Anda di halaman 1dari 4

TUGAS INDIVIDU

Mata kuliah:
FILSAFAT ILMU

“TEORI KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU”

Oleh:

KARDITA BASIR
B1B1 15 213

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018

TEORI KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU


Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akan
berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut ini beberapa teori
tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:

a) Teori Korespondensi

Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan


adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau
suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila
terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering di asosiasikan
dengan teori-teori empiris pengetahuan.

Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh
kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif
(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang dijadikan
pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus,
1987:237).

Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut (Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahari
terbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual,
atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit dari timur dan tenggelam di ufuk
barat.

Menurut teori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta,
maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah(Jujun, 1990:237).

b) Teori Koherensi atau Konsistensi

Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren
atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan
yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar
(Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika.

Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antara
pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yang konsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisi dilahirkan untuk menyikapi
dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak
adanya kontradiksi antara keduanya.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah”
adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalah perbuatan
maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua
adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce
memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap
pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)

c) Teori Pragmatik

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang
terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika
yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini
di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart
Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57)

Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh
referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori
tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving,
artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.

d) Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.

Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan.
Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah
kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.

Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-
keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia
hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan
manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam
karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.

d) Teori Performatif

Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas
tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa
ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-
apa yang diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut
bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat,
pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada
kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan
sebagainya.

Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional.
Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang
otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran
ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat
dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

e) Teori Konsensus

Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu
dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat
sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan
cara yang sama.

Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai


bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi
sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan
antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan
masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset
untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.

Anda mungkin juga menyukai