Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Nilai Budaya
Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Suyono, M.Pd

Disusun Oleh:
1. Elisa Septiana NIM. 202133191
2. M. Imam Zamah Sarin NIM. 202133202
3. Nimas Wulan Sari NIM. 202133178
4. Syafira Ashna Putri Nuha NIM. 202133205

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR
2. BAB I
3. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4. BAB II
5. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatisme
B. Tokoh-Tokoh Pragmatisme
C. Pandangan Tentang Pragmatisme
D. Implementasi Pragmatisme Dalam Pendidikan
E. Implementasi Pragmatisme Dalam Pembelajaran Sejarah
6. BAB  III
7. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
8. DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan perkembangan sejarah filsafat naturalisme merupakan aliran
yang tertua sedangkan pragmatisme adalah yang paling muda, namun di samping
itu sangat penting diketahui adanya aliran-aliran lain di sela-sela antara
naturalisme dengan pragmatisme.
Pragmatis dipandang sebagai aliran filsafat modern yang lahir di Amerika
akhir abad 19 hingga awal abad 20. Pragmatisme lahir di tengah-tengah situasi
sosial Amerika yang dilanda berbagai problema terkait dengan kuat dan masuknya
urbanisasi dan industrialisasi. Berakhirnya perang dunia I dengan korban sekitar
8,4 juta jiwa secara tidak langsung telah melahirkan dampak psikologis yang
begitu meluas dan memicu terjadi berbagai perubahan-perubahan
bangsa, khususnya filusuf di dalam menyadari hidup dan kehidupannya. Dalam
kondisi seperti di atas ini, pragmatisme lahir di Amerika. Aliran ini melahirkan
beberapa nama yang cukup berpengaruh mualai dari Charles Sandre
Peirce , William James dan John Dewey dan seorang pemikir yang juga cukup
menonjol bernama George Herbert Mead .

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pragmatisme
2. Siapa Tokoh-Tokoh Pragmatisme
3. Bagaimana Pandangan Tentang Pragmatisme
4. Bagaimana Implementasi Pragmatisme Dalam Pendidikan
5. Bagaimana Implementasi Pragmatisme Dalam Pembelajaran Sejarah

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian pragmatisme
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pragmatism
3. Untuk mengetahui pandangan tentang pragmatism
4. Untuk mengetahui implementasi pragmatisme dalam pendidikan
5. Untuk mengetahui implementasi pragmatisme dalam pembelajaran sejarah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan. Maksudnya adalah bahwa makna segala sesuatu tergantung dari
hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini
bersedia menerima segala sesutau, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”.
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut
kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti
itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupan nyata.Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.
Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan
bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan
walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga
patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu : menolak segala intelektualisme,
dan absolutisme, serta meremehkan logika formal.
Pragmatis meletakkan pemakaian mengenai sesuatu di atas pengetahuan itu
sendiri. Maka dari itu utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan nyata
adalah hal–hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan
mengenai sesuatu itu. Pragmatisme memandang realita sebagai suatu proses
dalam waktu, yang berarti orang mengetahui/mempunyai perasaan untuk
menciptakan atau mengembangkan hal-hal yang diketahui. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat
menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula.

Istilah lain yang dapat diberikan pada filsafat pragmatisme adalah


intrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut intrumentalisme, karena
menganggap bahwa dalam hidup itu tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya
tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan
berikutnya, termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir. Kalau suatu
kegiatan telah mencapai tujuan, maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk
mencapai tujuan berikutnya. Dikatakan eksperimentalisme, karena filsafat ini
menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalamandalam
menentukan kebenarannya.
Secara umum pragmatisme berarti hanya ide (pemikiran, pendapat, teori) yang
dapat dipraktikkanlah yang bener dan berguna. Ide-ide yang hanya ada di dalam
ide (seperti ide pada Plato, pengertian umum pada Socrates, definisi pada
Aristoteles), juga kebimbangan terhadap realitas objek indra (pada Dscartes),
semua itu nonsense bagi pragmatisme. Yang ada ialah apa yang riil ada, demikian
kata James tatkala ia membatah Zeno yang yang mengaburkan arti gerak.
Pragmatisme berpandangan bahwa pengetahuan dan perbuatan bersatu tak
terpisahkan, dan semua pengetahuan bersumber dari dan diuji kebenarannya
melalui pengalaman. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, dan kondisi
optimum atau tertinggi dari pertumbuhan adalah kebebasan mengadakan
penelitian bersama dengan urun pemikiran yang tidak terkekang dalam suatu
sistem kerja sama yang terbuka. Metode pemecahan masalah yang telah
dikembangkan dalam ilmu sebagai pendekatan ilmiah, juga merupakan metode
belajar dalam pendidikan.

B. Tokoh-Tokoh Pragmatisme

1. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )

Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu


dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang
praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan
bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat,
bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran,
melainkan suatu teknik untuk membantu manusia
dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96). Dari
kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin
menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar
ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk
berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan
metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat
dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih
cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.Istilah pragmatisme disampaikan
pertama kali oleh Charles Peirce pada bulan Januari 1878 dalam artikelnya yang berjudul
How to Make Our Ideas Clear.

2. William James (1842-1910 M)

William James lahir di New York pada tahun 1842 M,


anak Henry James, Sr. Ayahnya adalah orang yang terkenal,
berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan
intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta
mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya,
kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk
menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.

Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe
(1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism(1907). Di dalam
bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala
yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam
prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya,
dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang
setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.
Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta
kemungkinan-kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman


pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam
kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita
menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja.
Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang
perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai
subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan
rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada
sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang


mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika
sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi
Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari
filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral
umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat
subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan
kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

3. John Dewey (1859-1952 M)

Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William


James, namun menghasilkan pemikiran yang
menampakkan persamaan dengan gagasan James.
Dewey dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir
dalam bidang pendidikan. Dewey juga seorang
pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan manusia serta
lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk
memenuhi kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey
menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan
nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang
praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman
adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus
berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat
akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat
dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-
pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala
penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-
konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak
dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat
hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat
diubah lebih baik dengan tenaga kita.

4. George Herbert Mead (1863-1931)

Mead atau George Herbert Mead memiliki periode hidup yang tidak jauh berbeda
dengan William James dan Pierce. Dia juga dikenal dengan filusuf Amerika yang
berpengaruh, khususnya dalam aliran pragmatisme. Mead lebih banyak sebagai seorang
pakar teori sosial ketimbang seorang filusuf, terutama karena ketertarikannya yang
berlebihan kepada teori-teori sosial.
Mead lahir di daerah Hadley Selatan, Massachusertts. Ia merupakan anak seorang 
pendeta dari gereja Kongregasional yang kemudian pada 1869 pindah ke Ohio untuk
bergabung dengan The Oberlin Theological Seminary untuk mengajar homiletik, karena
kepindahan itu Mead belajar  di Oberlin dari tahun 1879-1883, kemudian dari tahun
1887-1888 ia belajar di harvard pada seorang filusuf bernama Josiah Royce seseorang
yang begitu mendalami pemikiran Hegel dan cukup berpengaruh pada diri Mead. Selama
bertahun-tahun di kampus, Mead menjadi sosok
seorang naturalis yang mengagumi pemikiran Darwin
di satu sisi dan Hegel di sisi lain, meskipun demikian
dia memerankan sebagai seorang kristen yang baik,
yang percaya bahwa kesaksian Kristen selalu mesti
dilahirkan dalam sikap-sikap pelayanan pada
kepentingan umum.

Salah satu pemikiran Mead yang kerap


menjadi perhatian ialah konsepnya tentang gesture.
Di dalam hal ini dia menulis “Gesture become
significant symbols when they implicitly arouse in the
individual making them the same responses which the explicitly arouse, or are supposed
to arouse, in the individuals”.

C. Pandangan Tentang Pragmatisme

1. Tentang Realitas
Paham pragmatisme ini sepenuhnya berbasis pendekatan empiris yakni
apa yang bisa dirasakan itulah yang  benar artinya akal, jiwa dan materi adalah
suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, para pragmatis tidak
nyaris pernah mendasarkan satu hal kebenaran. Menurut mereka, pengalaman
yang mereka alami akan berubah jika realita yang mereka alamipun berubah.
Realita bukanlah suatu hal yang abstrak, sebaliknya dia hanya sebuah
pengalaman transaksional yang secara konstan dan akan terus-menerus berubah.
Realitas dan dunia yang kita amati tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus
tidak terikat kepadanya. Manusia dan lingkungannya berdampingan dan memiliki
tanggungjawab jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh
manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan
merupakan esensi realitas dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan
dikerjakannya.
Teori pragmatisme tentang perubahan yang terus-menerus didasari
pandangan Heracleitos (540-480 SM), seorang filosof Yunani dengan teori yang
disebut “panta rei” artinya mengalir secara terus-menerus, Dia mengatakan tidak
ada sungai yang dialiri oleh air yang sama. Bagi pragmatisme tidak dikenal istilah
metafisika, karena mereka tidak pernah memikirkan makna dibalik realitas yang
dialami dan diamati oleh panca indra manusia. Realitas adalah apa yang dapat
diamati dan dialami secara inderawi.
Manusia pada dasarnya plastik dan dapat berubah. Manusia dipandang
sebagai makhluk fisik sebagai hasil evolusi biologis, sosial dan psikologis, karena
manusia terus-menerus berkembang. Anak merupakan organisme yang aktif,
secara terus-menerus merekonstruksi dan menginterpretasi serta mereorganisasi
kembali pengalaman-pengalamannya, anak akan tumbuh dan berkembang apabila
berhubungan dengan yang lain.
Tema pokok filsafat pragmatisme adalah (1) Esensi realitas adalah
perubahan; (2) Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial; (3) Relativitas
nilai; (4) Penggunaan intelegensi secara kritis.
Watak pragmativisme adalah humanistik dan menyetujui suatu dalil
“manusia adalah ukuran segala-galanya” (Man is the measure of all things).
Tujuan dan alat pendidikan harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara
terus-menerus. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional
dan ilmiah.   

2. Tentang Pengetahuan 
Corak paling kuat dari pragmatisme adalah kuatnya pemikiran tentang
konsep kegunaan, makna kegunaan ini lebih ditetapkan pada kegunaan sains,
bukan hal-hal yang bersifat metafisik. Maka, dalam pragmatisme pengetahuan
tidak selalu mesti diidentikkan dengan kepercayaan, tapi menjadi hal yang
terpisah. Kebenaran yang dianggap perlu dipercayai  bagi para pragmatis selalu
menjadi hal yang bersifat personal dan tidak perlu dikabarkan pada publik,
sedangkan hal-hal yang dianggap perlu diketahui haruslah selalu dikabarkan pada
pengamat yang qualified dan tak berpihak. Sehingga kebenaran dalam pragmatis
selalu bersifat relatif dan kasuistik. Sebuah kebenaran yang dipandang valid dan
berguna, di suatu waktu bisa menjadi hal yang dilupakan.
Pragmatisme menyatakan bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin
meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum
dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran tidak bertentangan dan terpisah
dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pengetahuan menjadi
transaksi antara manusia dan lingkungannya dan kebenaran merupakan bagian
dari kebenaran. Pengalaman senantiasa berubah, inti dari pengalaman adalah
perubahan masalah-masalah yang dihadapi oleh individu maupun sosial, dan
untuk memecahkan masalah-masalah yang selalu muncul ini yang berasal dari
pengalaman yang selalu berubah maka diperlukan alat untuk memecahakan
masalah-masalah tersebut yaitu dengan pengetahuan-pengetahuan yang oleh
Dewey disebut instrumentalisme.
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup,
yakni untuk memajukan dan memperkaya kehidupan. Nilai pengetahuan manusia
dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis. Menurut James “tidak ada ukuran
untuk menilai kebenaran absolut, benar atau palsunya pikiran akan terbukti di
dalam penggunaannya dalam praktik dan tergantung dari berhasil atau tidaknya
tindakan tersebut”.
Pengetahuan yang benar adalah pengetauan yang berguna. Menurut
James “suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan”.
Menurut Dewey dan Peirce “Suatu ide itu benar apabila berakibat memberikan
kepuasan jika diuji secara obyektif dan ilmiah”. Secara khusus pragmatisme
mengemukakan bahwa ide yang benar tergantung kepada konsekuensi-
konsekuensi yang diobservasi secara obyektif dan ide tersebut operasional.
Teori kebenaran merupakan alat yang kita gunakan untuk memecahkan
masalah dalam pengalaman kita. Suatu teori itu benar jika berfungsi. Kebenaran
bukan suatu yang statis melainkan tumbuh berkembang dari waktu ke waktu.
Menurut  James dalam Harun Hadiwijono, 1980 yang dikemukankan oleh Uyoh
Sadulloh(2008: 121) “Tidak ada kebenaran mutlak, berlaku umum, bersifat tetap,
berdiri sendiri, tidak lepas dari akan pikiran yang mengetahui. Pengalaman kita
berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengalaman senantiasa
berubah karena dalam  praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi
oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak,
yang ada hanya kebenaran-kebenaran yaitu kebenaran yang ada dalam
pengalaman yang suatu saat dapat diubah oleh pangalaman berikutnya”.
Metode intelegen merupakan cara ideal untuk memperoleh pengetahuan, kita
akan mengerti segala sesuatu dengan penempatan dan pemecahan masalah. Intelegensi
mangaju pada hipotesa untuk memecahakan masalah tersebut, di mana hipotesisnya
menjelaskan fakta-fakta masalah tersebut. Untuk memecahkan masalah-masalah sosial
dan perorangan diharapkan menggunakan logika sains pada pengalaman yang
problematis. Dalam memecahkan masalah ini hendaknya melalui lima tahap Menurut
Dewey dalam Wini Rasyidin yang dikemukakan oleh Uyoh Sadulloh (2008: 121) yaitu
sebagai berikut :
a. Indeterminate situation, timbulnya situasi ketegangan di dalam pengalaman yang perlu
dijabarkan secara spesifik.
b. Diagnosis, artinya timbul upaya mempertajam  masalah sampai panentuan faktor-
faktor yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.
c. Hypotesis, adanya upaya menemukan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi
masalah dengan jalan mengerahkan pengumpulkan informasi yang penting-penting.
d. Hypotesis testing, pelaksanaan berbagai hipotesis yang paling relevan secara teoritis
untuk membandingkan implikasi masing-masing kalau dipraktikkan.
e. Evaluation, mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan yaitu
dalam kaitan dengan masalah yang dirumuskan pada langkah ke-2 dan ke-3.
Berdasarkan langkah di atas, Dewey berusaha menyusun teori yang logis dan
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan dan penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang beraneka ragam, dalam artian alternatif-alternatif. Menurutnya  apa yang
benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui atau diterima oleh semua orang yang
menyelidikinya.
Pengalaman merupakan interaksi antara manusia dan lingkungannya dengan
organisme biologis. Pengalaman manusia membentuk aktivitas untuk memperoleh
pengetahuan. Kegiatan berfikir timbul  disebabkan adanya gangguan terhadap situasi
(pengalaman) yang menimbulkan masalah bagi manusia.  Berfikir ilmiah merupakan alat
untuk memecahkan masalah yang disebut metode intelegen atau metode ilmiah.

3.Tentang Nilai 
Pandangan pragmatis mengemukakan pandangan tentang nilai, bahwa nilai itu
relatif. Kaidah-kaidah moral dan etika tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti
perubahan kebudayaan, masyarakat dan lingkungannya. Untuk menguji kualitas nilai
sama dengan cara menguji kebenaran pengetahuan. Nilai moral maupun etis dilihat dari
perbuatannya bukan dari segi teori. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara empiris
berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan cara tidak memihak
dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai ini tidak dapat dipaksa
untuk diterima, tapi akan diterima setelah di diskusikan secara terbuka berdasarkan bukti-
bukti empiris dan obyektif.
Nilai lahir dari keinginan, dorongan dan perasaan manusia serta kebiasaan mereka,
sesuai dengan wataknya antara biologis dan sosial di dalam diri dan kepribadiannya. Nilai
merupakan suatu realitas kehidupan yang merupakan suatu wujud perilaku manusia
sebagai suatu pengetahuan dan ide, ini dikatakan benar bila mengandung kebaikan,
berguna dan bermanfaat bagi manusia untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan dalam
lingkungan tentu.
  

4.Tentang Pendidikan
A. Konsep pendidikan
Pendidikan bukan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi
dari pengalaman-pengalaman individu. Baik anak maupun orang dewasa selalu
belajar dari pengalamannya. Pengalaman itu berasal dari lingkungannya. Dewey
mengataan perlunya pendidikan yaitu berdasarkan tiga pokok pemikiran.
1) Pendidikan merupakan kebutuhan hidup
Hal ini berdasarkan adanya anggapan bahwa selain sebagai alat,
pendidikan juga berfungsi sebagai pembaharuan. Hidup itu selalu
berubah, selalu menuju pada pembaharuan. Untuk kelangsungan hidup
diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat, yaitu
mereka akan meneruskan usaha pemenuhan kebutuhan hidup sebagi
minat pribadi, karena perubahan hidup tidak berlangsung secara otomatis
melainkan tergantung pada teknologi, seni, ilmu pengetahuan, dan
perwujudan moral kemanusiaan. Untuk itulah semuanya membutuhkan
pendidikan.
2) Pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup
Kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau
ketergantungan terhadap orang lain dan plastisitas yang dimiliki oleh
anak. Ketergantungan bukan berarti harus selalu mendapatkan
pertolongan melainkan harus dilihat sebagai pertumbuhan yang
didorong oleh kemampuan yang tersembunyi yang belum diolah.
Plastisitas di sini adalah kemampuan belajar dari pengalaman yang
merupakan pembentukkan kebiasaan. Kebiasaan aktif melibatkan
pikiran, inisiatif dan hasil untuk melaksanakan atau mencapai tujuan-
tujuan baru. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup,
sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri dan pertumbuhan itu
sendiri.
3) Pendidikan sebagai fungsi sosial
Kelangsungan hidup terjadi akibat pertumbuhan karena
pendidikan yang diberikan pada anak-anak dan pemuda masyarakat.
Masyarakat meneruskan dan menyelamatkan sumber dan cita-cita
masyarakat. Dalam hal ini lingkungan merupakan proses utama
dalam pendidikan. pendidikan merupakan suatu cara yang ditempuh 
masyarakat dalam membimbing anak yang masih belum matang
menurut bentuk susunan sosial sendiri. Kehidupan anak yang belum
matang selalu berinteraksi dengan lingkungan, maka dalam hal ini
sekolah merupakan sebagai fungsi sosial, yaitu sebagi alat transmisi
yang berfungsi sebagai (a) Menyederhanakan dan menertibkan
faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang; (b)
Memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada; dan
(c) Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas dan lebih baik dari
padayang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk
dikembangkan.
B. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan harus dari situasi kehidupan disekeliling anak didik,
harus fleksibel dan mencerminkan aktivitas bebas, bersifat kontemporer
karana tujuan itu merupakan alat untuk bertindak, apabila tujuan telah
dicapai, maka hasil tujuan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan
berikutnya. Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik
untuk kehidupan invididu maupun sosial masyarakat.  Beberapa karakteristik
dari tujuan pendidikan yang harus diperhatikan yaitu sebagai berukut :
1) Hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan
instrinsik anak didik.
2) Harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan
aktivitas pelajaran yang sedang berlangsung.
3) Harus spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak
mengatakan yang berkaitan dengan umum dan tujuan akhir.

C. Proses pendidikan
Pikiran anak itu aktif dan kreaktif, tida secara pasif begitu saya menerima
apa yang diberikan gurunya, maka dalam situasi belajar guru seyogyanya
harus bisa menyusun situasi-situasi belajar sekita masalah utama yang
dihadapi masyarakat yang pemecahannya diserahkan pada peserta didik
untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan sosial maupun
lingkungan fisik.
Dalam menentukan kurikulum, setiap pembelajaran tidak boleh terpisah,
harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah
harus dipadukan, sehingga semuanya merupakan kebulatan atau kesatuan.
Metode yang sebaiknya digunakan adalah metode disiplin, bukan dengan
kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode metode pendidikan
karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar dan di dasar oleh
suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan benar secara obyektif dan si
anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Kekuasaan tidak sesuai dengan
kemauan dan minat anak, serta gurulah yang menentukan segala-galanya.
Guru memaksakan pelajaran untuk anak dan gurulah yang berfikir untuk
anak. Dengan cara demikian tidak mungkin anak akan mempunyai perhatian
spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran. Disiplin merupakan
kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan
belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi terhadap suatu masalah untuk
dipelajari, namun disiplin ini dituntut dari suatu aktivitas dar anak lainnya
dalam usaha mencapai tujuan bersama. Dalam usaha belajar dibutuhkan suatu
kerja sama dengan yang lainnya. Di dalam kelas anak merupakan suatu
kelompok yang merasakan bersama terhadap suatu masalah dan mereka
secara bersama-sama memecahkan masalah tersebut.
Guru di sekolah harus menjadi petunjuk jalan serta pengamatan tingkah
laku anak, untuk mengetahu apakah menjadi minat perhatian anak. Dengan
mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang
akan dijadikan pusat perhatian anak. Jadi, dalam proses belajar mengajar
guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut  dalam menghadapi siswa,
yaitu:
1) Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat anak dan kemampuan anak.
2) Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan anak akan
merasakan adanya suatu masalah yang dia hadapi, sehingga timbul minat
siswa untuk memecahkan masalah tersebut.
3) Untuk membangkitkan minat siswa, hendaklah guru mengenal
kemampuan serta minat masing-masing siswa.
4) Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama
dengan belajar, antara siswa dengan siswa, antar siswa dengan guru, begitu
pula antara guru dengan guru.
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator,
memberi dorongan dan kemudahan bagi siswa untuk bekerja bersama-sama,
menyelidiki dan mengamati sendiri, berfikir dan menari kesimpulan sendiri,
membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada dalam
dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus
dibangkitkan kecerdasannya agar pada diri anak timbul hasrat untuk
menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berfikir ilmiah dan logis yaitu
cara berfikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.

D. Implikasi Pragmatisme Dalam Pendidikan


Pragmatisme dilandasi oleh subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek
yang memiliki pengalaman sendiri, sehingga mereka berkembang dan memiliki
inisiatif dalam memecahkan problema-problema masalah mereka
Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar peserta
didik saat belajar di sekolah tidak jauh berbeda ketika mereka berada di luar
sekolah. Oleh karena itu kehidupan disekolah selalu didasari sebagai bagian dari
pengalaman hidup, cara menghadapi problema yang ada disekitar, bukan bagian
dari persiapan untuk menjalani hidup, sehingga nantinya akan membawa peserta
didik bisa berfikir kritis dan mampu beradaptasi dengan dunia yang terus berubah
dan mampu untuk berhasil dalam menjalani kehidupan.
Selain itu pendidikan pragmatis juga menanamkan nilai-nilai demokrasi
dalam ruang pembelajaran di sekolah, karena pendidikan bukanlah ruang yang
terpisah dari lingkungan sosial, maka setiap orang/masyarakat juga diberi
kesempatan untuk setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada, tapi
keputusan-keputusan ini nantinya dilakukan evaluasi berdasarkan situasi-situasi
sosial yang ada untuk kemajuan sekolah tersebut.
Di sini guru menjadi pendamping peserta didik, menjadi pemandu atau
pengarah aktivitas peserta didik di luar hal-hal yang dibutuhkan oleh peserta
didik dengan pertimbangan-pertimbangan dan pengalaman dari guru tersebut.
Selain  itu,  guru harus menyusun situasi belajar di sekitar masalah yang harus
dipecahkan oleh siswanya. Siswa pada dasarnya merupakan pelajar yang selalu
ingin tahu, sehingga mereka diarahkan mengadakan eksplorasi  terhadap
lingkungan tempat tinggal mereka, anak akan lebih belajar dari apa yang
mendorong mereka untuk meneliti dan menarik perhatian mereka. Guru harus
memelihara keinginan atau mendorong siswa untuk meneliti. Guru harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar apa yang mereka ingin
ketahui, selalu ingin mengetahui yang berkaitan dengan pelajaran seperti sejarah
dan ilmu pengetahuan lainnya.
Metoda untuk pembelajaran pragmatisme ini selalu menekankan pengalaman
sebagai sesuatu yang sangat berarti, oleh karena itu pengajaran selalu menjadi
sesuatu yang dekat dengan hidup, di mana murid terlibat langsung sedangkan
guru sebagai pendamping atau pemandu.
Untuk soal kurikulum dibangun atas dasar unit-unit alamiah, tidak
menimbulkan persoalan, serta melahirkan pengalaman yang menekankan peserta
didik.Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi
memperbaiki diri sendiri (a self-correcting tradition). Pendidikan berfokus pada
kehidupan yang aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum
pendidikan pragmatism berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan
berubah.
Power (1982) di dalam Uyoh Sadulloh (2008; 133) mengemukakan
implikasi filsafat pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan
adalah sebagi berikut :
1) Tujuan Pendidikan, memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru
dalam hidup sosial maupun pribadi.
2) Kedudukan Siswa, Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar
biasa dan kompleks untuk tumbuh.
3) Kurikulum, berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan
kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah menentukan kurikulum.
Menghilangkan perbedaan anatara pendidikan liberal dengan pendidikan
praktis atau pendidikan jabatan.
4) Metode, metode aktif yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja).
5) Peran guru, mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa tanpa
menganggu minat kebutuhannya.
Peran sekolah yakni sebagai tempat untuk mengajarkan cara belajar yang
mampu menyesuaikan  dengan perubahan-perubahan hidup yang terus-menerus
menimpa dunia mereka, sehingga sekolah harus melihat proses-proses dari
pembelajarn peserta didik ketimbang melihat muatan materi dan nilai akhir.
Tujuan pendidikan itu ada dalam proses pendidikan, sehingga proses
pendidikan tidak memiliki tujuan yang terpisah. Pendidiklah yang memikirkan
tujuan pendidikan itu. Pragmatisme memandang bahwa setiap fase dalam proses
pendidikan itu merupakan alat untuk mencapai fase berikutnya. Dengan
demikian, fase yang akan ditempuh dari fase sebelumnya adalah merupakan
tujuan yang ada dalam proses pendidikan itu. M.J.Langeveld, mengemukakan 6
jenis tujuan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Tujuan akhir (umum, universal, dan total).
2) Pengkhususan tujuan umum.
3) Tujuan tak lengkap (sementara).
4) Tujuan insidental.
5) Tujuan intermedier.
Tujuan yang paling dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari, yaitu
tujuan insidental. (insiden = peristiwa). Tujuan insidental, ialah tujuan yang
menyangkut suatu peristiwa khusus. Agak sukar untuk mencari hubungan antara
tujuan umum dengan tujuan insidental, namun tujuan insidental sebenarnya
terarah kepada realisasi tujuan umum. Jadi hubungan tujuan insidental dengan
tujuan umum sangat jauh. Contoh: Ibu, melarang anaknya bermain-main di depan
pintu yang terbuka, karena dapat menyebabkan anak itu sakit (masuk angin), atau
karena mengganggu lalu lintas di pintu. Jelaslah tujuan insidental sangat jauh
dengan kriteria kedewasaan sebagai tujuan umum pendidikan.
Tujuan tentatif,(tentatif = sementara) ialah tujuan yang terdapat pada
langkah-langkah untuk mencapai tujuan umum. Karena itu tujuan tentatif lebih
dekat pada tujuan umum, dibandingkan dengan tujuan insidental. Tujuan tentatif
memberi kesempatan kepada anak untuk menguji nilai yang ingin dicapainya
dengan perbuatan nyata. Dari kenyataan yang dialaminya itu diharapkan anak
akan mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Contoh: tujuan agar anak biasa
hidup bersih. Setelah ia mengalaminya berulang-ulang berperilaku bersih pada
berbagai jenis dan tingkat kebersihan, maka ia diharapkan kelak mengerti dan
biasa hidup bersih. Anak didik biasanya tidak menyadari bahwa ia sedang dibawa
ke arah suatu tujuan pendidikan insidental ataupun tentatif, karena memang
tujuan ini tidak secara tersurat dapat diketahui oleh anak.
Tujuan intermedier,(media = antara) ialah tujuan yang melayani tujuan
pendidikan yang lain atau tujuan yang lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya.
Contoh: murid belajar membaca dengan tujuan agar ia kelak dapat belajar sendiri
tentang ilmu pengetahuan dengan jalan membaca buku-buku.
Tujuan tidak lengkap (sementara),ialah tujuan yang berkenaan dengan
salah satu aspek kehidupan. Disebut tidak lengkap karena setiap tujuan yang
dihubungkan dengan salah satu aspek kehidupan itu berarti tidak lengkap. Tujuan
yang lengkap ialah tujuan yang mengembangkan seluruh aspek kehidupan itu,
yaitu tujuan umum pendidikan. Aspek-aspek tujuan umum pendidikan ialah:
a) Pendidikan jasmani
b) Pendidikan religius
c) Pendidikan sosial
d) Pendidikan ekonomis
e) Pendidikan etika
f) Pendidikan estetika
Tujuan umum, (akhir, universal, total)ialah tujuan yang menjadi sumber bagi bagi
tujuan lainnya. Semua manusia di seluruh dunia ingin mencapai tujuan itu, yaitu tujuan
umum pendidikan ialah manusia dewasa. Pengkhususan tujuan umum,itu terjadi karena
manusia dewasa yang universal itu diberi bentuk yang nyata berhubung dengan
kebangsaan, kebudayaan, agama, sistem politik, dan sebagainya. Oleh karena itu,
manusia dewasa bagi bangsa Indonesia adalah selaras dengan filsafat bangsa Indonesia,
yaitu manusia yang memiliki karakteristik kepribadian Pancasila. Ada beberapa
karakteristik umum kedewasaan, yaitu sebagai berikut:
a) Memiliki otonomi dalam kehidupan kesusilaan. Orang dewasa ialah manusia yang
mampu mengambil keputusan susila tanpa dipengaruhi atau dipaksa oleh orang lain, serta
mampu melaksanakan keputusan susila itu dalam perbuatan nyata. Katahati orang dewasa
pada umumnya telah terbentuk. Dengan demikian, walaupun ia sendiri tanpa pengawasan
orang lain, ia tetap berpikir dan berbuat sesuai dengan prinsip kesusilaan.
b) Orang dewasa itu menjadi anggota masyarakat penuh. Orang dewasa mampu bergaul
dengan orang dewasa lain dalam rangka memberi sumbangan bagi kemajuan masyarakat,
bangsa dan negaranya. Orang dewasa ialah seorang yang berguna bagi masyarakat dan
negaranya.
c) Orang dewasa ialah orang yang matang secara biologis, dan psikologis. Pertumbuhan
secara biologis boleh dikatakan telah mencapai titik tertinggi. Demikianlah ia sudah
mampu menikah yang bertujuan untuk mempertahankan dan mengembangkan
keturunannya sebagai cara mempertahankan dari kepunahan. Kematangan psikologis
meliputi aspek volitional (kemauan) merupakan ciri kedewasaan seseorang. Dari aspek
afektif, orang dewasa memperlihatkan: (a) Suasana emosi yang stabil, misalnya merasa
yakin akan dirinya berani menghadapi saat-saat kritis dan kekecewaan dan sebagainya.
(b) Orang dewasa dapat diterima oleh dan ia sendiri merasa menjadi milik masyarakat.(c)
Orang dewasa mampu memberi dan menerima, ia mampu mencintai dan dicintai. (d) Ia
mampu bekerja secara serius, tetapi mampu pula hidup santai seperti bermain dan humor.
d) Dari aspek intelektual, orang dewasa mampu: (a) menyadari akan kemampuan dirinya,
motivasinya, cita-citanya, dan prestasinya; (b) ia mengetahui secara tepat tentang manusia
dan peristiwa di sekitarnya, serta kebudayaannya; (c) ia mampu berkomunikasi dengan
orang lain secara terampil; (d) ia mampu mengadakan sintesa antara pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilannya, sehingga ia menjadi pribadi yang fleksibel, toleransi
dan adaptif; (e) ia mampu memandang hidup secara keseluruhan dan terintegrasi dengan
menganut secara sadar suatu agama atau filsafat hdup
e)      Dari aspek volisional, orang dewasa memiliki karakteristik sebagai berikut: (a)
memiliki karakter produktif, yaitu mampu menghasilkan sesuatu berupa jasa, barang,
uang dan sebagainya; (b) ia mampu merealisasikan ide dan kemauannya dalam
masyarakat, dengan jalan bekerjasama, bersedia memimpin dan dipimpin, sehingga
nampak “siapa dia”; (c) ia mampu melakukan keseimbangan antara kepentingan dirinya
dan kepentingan sosial, dan; (d) ia mampu merencanakan masa depannya. Dengan
demikian, orang dewasa memiliki keseluruhan karak- teristik yang mampu
merealisasikan norma-norma yang dijadikan sebagai filsafat hidup atau cita-cita hidup
yang lebih baik.
Adapun Metode Pendidikan Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan
penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode
penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya
(mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan,
bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar
bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar
berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat
tercapai.

E. Implimentasi Pragmatisme Dalam Pembelajaran Sejarah


Tujuan dari pendidikan pragmatisme adalah menumbuhkan jiwa yang aktif
dan kreatif, membentuk jiwa yang bertanggung jawab, sosial dan mengembangkan
pola pikir eksploratif yang mandiri kepada anak. Dengan tujuan tersebut pola
perkembangan anak akan berjalan sesuai dengan pilihan hidup yang telah
direncanakan.
Filsafat pendidikan pragmatisme jika dikaitkan dengan pembelajaran sejarah,
contohnya dengan menggunakan salah satu metode rekreasi ke musium sejarah, dan
dengan begitu diharapkan sisiwa tersebut  dapat menjadi tempat belajar yang
menyenangkan dan dapat membangun pengetahuan mereka. Karena selama bertahun-
tahun museum dianggap sebagai objek nyata yang dijadikan referensi untuk menguji
dan meningkatkan pengetahuan yang telah dicapai dan disampaikan dalam bentuk
lain. Museum digambarkan sebagai pusat dokumentasi tiga dimensi dunia dan sejarah
manusia yang tidak dapat dingantikan oleh publikasi lainnya. Museum menyediakan
informasi, pendidikan dan hiburan.
Pembelajaran melalui kunjungan ke musium ini dapat memberikan manfaat,
karena hal ini akan memberikan pemahaman bahwa sejarah memiliki realitas, dengan
melihat peninggalan-peninggalan kuno maka para peserta didik akan menyadari
bahwa sejarah berhubungan dengan fakta-fakta.  Semua ini akan dapat meningkatkan
ketertarikan peserta didik untuk belajar sejarah dan dapat menanamkan sisi-sisi yang
terkandung dalam sejarah tersebut baik dari sisi luar yang merupakan fakta-fakta
tentang peninggalan-peninggalan sejarah tersebut yang direkonstruksi oleh peserta
didik, maupun dari sisi dalamnya yaitu nilai-nilai yang terkandung di balik fakta atau
peristiwa sejarah tersebut, dengan demikian pembelajaran sejarah  tersebut akan
menjadi menyenangkan, menarik minat siswa dan membentuk berfikir kritis peserta
didi. Di sini peserta didik tidah hanya belajar sejarah dengan abstrak tapi mereka
mampu merekonstruksi sejarah tersebut ke dalam kehidupan mereka masing-masing.
Selain belajar sejarah dengan menggunakan metode rekreasi ke musium.
Guru juga bisa menggunakan metode problem solving, pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari siswa, dengan begini siswa akan mempunyai pengalaman
belajar sendiri  dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan mereka akan mencoba untuk
memahami masalah tersebut, sehingga nantinya mampu memberikan pengetahuan
kepada anak yang bermakna bagi dirinya.
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya
kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan
kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa
dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan
untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu siswa, guru harus berperan:
a. Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-
film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang
dirancang untuk memunculkan minat siswa.
b. Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c. Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam
kelas guna memecahkan suatu masalah.
d. Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan
masalah.
e. Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana
mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.

Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa


merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk
tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing
pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan
siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme
adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk
formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang
tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang
kehidupan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Perkembangan merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap


individu, perkembangan ini adalah proses yang bersifat kualitatif dan
berhubungan dengan kematangan seorang individu yang ditinjau dari
perubahan yang bersifat progresif serta sistematis didalam diri manusia.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis,
progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga
akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan
yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan.
Sedangkan emosi adalah suatu keadaan atau perasaan yang ada dalam diri
manusia baik senang maupun sedih yang disadari dan diungkapkan
melalui wajah atau tindakan. Dan yang termasuk dalam ekspresi emosi
pada anak adalah : Rasa takut, rasa malu, rasa canggung, rasa khawatir,
rasa cemas, rasa marah, rasa cemburu, rasa duka cita, rasa
keingintahuan ,rasa kegembiraan dan sebagainya. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak adalah keadaan anak,
faktor belajar dengan cara meniru, faktor belajar dengan coba-coba, belajar
dengan pengondisian, belajar dengan bimbingan dan pengawasan dan lain
sebagainya.
B. SARAN

Guru harus lebih efektif dalam mengembangkan sosial emosional anak


sehingga nantinya anak mampu berinteraksi di lingkungan sekolah
keluarga dan masyarakat.
Waktu kita masih panjang untuk mengejar cita-cita jika kita mau berjuang
keras, belajar dengan sungguh-sungguh pasti apa yang kita inginkan dapat
tercapai.

Daftar Pustaka

https://www.kompasiana.com/wanseli43363/5ea1b5aa097f3629a66e64e2/
pengertian-pragmatisme-beserta-pemikiran-para-tokoh-tokoh-filsafat-pendidikan-
pragmatisme
http://eprints.umsida.ac.id/7571/1/Makalah-Filsafat-A2-Pragmatisme.pdf
https://www.kompasiana.com/anggienovita/5ea1850fd541df3a4f234483/filsafat-
pendidikan-pragmatisme-dan-tokoh-tokoh-aliran-pragmatisme
https://media.neliti.com/media/publications/87107-none-5e4cd198.pdf
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jaqfi/article/download/7325/4021
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/pragmatisme-dalam-
pendidikan/#:~:text=Model%20pembelajaran%20pragmatisme%20adalah
%20anak,terlibat%20dalam%20masalah%20dan%20pemecahanya.&text=Tujuan
%20Pendidikan%2C%20tujuan%20pendidikan%20pragmatisme,dalam%20hidup
%20sosial%20dan%20pribadi.
https://www.kompasiana.com/desytria5467/5db6d08f097f36708d429d82/metode-
pembelajaran-aliran-pragmatisme-dalam-dunia-pendidikan

Anda mungkin juga menyukai