Anda di halaman 1dari 14

1|Page

Peran Aktif Gereja dalam memberikan solusi yang terbaik bagi


warga jemaat dalam berapologetika menghadapi
permasalahan Pragmatisme pada masa kini
Oleh: Dominggus H. Molle
I. Pendahuluan
Gereja sebagai Lembaga yang dihadirkan Tuhan di dunia ini seringkali di
benturkan dengan bebagai pengajaran dan doktrin serta filsafat yang tumbuh subur
serta turut mempengaruhi iman dan keyakinan orang percaya dalam mengiring
Tuhan. Apalagi di zaman modern ini, semua orang ingin mengejar sesuatu yang
bermanfaat/bernilai dalam kehidupan. Dengan kata lain mengejar sesuatu yang
berdaya guna dan berhasil guna. Bukan sekedar slogan yang diperdengarkan atau
diajarkan sehingga seringkali kita mendengar suatu istilah “OMDO (omong doang)”.
Bukan lagi suatu teori yang diajarkan yang masih sekedar konsep melainkan suatu
hasil nyata yang didapatkan atau dirasakan. Bahkan lebih jauh lagi, masyarakat
sekarang, bukan hanya berorientasi pada hasil yang diinginkan, namun
pertimbangan waktu yang diperlukan untuk hasil yang dicapai itu diupayakan
dengan waktu yang singkat. Mereka inginkan sesuatu yang praktis dan tidak ribet
yang disertai dengan pertimbangan akal sehat.
Oleh karena itu, paham pragmatism dianggap cocok menjawab tujuan yang
akan dicapai ini. Pada awalnya pragmatism ini berkembang luas dan dirasakan
cocok dengan budaya di Amerika. Namun dalam penerapannya, mulai diakui
secara luas di seluruh dunia.
Pragmatisme sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebut
suatu kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham, doktrin,
gagasan, penyataan, ucapan) adalah bergantung pada (diukur dari) penerapannya
bagi kepentingan manusia.1 Dengan kata lain sesuatu dapat diterima bilamana hal
tersebut nyata dan berguna bagi manusia. Lalu bagaimana halnya jika kenyataan
ini diterapkan dalam kehidupan berjemaat/bergereja? Tentu semua bentuk
pengajaran rohani yang diterima akan diukur berdasarkan manfaat yang
didapatkan. Gereja tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan ini. Karena
ternyata kebanyakan orang yang datang dan hadir di gereja ingin mendapatkan

1
______________, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta – Pusat Bahasa 2008 halaman. 131

2|Page
sesuatu dalam kegiatan ibadah yang dilakukan, lalu bilamana hal itu tidak bisa
dipenuhi apa jadinya dengan mereka semua.
Oleh karena itu, melalui pemaparan ini, diharapkan gereja bisa membuka mata
untuk menjawab semua pertanyaan dan kebutuhan jemaat juga dalam memberi
jawab terhadap semua keberatan ini. Gereja harus menunjukkan sebuah praksis
kehidupan yang menunjukkan inti iman tersebut karena pola pikir popular sekarang
lebih menekankan tentang praktis ketimbang teologis.2

II. Pengertian & Latar Belakang.


Secara terminologis, Pragmatisme Berasal dari kata Yunani
"Pragma/Pragmatikos" yang berarti kegiatan, perbuatan dan tindakan yang
bermanfaat, sedangkan “isme” diartikan ajaran, aliran/paham. Dengan demikian
Pragmatisme diartikan sebagai ajaran, aliran atau paham yang menekankan pada
suatu perbuatan atau tindakan. Namun perbuatan atau tindakan itu membawa atau
menimbulkan akibat praktis yang bermanfaat. Ukuran atau kriteria kebenaran di sini
adalah terletak pada “bermanfaat/manfaat”. Jadi dengan demikian prakmatisme
adalah sesuatu ajaran yang menekankan pada suatu tindakan nyata atau
perbuatan yang bermanfaat.
Pragmatisme sendiri lebih menekankan pada metode daripada doktrin-doktrin
filsafat, dan metode yang dipakai adalah metode empiris/pengalaman. Mereka
mengkritik sistem filsafat sebelunya seperti idelaisme yang masih mempersoalkan
atau membahas hal-hal yang bersifat abstrak dan mencari hakekat yang mutlak.3
Secara sederhana, Istilah pragmatism/pragmatis biasa digunakan untuk
menunjukkan komitmen untuk sukses dalam urusan praktis, untuk 'mendapatkan'
hal yang dilakukan'. Pragmatis tidak didorong oleh prinsip, tetapi oleh keinginan
untuk mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu para pragmatis memiliki sedikit
minat pada
abstraksi, idealisasi, argumen, atau teori apa pun. Mereka tidak punya waktu untuk
ini karena mereka terpaku pada tugas-tugas praktis. Dengan demikian sehubungan
dengan pengertian ini, Robert B. Talisse & Scott F. Aikin dalam bukunya
Pragmatism, menyebutkan bahwa orang yang masuk dalam aliran ini adalah

2
James A. Lola, dalam VISIO DEI: Jurnal Teologi Kristen, Vol.1no.1 Juli 2019
3
Purwo Husodo, Sejarah Pemikiran Barat (edisi revisi), Yogyakarta, A.G. Publishing 2021 halaman 147-148.

3|Page
seorang penawar, negosiator dan pelaksana. Mereka bukan seorang pemikir, atau
pencari kebenaran.4
.Pragmatis sendiri merupakan gerakan filsfat Amerika yang menjadi terkenal
selama satu abad terakhir, dengan tokoh-tokohnya seperti: Charles S. Peirce
(1839-1934), Willam James (1842-1910), John Dewey (1859-1952). Pierce sendiri
dianggap sebagai pencetus pragmatism. Pandangannya yang penting dalam
pragmatism adalah teorinya tentang “arti” (theory of meaning).
Ajaran pokok pragmatism menyatakan bahwa sebuah ide/pemikiran tidaklah
bisa dikatakan “benar” atau “salah”, namun akan dijadikan benar yang didasarkan
pada suatu perbuatan tertentu. Perbuatan itu bukan sekedar perbuatan namun juga
berguna dan berhasil, seperti yang dinyatakan berikut ini:
“Pragmatists contend that most philosophical topics—such as the
nature of knowledge, language, concepts, meaning, belief, and
science—are all best viewed in terms of their practical uses and
successes.”5
Didalam pragmatisme, pertanyaan utamanya bukanlah "apa itu?" melainkan "apa
gunanya?"
Bagi Pragmatisme, pengetahuan dianggap benar jika memiliki manfaat
dalam realitanya. Yang benar menurut paham ini adalah apa yang bisa
membuktikan dirinya bermanfaat. Jadi pragmatism adalah logika pengamatan yang
bersedia dengan senang hati menerima segala sesuatu, asal saja bermanfaat
secara praktis (asas Manfaat).

III. Tokoh Pragmatisme


Ada 3 tokoh pragmatism yang cukup terkenal yakni:
1. Charles Sandre Pierce (1839-1934). Charles berpendapat bahwa apapun
yang berpengaruh bisa dikatakan praktis. Dibeberapa waktu yang lain ia juga
mengutarakan bahwa pragmatisme bukanlah sebuah filsafat, bukan teori
kebenaran, dan bukan metafisika, melainkan adalah suatu cara untuk
manusia dalam memecahkan masalah. Dari dua pendapat diatas bisa
disimpulkan bahwasannya pragmatisme bukan hanya sekedar teori
pembelajaran filsafat dan mencari kebenaran, akan tetapi pragmatism lebih

4
Robert B. Talisse & Scott. F. Aikin., Pragmatism: A Guide for the Perplexed., Continuum International
Publishing Group, London 2008, p. 1
5
___________ WIKIPEDIA: The Free Encylopedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme

4|Page
kearah pada tataran ilmu kepraktisan guna membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi manusia.
Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of
American literary thought (1974) menjelaskan bahwa peirce
memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar
bagi pragmatisme sebagai berikut :
a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada
kemurnian opini manusia.
b. Bahwa apa yang kita namakan “universal“ adalah yang pada akhirnya
setuju dan menerima keyakinan dari “community of knowers “
c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan
membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang
terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi
masyarakat (komunitas).6
2. John Dewey (1859-1952). Dewey berpendapat bahwasannya berfilsafat
guna memperbaiki kehidupan manusia dan lingkungannya atau mengatur
kehidupan manusia. Ia juga menyatakan bahwa filsafat memberikan
pengarahan dan filsafat tidak diperkenankan kebawa arus dalam ide-ide
metafisis yang tidak praktis.
3. William James (1842-1910) Dia mengatakan secara singkat bahwa
pragmatism adalah realitas yang sudah kita ketahui berguna untuk
mengukur suatu kebenaran konsep seseorang yang harus
mempertimbangkan konsekuensi yang akan diterapkan pada konsep
tersebut. Bagi James, Pragmatisme adalah tentang nilai dan moralitas:
tujuan filsafat adalah untuk memahami apa yang bernilai bagi kita dan
mengapa itu bernilai.
Menurut James terkait kebenaran:
*. Kebenaran merupakan semua hal yang semula bisa ditentukan dan
ditemukan berdasarkan pengalaman dan dilain pihak bisa diuji dengan
diskusi.

6
Suharmin, dkk., Makalah Filsafat Ilmu: Filsafat Pragmatisme, Universitas Negeri Gorontalo, jurusan Kimia
Fak. MIPA, 2014.

5|Page
*. Kebenaran merupakan suatu pernyataan fakta. Kebenaran merupakan
sebuah kesimpulan yang telah digeneralisasikan dengan pernyataan fakta
(segala sesuatu tentang pengalaman).
James menegaskan bahwa kita dan realitas bersama-sama "membuat"
kebenaran. Ide ini memiliki dua pengertian: (1) kebenaran bisa berubah, (2)
kebenaran adalah relatif7
William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme,
sebagai berikut:
a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat
di prediksi tetapi dunia benar adanya.
b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang
terjadi pada ide-ide dalam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan
nyata.
c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya
untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan
dengan pengalaman praktisnya maupun penguasaan ilmu
pengetahuannya.
d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang
absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan
kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita
tinggal didalamnya (Horton dan Edwards, 1974:172)8.

IV. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pragmatisme


Dilihat secara ontologi aliran pragmatisme ini menganggap alam semesta
merupakan kenyataan kehidupan manusia. Karena menurut aliran ini alam itu
masih dalam pembaharuan kearah yang lebih baik. Sedangkan dari sisi
epistimologi aliran pragmatisme menganggap bahwa pengetahuan
merupakan informasi, fakta, hukum, prinsip, proses yang terakumulasi pribadi
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Pengalaman sebagai realita
sosial maka pengetahuan merupakan informasi, fakta, hukum, prinsip, proses,
dan kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil dari interaksi

7
Pragmatic theory of truth, Source: http://en.wikipedia.org/w/index.php?oldid=369058222
8
Ibid.

6|Page
dengan lingkungan. Dari sisi Aksiologi pragmatisme menilai bahwa nilai akan
timbul karena manusia memiliki bahasa. Dari bahasa kemudian timbul
pergaulan antar sesama dan akhirnya akan membentuk kelompok yang
kemudian menjadi suatu masyarakat. Jika suatu ilmu pengetahuan tidak
berazas nilai/tidak ada manfaatnya dalam suatu lingkungan sosial maka dalam
pandangan pragmatisme pengetahuan itu dianggap tidak benar. Lebih jauh
akan dibahas per bagian sebagai berikut:
A. Ontologis Pragmatisme
Pragmatis menggunakan, sebagai garis dasar ontologis mereka,
konsep pengalaman. Ini benar-benar canggih dari naturalisme.
Konsep hukum alam, misalnya, bagi kaum pragmatis lebih bersifat
deskriptif daripada preskriptif. Ini adalah hasil atau serangkaian
pengamatan yang panjang dan berakar pada pengalaman. Pendek
kata, memperlebar bidang pencarian Tuhan
Pragmatisme dalam hal ini mengadopsi rasionalisme (logika) dan
empirisme (indrawi) dan menjadikannya praktis jika hal itu
bermanfaat. Artinya sesuatu disebut sebagai hal yang berguna baik
itu logika maupun pengalaman indrawi jika semua itu diukur dari
bermanfaatnya logika dan pengalaman indrawi tersebut. Jadi posisi
pragmatism juga mengakui 2 aliran filsafat tersebut.
JIkalau para realisme menyebutkan bahwa dunia dapat kita ketahui
karena pengalaman, pragmatis menyebutkan bahwa semua yang
dapat kita ketahui adalah pengalaman kita.
B. Epistemologi Pragmatisme
Ada tiga poin utama yang penting bagi epistemologi pragmatis.
Pertama, ini adalah aktivitas terbuka untuk umum/universal dan
pada kenyataannya, bergantung pada tes publik daripada beberapa
tes metafisik pribadi. Kedua, dapat terjadi kesalahan dan terus-
menerus direvisi dalam hal kondisi dan konsekuensi baru. Dan,
ketiga, ia menempatkan tanggung jawab utama atas kebenaran dan
pengetahuan langsung di atas pundak manusia. Ini adalah tanggung
jawab yang luar biasa dan ada banyak orang yang lebih suka
mengabaikan tanggung jawab ini dan mundur ke keamanan sistem
yang lebih otoriter.
7|Page
Proses yang ditempuh pragmatism dalam mediasi pengalaman,
*. Bagaimana mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,
*. Menggunakan eksperimen untuk membantu menemukan dan
menentukan arah baru, meliputi proses 5 langkah:
√. Kegelisahan samar yang membuat kita tahu bahwa kita
memiliki masalah yang mengganggu keseimbangan kita.
√. Penyempurnaan masalah. Ini adalah perincian masalah,
membawanya dan memusatkan hal itu sehingga tidak ada hal-
hal yang tidak relevan dan asing.
√. Pembentukan hipotesis atau solusi sementara.
√. Pertimbangan konsekuensi dari masalah.
√. Pengujian aktual solusi disesuaikan dengan kondisi lapangan.
C. Aksiologi Pragmatisme.
*. Konsep Kebaikan (Etika)
Yang baik adalah yang menyelesaikan situasi tak tentu dengan
cara terbaik. Dengan demikian, penggunaan kecerdasan dalam
pemecahan masalah dianggap baik oleh para pragmatis,
sedangkan menghindar dari masalah atau ketergantungan tanpa
berpikir pada beberapa otoritas 'lebih tinggi' saat ada masalah akan
dianggap buruk bagi pragmatism. Nilai kebaikan akan muncul dari
proses musyawarah. Dalam setiap generasi harus menciptakan
nilai-nilai baru dan solusi baru untuk menghadapi masalah baru di
tiap zaman.
John Dewey menemukan pertumbuhan sebagai dasar dari
semua etika. Apa yang berkontribusi pada pertumbuhan adalah
baik. Apa yang akan menghambat, membelokkan, atau
menghambat itu buruk. Tetapi, karena manusia tidak sepenuhnya
mandiri pada dirinya sendiri, apa yang mungkin tampak baik dalam
pengertian pribadi juga harus dieksplorasi dalam pengertian umum.
Kita harus mengajukan dua pertanyaan kemudian tentang suatu
tindakan atau keputusan. Pertama, apa konsekuensi individu? Dan
kedua, apa konsekuensi publik? Kita juga harus
mempertimbangkan apakah konsekuensi-konsekuensi ini akan
berkontribusi atau menghambat pertumbuhan. Maka, perhatian
8|Page
utama dari teori etika pragmatis adalah tes publik, tes yang terbuka
untuk umum dan yang dapat diulangi atau diverifikasi oleh orang
lain.
*. Konsep Estetika
Apa yang indah hanyalah apa yang kita temukan indah dalam
pengalaman kita sendiri, apa yang memiliki kekuatan untuk
menggerakkan kita. Estetika adalah bentuk di mana seorang
seniman menggambarkan pengalaman pribadinya kepada
pemirsa. Namun deskripsinya tidak perlu rinci. Ujian sebuah karya
estetika adalah apakah karya itu dapat menggerakkan penonton
dan mengkomunikasikan kepadanya pengalaman dengan semua
perasaan yang kompleks. Ujian publik dari sebuah karya estetika
adalah apakah seniman telah mengomunikasikan pengalamannya
kepada kita atau tidak dan apakah orang lain berbagi rasa
kesenangan dan kepuasan estetis yang kita terima dari sebuah
karya.
*. Konsep struktur sosial
Bagi pragmatis, masyarakat adalah proses di mana individu
berpartisipasi. Masyarakat adalah sumber dari mana orang
memperoleh semua yang menjadikan mereka individu, sementara
pada saat yang sama masyarakat adalah produk dari rangkaian
interaksi kompleks di antara individu yang kehidupan dan
aktivitasnya saling mempengaruhi. .Manusia memperoleh nilai-
nilainya dari masyarakat dan karena nilai-nilai ini banyak
membantu menentukan seperti apa hidupnya nantinya,
masyarakat dan hubungannya dengan individu mungkin menjadi
salah satu perhatian paling penting bagi para pragmatisme.
Masyarakat adalah konsep dasar dalam pragmatisme karena
semua tindakan harus dipertimbangkan dalam kerangka sosialnya
yang dirancang untuk mewariskan warisan budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya, harus memperhatikan
masyarakat.

9|Page
V. Pandangan Pragmatisme tentang Agama.
Terhadap pokok bahasan ini, tokoh pragmatism yang menyoroti hal
ini hanya John Dewey dan William James. Mereka berdua menyelidiki
peran yang masih dapat dimainkan agama dalam masyarakat
kontemporer.
Perlu dicatat, dari sudut pandang umum, bagi William James, sesuatu
itu benar hanya sejauh itu berhasil.
Jadi, pernyataan, misalnya, bahwa doa kita didengar mungkin bekerja
pada tingkat psikologis tetapi (a) mungkin hal itu tidak membantu untuk
mewujudkan hal-hal yang kita doakan (b) mungkin lebih baik dijelaskan
dengan mengacu pada efeknya yang menenangkan daripada dengan
mengklaim doa didengar.
Joseph Margolis seorang pragmatis modern, dalam Historied Thought,
Constructed World (California, 1995), membuat perbedaan antara
"keberadaan" dan "kenyataan". Dia menyarankan menggunakan istilah
"ada" hanya untuk hal-hal yang cukup menunjukkan Peirce's
Secondness: hal-hal yang menawarkan perlawanan fisik yang kasar
terhadap gerakan kita. Dengan cara ini, hal-hal yang mempengaruhi kita,
seperti angka, dapat dikatakan "nyata", meskipun mereka tidak "ada".
Margolis menyarankan bahwa Tuhan, dalam bahasa seperti itu
penggunaan, mungkin sangat "nyata", menyebabkan orang percaya
bertindak dengan cara ini, tetapi mungkin juga tidak "ada".9

VI. Pandangan Iman Kristen tentang Pragmatisme


a. Pragmatisme merupakan suatu paham yang menyoroti segala
sesuatu terkait hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan dari
sudut persepektif kegunaan. Sehingga pertanyaan “apa itu” tidak
berlaku bagi mereka tetapi yang penting adalah “apa gunanya”.
Dengan demikian hal-hal yang menyangkut agama bukan
pertanyaan apa itu agama? Tetapi apa gunanya agama? Termasuk

9
Pragmatism - Wikipedia Article

10 | P a g e
hal-hal tentang Tuhan bukan bertanya Siapa itu Tuhan? Tetapi
pertanyaan apa artinya Tuhan dan pentingnya Dia bagi saya?
Jadi kalau Tuhan tidak memberkati, kalau Tuhan tidak
menolong, kalau Tuhan belum jawab doa, kalau Tuhan tidak
menyembuhkan, maka Dia bukanlah Tuhan menurut mereka.
Jika hal ini terpelihara dalam iman Kristen, maka pasti banyak
orang yang datang ke gereja hanya untuk mencari manfaat yang di
dapatkan di gereja. Jika tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan
meninggalkan keyakinan dan gereja. Bagi mereka, yang penting apa
yang saya butuhkan tergenapi/didapatkan. Tuhan hanya dijadikan
mereka sebagai pemuas keinginan mereka, bukan focus
penyembahan dan pokok keselamatan. Tuhan Yesus pernah
menegur para murid dan semua orang yang mengikutiNya, hanya
karena berkat dan roti yang telah mereka makan dan menjadi
kenyang (Yohanes 6:26-27). Yesus justru mengingatkan orang
percaya untuk mengikuti Dia bukan untuk tujuan duniawi dan
pemenuhannya, melainkan untuk hidup yang kekal.
b. Pragmatisme memiliki acuan pada “hasil akhir” bukan “proses”. Itulah
sebabnya mereka hanya memiliki konsep “know how” tetapi tidak
memiliki konsep “know why”. Dalam keyakinan iman Kristen, mereka
hanya ingin tahu apa yang telah Tuhan perbuat bagi mereka yang
nyata dan dialami, namun tidak mau tahu konsep di balik itu,
mengapa Tuhan memberkati, mengapa Tuhan menjawab doa kita
atau mengapa Tuhan belum juga menjawab doa. Dengan demikian
orang percaya sulit untuk tiba pada pemahaman mengapa Tuhan
belum menjawab doa kita. Pragmatisme tidak mau tahu tentang itu.
Padahal penyebab Tuhan belum jawab doa kita sangat banyak, bisa
jadi karena dosa (Yesaya 59:1-2) atau salah berdoa (Yakobus 4:3).
c. Terkait Doa, bagi kaum pragmatism doa hanya berguna untuk
memberi ketenangan dan kepuasan batin saja bukan sesuatu yang
nyata. Mereka tidak percaya bahwa doa itu nyata mampu
menyediakan apa yang tidak ada menjadi ada. Jadi kenyataannya
doa sama saja dengan kata-kata motifasi yang menghibur dan
menguatkan. Sehingga tidak harus kita berdoa Ketika menemui
11 | P a g e
suatu kesulitan. Tidak harus berarti bisa saja kita berdoa, tetapi juga
tidak harus berdoa karena fungsinya sama saja. Hal ini sangat
merendahkan peran doa dalam kehidupan orang percaya. Mereka
tidak menyadari bahwa Doa itu sangat besar kuasanya.
d. Bagi pragmatism, kebenaran itu adalah sesuatu yang universal,
diakui oleh semua orang dan dirasakan manfaatnya oleh semua
orang. Jika tidak memenuhi unsur ini, maka itu bukanlah suatu
kebenaran. Termasuk iman Kristen menurut mereka hanya bisa
diterima dan diakui sebegai kebenaran bilamana diakui oleh semua
orang dan dirasakan manfaatnya secara universal. Bagaimanakah
bisa kebenaran Kristen bisa diterima oleh semua orang di semua
agama dan keyakinan? Pasti ada beberapa nilai kepercayaan yang
mengalami reduksi sehingga bisa diterima oleh semua orang secara
umum dari berbagai agama dan komunitas. Hal ini sangat
membahayakan iman dan kepercayaan iman Kristen kita.
e. Yang sangat berbahaya dari Pragmatisme adalah konsep terkait
yang “ada” dan “Nyata” (ontologis). Dengan analisah pandangan
Pierce terkait angka yang “ada” namun “tidak nyata”. Hal itu
disamakan dengan Tuhan yang baginya ada, namun tidak nyata. Jika
hal ini diterapkan, ada terbuka kemungkinan bahwa Tuhan juga
disatu pihak mungkin “tidak ada”. Nyata dalam karya tapi
keberadaannya perlu dipertanyakan. Bagi iman Kristen, hal ini
sangat mengancam iman kita.
f. Pragmatisme dalam pandangan terkait etis/etika (aksiologi)
menekankan bahwa nilai kebaikan ditentukan secara subjektif oleh
masyarakat dalam kesepakatan bersama, disesuaikan dengan
setiap zaman. Jadi nilai kebaikan itu berbeda dalam setiap zaman
(relative). Jika hal ini terpelihara dan diberlakukan dalam kekristenan,
maka kebaikan bagi banyak orang percaya bisa jadi hanya dianggap
sebagai kesepakatan bersama sesuai situasi dan kondisi zaman.
Tetapi kita percaya kebaikan tertinggi ada dalam Tuhan dan itu
dituangkan dalam Alkitab. Alkitab yang mengatur segala kebaikan
yang kita lakukan sesuai dengan teladan Tuhan Yesus, bukan
kebaikan semua yang disetujui bersama oleh masyarakat. Bisa jadi
12 | P a g e
apa yang disetujui masyarakat bertolak belakang dengan konsep
kebaikan yang dinyatakan Tuhan melalui Alkitab. Alkitab sebutkan
bahwa kebaikan itu datangnya dari Allah dan hanya Allah saja yang
baik (band. Markus 10:18)

VII Kesimpulan
Melalui makalah ini, gereja semakin menyadari bahwa bahaya pragmatisme
bukan jauh di sana di Amerika dengan perkembangan budayanya, namun nyata
dalam praktek pemikiran dalam gereja Tuhan zaman ini juga di Indonesia. Hal ini
nampak jelas bahwa terkadang banyak orang Kristen ke gereja dengan paham ini
yang melekat erat dalam hati dan pikirannya, apa manfaat yang di dapat dari
percaya kepada Tuhan dan beribadah kepada Tuhan.
Termasuk dalam konsep doa dan kebenaran serta kebaikan yang diakui dan
dipercayai kita dalam iman Kristen. Jika hal ini kita pahami, maka jemaat dapat
digiring untuk mewaspadai bahaya pragmatism yang secara perlahan merambat
dan merusak keyakinan iman Kristen.

13 | P a g e
KEPUSTAKAAN

______________, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta – Pusat Bahasa


2008

______________,WIKIPEDIA: The Free Encylopedia, dalam


https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme

_____________., Pragmatic theory of truth, Source:


http://en.wikipedia.org/w/index.php?oldid=369058222

James A. Lola, VISIO DEI: Jurnal Teologi Kristen, Vol.1no.1 Juli 2019

Purwo Husodo, Sejarah Pemikiran Barat (edisi revisi), Yogyakarta, A.G. Publishing
2021

Robert B. Talisse & Scott. F. Aikin., Pragmatism: A Guide for the Perplexed
2008 Continuum International Publishing Group, London.

Suharmin, dkk., Makalah Filsafat Ilmu: Filsafat Pragmatisme, Universitas


2014 Negeri Gorontalo, jurusan Kimia Fak. MIPA

14 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai