Anda di halaman 1dari 13

PRAGMATISME

Makalah

Disusun Oleh:

AZIS MAULANA

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam

Nim : 180301018

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH

2021M/1442H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebenaran merupakan suatu hal yang cukup penting, karena kebenaran adalah
suatu yang bernilai kehidupan bersama. Untuk menemukan kebenaran salah satu
upaya yang dilakukan dengan cara berpikir benar guna menemukan pengetahuan.
Sebab apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh
karena itu kegiatan berpikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang
benar dengan sejumlah kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan kriteria
ukuran kebenarannya tidaklah sama karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda.
Kriteria kebenaran pengetahuan alam fisik tidak sama dengan kriteria kebenaran
pengetahuan metafisik.1

Di dalam kehidupan secara umum semua manusia mencari kebenaran. Akan


tetapi keriteria, ukuran dan teori kebenaran dan problemnya tidaklah sama. Selama ini
teori kebenaran yang berkembang ada 4 macam yaitu: Pertama teori koherensi yaitu
suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu bersifat koheren atau
konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar Kedua kebenaraan
yang didasarkan kepada teori korespondensi yaitu suatu pernyataan dianggap benar
jika materi pengetahuan yang dikandung itu berkorespondensi dengan objek yang
dituju oleh pernyataan tersebut Ketiga kebenaran pragmatisme yaitu kebenaran
diukur karena bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya adalah suatu
pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi
kehidupan manusia Keempat kebenaran agama yaitu sesuatu pernyataan dianggap
benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai kebenaran mutlak yang
ajaran-ajarannya termaktup dalam kitab suci. Dari Keempat teori kebenaran tersebut
1
Fauziah Nurdin, Kebenaran Menurut Pragmatisme Dan Tanggapannya Terhadap Islam,
dalam Jurnal Islam Futura Nomor 2, volume 13, (2014), hlm 185.
di atas mempunyai kriteria ukuran kebenaran yang berbeda. Teori pertama kebenaran
adalah subjektif, dan logikanya deduktif. Teori kedua kebenaran objektif dengan
logika induktif. Teori ketiga kebenaran praktis dengan logika induktif. Sedangankan
kebenaran keempat adalah kebenaran agama yang kebenarannya berbeda karena
sifatnta metafisik, seperti wahyu.2

Dalam membicarakan aliran filsafat tidak akan lepas dari sejarah lahirnya,
para pendirinya dan juga permasalahannya yang dihadapi pada masa itu. Begitu juga
dengan filsafat pragmatisme, maka mau tidak mau untuk memahami aliran ini.
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang berarti tindakan, perbuatan. Kata ini
sering sekali di ucapkan orang yang biasanya di pahami dengan pengertian praktis.
Adapun pragmatisme adalah suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai akibat-
akibat praktis dari fikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai
dan kebenaran. Pada awal perkembangannya, pragmatisme lebih merupakan suatu
usaha untuk menyatukan ilmu pengeetahuan dan filsafat, agar filsafat menjadi ilmiah
dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Dalam usahanya memecahkan masalah-
masalah metafisika yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosof. Sebenarnya
filsafat pragmatisme adalah suatu filsafat yang ingin memberikan suatu metode
praktis tentang bagaimana mengambil keputusan untuk melaksanakan tindakan
tertentu karena itu filsafat pragmatisme adalah filsafat tindakan.3

Jika dilihat lebih lanjut pragmatisme aliran yang mengajarkan bahwa yang
benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatisme adalah logika
pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat
praktis. Demikianlah pandangan pragmatisme adalah manfaat bagi hidup praktis.4

2
Ibid,
3
Imam ahmadi, “pragmatisme William Jmes Dan Implikasinya Terhadap perilaku
Keagamaan”, (skripsi Aqidah Filsafat, UIN Sunan Kalijaga, yogyakarta, 2005), hlm 2
4
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat II, (yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm 130.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran pragmatisme ?
2. Bagaimana sejarah munculnya aliran pragmatisme ?
3. Bagaimana pemikiran para tokoh-tokoh di dalam aliran pragmatisme ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari aliran pragmatisme.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya filsafat pragmatisme.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh di dalam aliran pragmatisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pragmatisme

Istilah pragmatisme berasal dari bahasa Yunani yaitu “ pragmatikos.” Pragma


berarti tindakan sedangkan tikos berarti paham. Jadi pragmatisme adalah paham
tentang pragmatis. Pengertian pragmatis adalah “cakap dan berpengalaman dalam
urusan hukum, perkara negara dan dagang”. Dalam bahasa lnggris istilah ini disebut
Pragmatic yang berarti berkaitan dengan hal-hal yang praktis, bukan teoretis, dan ide,
hasilnya bisa dimanfaatkan langsung berhubungan dengan tindakan, bukan spekulasi
atau abstraksi. 5

Menurut Harun Hadiwijono, Pragmatisme adalah suatu aliran yang


mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan
pragmatisme adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu
asal saja membawa akibat yang praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi
diterimanya, asal bermanfaat, bahkan kebenaran mistik dipandang sebagai berlaku
juga, asal kebenaran mistis membawa akibat praktis yang bermanfaat. Patokan
pragmatisme adalah manfaat bagi kehidupan praktis. Pragmatisme menolak
intelektualisme, absolutisme dan logika formal.6

Makna pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat
yang bermanfaat secara praktis. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan. Aliran ini menekankan pada praktik dalam mengadakan
pembuktian pembenaran dari sesuatu hal yang dapat dilihat dari tindakannya yang

5
Fauziah Nurdin, Kebenaran Menurut Pragmatisme Dan Tanggapannya Terhadap Islam,
dalam Jurnal Islam Futura Nomor 2, volume 13, 2014, hlm 186.
6
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm 130
praktis atau dari segi kegunaan. Pragmatisme merupakan suatu ajaran yang
menyatakan bahwa arti suatu proporsi tergantung pada akibat-akibat praktisnya.
Menurut pragmatisme, berpikir itu mengabdi pada tindakan, dan tugas pikir itu untuk
bertindak. Hal ini mengakibatkan tindakan tindakan itu menjadi kriteria berpikir dan
kegunaan. Pragmatisme juga dapat dikatakan sebagai hasil dari tindakan itu menjadi
suatu kebenaran.7 Sebagai aliran filsafat, pragmatisme berpendapat bahwa
pengetahuan mencari, bukan sekedar untuk tahu demi tahu, melainkan untuk
mengerti masyarakat dan dunia. Pengetahuan bukan sekedar objek pengertian,
perenungan, tetapi untuk berbuat sesuatu bagi kebaikan, peningkatan serta kemajuan
masyarakat dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan daripada
pengetahuan dan ajaran, selain itu pragmatisme juga mementingkan kenyataan
pengalaman hidup di lapangan daripada prinsip yang berlebihan di dunia. Prinsip
untuk menilai pemikiran, gagasan, teori, kebijakan, pernyataan tidak hanya cukup
berdasarkan logisnya dan bagusnya rumusan-rumusan tetapi berdasarkan dapat
tidaknya dibuktikan, dilaksanakan dan mendatangkan hasil.8

Pragmatisme ini sendiri memiliki tiga ciri, yaitu:9

1. memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera


manusia,
2. apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi,
3. dan manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat.
Pertama, dari perspektif penganut pragmatisme, kita hidup dalam sebuah
dunia pengalaman. Dalam perjalanan waktu, pengalaman manusia tersebut berubah
dan karenanya konsep pragmatisme tentang kenyataanpun juga berubah. Di luar
pengalaman manusia, tak ada kebenaran atau kenyataan yang sesungguhnya. Dengan
7
Joko Fitra, pragmatisme Pemilih Dalam Pemilu (studi kasus pada pemilu legislatif 2009 di
desa karangrejo, kecamatan karanggayam, kabupaten kebumen), (skripsi pendidikan sosiologi, UIN
Yogyakarta, 2011), hlm 7-8.
8
Ibid,
9
Wasitohadi, “pragmatisme, Humanisme, Dan Implikasinya Bagi Dunia pendidikan Di
Indonesia”, (dalam Jurnal Satya Widaya, Vol. 28, No. 2. Desember 2012), hlm 177-178.
demikian, penganut pragmatisme menolak pemikiran metafisika. Bagi mereka, tidak
ada hal yang absolut, tidak ada prinsip apriori atau hukum alam yang tidak berubah.
Kenyataan bukanlah sesuatu yang abstrak, ia lebih sebagai sebuah pengalaman
transaksional yang terus-menerus berubah. Menurut kaum pragmatis, pikiran dan
materi bukanlah dua hal yang terpisah dan substansi yang independen. Orang hanya
mengetahui tentang materi sebagaimana mereka mengalaminya dan merefleksikan
pengalaman ini dengan pikirannya. Oleh karena itu kenyataan tidak pernah terpisah
dari manusia yang mengetahui.
Kedua, pragmatisme pada dasarnya adalah sebuah pemikiran epistemologis.
Pengetahuan, menurut kaum pragmatis, berakar pada pengalaman. Manusia
mempunyai pemikiran yang aktif dan eksploratif, bukan pasif dan reseptif. Manusia
tidak hanya menerima pengetahuan, ia juga membuat pengetahuan itu sebagai hasil
interaksinya dengan lingkungan. Jadi, usaha pencarian pengetahuan adalah sebuah
transaksi. Manusia berbuat terhadap lingkungannya, kemudian ia mengalami
konsekuensi-konsekuensi tertentu. Ia belajar dari pengalaman transaksionalnya
dengan dunia di sekelilingnya. Selain itu, pengetahuan dari perspektif pragmatis perlu
dibedakan dari keyakinan atau kepercayaan.
Ketiga, manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dari masyarakat. Nilai-
nilai bersifat relatif dan tidak ada prinsip-prinsip absolut yang dapat dipedomani.
Sebagaimana budaya berubah, demikian juga nilai-nilaipun berubah. Ini tidak berarti
bahwa moralitas tidak mengalami pasang surut dari hari ke hari, akan tetapi ini berarti
bahwa tidak ada aturan aksiologis yang dapat dianggap sebagai hal yang mengikat
secara universal. Menurut kaum pragmatis, apa yang secara etis baik adalah apa yang
berguna dan berfungsi. Dengan demikian, seperti halnya pengujian epistemologis itu
bersifat publik, maka pengujian etis itu juga didasarkan pada hal yang baik menurut
kriteria sosial kemasyarakatan dan bukan semata-mata didasarkan pada landasan
personal yang bersifat pribadi.
Salah satu aliran filsafat, pragmatisme tentunya mengandung kelemahan-
kelemahan. Pragmatisme mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran
yang dapat dipraktekan, dilaksanakan, dan membawa dampak nyata. Pragmatisme
menolak kebenaran yang tidak dapat langsung dipraktekan, padahal banyak
kebenaran yang tidak dapat langsung dipraktekan. Sebagai paham etis pragmatisme
menyatakan bahwa yang baik adalah yang dapat dipraktikan, berdampak positif dan
bermanfaat. Pertama, ada kebaikan yang dilihat dari manfaatnya tak dapat dimengerti.
Kedua, kebaikan yang dilakukan malah mencelakakan orang lain. Ketiga, diantara
kebaikan dan pelaksanaan tidak ada hubungannya langsung. Keempat, pragmatisme
dalam praktek dapat berubah menjadi paham utilitaris, hanya bermanfaat yang baik.
Kelima, pragmatisme dapat menjadi paham egoistis karena dapat dipraktikan,
dilaksanakan, mendatangkan dampak positif dan manfaat merupakan unsur yang
mudah menjadi unsur pribadi.10

B. Munculnya Filsafat Pragmatisme

Pragmatisme merupakan filsafat baru jika dibandingkan dengan filsafat


filsafat lain sebelumnya. Sebelum pragmatisme lahir, Ide-ide tentangnya sudah
ditemukan dalam karangan dan pemikir-pemikir dahulu sebelumnya. Sebagai contoh,
kata pragmatisch dipakai oleh Kant untuk menunjukkan pemikiran yang sedang
berlaku dan ditetapkan oleh maksud-maksud dan rencana-rencana. Kant
menggunakan kata “pragmatic” sebagai kebalikan dari kata praktik yang menunjukan
kepada bidang etika. Kant mengajak kita untuk mendapat “watak moral” khususnya
rasa kewajiban, dan kemauan untuk menegakkan kebenaran berupa keyakinan
seperti: kemerdekaan, kemauan, Tuhan dan kelangsungan jiwa. Prinsip Kant tentang
lebih pentingnya akal praktis telah merintis jalan bagi pragmatism. Pragmatisme
merupakan gerakan filsafat di Amerika yang lahir pada akhir abad ke-19 M. Filsafat
ini menjadi terkenal selama satu abad terakhir. Tokoh yang cukup berjasa dalam
melahirkan dan mengembangkan pragmatisme adalah Charles S.Pierce (1839-1914),
Williem James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme berusaha

10
Joko Fitra, op.cit. hlm 9
untuk menengahi antara tradisi yang dikembangkan oleh kaum empirisis dengan
tradisi yang dikembangkan oleh kaum idealis.11

Aliran ini terutama berkembang di Amerika Serikat, sebelumnya berkembang


di Amerika sempat juga berkembang ke Inggris, Perancis, dan Jerman.William James
adalah orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan dari aliran ini ke seluruh dunia.
William James dikenal juga secara luas dalam bidang psikologi. Tokoh lain dari
aliran pragmatisme adalah John Dewey. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal
sebagai kritikus sosial dan pemikir.12 Menurut filsafat tersebut, Istilah pragmatisme
ini kemudian di angkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Peirce (1839-1914) sebagai
doktrin pragmatism.13

Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar terhadap budaya Amerika


dari lewat abad ke-19 hingga kini. Falsafah ini telah dipengaruhi oleh teori Charles
Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Einstein dengan teori relativitasnya.
Falsafah ini cenderung kepada falsafah epistemologi dan aksiologi dan sedikit
perhatian terhadap metafisik. Falsafah ini merupakan falsafah di antara idea
tradisional mengenai realitas dan model mengenai nihilisme dan irasionalisme Ide
tradisional telah mengatakan bumi ini tetap dan manusia mengetahui hakiki mengenai
bumi dan perkara-perkara nilai murni, sementara nihilisme dan irasionalisme adalah
menolak semua dugaan dan ketentuan. Dalam usahanya untuk memecahkan masalah-
masalah metafisik yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosofi itulah
pragmatisme menemukan suatu metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari
konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang dianut
masing-masing pihak. Dalam perkembangannya lebih lanjut, metode tersebut
diterapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah

11
Fauziah Nurdin, op.cit, hlm 188
12
Kochar, Pembelajaran sejarah (Teaching of History), (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm 4
13
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2000), hlm 56.
suatu filsafat tentang kehidupan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia
menjadi bidang penerapan dan filsafat yang satu ini.14

C. Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatisme


1. Carles S. Pierce

Carles S. Pierce adalah salah seorang tokoh filsafat pragmatisme. Dia


merupakan pencetus dan pendiri filsafat tersebut. Pierce lahir pada tahun 1839
berkebangsaan Amerika. Pada tahun 1905 berkenalan dengan Williem James yang
kemudian menjadi sahabatnya. Jameslah yang menyelasaikan beberapa karya tulisnya
yang terbengkalai. Pierce meninggal dunia pada tahun 1914. Pada tahun 1878, Pierce
menulis sebuah makalah yang diberi nama “How To Make Our Ideas Clear”.
Berdasarkan tulisan ini orang mengangap bahwa pragmatisme berdiri pada tahun
1878.15 Charles Sanders Peirce adalah seorang ahli logika, filsafat, matematika, dan
kimia. Ia dianggap filsuf besar dari Amerika. Charles Lahir dari pasangan Sarah Hunt
Mills dan Benjamin Peirce di Cambridge, Massachusetts Amerika Serikat.
Perkembangan ilmu yang dimilikinya sangat dipengaruhi oleh ayahnya yang adalah
seorang professor matematika di Universitas Harvard. Tahun 1863, Charles Peirce
menerima gelar Bachelor of Science dalam bidang kimia dari Universitas Harvard.
Peirce meninggal pada tanggap 19 April 1914 di Milford, Pennsylvania Amerika
Serikat.16

Beberapa konsep pemikiran C. S. Peirce tentang pragmatisme antara lain:

Menurut Pierce kebenaran dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, kebenaran


transendental dan Kedua kebenaran kompleks. Kebenaran transendental adalah
kebenaran yang menetap pada benda itu sendiri. Sedangkan kebenaran kompleks
14
Setia Budhi Wilardjo, Aliran-aliran dalam filsafat ilmu berkat dengan ekonomi, diakses tgl 2
agustus 2021, tersedia di https://jurnal.unimus.ac.id
15
Mudji Sutrisno, Pragmatisme, (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm 92.
16
Gunawan, kajian epistemologi charles sanders pierce (1839-1940), di akses tgl 1 agustus
2021 dalam http://grelovejogja.worpress.com/2008/12/18/kajian-epistemologi-charles-sanders-
pierce-1839-1914/
adalah kebenaran dari pernyataan-pernyataan. Kebenaran kompleks dibagi menjadi
dua lagi yaitu kebenaran etis dan kebenaran logis. Kebenaran etis adalah keselarasan
pernyataan dengan apa yang diimani pembicara, sedangkan kebenaran logis adalah
keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Semua kebenaran ini
harus diuji dengan konsekuensi praktis melalui pengalaman.17

2. William James

William James lahir di New York City pada tahun 1842 M, menurut James,
dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia terdiri
dari banyak hal yang saling bertentangan. Tentang kepercayaan agama dikatakan,
sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya suatu hiburan rohani, penguatan
keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan sebagainya. Segala macam
pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama, jika akibatnya sama-sama
memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.18

Di dalam bukunya The Meaning of The Truth. James menyatakan konsep


kebenaran yang diyakininya yaitu menurutnya, tiada kebenaran yang mautlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang
mengenalnya. Sebab pengalaman manusia berjalan terus, dan segala yang kita anggap
benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah karena di dalam
prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalam berikutnya.
Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak , yang ada adalah kebenaran-
kebenaran, (artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar pada pengalaman-
pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman
berikutnya.19

3. John Dewey
17
Fauziah Nurdin, op.cit. hlm 192
18
Smith & Samuel, Gagasan-gagasan besar totoh-tokoh dalam bidang pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1986), hlm 46
19
Harun Hadiwijono, op.cit, hlm 132
John Dewey dilahirkan di Burlinton pada tahun 1859. Dia tamatan dari
Universty of Vermont. Dewey pernah mengajar sastra klasik, matematika dan sains
pada sekolah menengah atas. Titel Doktornya diperoleh di John Hopking University.
Dewey pernah mengajar di University of Michingan, University of Chicago, dan
University of Columbia, Dewey menjadi guru besar di Universitas tersebut. Dia
pernah memberi ceramah di Cina, Jepang, Turki, Mexico dan Rusia. Dewey adalah
penulis produktif. Diantara tulisannya yang populer adalah Democracy and
Education, Reconstruction in Philosophy. Experience in Nature. Art as Experience.
dan Freedom and Culture.20

John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan


bagi perbuatan nyata (sesuatu yang realitas),filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena
itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.21
Walaupun Dewey seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya
dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman (experience) merupakan kata kunci
dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan
menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kritis. Dengan demikian
filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai. Jadi yang
dimaksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori
yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbanganpertimbangan, penyimpulan-
penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu, dengan cara pertama-
tama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan
yang berdasarkan pengalaman, yang mengenal konsekuensikonsekuensi di masa
depan.22

20
Ibid,
21
Teguh wangsa gandhi, Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab filsafat pendidikan),
(yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 25
22
Neni Meiyani, Penerapan Aliran Filsafat Pragmatisme Dalam Orientasi dan Mobiltas Anak
Tunanetra, (dalam Jurnal Janji Anakku Nomor. 2, volume 12, 2013), hlm 212
Dari Ketiga tokoh-tokoh tersebut (Charles S. Peirce, William James dan John
Dewey) adalah sosok yang sangat berpengaruh terhadap rumusan dari filsafat
pragmatisme.Dalam dunia faktual terutama di era informasi dan teknologi
pragmatisme. Ketika orang mengatakan pragmatis adalah mereka melihat dari segi
sejauh mana manfaat yang diambil oleh masyarakat itu sendiri,. Kecenderungan
berfikir pragmatis adalah cara berfikir secara tepat guna, siap saji dan mudah untuk di
mengerti. Pragmatisme sering diidentikan dengan dunia kemudahan. Mudah dalam
akses informasi, mudah dalam komunikasi, mudah dalam transfortasi dan segala
kemudahan yang lain. Wajar jika kemudian orang menyebut bahwa dunia di era ini
merupakan dunia pragmatis bukan dunia filosofis atau lebih kepada generasi
pragmatis.

Anda mungkin juga menyukai