Disusun Oleh:
1. Elisa Septiana NIM. 202133191
2. M. Imam Zamah Sarin NIM. 202133202
3. Nimas Wulan Sari NIM. 202133178
4. Syafira Ashna Putri Nuha NIM. 202133205
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR
2. BAB I
3. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4. BAB II
5. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatisme
B. Tokoh-Tokoh Pragmatisme
C. Pandangan Tentang Pragmatisme
D. Implementasi Pragmatisme Dalam Pendidikan
E. Implementasi Pragmatisme Dalam Pembelajaran Sejarah
6. BAB III
7. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8. DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan sejarah filsafat naturalisme merupakan aliran
yang tertua sedangkan pragmatisme adalah yang paling muda, namun di samping
itu sangat penting diketahui adanya aliran-aliran lain di sela-sela antara
naturalisme dengan pragmatisme.
Pragmatis dipandang sebagai aliran filsafat modern yang lahir di Amerika
akhir abad 19 hingga awal abad 20. Pragmatisme lahir di tengah-tengah situasi
sosial Amerika yang dilanda berbagai problema terkait dengan kuat dan masuknya
urbanisasi dan industrialisasi. Berakhirnya perang dunia I dengan korban sekitar
8,4 juta jiwa secara tidak langsung telah melahirkan dampak psikologis yang
begitu meluas dan memicu terjadi berbagai perubahan-perubahan
bangsa, khususnya filusuf di dalam menyadari hidup dan kehidupannya. Dalam
kondisi seperti di atas ini, pragmatisme lahir di Amerika. Aliran ini melahirkan
beberapa nama yang cukup berpengaruh mualai dari Charles Sandre
Peirce , William James dan John Dewey dan seorang pemikir yang juga cukup
menonjol bernama George Herbert Mead .
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pragmatisme
2. Siapa Tokoh-Tokoh Pragmatisme
3. Bagaimana Pandangan Tentang Pragmatisme
4. Bagaimana Implementasi Pragmatisme Dalam Pendidikan
5. Bagaimana Implementasi Pragmatisme Dalam Pembelajaran Sejarah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian pragmatisme
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pragmatism
3. Untuk mengetahui pandangan tentang pragmatism
4. Untuk mengetahui implementasi pragmatisme dalam pendidikan
5. Untuk mengetahui implementasi pragmatisme dalam pembelajaran sejarah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan. Maksudnya adalah bahwa makna segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini
bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”.
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut
kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti
itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupan nyata.Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.
Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan
bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan
walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga
patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu : menolak segala intelektualisme,
dan absolutisme, serta meremehkan logika formal.
Pragmatis meletakkan pemakaian mengenai sesuatu di atas pengetahuan itu
sendiri. Maka dari itu utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan nyata
adalah hal–hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan
mengenai sesuatu itu. Pragmatisme memandang realita sebagai suatu proses
dalam waktu, yang berarti orang mengetahui/mempunyai perasaan untuk
menciptakan atau mengembangkan hal-hal yang diketahui. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat
menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula.
B. Tokoh-Tokoh Pragmatisme
Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe
(1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism(1907). Di dalam
bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala
yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam
prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya,
dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang
setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta
kemungkinan-kemungkinan hidup.
Mead atau George Herbert Mead memiliki periode hidup yang tidak jauh berbeda
dengan William James dan Pierce. Dia juga dikenal dengan filusuf Amerika yang
berpengaruh, khususnya dalam aliran pragmatisme. Mead lebih banyak sebagai seorang
pakar teori sosial ketimbang seorang filusuf, terutama karena ketertarikannya yang
berlebihan kepada teori-teori sosial.
Mead lahir di daerah Hadley Selatan, Massachusertts. Ia merupakan anak seorang
pendeta dari gereja Kongregasional yang kemudian pada 1869 pindah ke Ohio untuk
bergabung dengan The Oberlin Theological Seminary untuk mengajar homiletik, karena
kepindahan itu Mead belajar di Oberlin dari tahun 1879-1883, kemudian dari tahun
1887-1888 ia belajar di harvard pada seorang filusuf bernama Josiah Royce seseorang
yang begitu mendalami pemikiran Hegel dan cukup berpengaruh pada diri Mead. Selama
bertahun-tahun di kampus, Mead menjadi sosok
seorang naturalis yang mengagumi pemikiran Darwin
di satu sisi dan Hegel di sisi lain, meskipun demikian
dia memerankan sebagai seorang kristen yang baik,
yang percaya bahwa kesaksian Kristen selalu mesti
dilahirkan dalam sikap-sikap pelayanan pada
kepentingan umum.
1. Tentang Realitas
Paham pragmatisme ini sepenuhnya berbasis pendekatan empiris yakni
apa yang bisa dirasakan itulah yang benar artinya akal, jiwa dan materi adalah
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, para pragmatis tidak
nyaris pernah mendasarkan satu hal kebenaran. Menurut mereka, pengalaman
yang mereka alami akan berubah jika realita yang mereka alamipun berubah.
Realita bukanlah suatu hal yang abstrak, sebaliknya dia hanya sebuah
pengalaman transaksional yang secara konstan dan akan terus-menerus berubah.
Realitas dan dunia yang kita amati tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus
tidak terikat kepadanya. Manusia dan lingkungannya berdampingan dan memiliki
tanggungjawab jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh
manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan
merupakan esensi realitas dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan
dikerjakannya.
Teori pragmatisme tentang perubahan yang terus-menerus didasari
pandangan Heracleitos (540-480 SM), seorang filosof Yunani dengan teori yang
disebut “panta rei” artinya mengalir secara terus-menerus, Dia mengatakan tidak
ada sungai yang dialiri oleh air yang sama. Bagi pragmatisme tidak dikenal istilah
metafisika, karena mereka tidak pernah memikirkan makna dibalik realitas yang
dialami dan diamati oleh panca indra manusia. Realitas adalah apa yang dapat
diamati dan dialami secara inderawi.
Manusia pada dasarnya plastik dan dapat berubah. Manusia dipandang
sebagai makhluk fisik sebagai hasil evolusi biologis, sosial dan psikologis, karena
manusia terus-menerus berkembang. Anak merupakan organisme yang aktif,
secara terus-menerus merekonstruksi dan menginterpretasi serta mereorganisasi
kembali pengalaman-pengalamannya, anak akan tumbuh dan berkembang apabila
berhubungan dengan yang lain.
Tema pokok filsafat pragmatisme adalah (1) Esensi realitas adalah
perubahan; (2) Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial; (3) Relativitas
nilai; (4) Penggunaan intelegensi secara kritis.
Watak pragmativisme adalah humanistik dan menyetujui suatu dalil
“manusia adalah ukuran segala-galanya” (Man is the measure of all things).
Tujuan dan alat pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara
terus-menerus. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional
dan ilmiah.
2. Tentang Pengetahuan
Corak paling kuat dari pragmatisme adalah kuatnya pemikiran tentang
konsep kegunaan, makna kegunaan ini lebih ditetapkan pada kegunaan sains,
bukan hal-hal yang bersifat metafisik. Maka, dalam pragmatisme pengetahuan
tidak selalu mesti diidentikkan dengan kepercayaan, tapi menjadi hal yang
terpisah. Kebenaran yang dianggap perlu dipercayai bagi para pragmatis selalu
menjadi hal yang bersifat personal dan tidak perlu dikabarkan pada publik,
sedangkan hal-hal yang dianggap perlu diketahui haruslah selalu dikabarkan pada
pengamat yang qualified dan tak berpihak. Sehingga kebenaran dalam pragmatis
selalu bersifat relatif dan kasuistik. Sebuah kebenaran yang dipandang valid dan
berguna, di suatu waktu bisa menjadi hal yang dilupakan.
Pragmatisme menyatakan bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin
meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum
dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran tidak bertentangan dan terpisah
dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pengetahuan menjadi
transaksi antara manusia dan lingkungannya dan kebenaran merupakan bagian
dari kebenaran. Pengalaman senantiasa berubah, inti dari pengalaman adalah
perubahan masalah-masalah yang dihadapi oleh individu maupun sosial, dan
untuk memecahkan masalah-masalah yang selalu muncul ini yang berasal dari
pengalaman yang selalu berubah maka diperlukan alat untuk memecahakan
masalah-masalah tersebut yaitu dengan pengetahuan-pengetahuan yang oleh
Dewey disebut instrumentalisme.
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup,
yakni untuk memajukan dan memperkaya kehidupan. Nilai pengetahuan manusia
dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis. Menurut James “tidak ada ukuran
untuk menilai kebenaran absolut, benar atau palsunya pikiran akan terbukti di
dalam penggunaannya dalam praktik dan tergantung dari berhasil atau tidaknya
tindakan tersebut”.
Pengetahuan yang benar adalah pengetauan yang berguna. Menurut
James “suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan”.
Menurut Dewey dan Peirce “Suatu ide itu benar apabila berakibat memberikan
kepuasan jika diuji secara obyektif dan ilmiah”. Secara khusus pragmatisme
mengemukakan bahwa ide yang benar tergantung kepada konsekuensi-
konsekuensi yang diobservasi secara obyektif dan ide tersebut operasional.
Teori kebenaran merupakan alat yang kita gunakan untuk memecahkan
masalah dalam pengalaman kita. Suatu teori itu benar jika berfungsi. Kebenaran
bukan suatu yang statis melainkan tumbuh berkembang dari waktu ke waktu.
Menurut James dalam Harun Hadiwijono, 1980 yang dikemukankan oleh Uyoh
Sadulloh(2008: 121) “Tidak ada kebenaran mutlak, berlaku umum, bersifat tetap,
berdiri sendiri, tidak lepas dari akan pikiran yang mengetahui. Pengalaman kita
berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengalaman senantiasa
berubah karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi
oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak,
yang ada hanya kebenaran-kebenaran yaitu kebenaran yang ada dalam
pengalaman yang suatu saat dapat diubah oleh pangalaman berikutnya”.
Metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan, kita
akan mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan pemecahan masalah. Intelegensi
mangaju pada hipotesa untuk memecahakan masalah tersebut, di mana hipotesisnya
menjelaskan fakta-fakta masalah tersebut. Untuk memecahkan masalah-masalah sosial
dan perorangan diharapkan menggunakan logika sains pada pengalaman yang
problematis. Dalam memecahkan masalah ini hendaknya melalui lima tahap Menurut
Dewey dalam Wini Rasyidin yang dikemukakan oleh Uyoh Sadulloh (2008: 121) yaitu
sebagai berikut :
a. Indeterminate situation, timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu
dijabarkan secara spesifik.
b. Diagnosis, artinya timbul upaya mempertajam masalah sampai panentuan faktor-
faktor yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.
c. Hypotesis, adanya upaya menemukan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi
masalah dengan jalan mengerahkan pengumpulkan informasi yang penting-penting.
d. Hypotesis testing, pelaksanaan berbagai hipotesis yang paling relevan secara teoritis
untuk membandingkan implikasi masing-masing kalau dipraktikkan.
e. Evaluation, mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan yaitu
dalam kaitan dengan masalah yang dirumuskan pada langkah ke-2 dan ke-3.
Berdasarkan langkah di atas, Dewey berusaha menyusun teori yang logis dan
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan dan penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang beraneka ragam, dalam artian alternatif-alternatif. Menurutnya apa yang
benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui atau diterima oleh semua orang yang
menyelidikinya.
Pengalaman merupakan interaksi antara manusia dan lingkungannya dengan
organisme biologis. Pengalaman manusia membentuk aktivitas untuk memperoleh
pengetahuan. Kegiatan berfikir timbul disebabkan adanya gangguan terhadap situasi
(pengalaman) yang menimbulkan masalah bagi manusia. Berfikir ilmiah merupakan alat
untuk memecahkan masalah yang disebut metode intelegen atau metode ilmiah.
3.Tentang Nilai
Pandangan pragmatis mengemukakan pandangan tentang nilai, bahwa nilai itu
relatif. Kaidah-kaidah moral dan etika tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti
perubahan kebudayaan, masyarakat dan lingkungannya. Untuk menguji kualitas nilai
sama dengan cara menguji kebenaran pengetahuan. Nilai moral maupun etis dilihat dari
perbuatannya bukan dari segi teori. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara empiris
berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan cara tidak memihak
dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai ini tidak dapat dipaksa
untuk diterima, tapi akan diterima setelah di diskusikan secara terbuka berdasarkan bukti-
bukti empiris dan obyektif.
Nilai lahir dari keinginan, dorongan dan perasaan manusia serta kebiasaan mereka,
sesuai dengan wataknya antara biologis dan sosial di dalam diri dan kepribadiannya. Nilai
merupakan suatu realitas kehidupan yang merupakan suatu wujud perilaku manusia
sebagai suatu pengetahuan dan ide, ini dikatakan benar bila mengandung kebaikan,
berguna dan bermanfaat bagi manusia untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan dalam
lingkungan tentu.
4.Tentang Pendidikan
A. Konsep pendidikan
Pendidikan bukan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi
dari pengalaman-pengalaman individu. Baik anak maupun orang dewasa selalu
belajar dari pengalamannya. Pengalaman itu berasal dari lingkungannya. Dewey
mengataan perlunya pendidikan yaitu berdasarkan tiga pokok pemikiran.
1) Pendidikan merupakan kebutuhan hidup
Hal ini berdasarkan adanya anggapan bahwa selain sebagai alat,
pendidikan juga berfungsi sebagai pembaharuan. Hidup itu selalu
berubah, selalu menuju pada pembaharuan. Untuk kelangsungan hidup
diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat, yaitu
mereka akan meneruskan usaha pemenuhan kebutuhan hidup sebagi
minat pribadi, karena perubahan hidup tidak berlangsung secara otomatis
melainkan tergantung pada teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan
perwujudan moral kemanusiaan. Untuk itulah semuanya membutuhkan
pendidikan.
2) Pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup
Kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau
ketergantungan terhadap orang lain dan plastisitas yang dimiliki oleh
anak. Ketergantungan bukan berarti harus selalu mendapatkan
pertolongan melainkan harus dilihat sebagai pertumbuhan yang
didorong oleh kemampuan yang tersembunyi yang belum diolah.
Plastisitas di sini adalah kemampuan belajar dari pengalaman yang
merupakan pembentukkan kebiasaan. Kebiasaan aktif melibatkan
pikiran, inisiatif dan hasil untuk melaksanakan atau mencapai tujuan-
tujuan baru. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup,
sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri dan pertumbuhan itu
sendiri.
3) Pendidikan sebagai fungsi sosial
Kelangsungan hidup terjadi akibat pertumbuhan karena
pendidikan yang diberikan pada anak-anak dan pemuda masyarakat.
Masyarakat meneruskan dan menyelamatkan sumber dan cita-cita
masyarakat. Dalam hal ini lingkungan merupakan proses utama
dalam pendidikan. pendidikan merupakan suatu cara yang ditempuh
masyarakat dalam membimbing anak yang masih belum matang
menurut bentuk susunan sosial sendiri. Kehidupan anak yang belum
matang selalu berinteraksi dengan lingkungan, maka dalam hal ini
sekolah merupakan sebagai fungsi sosial, yaitu sebagi alat transmisi
yang berfungsi sebagai (a) Menyederhanakan dan menertibkan
faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang; (b)
Memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada; dan
(c) Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas dan lebih baik dari
padayang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk
dikembangkan.
B. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan harus dari situasi kehidupan disekeliling anak didik,
harus fleksibel dan mencerminkan aktivitas bebas, bersifat kontemporer
karana tujuan itu merupakan alat untuk bertindak, apabila tujuan telah
dicapai, maka hasil tujuan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan
berikutnya. Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik
untuk kehidupan invididu maupun sosial masyarakat. Beberapa karakteristik
dari tujuan pendidikan yang harus diperhatikan yaitu sebagai berukut :
1) Hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan
instrinsik anak didik.
2) Harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan
aktivitas pelajaran yang sedang berlangsung.
3) Harus spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak
mengatakan yang berkaitan dengan umum dan tujuan akhir.
C. Proses pendidikan
Pikiran anak itu aktif dan kreaktif, tida secara pasif begitu saya menerima
apa yang diberikan gurunya, maka dalam situasi belajar guru seyogyanya
harus bisa menyusun situasi-situasi belajar sekita masalah utama yang
dihadapi masyarakat yang pemecahannya diserahkan pada peserta didik
untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan sosial maupun
lingkungan fisik.
Dalam menentukan kurikulum, setiap pembelajaran tidak boleh terpisah,
harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah
harus dipadukan, sehingga semuanya merupakan kebulatan atau kesatuan.
Metode yang sebaiknya digunakan adalah metode disiplin, bukan dengan
kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode metode pendidikan
karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar dan di dasar oleh
suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan benar secara obyektif dan si
anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Kekuasaan tidak sesuai dengan
kemauan dan minat anak, serta gurulah yang menentukan segala-galanya.
Guru memaksakan pelajaran untuk anak dan gurulah yang berfikir untuk
anak. Dengan cara demikian tidak mungkin anak akan mempunyai perhatian
spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran. Disiplin merupakan
kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan
belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi terhadap suatu masalah untuk
dipelajari, namun disiplin ini dituntut dari suatu aktivitas dar anak lainnya
dalam usaha mencapai tujuan bersama. Dalam usaha belajar dibutuhkan suatu
kerja sama dengan yang lainnya. Di dalam kelas anak merupakan suatu
kelompok yang merasakan bersama terhadap suatu masalah dan mereka
secara bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Guru di sekolah harus menjadi petunjuk jalan serta pengamatan tingkah
laku anak, untuk mengetahu apakah menjadi minat perhatian anak. Dengan
mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang
akan dijadikan pusat perhatian anak. Jadi, dalam proses belajar mengajar
guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut dalam menghadapi siswa,
yaitu:
1) Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat anak dan kemampuan anak.
2) Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan anak akan
merasakan adanya suatu masalah yang dia hadapi, sehingga timbul minat
siswa untuk memecahkan masalah tersebut.
3) Untuk membangkitkan minat siswa, hendaklah guru mengenal
kemampuan serta minat masing-masing siswa.
4) Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama
dengan belajar, antara siswa dengan siswa, antar siswa dengan guru, begitu
pula antara guru dengan guru.
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator,
memberi dorongan dan kemudahan bagi siswa untuk bekerja bersama-sama,
menyelidiki dan mengamati sendiri, berfikir dan menari kesimpulan sendiri,
membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada dalam
dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus
dibangkitkan kecerdasannya agar pada diri anak timbul hasrat untuk
menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berfikir ilmiah dan logis yaitu
cara berfikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Daftar Pustaka
https://www.kompasiana.com/wanseli43363/5ea1b5aa097f3629a66e64e2/
pengertian-pragmatisme-beserta-pemikiran-para-tokoh-tokoh-filsafat-pendidikan-
pragmatisme
http://eprints.umsida.ac.id/7571/1/Makalah-Filsafat-A2-Pragmatisme.pdf
https://www.kompasiana.com/anggienovita/5ea1850fd541df3a4f234483/filsafat-
pendidikan-pragmatisme-dan-tokoh-tokoh-aliran-pragmatisme
https://media.neliti.com/media/publications/87107-none-5e4cd198.pdf
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jaqfi/article/download/7325/4021
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/pragmatisme-dalam-
pendidikan/#:~:text=Model%20pembelajaran%20pragmatisme%20adalah
%20anak,terlibat%20dalam%20masalah%20dan%20pemecahanya.&text=Tujuan
%20Pendidikan%2C%20tujuan%20pendidikan%20pragmatisme,dalam%20hidup
%20sosial%20dan%20pribadi.
https://www.kompasiana.com/desytria5467/5db6d08f097f36708d429d82/metode-
pembelajaran-aliran-pragmatisme-dalam-dunia-pendidikan