Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT DAN LOGIKA KESEHATAN

“KEBENARAN”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5 (KELAS C)

1. ALDY SATYA NUSANTARA (P10119087)


2. MUHAMMAD NUR (P10119218)
3. BRIGITA NATASYA BERTUS (P10119015)
4. CHRISTIN FLORENSIA (P10119159)
5. GITA ANASTASYA BANDOLA (P10119081)
6. TITIN DWI SYAFITRI (P10119027)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul
”KEBENARAN” dapat selesai pada waktunya.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas dalam Mata
Kuliah Filsafat dan Logika Kesehatan. Dalam penyusunan makalah ini kami
banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna,
maka saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah selanjutnya. Akhirnya, kami berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Palu, 13 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................i
Halaman Daftar Isi.....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Permasalahan............................................................................3
D. Metode Penelitian...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebenaran...........................................................................4
B. Teori Kebenaran.....................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................9
B. Saran........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang Masalah
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara
ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan
rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-
prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam
itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum
yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi
hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena
tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan
dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur
tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi
merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih
rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh
sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih
tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan
penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi
dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam
hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa
yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi
dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-
sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek
alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan. Epistemologis membahas
masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar
utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan
diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-
materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang
aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara
konsekuen dan penuh disiplin. misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun
rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka
muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri
pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat dikelompokkan dalam
tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik.
Kebenaran moral menjadi bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan antara
yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan
yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada
mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari
kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.
B.   Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar
pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita
rumuskan masalah-masalah yang akan di bahas, antara lain :
1.  Pengertian kebenaran.
2.  Teori-teori kebenaran filsafat ilmu.
C.   Tujuan Penulisan
Adapun manfaat penbuatan makalah ini adalah :
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian dan tingkatan-tingkatan
kebenaran ilmu pengetahuan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang teori-teori kebenaran ilmu
pengetahuan.
3. Mahasiswa mampu menjabarkan apa saja tingkatan-tingkatan dan sifat-
sifat kebenaran ilmu pengetahuan.
D.  Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu
memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan
permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga
penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai
masalah yang dibahas dengan teman-teman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human.
Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat
manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha
"memeluk" suatu kebenaran.Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa
dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk
mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta
dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada
dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non
ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian
yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas dapat
kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan
ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk.
Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus
terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti
(begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas
dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan
dalam satu kesatuan system.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang
kebenaran ini, Plato pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu
yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran
itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu
yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna
"kebenaran keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau
pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan
hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu
bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan.
Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka
pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian
kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang
masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap
berakarnya kebenaran.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian
antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya
pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi
pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai
kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu
kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa
dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain,
keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia.
Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak
henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral,
kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan
etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang
kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan
psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif.
Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan
akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada
merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.
B. Teori Kebenaran
1. Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas
objektif. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan
kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang
diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-
ide) di lapangan.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi
Yogyakarta itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai
dengan kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di
Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori
korespodensi ini. Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di
dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah
pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran
itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar
bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
2.     Teori Kebenaran Koherensi
Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri
pada kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau
pernyataan yang dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide
atau pernyataan tersebut. Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut
oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-
1924).
Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu
pengetahuan, pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau
dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari
proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhannya, pernyataan itu dianggap
benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan mati. Soleh adalah
seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati.
3.  Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia. Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce
(1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul
"How to Make Our Ideas Clear".
Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori
koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita
objektif, sedangkan pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan
dengan cara menguji melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.
Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia
menerima pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua
itu membawa akibat praktis yang bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A.   Simpulan
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam
kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam
kehidupan manusia. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan
Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta
Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik
Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila
pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan
kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah
Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
Dari beberapa Teori Tentang Kebenaran dapat disimpulkan :Teori
Korespondensi : "Kebenaran/keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti
yang dimaksud oleh sebuah pendapat dengan apa yang sungguh merupakan
halnya/faktanya"
Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu
dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau
kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara
keduanya terdapat kesesuaian (korespondence), maka preposisi tersebut dapat
dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar.
B.   Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya
dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa
makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari
berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Muhammad. "FILSAFAT ILMU: Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan". Yogyakarta: Puataka Pelajar. 2010

Ahmad, Beni Saebani. "FILSAFAT ILMU: Kontemplasi Filosofis tentang Seluk-


beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan". Bandung: Pustaka Setia, 2009

Kattsoff, Louis O. "Pengantar Filsafat". Yogyakarta: Tiara Wacana. 2004

Suriasumantri, Jujun S. "FILSAFAT ILMU: Sebuah Pengantar Populer". Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 2007

Zaprulkhan.”FILSAFAT ILMU”. Jakarta:Raja wali Pers, 2016

Anda mungkin juga menyukai