Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................2

Latar Belakang.....................................................................................................2

Rumusan Masalah................................................................................................3

Tujuan...................................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................4

Pengertian Pragmatisme.......................................................................................4

Tokoh-tokoh Pragmatisme dan Pendapatnya Mengenai Pragmatisme................7

Konsep Utilitas Perspektif Pragmatisme dalam Pendidikan................................8

Kelemahan dan Kelebihan Pragmatisme............................................................10

BAB III..................................................................................................................11

PENUTUP..............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat Pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses
pendidikan. Dalam arti lain makna Filsafat Pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerapkan nilai-
nilai dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya1.

Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup,


yakni untuk memajukan dan memperkaya kehidupan. Nilai pengetahuan
manusia dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis. Menurut James “tidak
ada ukuran untuk menilai kebenaran absolut, benar atau palsunya pikiran akan
terbukti di dalam penggunaannya dalam praktik dan tergantung dari berhasil
atau tidaknya tindakan tersebut. Esensi potensial pendidikan, Pendidikan:
suatu daya yang mampu membuat manusia berada di dalam kepribadiannya
sebagai manusia, bukan makhluk lain. Pendidikan menumbuhkembangkan
“kecerdasan inteligensia”. Eseensi konkrit pendidikan, Pendidikan: suatu daya
yang mampu membuat setiap manusia individu berkesadaran utuh terhadap
hakikat keberadaanya berdasar nilai asal usul dan tujuan kehidupannya.
Berdasar kecerdasan spritual dan kecerdasan intelektual, hakikat konkrit
pendidikan menekankan pada “kecerdasan emosional” yaitu kemampuan
individu dalam mengendalikan perilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai
asal usul dan tujuan kehidupan.Potensi manusia ditumbuhkan secara seimbang
dan terpadu agar spirit manusia semakin cerdas.Manusia yang eksis dalam
kecerdasan spiritualnya cenderung berwawasan luas dan mendalam, yang
membuka untuk memasuki dunia transenden.

1
Muhamad Adib, “Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan”,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal. 53.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pragmatisme ?
2. Sebutkan Tokoh-tokoh pragmatisme dan pendapatnya mengenai
pragmatisme !
3. Bagaimana konsep utilitas perspektif pragmatisme dalam pendidikan ?
4. Sebutkan kelemahan dan kelebihan pragmatisme !

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian pragmatisme
2. Mengetahui tokoh-tokoh pragmatisme
3. Mengetahui konsep utilitas perspektif pragmatisme dalam pendidikan
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pragmatisme

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pragmatisme
Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa Yunani
“pragma”, adapula yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti
tindakan atau aksi. Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang
tindakan. Filsafat ini menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung
pada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi manusia dalam penghidupannya.
Dengan demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam
praktek dan hasil yan memajukan hidup. Benar tidaknya sesuatu hasil pikir,
dalil maupun teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut
berfaedah tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, tujuan
kita berfikir adalah memperoleh hasil akhir yang dapat membawa hidup kita
lebih maju dan lebih berguna. Sesuatu yang menghambat hidup kita adalah
tidak benar2.

Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar


ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis3. Pegangan pragmatisme ialah
logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja
membawa akibat praktis. Pengalaman pribadi, kebenaran mistis semuanya
bisa diterima asalkan membawa akibat praktis yang berman-faat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah manfaat hidup praktis.

Pragmatisme memiliki tiga ciri, yaitu:

1. Memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera


manusia
2. Apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi
3. Manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat

2
Wasitohadi, “Pragmatisme, Humanisme dan Implikasinya bagi Dunia Pendidikan di Indonesia”,
Vol. 28, No. 2, Desember 2012. Hal. 176.
3
Kochhar, “Pembelajaran Sejarah”, (Jakarta: Gramedia, 2008). Hal. 14.

4
Pertama, dari perspektif penganut pragmatisme, kita hidup dalam sebuah
dunia pengalaman. Dalam perjalanan waktu, pengalaman manusia tersebut
berubah dan karenanya konsep pragmatisme tentang kenyataanpun juga
berubah. Di luar pengalaman manusia, tak ada kebenaran atau kenyataan
yang sesungguhnya. Dengan demikian, penganut pragmatisme menolak
pemikiran metafisika. Bagi mereka, tidak ada hal yang absolut, tidak ada
prinsip apriori atau hukum alam yang tidak berubah. Kenyataan bukanlah
sesuatu yang abstrak, ia lebih sebagai sebuah pengalaman transaksional yang
terus-menerus berubah. Apa yang “nyata” di hari ini dapat “tidak nyata” di
hari esok, sebab kenyataan tidak dapat dipisahkan dari pengalaman.

Kedua, pragmatisme pada dasarnya adalah sebuah pemikiran


epistemologis. Pengetahuan, menurut kaum pragmatis, berakar pada
pengalaman. Manusia mempunyai pemikiran yang aktif dan eksploratif,
bukan pasif dan reseptif. Manusia tidak hanya menerima pengetahuan, ia juga
membuat pengetahuan itu sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan. Jadi,
usaha pencarian pengetahuan adalah sebuah transaksi. Manusia berbuat
terhadap lingkungannya, kemudian ia mengalami konsekuensi-konsekuensi
tertentu. Ia belajar dari pengalaman transaksionalnya dengan dunia di
sekelilingnya.

Ketiga, manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dari masyarakat. Nilai-


nilai bersifat relatif dan tidak ada prinsip-prinsip absolut yang dapat
dipedomani. Sebagaimana budaya berubah, demikian juga nilai-nilaipun
berubah. Ini tidak berarti bahwa moralitas tidak mengalami pasang surut dari
hari ke hari, akan tetapi ini berarti bahwa tidak ada aturan aksiologis yang
dapat dianggap sebagai hal yang mengikat secara universal.

Nama lain aliran pragmatisme adalah instrumentalisme dan


eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme, karena aliran ini menganggap
bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama manusia harus
dianggap sebagai alat untuk menghadapi semua tantangan dan masalah dalam
pendidikan.Intelegensi bukanlah tujuan, melainkan alat untuk hidup, untuk
kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.Selain itu

5
instrumentalisme menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan
akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat
untuk mencapai tujuan berikutnya4 termasuk dalam pendidikan tidak
mengenal tujuan akhir.Kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan, maka
tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya.

Dikatakan eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode


eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan
kebenarannya. Eksperimentalisme menyadari dan mempraktekkan bahwa
eksperimen atau percobaan ilmiah merupakan alat utama untuk menguji
kebenaran suatu teori. Percobaan-percobaan tersebut akan membuktikan
apakah suatu ide, teori, pandangan, benar atau tidak. Dengan percobaan itulah
subjek memiliki pengalaman nyata untuk mengerti suatu teori, suatu ilmu
pengetahuan.

Proses pendidikan dalam pragmatism bertujuan memberikan pengalaman


empiris kepada anak didik sehingga terbentuk suatu pribadi yang
belajar,berbuat(learning by doing). Proses demikian berlangsung sepanjang
hayat. Hanya saja, nilai-nilai tersebut tidak menjadi ukuran absolut atau baku
sebagaimana kemutlakan nilai kewahyuan seperti al-Qur’an dan al-hadist
melainkan yang brelatif; yaitu nilai baik dan buruk, banar dan
salah,bermanfaat atau tidak bermanfaat menurut pertimbangan kultural
masyarakat. Nilai tersebut tentu saja berubah sesuai dengan tempat, waktu
dan persepsi masyarakat serta pengaruh kemajuan teknologi5

B. Tokoh-tokoh Pragmatisme dan Pendapatnya Mengenai Pragmatisme


Charles Peirce sering disebut sebagai penemu, perintis, yang
memperkenalkan pragmatisme, sedangkan William James sering dipandang
sebagai bapak pragmatisme, yang memformulasikan pragmatisme, sedangkan
John Dewey adalah tokoh pragmatisme modern, yang menyebarluaskan atau
memasyarakatkan pragmatisme.

4
Jalaluddin dan Abdullah Idi, “Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan pendidikan” (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002). Hal. 71.
5
Ramayulis dan Samsual Nizar, “Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokoh” (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Hal. 37.

6
1) William James (1842-1910)

William James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang


berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari segala akal
yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita
anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena
di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tiada kebenaran yang mutlak, yang
ada adalah kebenaran-kebenaran, artinya: dalam bentuk plural atau jamak)
yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus, yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya6.

William James mengatakan secara singkat bahwa pragmatisme adalah


realitas yang sudah kita ketahui berguna untukmengukur suatu kebenaran
konsep seseorang yang harus mempertimbangkan konsekuensi yang akan
diterapkan paa konsep tersebut.

2) John Dewey (1859-1952)

Pragmatisme Pendidikan yang dipelopori oleh filsuf Amerika John Dewey


didasarkan pada perubahan, proses, relatifitas, dan rekonstruksi pengalaman.
Pragmatisme pendidikan Dewey cukup dipengaruhi oleh teori evolusi Charles
Darwin bahwa semua makhluk hidup baik secara biologis maupun sosiologis
memiliki naluri untuk bertahan hidup dan untuk berkembang. Setiap
organisme hidup di dalam habitat atau lingkungannya. Dalam proses
kehidupan, organisme manusia mengalami situasi-situasi yang problematik
sebagai ancaman bagi kelanjutan eksistensinya. Manusia yang sukses dalam
hal ini adalah yang mampu memecahkan masalahmasalah itu dan
menambahkan rincian-rincian dari proses-proses pemecahan masalah yang
berbeda-beda ke dalam gudang pengalaman-pengalamannya untuk digunakan
menghadapi masalah-masalah yang mungkin saja mirip di masa akan datang.
Dalam filsafat pendidikan John Dewey, pengalaman adalah kata kunci.
Pengalaman dapat didefinisikan sebagai interaksi antara makhluk manusia
6
Neni Meiyani, “Telaah Penerapan Aliran Filsafat Pragmatisme”, Jassi_Anakku, Vol.12, no.2,
tahun 2013. Hal. 211

7
dengan lingkungannya. Dalam pandangan Darwin, untuk hidup tergantung
dari kemampuan memecahkan masalah-masalah, maka Dewey memandang
bahwa pendidikan menjadi tempat pelatihan bagi ketrampilan-ketrampilan dan
metode-metode pemecahan masalah (problem solving skills and methods).

Dewey berpendapat bahwasannya berfilsafat guna memperbaiki kehidupan


manusia dan lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia. Ia juga
menyatakan bahwa filsafat memberikan pengarahan dan filsafat tidak
diperkenankan kebawa arus dalam ide-ide metafisis yang tidak praktis.

3) Charles Sandre Piere (1839)

Charles berpendapat bahwa pragmatisme bukanlah sebuah filsafat, bukan


teori kebenaran, dan bukan metafisika, melainkan adalah suatu cara untuk
manusia dalam memecahkan masalah. Bahwasannya pragmatisme bukan
hanya sekedar teori pembelajaran filsafat dan mencari kebenaran, akan tetapi
pragmatism lebih kearah pada tataran ilmu kepraktisan guna membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

C. Konsep Utilitas Perspektif Pragmatisme dalam Pendidikan


Utilitas adalah manusia mampu merealisasikan kemanfaatan (utilitas)
dirinya dalam masyarakat melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya.Bagi
pragmatisme, ukuran baik dan buruk, benar dan salah didasarkan pada
kemanfaatan tingkah laku manusia dalam masyarakat.Bilamana masyarakat
memandang baik atau benar, maka perilaku tersebut adalah bermoral dan
berbudaya tinggi.

Pragmatisme menjelaskan bahwa sesuatu di atas pengetahuan itu


sendiri.Maka dari itu utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan
nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar
pengetahuan mengenai sesuatu itu.Pragmatisme memandang realita sebagai
suatu progres dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui mempunyai
peranan untuk menciptakan atau mengembangkan ha-hal yang diketahui.Ini
berarti bahwa tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan

8
tersebut dapat menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu
pula.

Paham pragmatisme berpandangan bahwa pendidikan merupakan suatu


proses reorganisasi dan rekontruksi dari pengalaman-pengalaman individu.
Pembentukan pribadi anak merupakan proses menata dan mebangun kembali
pengalaman-pengalaman anak, bukan proses pembentukan dari luar dan bukan
pemerkahan potensi diri. Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri bukan
persiapan untuk kehidupan.

Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik.Oleh karena


pelajaran yang diberikan harus didasarkan fakta-fakta yang sudah diobservasi,
dipahami dan dibicarakan.Dan kurikulumnya, setiap pelajaran merupakan
suatu kesatuan, perpaduan antara pengalaman di sekolah dan luar sekolah.
Pendidik di sini hanya sebagai fasilitator dan memberi dorongan pada peserta
didik hingga dapat berpikir ilmiah dan logis7.

Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup,


yakni untuk memajukan dan memperkaya kehidupan. Nilai pengetahuan
manusia dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis. Menurut James “tidak
ada ukuran untuk menilai kebenaran absolut, benar atau palsunya pikiran akan
terbukti di dalam penggunaannya dalam praktik dan tergantung dari berhasil
atau tidaknya tindakan tersebut.

D. Kelemahan dan Kelebihan Pragmatisme


Kemunculan paham ini ternyata tidak diterima dengan baik oleh semua
orang. Beberapa yang pro dengan paham ini menyatakan bahwa pragmatisme
dinilai positif karena dapat membawa teori ke medan praktis, berupaya
menurunkan filsafat ke tanah (membumi), dan menghadapi masalah- masalah
yang ada saat itu. Dengan ungkapan lain, pragmatisme berusaha untuk
membumikan filsafat agar dapat digunakan untuk memecahkan masalah
keseharian di sekitar kita, sebagaimana dikemukakan oleh Dewey bahwa
filsafat pragmatisme bertujuanmemperbaiki kehidupan manusia serta

7
Uyoh Sadulloh, “Pengantar Filsafat Pendidikan”, (Bandung: Alfabeta 2008). Hal. 126.

9
aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebaliknya, golongan
yang kontra memandang bahwa paham ini dinilai enggan dengan kerewelan
(perdebatan) filosofis yang tiada henti, enggan mendiskusikan asumsi- asumsi
dasar, persepsi dan nilai-nilai yang mendasar, dan cenderung langsung turun
pada perencanaan praktis. (Oesman dan Alfian, 1992: 57).

Pro dan kontra pragmatisme menunjukkan bahwa pragmatisme memiliki


kekuatan dan kelemahan8. Kekuatan pragmatisme :

 Pragmatisme membawa kemajuan- kemajuan yang pesat baik dalam ilmu


pengetahuan maupun teknologi.
 Pragmatisme mendorong berpikir liberal, bebas, dan selalu menyangsikan
segala yang ada. Pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi
semangat seseorang untuk melakukan penelitian- penelitian demi
kemajuan di bidang sosial dan ekonomi.
 Pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu
kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya lewat
pembuktian yang praktis sehingga pragmatis tidak mengakui adanya
sesuatu yang sakral dan mitos.

Kelemahan pragmatisme :

 Pragmatis sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mencapai


kebutuhan kehidupan, sehingga sikap ini menjurus kepada sikap ateisme.
 Pragmatis menciptakan pola pikir masyarakat yang materialis.
 Untuk mencapai tujuan materialistisnya, manusia mengejar dengan
berbagai caratanpa mempedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota
dari masyarakat sosialnya. Dengan demikian, masyarakat pragmatisme
menderita penyakit humanisme.

8
Siti Sarah, “Pandangan Filsafat Pragmatisme John Dewey dan Implikasinya dalam Pendidikan
Fisika”, Prossiding, Vol. 1, No. 1, Februari. 2018, Hal. 68.

10
BAB III
PENUTUP

Secara etimologis, kata pragmatisme berasal dari bahasa Yunani


“pragma”, adapula yang menyebut dengan istilah “pragmatikos”, yang berarti
tindakan atau aksi. Pragmatisme berarti filsafat atau pemikiran tentang tindakan.
Filsafat ini menyatakan bahwa benar tidaknya suatu teori bergantung pada
berfaedah tidaknya teori tersebut bagi manusia dalam penghidupannya. Dengan
demikian, ukuran untuk segala perbuatan adalah manfaatnya dalam praktek dan
hasil yan memajukan hidup. Benar tidaknya sesuatu hasil pikir, dalil maupun
teori, dinilai menurut manfaatnya dalam kehidupan atau menurut berfaedah
tidaknya teori itu dalam kehidupan manusia.

Tokoh-tokoh Pragmatisme yaitu : Charles Peirce sering disebut sebagai


penemu, perintis, yang memperkenalkan pragmatisme, sedangkan William James
sering dipandang sebagai bapak pragmatisme, yang memformulasikan
pragmatisme, sedangkan John Dewey adalah tokoh pragmatisme modern, yang
menyebarluaskan atau memasyarakatkan pragmatisme.

Pragmatisme menjelaskan bahwa sesuatu di atas pengetahuan itu


sendiri.Maka dari itu utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan nyata
adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan
mengenai sesuatu itu.Pragmatisme memandang realita sebagai suatu progres
dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui mempunyai peranan untuk
menciptakan atau mengembangkan ha-hal yang diketahui.Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat
menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula.

Kelebihan pragmatisme :

 Pragmatisme membawa kemajuan- kemajuan yang pesat baik dalam ilmu


pengetahuan maupun teknologi.
 Pragmatisme mendorong berpikir liberal, bebas, dan selalu menyangsikan
segala yang ada. Pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi

11
semangat seseorang untuk melakukan penelitian- penelitian demi
kemajuan di bidang sosial dan ekonomi.
 Pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu
kepercayaan dapat diterima apabila terbukti kebenarannya lewat
pembuktian yang praktis sehingga pragmatis tidak mengakui adanya
sesuatu yang sakral dan mitos.

Kelemahan pragmatisme :

 Pragmatis sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mencapai


kebutuhan kehidupan, sehingga sikap ini menjurus kepada sikap ateisme.
 Pragmatis menciptakan pola pikir masyarakat yang materialis.
 Untuk mencapai tujuan materialistisnya, manusia mengejar dengan
berbagai caratanpa mempedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota
dari masyarakat sosialnya. Dengan demikian, masyarakat pragmatisme
menderita penyakit humanisme.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2011). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika


Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Idi, J. d. (2002). Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan pendidikan. Jakarta:


Gaya Media Pratama.

Kochhar. (2008). Pembelajaran Sejarah. Jakarta: Gramedia.

Meiyani, N. (2013). Telaah Penerapan Aliran Filsafat Pragmatisme.


Jassi_Anakku, 211.

Nizar, R. d. (2010). Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan


Pemikiran Para Tokoh. Jakarta: Kalam Mulia.

Sadulloh, U. (2008). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sarh, S. (2018). Pandangan Filsafat Pragmatisme John Dewey dan Implikasinya


dalam Pendidikan Fisika. Prossiding, 68.

Wasitohadi. (2012). Pragmatisme, Humanisme dan Implikasinya bagi Dunia


Pendidikan di Indonesia. Satya Widya, 176.

13

Anda mungkin juga menyukai