Disusun Oleh :
Sagita Br Sihaloho
1805030172
UNIVERSITAS QUALITY
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
penyususan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena berbagai keterbatasan
kemampuan dan fasilitas yang dimiliki oleh penulis.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Meteologi
Pendidikan
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan tata bahasa
dalam makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Agar makalah ini dapat berguna
bagi semua orang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan ...............................................................................................................14
3.2 Saran .....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun maanfaat penulisan makalah ini adalah memahami dan memperluas wawasan tentang
Kebenaran ilmiah dan sikap ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
4
pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu pihak, dan
kebenaran dalam arti lawan dari keburukan atau ketidak benaran.
Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran
keilmuan (ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal, melainkan
bersifat relatif, sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang
ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang
kehidupan. kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.Selaras dengan
Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya
itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek
yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal
dari kata ilmu artinya pengetahuan. Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan
pengetahuan dibedakan. Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi
pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas
terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai
dengan bukti.
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara
pengetahuan dengan objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang
oleh jujun S.Sumantri disebut dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang
menunjang dan sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-
bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan. Sifat objektif berlaku umum
dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral sesuai apa adanya. bukan apa yang
seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.
5
Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif(fidelity to
objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu
sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu,serta
berusaha untuk melukiskannya, karena Kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan
atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. (Titus,1987:237)
Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut(susiasumantri, 1990:57). Misalnya jika seseorang mengatakan “Matahari terbit dari
Timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual atau sesuai
dengan fakta yang ada bahwa Matahari terbit dari timur dan tenggelam diufuk barat.
2) Teori Koherensi atau konsistensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren
atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan
adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah
diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah
suatu pernyataan yang benar. Maka pernyataan bahwa “mencuri perbuatan maksiat, maka
mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan
pernyataan yang pertama.
3) Teori Pragmatik
Adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi
ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu teori tergantung pada peran fungsi teori
tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang waktu tertentu. Teori ini juga
dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala
aspek permasalahan.
Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Apa yang
diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak
berguna(useless). Bagi para pragmatis, ujian kebenaran adalah kegunaan(utility), dapat
dikerjakan (Workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan.
Misalnya, seiring perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih. Para ilmuan
menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia, telepon genggam
berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian smartphone tersebut dikatakan
benar karena dapat berguna untuk mempermudahkan pekerjaan manusia.
4) Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim di indonesia mengikuti fatwa
atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, dan
6
pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat membawa kehidupan sosial yang rukun,
kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini
seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan
tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
Kebenaran adalah sesusatu yang ada secara objektif, logis, dan merupakan sesuatu yang
empiris. Sedangkan fakta merupakan kenyataan yang terjadi yang dapat diterima secara logis dan
dapat diamati secara nyata dengan pancaindra manusia.
Kasus jatuhnya pesawat Mandala di Medan beberapa tahun yang lalu merupakan contoh
suatu fakta yang terjadi dilapangan. Kenyataan berupa kasus jatuhnya pesawat tersebut
merupakan sesuatu kasus yang benar adanya. Dengan kebenaran atas terjadinya kecelakaaan
pesawat merupakan suatu fakta yang tidak bisa dibantah lagi atas kebenarannya, baik secara
logika maupun secara empiris. Contoh lain, shalat dapat mencegah manusia kepada
kemungkaran merupakan suatu kebenaran wahyu yang tidak dapat dibantah lagi, baik secara
logika maupun secara empiris, karena dalam kenyataanya apabila orang shalatnya baik dan
benar, maka perilakunya menjadi bagus dimasyarakat.
Dari uraian dan kedua contoh diatas, menunjukan bahwa antara kebenaran dan fakta
merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain,
antara fakta dan kebenaran, dan antara kebenaran dengan fakta merupakan dua hal yang
berkaitan dengan sangat erat.
Sikap ilmiah adalah suatu sikap menerima pendapat orang lain dengan baik dan benar
tanpa mengenal putus asa dengan ketekunan dan keterbukaan. Sikap ilmiah merupakan sikap
yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalanpersoalan
ilmiah untuk dapat melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula. Rumusan di atas
diartikan bahwa sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif,
dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek. Sikap terhadap obyek
7
ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu kesiapan untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana dihadapkan
dengan suatu masalah atau obyek.
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka
melakukan kegiatan ilmiah. Dengan perkataan lain, kecenderungan individu untuk bertindak atau
berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.
Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan sikap ilmiah.
Orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap ilmiah yang antara lain
adalah:
1. Jujur Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya
dan apa adanya, tidak di tambahi ataupun tidak dikurangi. Sifat jujur ini harus dimiliki oleh
setiap manusia, karena sifat dan sikap ini merupakan prinsip dasar dari cerminan akhlak
seseorang. Jujur juga dapat menjadi cerminan dari kepribadian seseorang bahkan kepribadian
bangsa. Oleh sebab itu, kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia. Kejujuran
merupakan bekal untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Jika seseorang telah memiliki
kejujuran maka sesuatu yang wajar jika bila orang tersebut dapat dipercaya dan diberi amanat
oleh banyak orang.
2. Terbuka Seorang ilmuwan harus mempunyai pandangan luas, terbuka, dan bebas dari
praduga. Seorang ilmuwan tidak akan berusaha memperoleh dugaan bagi buah pikirannya atas
dasar prasangka. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Seorang ilmuwan akan
menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum diterima atau ditolak. Dengan kata
lain, ia terbuka akan pendapat orang lain. Keterbukaan berarti memberi peluang luar untuk
masuk, dan menerima berbagai hal untuk masuk, baik itu di bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan kebudayaan, ideologi, paham dan aliran, ataupun ekonomi. Keterbukaan juga berarti
menerima kritik, saran, dan pendapat orang lain dalam pergaulan.
3. Toleran Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa dirinya paling benar, ia bersedia mengakui
bahwa orang lain mungkin lebih benar. Dalam menambah ilmu pengetahuan ia bersedia belajar
dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain, ia memiliki tenggang
8
rasa atau sikap toleran yang tinggi dan jauh dari sikap angkuh. Toleransi adalah suatu sikap atau
perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau
menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu
dikembangkan karena manusai adalah makhluk sosial dan akan menciptakan adanya kerukunan
hidup.
4. Skeptis Skeptis adalah sikap kehati-hatian dan kritis dalam memperoleh informasi. Namun,
skeptis bukan berarti sinis tetapi meragukan kebenaran informasi sebelum teruji dan didukung
oleh data fakta yang kuat. Tujuan dari skeptis yaitu tidak keliru dalam membuat pernyataan,
keputusan atau kesimpulan. Seseorang yang mencari kebenaran akan bersikap hati-hati dan
skeptis. Ia akan menyelidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia tidak akan
sinis tetapi kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan itu. Ia tidak akan
menerima suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat. Sikap skeptis ini perlu
dikembangkan oleh ilmuwan dalam memecahkan masalah. Bila ilmuwan tidak kritis mengenai
setiap informasi yang ia peroleh, kemungkinan ada informasi yang salah sehingga kesimpulan
yang dihasilkan pun salah. Oleh karena itu, setiap informasi perlu diuji kebenarannya. Kata
apatis diartikan sebagai sikap acuh tidak acuh, tidak peduli, dan masa bodoh. Secara sepintas
skeptis dan apatis memiliki kesamaan arti dan maksud. Skeptis berarti sikap curiga, tidak mudah
percaya, dan bersikap hati-hati atas tindakan orang lain. Orang menjadi acuh tak acuh dan tidak
peduli karena ia terlanjur tidak percaya. Kehati-hatian dan curiga merupakan sikap dasar
seseorang. Bagaimanakah sikap apatis dan skeptis dipadukan sehingga menjadi sebuah sikap
yang kreatif dan bersifat konstrukstif. Seseorang harus apatis untuk sesuatu yang bukan
merupakan wewenang dan tanggungjawabnya. Selain itu orang harus bersikap skeptis untuk
berbagai hal. Segala sesuatu harus dipertanyakan, diklarifikasi, dan dijelaskan secara akurat.
Dengan bersikap skeptis dapat ditemukan titik terang, kepastian, dan kebenaran.
5. Optimis Optimis adalah berpengharapan baik dalam menghadapai segala sesuatu, tidak putus
asa, dan selalu berkata “Beri saya kesempatan untuk berpikir dan mencoba mengerjakannya”.
Seorang yang memiliki kecerdasan optimis akan memiliki rasa humor yang tinggi. Sikap optimis
berarti sikap yakin adanya kehidupan yang lebih baik dan keyakinan itu dijadikan sebagai bekal
untuk meraih hasil yang lebih baik. Jika seorang ilmuwan mempunyai keinginan dan tujuan yang
9
sangat besar dan juga mempunyai persiapan dan pengetahuan yang diperlukan, ditambah dengan
rasa optimis dan percaya diri, maka segala tujuan pasti akan cepat tercapai/terwujud. Percaya diri
dan optimisme itu saling terkait satu sama lain. Percaya diri tanpa optimisme tidak akan pernah
ada artinya, karena sikap optimis merupakan daya yang besar untuk mendorong apa yang
dipikirkan dan akan dilakukan. Percaya diri sangat membutuhkan sikap optimis.
7. Kreatif Seseorang dalam mengembangkan ilmunya harus mempunyai sikap kreatif yang
berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif dan
berkemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Sifat-sifat yang tersebut di
atas menunjukkan kepada kita arah tujuan yang hendak dicapai seseorang yang hendak
menumbuhkan sikap ilmiah pada dirinya. Tidak seorang pun dilahirkan dengan memiliki sikap
ilmiah. Mereka yang telah memperoleh sikap itu telah berbuat dengan usaha yang sungguh-
sungguh.
10
8. Kritis Sikap kritis direalisasikan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, baik dengan
jalan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan mengetahui masalah maupun dengan
membaca sebelum menentukan pendapat untuk ditulis.
9. Sikap Rela Menghargai Karya Orang Lain Sikap rela menghargai karya orang lain
diwujudkan dengan mengutip dan menyatakan terima kasih atas karangan orang lain, dan
menganggapnya sebagai karya yang orisinal milik pengarangnya.
10. Sikap Menjangkau ke Depan Sikap menjangkau ke depan dibuktikan dengan sikap futuristic,
yaitu berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan membuktikannya dan bahkan mampu
menyusun suatu teori baru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek. Pengetahuan yang tidak
sesuai dengan objek pandang “keliru”. Objek adalah segala hal yang dapat diraba, disaksikan
suatu yang menjadi kajian. Objek yang dikaji memiliki aspek yang banyak dan sulit disebutkan
dengan serentak. Kenyataannya manusia(subjek) hanya mengetahui beberapa aspek dari objek.
Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena kebenaran ilmiah
muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didukung teori yang menunjang serta
11
didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat rasional jika kebenran yang
semacam ini menghendaki adanya objek dikaji apa adanya tanpa campur tangan subjek.
12