Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat,

karunia serta kasih sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai

“Pengertian Konsep Kriteria Kebenaran Konherensi”. Sholawat serta salam

semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-

satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula saya

ucapkan terima kasih kepada Tgk. Ahmad Yani, M.Pd selaku dosen mata kuliah

Ilmu Filsafat.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat

kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan

maupun dengan teknik pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal

kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna

memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Samalanga, 27 Oktober 2021

Tim Penyusun

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... x

KATA PENGANTAR .................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pengertian Konsep Kriteria Kebenaran Koherensi................................ 3

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 6

A. Kesimpulan ............................................................................................ 6

DAFTAR PUSTAKA

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan merupakan suatu proses kegiatan berpikir yang

memiliki tujuan (teleologis), untuk memperoleh pengetahuan yang jelas

(kejelasan) serta memperoleh pengetahuan yang benar (kebenaran) tentang yang

dipikirkannya atau yang diselidikinya. (The Liang Gie, 1997: 94-109). Ilmu

pengetahuan diambil dari kata bahasa inggris Science,yang berasal dari bahasa

latin scienta dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari pengetahuan.

Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti

sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematis. dalam bahasa Jerman

Wissenschaft. Theliang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian

aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh

pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia itu dalam berbagai seginya

dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang

ingin dimengerti.

Hasil pemikiran dikatakan benar, bila memahami bahwa ada hubungan

antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, dan ternyata memang ada

hubungan, atau memahami bahwa tidak ada hubungan antara yang diterangkan

dengan yang menerangkan, dan ternyata memang tidak ada hubungan. Hasil

pemikiran dikatakan salah, bila memahami bahwa ada hubungan antara yang

diterangkan dengan yang menerangkan, padahal tidak ada, atau memahami bahwa
tidak ada hubungan antara yang diterangkan dengan yang menerangkan, padahal

ada.

“Kebenaran” merupakan kata benda. Namun janganlah terlalu cepat

langsung menanyakan dan mencari benda yang namanya “kebenaran”, jelas itu

tidak akan ada hasilnya; itu merupakan usaha yang sesat. Meskipun ada kata

benda “kebenaran”, namun dalam realitanya tidak ada benda “kebenaran”, yang

ada dalam kenyataan secara ontologis adalah sifat “benar”.

Sebagaimana sifat-sifat lain pada umumnya, kita dapat menemukan serta

mengenalnya pada hal yang memiliki sifat bersangkutan, demikian pula sifat

“benar” tentu saja juga dapat dicari dan dapat ditemukan dalam hal-hal yang

memiliki sifat “benar” tersebut. Misalnya sifat “bersih” dapat ditemukan pada

udara yang bersih, lantai yang bersih; sifat “tenang” dapat ditemukan dalam

suasana kelas yang tenang, suasana hati yang tenang. Demikian pula sifat “benar”

pada umumnya dapat ditemukan pada hal-hal berikut: pemikiran yang benar,

jawaban yang benar, pengetahuan yang benar, penyataan yang benar, penjelasan

yang benar, pendapat yang benar, pandangan yang benar, informasi yang benar,

berita yang benar, tindakan yang benar, kebijaksanaan yang benar.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penyusun ingin merumuskan suatu masalah yaitu

tentang Bagaimanakah pengertian konsep kriteria kebenaran koherensi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian konsep

kriteria kebenaran koherensi.


BAB II

PEMBASAHAN

A. Pengertian Konsep Kriteria Kebenaran Koherensi

Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang

didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut

benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang

berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas

hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi

atas hubungan antara putusanputusan itu sendiri.1

Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu

pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu

diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi

itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau

pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang dianggap benar.2 Dengan demikian suatu putusan dianggap

benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya

yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena

sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar

koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. 3 Misal, Semua manusia

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm. 116.

2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2000, cet. ke 13), hlm. 55.

3
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer…, 56
membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad membutuhkan

air

Suatu proposisi itu cenderung benar jika proposisi itu coherent (saling

berhubungan) dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika arti yang

dikandung oleh proposisi coherent dengan pengalaman kita. Bakhtiar sebagai

mana dikutip dari Aholiab Watholi, memberikan standarisasi kepastian kebenaran

dengan sekurang-kurangnya memiliki empat pengertian, dimana satu keyakinan

tidak dapat diragukan kebenarannya sehingga disebut pengetahuan. Pertama,

pengertian yang bersifat psikologis. Kedua, pengertian yang bersifat logis. Ketiga,

menyamakan kepastian dengan keyakinan yang tidak dapat dikoreksi. Keempat,

pengertian akan kepastian yang digunakan dalam pembicaraan umum, di mana hal

itu di artikan sebagai kepastian yang didasarkan pada nalar yang tidak dapat

diragukan lagi.4

Berbeda dengan teori korespondensi yang dianut oleh penganut realism

dan matrealisme, teori koherensi atau konsistensi ini berkembang pada abad ke-19

dibawah pengaruh hegel dan diikuti oleh pengikut madzhab idealism. Dia

antaranya seorang filsuf Britania F. M Bradley (1864-1924). 5 Idealisme

epistemologi berpandangan bahwa obyek pengetahuan, atau kualitas yang kita

serap dengan indera kita itu tidaklah berwujud terlepas dari kesadaran tentang

objek tersebut. Karenanya, teori ini lebih sering disebut dengan istilah

subjektivisme. Pemegang teori ini, atau kaum idealism berpegang, kebenaran itu

tergantung pada orang yang menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa


4
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu…, 116

5
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu…, 117
memandang keadaan real peristiwa-peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-

galanya, dengan cara demikianlah interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan

kaum idealisme.6

Kalau ditimbang dan dibandingkan dengan teori korespondensi, teori

koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori

pertama tadi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan.

Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak

menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan

antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan

itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten

dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui

kebenarannya.7

6
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 85.

7
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), hlm. 51
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang

didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut

benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang

berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas

hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi

atas hubungan antara putusan putusan itu sendiri.

Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu

pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu

diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi

itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau

pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap

benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya

yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena

sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar

koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Misal, Semua manusia

membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad membutuhkan

air.
DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis

dan Aksiologis, Jakarta: Bumi Aksara, 2011

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:

Rajawali Pers, 2014

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 2000, cet. ke 13

Anda mungkin juga menyukai