Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Banyak cara telah


ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan
rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-
prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian-kejadian yang
berlaku di alam itu dapat dimengerti. Salah satu syarat penting agar apa yang
kita klaim sebagai yang kita ketahui benar-benar merupakan pengetahuan,
adalah bahwa apa yang kita klaim itu memang benar. Jadi, pengetahuan selalu
mengandung kebenaran dari apa yang diketahui itu. Karena itu, suatu
pembicaraan tentang pengetahuan mau tidak mau harus pula menyangkut
kebenaran.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, kami mendapat
beberapa rumusan masalah yaitu :
1.2.1. Bagaimana Macam-Macam Teori Kebenaran Ilmiah?
1.2.2. Bagaimana Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah?

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat diperoleh tujuan dari setiap
rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut :
1.3.1. Untuk mengetahui macam-macam teori kebenaran ilmiah
1.3.2. Untuk mengetahui sifat dasar kebenaran ilmiah

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Macam – Macam Teori Kebenaran Ilmiah

Dalam sejarah filsafat, sekurang-kurangnya hingga kini ada empat teori


yang berupaya menjawab pertanyaan tersebut secara filosofis. Keempat teori
itu adalah

A. Teori Kebenaran sebagai Persesuaian

Kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan


kenyataan. Jadi, pernyataan dapat dikatakan benar apabila ada hubungan
dan keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang ada. Menurut
teori ini, kebenaran adalah hal kesesuaian antara apa yang diakui sebagai
kebenaran dan kenyataan yang sebenarnya. Kebenaran sesuatu hal dapat
dinyatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak
pada kesesuaian antara subjek dan objek. Kebenaran sebagai persesuaian
disebut juga kebenaran empiris yaitu teori yang didukung fakta atau tidak.
Salah satu contohnya: “Bumi ini bulat” adalah suatu pernyataan yang
benar karena pernyataan itu emang benar dan telah dibuktikan
kebenarannya. Jadi, pada teori ini ditekankan pentingnya kenyataan yang
harus sesuai dengan realitas yang ada.

Ada beberapa hal yang penting sehubungan dengan teori ini. Teori
ini sangat ditekankan oleh aliran empirisme yang mengutamakan
kemampuan indera manusia sebagai sumber pengetahuan manusia. Maka
dari itu, teori ini sangat menghargai pengamatan, percobaan, atau

2
pengujian empiris untuk mengungkapak kenyataan yang sebenarnya. Teori
ini juga menekankan pentingnya objek bagi kebenaran pengetahuan
manusia. Subjek atau akal budi hanya mengolah lebih jauh apa yang
diberikan oleh objek. Teori ini juga sangat menekankan pada bukti bagi
kebenaran suatu pengetahuan. Bukti disini artinya adalah apa yang
diberikan dan ditunjukkan oleh objek yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan pembuktian adalah
proses menyodorkan fakta yang mendukung suatu proposisi atau hipotesis.

Persoalan yang muncul sehubungan dengan teori ini adalah bahwa


semua pernyataan, proposisi, atau hipotesis yang tidak didukung oleh bukti
empiris, oleh kenyataan faktual apa pun, tidak akan dianggap benar.
Contohnya pernyataan seperti, Indonesia menganut sistem pemerintahan
demokratis, hal itu tidak dianggap sebagai sebuah kebenaran bila tidak
mengandung bukti yang empiris.

B. Teori Kebenaran sebagai Keteguhan

Menurut teori persuasif, pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi


dianggap benar kalau sejalan, konsisten, dan meneguhkan dengan
proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Teori ini dianut dan
dikembangkan oleh kaum rasionalisme, seperti Leibniz, Spinoza,
Descrates, Hegel. Kebenaran adalah konsistensi atau keteguhan antara
kenyataan dengan sistem pemikiran yang ada. Kebenaran tidak ditemukan
dalam kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan melainkan dalam
relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada.

Cara kerja kebenaran logis bersifat deduktif dan apreori. Penalaran


dengan akal budi mempunyai peranan penting dalam melahirkan
pengetahuan. Misalnya: (1) Semua binatang pasti mati. (2) Gajah adalah
binatang. (3) Gajah pasti mati. Kebenaran (3) hanya merupakan implikasi
logis dari sistem pemikiran yang ada, yaitu bahwa (1) Semua binatang
pasti mati, (2) Gajah adalah binatang. Kebenaran teori ini mempunyai

3
kelemahan mendasar yaitu: terjebak dalam penekanan validitas, teorinya
dijaga agar selalu ada koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar
dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika dihubungkan
dengan pernyataan lain di luar sistem.

C. Teori Pragmatis tentang Kebenaran

Teori ini dikembangkan dan dianut oleh filsuf-filsuf pragmatis dari


Amerika, seperti Charles S.Pierce dan William James. Bagi kaum
pragmatis, kebenaran sama artinya dengan kegunaan. Jadi, ide, konsep,
pernyataan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang
benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang-
berdasarkan ide itu-melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat
guna. Dengan kata lain, berhasil dan berguna adalah kriteria utama untuk
menentukan apakah suatu ide benar atau tidak. Contohnya, ide bahwa
kemacetan di jalan-jalan besar di jakarta disebabkan terlalu banyak
kendaraan pribadi yang ditumpangi satu orang. Maka, konsep solusinya,
“wajibkan kendaraan pribadi ditumpangi minimum 3 penumpang”. Ide
tadi benar kalau ide tadi berguna dan berhasil memecahkan persoalan
kemacetan.

Peirce mengatakan bahwa ide yang jelas dan benar mau tidak mau
mempunyai konsekuensi praktis pada tindakan tertentu. Artinya, kalau ide
itu benar, maka ketika diterapkan akan berguna dan berhasil untuk
memecahkan suatu persoalan dan menentukan perilaku manusia.

William James mengembangkan teori pragmatisnya tentang


kebenaran dengan berangkat dari pemikirannya tentang “berpikir”.
Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan
tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan
kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu, pertanyaan penting
bagi James adalah kalau suatu ide dianggap benar, apa perbedaan praktis
yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar.
Apa kosekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar itu dibandingkan

4
dengan ide yang keliru. Menurut William James, ide atau teori yang benar
adalah ide atau teori yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan
kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah adalah ide yang tidak berguna
atau tidak bisa berfungsi membantu kita memenuhi kebutuhan kita.

Dengan demikian bagi William James, ide yang benar adalah ide
yang dalam penerapannya paling berguna dan paling berhasil
memungkinkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu. Artinya, kalau
ide tertentu benar, ide itu akan berguna dan berhasil membantu manusia
untuk bertindak secara tertentu. Maka, kebenaran sama dengan berguna
atau kebergunaan. Ide yang berguna lalu berarti ide yang benar dan
sebaliknya.

Ini berarti pula, suatu ide yang benar akan memungkinkan kita dan
menuntun kita untuk sampai pada kebenaran, atau memungkinkan kita
untuk sampai pada apa yang diklaim dalam ide atau atau pernyataan
tersebut. Contohnya, ide tentang kinerja sebagai berbanding lurus dengan
reward atau appraisal. Ide ini benar kalau naiknya jaminan bagi pekerja
ternyata meningkatkan kinerja atau produktivitas pekerja. Benar, dengan
demikian, sama artinya dengan berfungsi, berlaku.

Menurut John Dewey dan William James, ide yang benar


sesungguhnya adalah instrumen untuk bertindak secara berhasil.
Kebenaran yang terutama ditekankan oleh kaum pragmatis ini adalah
kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know-how).
Suatu ide yang benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil
memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Dalam hal ini, kaum pragmatis
sesungguhnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis maupun
teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi mereka suatu kebenaran
apriori hanya benar kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang
memungkinkan manusia bertindak secara efektif. Demikian pula, tolok
ukur kebenaran suatu ide bukanlah realitas statis, melainkan realitas
tindakan. Jadi, keseluruhan kenyataan yang memperlihatkan kebergunaan
ide tersebut.

5
Dewey dan kaum pragmatis lainnya juga menekankan pentingnya
ide yang benar bagi kegiatan ilmiah. Menurut Dewey, penelitian ilmiah
selalu diilhami oleh suatu keraguan awal, suatu ketidakpastian, suatu
kesangsian akan sesuatu. Kesangsian menimbulkan ide tertentu.

Kebenaran pragmatis mencakup pula kebenaran empiris (sesuai


dengan kenyataan). Hanya saja lebih radikal sifatnya karena kebenaran
pragmatis tidak hanya sesuai dengan kenyataan melainkan juga pernyataan
yang benar.

William James menolak memisahkan kebenaran dari nilai moral.


Kebenaran merupakan sebuah nilai moral karena dengan kebenaran
manusia sampai pada sesuatu. Dengan kebenaran, manusia dibantu untuk
melakukan sesuatu secara berhasil. Kebenaran perlu diterapkan sehingga
sungguh-sungguh berguna bagi manusia. Atas dasar itu, kita tidak hanya
membutuhkan “pengetahuan bahwa” dan “pengetahuan mengapa” tapi
juga “pengetahuan bagaimana”.

D. Teori Kebenaran Perfomatif


Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau
dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai
penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau
keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti
fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada
masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang
baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang
dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak
hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu,
Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan
sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal
yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun
bertentangan dengan bukti-bukti empiris.

Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti

6
kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa
pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan
sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan
sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir
kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa
mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang
masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan
kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin
adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

2.2 Sifat Dasar Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah tidak hanya membutuhkan kebenaran logis,


melainkan disertai pula kebenaran empiris. Kebenaran ilmiah memiliki
tiga sifat dasar yaitu struktur yang rasional-logis , isi empiris, dan
pragmatis.
Struktur yang rasional-logis adalah dimana kebenaran ilmiah
didapatkan berdasar pada kesimpulan yang logis dan rasional dari
proposisi. Ciri kebenaran ilmiah adalah dengan menyertakan ataupun
hanya sebagai acuan untuk bukti pendukung seperti teori maupun hukum
ilmiah yang dapat diterima dan dipercaya benar. Kebenaran ilmiah
tersebut dapat diperoleh dengan 2 macam, proses induksi dan proses
deduksi. Melalui deduksi, kesimpulan diperoleh sebagai konsekuensi logis
dari proposisi tertentu yang dianggap benar. Melaui induksi, terjadi proses
generalisasi yang mengungkapkan hubungan tertentu diantara berbagai
fakta yang telah ditemukan.
Kebenaran ilmiah yang bersifat rasional-logis dapat dipahami oleh
semua orang yang rasional (yang dapat menggunakan akal budinya).
Kebenaran ilmiah saat ini dianggap sebagai kebenaran yang berlaku
universal tidak hanya diterima orang tertentu melainkan pula khalayak.

7
Sifat rasional berbeda dengan “masuk akal” yang lingkupnya diluar ilmu
pengetahuan.
Sifat empiris dari kebenaran ilmiah dimana kebenaran tersebut
perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Hal ini bukan berarti tidak ada
spekulasi, tetapi pada tingkat tertentu spekulasi tersebut bisa dibayangkan
sebagai real atau tidak.
Sifat pragmatis dimana kebenaran ilmiah selain memiliki dua ciri
diatas yaitu sifat rasional-logis dan sifat empiris, kebenaran ilmiah juga
harus bersifat pragmatis, berguna dalam kehidupan manusia dalam
memecahkan persoalan hidup yang ada.

8
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori-teori yang telah dibahas diatas merupakan teori yang


berdasarkan pendapat macam-macam manusia dan diyakini telah ada dan
dilakukan oleh manusia itu. Teori-teori diatas mencoba dapat
mendeskripsikan apa itu ‘kebenaran’. Masing-masing teori yang sudah
dijelaskan di atas memiliki sudut pandang yang berbeda, seuatu ilmu dapat
dikatakan benar bila memenuhi syarat-syarat yang ada pada teori-teori
tersebut, sesuai dengan teori yang kita pilih dari beberapa teori yang
sudah di jelaskan di atas. Kebenaran intinya merupakan sesuatu hal yang
diungkapkan seseorang dan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Tentunya kebenaran itu haruslah bersifat rasional.

3.2 Saran

Kebenaran merupakan suatu tuntunan hidup dalam kehidupan


manusia. Kebenaran merupakan sesuatu yang diyakini dan sesuai dengan
kenyataan yang ada dan tentunya harus logis. Sehingga banyak teori-teori
yang muncul karena kembali lagi, kebenaran merupakan hal yang diyakini
berbeda pada setiap orang. Sehingga kita juga harus menghormati dan
menghargai anggapan dari kebenaran masing-masing pemikiran manusia
selama masih logis dan relevan.
.

Anda mungkin juga menyukai