diajar dalam paham ini bahwa kebenaran hanya milik Allah dan tidak
ada kebenaran lain selain Dia. Jadi sumber segala kebenaran adalah Allah, dan kita
bisa menangkapnya melalui isi Al-Quran beserta firmannya. Tanggung jawab manusia
adalah menyelidiki isi kebenaran agar bermanfaat dalam kehidupannya. Manusia telah
dikaruniai pragmatisme dengan diberikannya Al-Quran sebagai pedoman hidup; yang

5
harus mereka lakukan hanyalah mempelajari isi kebenaran yang terkandung di
dalamnya tanpa harus mempertanyakan kebenaran-Nya.
4. Teori Shiddiq
Menurut pandangan ini, jika seseorang mempercayai kebenaran pada orang
lain, maka orang tersebut harus mempunyai kredibilitas yang cukup dan rekam jejak
yang berkarakter baik. Sebab, Islam mendefinisikan kebenaran menurut standar
tertentu.
5. Teori Bayani
Teori ini dalah cara berpikir khas dalam bahasa Arab yang menekankan baik
secara eksplisit maupun implisit, otoritas teks (nash) dan didukung oleh penalaran
linguistik berbasis inferensi. Secara langsung mengacu pada memahami teks sebagai
pengetahuan yang lengkap dan menerapkannya secara langsung tanpa
mempertimbangkannya; secara tidak langsung berarti memperlakukan teks sebagai
informasi yang belum diproses yang memerlukan interpretasi dan penalaran. Namun,
ini tidak berarti bahwa rasio atau akal dapat secara mandiri menentukan makna dan
tujuan; melainkan harus tetap bersandar pada teks. Di Bayani, pengetahuan hanya bisa
diperoleh melalui rasio jika didasarkan pada teks. Aspek eksoterik (syari'at) menjadi
fokus metode bayani dari perspektif agama.
6. Teori Irfani
Ilmu dan kebenaran menurut pandangan ini adalah ilmu yang dihasilkan dari
Rabb serta kesucian dan kejujuran seseorang dalam mencari kebenaran.
7. Teori Burhani
Burhani menggunakan argumen logis untuk menggambarkan keyakinannya
pada kekuatan penalaran. Argumen-argumen keagamaan hanya dapat diterima jika
argumen-argumen tersebut konsisten dengan prinsip-prinsip logis yang mendasarinya.
8. Teori Tajribi
Tajiribi adalah teknik pengumpulan informasi tentang kebenaran berdasarkan
realitas terkini dalam teologi Islam, proses memperoleh pengetahuan melalui
observasi atau eksperimen, dan validitasnya melalui korespondensi.

6
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kriteria kebenaran melibatkan serangkaian standar atau pedoman yang digunakan
untuk menilai apakah suatu pernyataan atau proposisi dapat diterima sebagai benar.
Dari perspektif Barat, terdapat beberapa teori kebenaran seperti teori korespondensi,
koherensi, pragmatis, sintaksis, semantik, dan performatif. Setiap teori memberikan
kerangka kerja yang unik untuk memahami dan menilai kebenaran, mulai dari
kesesuaian dengan kenyataan hingga kegunaan dan fungsi praktis.
Sementara itu, perspektif Islam memberikan pandangan yang mendalam tentang
kebenaran dengan menekankan aspek-aspek seperti agama sebagai sumber kebenaran,
nalar (akal), kebenaran sebagai milik Allah (Al-Haqq), kepercayaan (Shiddiq), dan
penggunaan argumen logis dalam mencari kebenaran. Teori-teori ini memberikan
panduan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan
prinsip-prinsip kebenaran yang tertuang dalam Al-Quran dan Hadits.
Kedua perspektif ini menunjukkan keragaman dalam pemahaman tentang
kebenaran, dengan Barat menekankan pada metode ilmiah dan analisis logis,
sementara Islam menyoroti dimensi rohaniah dan keterhubungan dengan kehendak
Allah. Meskipun pendekatan dan teori berbeda, kesamaan yang mendasar adalah
keinginan untuk mencari dan memahami kebenaran sebagai landasan untuk
pengetahuan dan panduan dalam hidup.
Dengan begitu, kriteria kebenaran dari berbagai perspektif ini memperkaya
pemahaman dan memungkinkan kita melihat bagaimana nilai-nilai budaya, agama,
dan filosofi dapat membentuk pandangan tentang kebenaran dalam berbagai
masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA

Luthfiah, N., Salminawat, S., Khadna, S. F., & Ulfa, M. (2023). FILSAFAT DAN
KRITERIA KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT.
At-Tajdid: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam, 7(1), 36-54.

Anshari, E. S. (1992). Ilmu Filsafat dan Agama. Bina Ilmu.

Verhaak, C. & Imam, R. H. (1991) Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah atas cara kerja
ilmu-ilmu. PT Gramedia Pustaka Utama.

Isnainiyah, I. & Sauri, S. (2021). Kriteria Kebenaran, dan Sikap Ilmiah Ibnu Sina
Sebagai Ilmuwan Muslim di Abad Pertengahan. Aqlania: Jurnal Filsafat dan
Teologi Islam Vol. 12 No. 2 (July-December) 2021, p. 199-208.

Tamrin, A. (2019). Relasi Ilmu, Filsafat Dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu.
SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I 6(1):71–96.

Rokhmah, D. (2021). Ilmu dalam tinjauan filsafat: ontologi, epistemologi, dan


aksiologi. CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman 7(2):172–86.

Anda mungkin juga menyukai